Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

IV.1. Metode Analisis

Pada penelitian kali ini data yang digunakan berupa data batuan inti Sumur
RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697. Sumur RST-1887 memiliki
kedalaman 359-624 kaki, Sumur RST-3686 memiliki kedalaman 140-756 kaki,
dan Sumur RST-3697 memiliki kedalaman 114-710 kaki. Selain data batuan inti
digunakan juga data Log berupa log Gamma Ray, NPHI, dan RHOB serta data
biostratigrafi yaitu berupa diagram mikrofosil dari ketiga sumur (Lampiran A1,
A2, dan A3). Secara umum metode analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua,
yaitu:

 Metode analisis biostratigrafi, berupa tahap pengerjaan di laboratorium yang


meliputi pengambilan contoh batuan inti, preparasi contoh batuan inti,
observasi mikrofosil (foraminifera), tahap determinasi mikrofosil, dan analisis
mikrofosil yang disajikan dalam bentuk diagram mikrofosil dan digabungkan
dengan diagram mikrofosil yang sudah ada (Lampiran A1, A2, dan A3). Hasil
yang diharapkan adalah berupa interpretasi umur dan lingkungan
pengendapan dari ketiga sumur.
 Metode analisis stratigrafi sekuen berdasarkan pola log dan data
biostratigrafi, meliputi interpretasi batas sikuen, korelasi stratigrafi sekuen,
dan korelasi umur dari ketiga sumur (Lampiran B).

IV.1.1. Metode Analisis Biostratigrafi

Fosil baik mikrofosil atau makrofosil pada umumnya terkandung dalam


batuan. Sesuai dengan namanya, mikrofosil memimiliki ukuran yang sangat
kecil dan mudah sekali hancur. Maka dari itu dalam pengambilan contoh
batuan harus diberikan perlakuan khusus. Pengambilan sampel atau contoh
batuan sebaiknya dilakukan pada batuan yang segar dan mungkin
mengandung mikrofosil. Mikrofosil dapat terkandung pada sebagian besar
batuan sedimen, namun jumlahnya, jenis dan variasinya, serta kondisi

IV-1
pengawetannya tergantung pada proses pengendapan, umur, dan asal batuan.
Kondisi batuan inti pada sumur penelitian kurang begitu baik, sangat lapuk,
dan terdapat jejak minyak sehingga cukup sulit untuk dideskripsi Gambar
4.1.). Sehingga penulis menggunakan data log sumur untuk menginterpretasi
litologi pada ketiga sumur (Gambar 4.2.).

Gambar 4.1. Kondisi batuan inti sumur penelitian.

IV-2
Gambar 4.2. Hasil interpretasi litologi sumur penelitian berdasarkan data log
sumur.

Contoh batuan yang telah diambil kemudian dipreparasi (Tabel 2).


Metode yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah dengan menggunakan
metode residu. Metode ini biasanya dipergunakan untuk batuan sedimen
klastik yang berukuran halus-sedang, seperti batulempung, serpih, batulanau,
dan batupasir gampingan. Tahapan preparasi atau prosedur teknik preparasi
foraminifera, antara lain:

 Contoh batuan yang telah diambil (± 100 gram berat sedimen kering)
ditumbuk pelan-pelan menggunakan alu porselen atau besi.

IV-3
 Setelah agak halus, sedimen dimasukkan ke dalam gelas beaker dan
diberikan larutan H2O2 (10%-15%) secukupnya untuk memisahkan
mikrofosil dengan material-material yang menyelimutinya.
 Diamkan hingga 2-5 jam atau sampai tidak ada lagi reaksi yang terjadi.
 Setelah itu residu dicuci dengan air mengalir diatas saringan 150 mesh.
 Residu yang tertinggal pada kedua saringan tersebut diambil dan
dikeringkan pada oven dengan suhu 65oC.
 Setelah kering residu dikemas dalam kertas residu dan diberi label sesuai
dengan nomor sampel yang dipreparasi.
 Sampel siap dideterminasi dengan mikroskop binokuler.

Sumur Kedalaman sampel Jenis sampel Litologi


(kaki)
RST-1887 383 core Batulanau
402 core Batulempung
530 core Batulempung
570 core Batulempung
615 core Batulempung
RST-3686 162 core Batupasir
586 core Batupasir
599 core Batulempung
647 core Batulempung
RST-3697 115 core Batulempung
148 core Batulempung
149 core Batulempung
306 core Batupasir
529 core Batulanau
581 core Batulempung
606 core Batulempung
Tabel 2. Daftar sampel batuan inti ketiga sumur

Jika tahapan preparasi selesai, maka dilanjutkan dengan tahapan


observasi dan determinasi kandungan mikrofosi dalam sampel. Hasil
observasi disajikan dalam bentuk diagram mikrofosil dan digabungkan
dengan diagram mikrofosil yang sudah ada (Lampiran A1, A2, dan A3).

IV-4
IV.1.2. Metode Analisis Stratigrafi Sekuen

Setiap lingkungan pengendapan mempunyai energi yang berbeda-beda


untuk mengendapkan suatu butiran sedimen sehingga tiap lingkungan
pengendapan bisanya memiliki pola urutan vertikal yang cukup khas dan
dibatasi oleh suatu bidang batas ketidakselarasan dan keselarasan
korelatifnya, yang dikenal sebagai sekuen. Bidang batas tersebut akan
memiliki ciri-ciri tertentu atau sifat yang khas dan dapat kita interpretasikan
dengan menggunakan data biosratigrafi dan data log.

Terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan dalam penentuan


marker-marker stratigrafi sekuen dengan menggunakan data biostratigrafi,
antara lain:

 Kelimpahan spesimen dari satu takson atau lebih dalam suatu tempat
tertentu. Kelimpahan spesimen yang dimaksud adalah kelimpahan total
dari mikrofauna planktonik dan bentonik.

 Keragaman dari sejumlah takson dalam suatu kumpulan.

 Kumpulan organisme tertentu pada suatu lingkungan tertentu, dimana


kumpulan organisme tersebut akan berbeda bila kondisi lingkungan
berbeda.

 Pemunculan kejadian biostratigrafi yang penting, didasarkan atas


kejadian, keragaman suatu spesies, kelompok spesies, atau keseluruhan
kumpulan spesies.

Maximum Flooding Surface (MFS) dicirikan dengan adanya


mikrofauna yang melimpah, dominasi fosil fauna air panas dan mineral
autigenik. Sedangkan batas sekuen digambarkan dengan perubahan
lingkungan pengendapan yang terjadi secara tiba-tiba atau adanya zona-zona
yang hilang. Pada peristiwa transgresi berasosiasi dengan perubahan litologi
yang berarti juga perubahan lingkungan pengendapan. Pada peristiwa
transgresi terjadi kenaikan muka air laut, sehingga pada lingkungan laut
tersebut akan direfleksikan dengan adanya pemunculan fauna laut dalam.

IV-5
Peristiwa regresi juga berasosiasi dengan perubahan litologi, dimana muka air
laut mengalami penurunan, sehingga akan direfleksikan dengan adanya
pemunculan fauna laut dangkal dan semakin berkurangnya fauna laut dalam.

Penentuan marker-marker stratigrafi sekuen dengan menggunakan data


log dilihat dari pola log atau log stratal pattern. Jika terdapat perubahan log
dari prograding menjadi aggrading/retrograding, serta retrograding menjadi
aggrading atau pada batas bawah dari retrograding dapat kita tarik batas
sekuen. Sedangkan Transgresive Surface berada pada puncak dari agrading
menjadi retrograding. Pada perubahan pola dari retrograding menjadi
prograding atau pada batas bawah prograding dapat kita tarik batas
Maximum Flooding Surface.

IV.2. Analisis Biostratigrafi

IV.2.1. Sumur RST-1887

Umur
Foraminifera planktonik : 362-570 kaki: Zona N5
570-615 kaki: Zona N4 dan/atau lebih tua
Nannoplankton : 362-368 kaki: Zona NN2 dan lebih muda
368-523 kaki: Zona NN1
523-615 kaki: Zona NN1 dan/atau lebih tua

Foraminifera planktonik
Kedalaman 362-570 kaki tidak ditemukan marker, namun terdapat
kehadiran Globigerina primordius yang menunjukan umur relatif Zona N5.
Pada kedalaman 615 kaki terdapat kemunculan akhir Globorotalia kugleri
yang menunjukan pada kedalaman 570-615 kaki memiliki umur relatif Zona
N4 dan/atau lebih tua (Lampiran A1).

Nannoplankton
Kedalaman 368-362 kaki diendapkan pada umur Zona NN2 dan lebih
muda, dicirikan dengan kemunculan awal Helicosphaera ampliaperta di
kedalaman 368 kaki dan merupakan batas atas umur Zona NN1 pada

IV-6
kedalaman 368-523 kaki. Kedalaman 523-615 kaki memiliki umur relatif
NN1 dan/atau lebih tua, dengan adanya kemunculan akhir Cyclicargolithus
abisectus di kedalaman 523 kaki (Lampiran A1).

Lingkungan pengendapan
362-368 kaki: Neritik Tengah
368-376 kaki: Neritik Dalam
376-460 kaki: Litoral
460-530 kaki: Neritik Dalam
530-570 kaki: Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas
570-615 kaki: Neritik Tengah

Kedalaman 362-368 kaki diendapkan di Neritik Tengah, dicirikan


dengan foraminifera planktonik dan Bolivina spp. yang melimpah.
Kedalaman 368-376 kaki kelimpahan foraminifera planktonik berkurang
namun foraminifera bentonik cukup melimpah maka diinterpretasikan
diendapkan di Neritik Dalam. Kedalaman 376-460 kaki diendapkan di
Litoral, pada kedalaman ini kandungan foraminifera sangat sedikit baik
foraminifera planktonik maupun foraminifera bentonik. Kedalaman 460-530
kaki diendapkan di Neritik Dalam dan kedalaman 530-570 kaki diendapkan
di Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas, dicirikan dengan kelimpahan
foraminifera planktonik yang semakin bertambah dan kehadiran dari
Ammonia equatoriana dan Elphidium sp.. Kedalaman 570-615 kaki
diendapkan pada Neritik tengah, dicirikan dengan kehadiran foraminifera
planktonik yang melimpah (Lampiran A1).

IV.2.2. Sumur RST-3686

Umur
Foraminifera planktonik : 143-548 kaki: Zona N5
548-750 kaki: Zona N5 dan/atau lebih tua
Nannoplankton : 143-149 kaki: Zona NN2 dan lebih muda
149-548 kaki: Zona NN2
548-750 kaki: Zona NN1 dan/atau lebih tua

IV-7
Foraminifera planktonik
Kedalaman 143-548 kaki memiliki umur relatif Zona N5, dicirikan
dengan kehadiran Globigerinoides primordius dan batas bawah Zona N5
ditemukan kemunculan awal Globerigerina foliata di kedalaman 548 kaki
dan kedalaman 548-750 kaki memiliki umur relatif Zona N5 dan/atau lebih
tua (Lampiran A2).

Nannoplankton
Kedalaman 143-149 kaki tidak ditemukan marker namun terdapat
kehadiran Triquetrorhabdulus carinatus yang dapat diinterpretasikan memiliki
umur NN2 dan lebih muda. Kedalaman 149-548 kaki terdapat kemunculan awal
Helicosphaera ampliaperta di kedalaman 548 kaki yang menjadi batas awal
umur NN2. Kedalaman 548-750 kaki diendapkan pada umur Zona NN1
dan/atau lebih tua, pada kedalaman tersebut terdapat kemunculan akhir dari
Cyclicargolithus abisectus yang menjadi batas akhir umur Zona NN1
(Lampiran A2).

Lingkungan pengendapan
143-149 kaki: Neritik Tengah
149-162 kaki: Litoral
162-285 kaki: Neritik Tengah
285-496 kaki: Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas
496-506 kaki: Neritik Tengah
506-520 kaki: Neritik Dalam
520-532 kaki: Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas
532-548 kaki: Neritik Tengah
548-586 kaki: Neritik Dalam
586-599 kaki: Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas
599-647 kaki: Neritik Dalam
647-750 kaki: Supralitoral-Litoral

Kedalaman 143-149 kaki diendapkan di Neritik Tengah, hal ini dilihat


melimpahnya foraminifera planktonik. Kedalaman 149-162 kaki tidak
terdapat foraminifera planktonik dan terdapat Ammonia sp., diinterpretasikan

IV-8
diendapkan di Litoral. Kedalaman 162-285 kaki foraminifera planktonik
melimpah dan diendapkan di Neritik Tengah. Kedalaman 285-496 kaki
diendapkan di Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas dicirikan dengan
kelimpahan foraminifera planktonik berkurang dibandingkan kedalaman
sebelumnya dan kemudian foraminifera planktonik kembali bertambah dan
terdapat Bolivina spp., maka kedalaman 496-506 kaki diinterpretasikan
diendapkan di Neritik Tengah. Kedalaman 506-647 kaki terlihat terjadi
perubahan lingkungan pengendapan yang bersifat fluktuatif dari Neritik
Dalam, Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas, hingga Neritik Tengah
hal ini dapat dilihat dari kandungan foraminifera planktonik dan bentonik
pada kedalaman tersebut. Kedalaman 647-750 kaki diinterpretasikan
diendapkan di Supralitoral-Litoral dikarenakan tidak terdapat kandungan
foraminifera ataupun mikrofosil lainnya (Lampiran A2).

IV.2.3. Sumur RST-3697

Umur
Foraminifera planktonik : 115-254 kaki: Zona N6 dan lebih muda
254-676 kaki: Zona N5
676-709 kaki: Zona N5 dan lebih tua
Nannoplankton : 115-124 kaki: Zona NN2 dan lebih muda
124-555 kaki: Zona NN2
555-709 kaki: Zona NN1 dan/atau lebih tua

Foraminifera planktonik
Kedalaman 115-254 kaki memiliki umur relatif Zona N6 dan lebih
muda, pada kedalaman ini tidak terdapat marker namun secara stratigrafi
kedalaman 115-254 kaki terletak di atas Zona N5. Kedalaman 254-676 kaki
memiliki umur relatif Zona N5, pada kedalaman ini terdapat kemunculan
akhir dari Globigerinoides primordius dan Globigerina ciproensis yang
menjadi batas akhir dari umur Zona N5 dan terdapat kemunculan awal dari
Globigerina primordius pada kedalama 539 kaki. Kedalaman 676-709 kaki

IV-9
memiliki umur relatif Zona N5 dan lebih tua, pada kedalaman ini hanya
terdapat kehadiran dari Globigerina foliata (Lampiran A3).

Nannoplankton
Kedalaman 115-124 kaki diendapkan pada umur Zona NN2 dan lebih
muda dicirikan dengan kehadiran Triquetrorhabdulus carinatus. Kedalaman
124-555 kaki memiliki umur relatif Zona NN2, pada kedalaman ini terdapat
kemunculan awal Helicosphaera ampliaperta di kedalaman 555 kaki yang
merupakan batas awal dari umur Zona NN2. Kedalaman 555-709 kaki
memiliki umur relatif Zona NN1 dan/atau lebih tua (Lampiran A3).

Lingkungan pengendapan
115-148 kaki: Neritik Dalam
148-149 kaki: Neritik Dalam Atas-Neritik Tengah Atas
149-150 kaki: Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Bawah
150-254 kaki: Neritik Dalam
254-294 kaki: Neritik Tengah
294-302 kaki: Neritik Dalam Atas-Neritik Tengah Atas
302-504 kaki: Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas
504-539 kaki: Neritik Tengah
539-555 kaki: Neritik Dalam
555-564 kaki: Litoral Bawah-Neritik Dalam Atas
564-606 kaki: Litoral
606-650 kaki: Supralitoral-Litoral
650-676 kaki: Neritik Tengah
676-709 kaki: Supralitoral-Litoral

Kedalaman 115-149 kaki diendapkan di Neritik Dalam, dicirikan


dengan kehadiran Ammonia becarii, Ammonia spp. dan kelimpahan
foraminifera planktonik yang sangat sedikit. Kedalaman 148-149 kaki
diendapkan di Neritik Dalam Atas-Neritik Tengah Atas, pada kedalaman
tersebut foraminifera planktonik cukup melimpah dan pada kedalaman 149-
150 kaki lingkungan pengendapan berubah menjadi Neritik Dalam Bawah-
Neritik Tengah Bawah karena foraminifera planktonik yang melimpah.

IV-10
Kedalaman 150-254 diinterpretasikan diendapkan di Neritik Dalam karena
pada kedalaman ini tidak hadirnya foraminifera planktonik dan terdapat
Ammonia becarii. Kedalaman 254-294 kaki diendapkan di Neritik Tengah
dicirikan dengan kehadiran Bolivina spp. yang cukup melimpah. Kedalaman
294-302 kaki diendapkan di Neritik Dalam Atas-Neritik Tengah Atas dan
kemudian muka air laut relatif naik dilihat dari foraminifera planktonik yang
semakin banyak sehingga kedalaman 302-504 kaki diinterpretasikan
diendapkan di Neritik Dalam Bawah-Neritik Tengah Atas dan kedalaman
504-539 kaki diendapkan di Neritik Tengah karena adanya Bolivina spp..
Kedalaman 539-555 kaki diendapkan di Neritik Dalam, kedalaman 555-564
kaki di Litoral Bawah-Neritik Dalam Atas, dan kedalaman 564-606 kaki di
Litoral, hal ini dicirikan tidak hadirnya foraminifera planktonik dan mulai
munculnya foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Kedalaman 606-650
kaki tidak ditemukan kandungan foraminifera, baik planktonik maupun
bentonik sehingga diinterpretasikan diendapkan di Supralitoral-Litoral.
Kedalaman 650-676 kaki diinterpretasikan diendapkan di Neritik Tengah
karena kandungan foraminifera planktonik yang sangat melimpah dan pada
kedalaman 676-709 kaki tidak terdapat foraminifera sehingga
diinterpretasikan diendapkan di Supralitoral-Litoral (Lampiran A3).

IV.3. Analisis Fasies Sedimentasi

Penulis melakukan analisis fasies sedimentasi berdasarkan pola log Gamma


ray dan analisis biostratigrafi. Analisis biostratigrafi dijadikan acuan dalam
penentuan lingkungan pengendapan dalam interval penelitian. Berdasarkan
analisis biostratigrafi, penulis menginterpretasikan bahwa lingkungan
pengendapan daerah penelitian adalah Litoral hingga Neritik Tengah dan
termasuk dalam sistem deltaik. Berdasarkan analisis biostratigrafi dan analisis
pola log Gamma ray, penulis menginterpretasikan adanya perubahan peristiwa
sedimentasi dari prograding system menjadi transgressive system, seperti pada
model yang dibuat oleh Boyd, 1992 (Gambar 4.3.).

IV-11
Gambar 4.3. Klasifikasi daerah pengendapan coastal dalam konteks dominasi
fluvial, gelombang, dan pasang surut, serta pengaruh dari fluktuasi muka air laut
relatif (Boyd, dkk., 1992; dalam Woodroffe, C., D., 2002).

Pada Zona NN1 proses sedimentasi yang terjadi di daerah penelitian


didominasi oleh sistem fluvial (fluvial dominated delta) (Lampiran B). Seiring
berjalannya waktu terjadi kenaikan muka air laut relatif yang menyebabkan proses
sedimentasi tidak lagi didominasi oleh sistem fluvial melainkan didominasi oleh
sistem pasang surut pada akhir Zona NN1. Proses ini dapat ditunjukan dengan
model proses sedimentasi yang dibuat oleh Abiratno (1976) (Gambar 4.4.).

IV-12
Gambar 4.4. Model proses sedimentasi Lapangan Duri (Abiratno, 1976; dalam
Johannesen dan Lyle, 1990).

Endapan deltaik yang terdapat pada ketiga sumur penelitian antara lain:
endapan Prodelta, Delta front, Mouth bar, Interdistributary, Interdistributary
channel, dan Distributary channel. Pembagian tipe endapan deltaik tersebut
dilihat dari analisis biostratigrafi (penentuan lingkungan pengendapan) dan pola
log Gamma Ray (Gambar 4.5.).

IV-13
Gambar 4.5. Karakteristik pola wireline log untuk lingkungan pengendapan
(Kendal, 2003).

IV.4. Analisis Stratigrafi Sekuen

IV.4.1. Interpretasi Stratigrafi Sekuen Sumur RST-1887

Berdasarkan analisis biostratigrafi dan hasil interpretasi data log,


Sumur RST-1887 terdiri dari 4 siklus pengendapan dengan batas tiap siklus
berupa batas sekuen (SB) (Gambar 4.6.). Siklus 1 (interval kedalaman 800-
681 kaki pada Formasi Bangko) dibatasi oleh SB1 pada bagian atas
sedangkan bagian bawah sekuen tidak diketahui batasnya. Pada siklus ini
terdiri dari 1 system tract yaitu endapan HST.

Siklus 2 (interval kedalaman 681-458 kaki atau interval SB1-SB2


Formasi Bekasap) terdiri dari 3 system tract yaitu endapan LST, endapan
TST, dan endapan HST. Pada Siklus ini, Log Gamma Ray menunjukkan pola
blocky aggrading yang menandakan endapan LST dan berubah menjadi pola
retrograding yang menunjukkan endapan TST, kemudian berubahh kembali

IV-14
menjadi pola blocky aggrading yang mendakan endapan HST. Perubahan
pola log ini secara stratigrafi sekuen mengindikasikan terjadinya kenaikan
muka air laut relatif. Kemudian pada interval kedalaman 615 kaki, analisis
mikrofosil menunjukkan bahwa foraminifera (baik foram planktonik dan
bentonik) cukup melimpah. Dan dari analisis lingkungan berdasarkan
mikrofosil, menunjukkan lingkungan pengendapan Neritik Tengah (Lampiran
A1). Hal ini mengindikasikan kandidat MFS1 berada pada kedalaman
tersebut.

Pada Siklus 3 (interval kedalaman 458-243 kaki pada Formasi


Bekasap dan Formasi Duri), diidentifikasi terdapat 3 system tract yaitu
endapan LST, TST, dan HST. Secara umum, pola Log Gamma Ray
menunjukkan pola yang sama pada siklus sebelumnya, namun pada endapan
HST pola Log Gamma Ray menunjukan pola funnel shape dan prograding
yang merupakan ciri dari endapan HST. Kandungan foraminifera bentonik
pada endapan LST dan TST cukup melimpah, sedangkan kandungan
foraminiera planktonik sedikit. Seiring dengan kenaikan muka air laut
kemunculan foraminifera bentonik berkurang dan semakin bertambahnya
kemunculan foraminifera planktonik. Pada kedalaman 362 kaki kehadiran
foraminifera planktonik sangat melimpah dan hasil analisis menunjukkan
lingkungan pengendapan berubah dari Litoral menjadi Neritik Tengah yang
menunjukkan adanya kenaikan air laut relatif dan dapat menjadi kandidat
MFS2.

Pada Siklus 4 (interval kedalaman 243-150 kaki pada Formasi Duri)


tidak dilakukan analisis mikropaleontologi jadi penentuan batas sekuen hanya
dilakukan berdasarkan pola log. Siklus ini hanya terdiri dari endapan TST
dengan memiliki ciri pola Log Gamma Ray berbentuk bell shape atau
retrograding.

IV-15
TST

HST

TST

LST

Keterangan:
Batupasir
HST
Batulempung
TST Batulanau

LST
Prodelta
Delta front
Mouth bar
Interdistributary
Interdistributary channel
HST Distributary channel
Gambar 4.6. Interpretasi stratigrafi sekuen Sumur RST-1887.

IV-16
IV.4.2. Interpretasi Stratigrafi Sekuen Sumur RST-3686

Sumur RST-3686 dapat dibagi menjadi 4 siklus pengendapan dengan


batas tiap siklus berupa batas sekuen (Gambar 4.7.). Keempat siklus tersebut
adalah Siklus 2 yang dibatasi oleh SB2 pada bagian atas siklus, sedangkan
bagian bawah batas siklus tidak diketahui, kemudian Siklus 3 yang dibatasi
oleh SB2 dan SB3, Siklus 4 yang dibatasi oleh SB3 dan SB4, dan Siklus 5
yang dibatasi oleh SB4 pada bagian bawah siklus dan bagian atas siklus tidak
diketahui batasnya.

Siklus 2 terletak pada kedalaman 800-588 kaki pada Formasi Bekasap


dan Formasi Duri). Pada siklus ini terdapat 3 system tract yaitu endapan LST,
endapan TST, dan endapan HST. Endapan LST dicirikan dengan pola blocky
aggrading pada log Gamma ray kemudian berubah menjadi retrograding
yang menunjukan endapan TST, analisis mikrofosil juga menunjukkan
kenaikan muka air laut relatif (Lampiran A2) Endapan HST dicirikan dengan
pola prograding, yaitu setelah muka air laut relatif naik dan mencapai
puncaknya lalu perlahan-lahan muka air laut kembali turun.

Siklus 3 terletak pada kedalaman 588-382 kaki pada Formasi Duri.


Pada siklus ini memiliki 3 system tract yaitu endapan LST, endapan TST, dan
endapan HST. Ketiga system tract tersebut juga berada pada siklus keempat
yang terletak pada kedalaman 382-194 kaki pada Formasi Duri. Sedangkan
siklus 5 hanya terdiri dari 2 system tract yaitu endapan LST dan endapan HST
dengan batas atas siklus tidak diketahui.

IV-17
HST

LST

HST

TST

LST

Keterangan:
HST
Batupasir
TST
LST Batulempung
HST
Batulanau

TST Prodelta
?
? Delta front
Mouth bar
Interdistributary
?
Interdistributary channel

LST
Distributary channel

Gambar 4.7. Interpretasi stratigrafi sekuen Sumur RST-3686.

IV-18
IV.4.3. Interpretasi Stratigrafi Sekuen Sumur RST-3697

Sumur RST-3697 sama seperti dengan Sumur RST-3697 yaitu dapat


dibagi menjadi 4 siklus pengendapan (Gambar 4.8.). Siklus 2 (interval
kedalaman 800-681 kaki pada Formasi Bekasap) dibatasi oleh SB2 pada
bagian atas siklus namun bagian bawah siklus tidak diketahui batasnya.
Siklus 2 terdiri atas 2 system tract yaitu endapan LST dan endapan TST.

Siklus 3 (interval kedalaman 681-351 kaki pada Formasi Bekasap dan


Formasi Duri) terdapat 3 system tract yaitu endapan LST yang dicirikan pola
blocky aggrading, kemudian terjadi peristiwa transgresi dimana muka air laut
relatif naik, terlihat dengan perubahan lingkungan pengendapan dari Litoral
menjadi Neritik Tengah dan kandungan foraminifera planktonik melimpah.
Pada peristiwa ini diendapkan endapan TST, kenaikan muka air laut
mencapai puncaknya pada kedalaman 540 kaki yang merupakan kandidat
MFS2 dan terakhir diendapkan endapan HST.

Siklus 4 terletak pada kedalaman 351-282 kaki pada Formasi Duri.


Siklus ini terdiri atas 3 system tract dan siklus terakhir adalah Siklus 5 yang
terdiri atas 3 system tract dengan batas atas siklus tidak diketahui.

IV-19
HST

TST

LST

TST

LST

Keterangan:
HST Batupasir
Batulempung
Batulanau
TST
? Prodelta
? Delta front
LST Mouth bar
? ?
Interdistributary
TST Interdistributary channel
?
LST
Distributary channel

Gambar 4.8. Interpretasi stratigrafi sekuen Sumur RST-3697.

IV-20
IV.4.4. Korelasi Sratigrafi Sekuen Ketiga Sumur

Setelah dilakukan interpretasi penarikan batas sekuen dari Sumur


RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697, maka dilakukan
korelasi stratigrafi sekuen dari ketiga sumur. Tujuan dari korelasi stratigrafi
sekuen adalah menghubungkan kejadian-kejadian geologi berupa proses
sedimentasi secara sekuensial berdasarkan kesamaan waktu dan mengetahui
penyebaran litologi secara lateral (Gambar 4.9.).

Penelitian kali ini dilakukan untuk mejelaskan peristiwa geologi yang


terjadi pada umur NN1, oleh karena itu penulis mengikat batas atas umur
NN1 di ketiga sumur. Analisis persistiwa geologi pada umur NN2 tidak
dilakukan karena batas atas umur NN2 hanya ditemukan pada Sumur RST-
3686 dan Sumur RST-3697. Berikut ini adalah korelasi Sumur RST-1887,
Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697 (Gambar 4.10., Lampiran B).

IV-21
HST HST

LST
TST
HST TST
LST
TST
TST
LST HST
LST TST

U
LST

HST
RST-3697
HST
TST
LST RST-3686
HST
TST HST
?
? TST TST
LST
? LST
?
?
? RST-1887
TST
?
LST
LST HST

Gambar 4.9. Korelasi stratigrafi sekuen Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697.

IV-22
HST HST

LST
TST
HST
LST
TST
TST
LST
LST

TST

HST HST
HST
TST
TST TOP NN1
LST U
TST HST
?
LST
? ? TST ? RST-3697
LST
? ?
TST
? RST-3686
LST
?
HST
LST
TST
Gambar 4.10. Korelasi stratigrafi sekuen Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur LST RST-1887

RST-3697 yang diikat pada batas atas Zona NN1.

HST
IV-23
Berdasarkan hasil interpretasi, secara umum didapatkan adanya lima
siklus sekuen. Namun hanya ada 2 sekuen yang lengkap dari 5 sekuen yang
ada, hal ini disebabkan batas lingkup kajian di daerah penelitian tidak
mencakup seluruh bagian dari proses perulangan yang terjadi pada daerah
penelitian. Siklus sekuen tersebut ditandai dengan adanya perulangan batas
sikuen atau SB (Sequence Boundary).

Pada penelitian kali ini, penulis melakukan pengikatan umur pada


batas atas NN1 untuk menjelaskan tentang peristiwa geologi pada daerah
penelitian. Berdasarkan pengikatan batas umur tersebut, didapat bahwa di
daerah penelitian pada Zona NN1 dan/atau lebih tua terdapat dua SB dan satu
MFS, namun batas SB1 pada sumur RST-3697 dan RST-3686 tidak
diidentifikasi. Setelah batas SB1 terjadi satu kali kenaikan muka air laut dan
penurunan kembali yang menghasilkan bidang erosi berikutnya (SB2).

Proses yang terjadi pada Zona NN1 dan/atau lebih tua ini merupakan
kejadian pada fasa sagging. Pada fasa ini, terlihat melalui ketiga sumur yang
ada bahwa topografi pada bagian timur laut dari daerah penelitian merupakan
daerah tinggian dan pada bagian selatan merupakan daerah cekungannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa proses
sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian berlangsung dari arah utara
ke selatan (Gambar 4.10., Lampiran B).

IV-24

Anda mungkin juga menyukai