Anda di halaman 1dari 6

Pertemuan I

Nyeri epigastrium :
Sumbatan atau obstruksi (fecalith, benda asing, limfoid, fibrosis) menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan, mukus semakin banyaktetapi elastisitas dinding apendiks memiliki
keterbatasan sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut menghambat
aliran limfe sehingga mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada keadaan ini
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium (De Jong, 2005)/

Mengapa nyeri dapat berpindah kemudian menetap di kuadran kanan bawah :


Ketika sekresi mukus di apendiks berlanjut, tekanan semakin meningkat. Terjadi obstruksi vena, edema
semakin bertambah, bakteri kemudian dapat menembus dinding. Peradangan yang timbul semakin meluas
dan mengenai peritoneum setempat, menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Nyeri visceral (hilang timbul) seperti kolik dengan sifat nyeri ringan sampai berat timbul akibat apendiks
dengan usus halus memiliki persarafan yang sama sehingga nyeri visceral akan dirasakan di epigastrium
dan paraumbilikal kemudian akan menetap di kuadran kanan bawah.
Persarafan apendiks yaitu :
Simpatis : N. Thoracalis X
Parasimpatis :Cabang N. Vagus

Hasilpemeriksaan fisik :
Tekanan darah 120/80 mmHg termasuk normal. Suhu 38,8 C menunjukkan adanya demam. Nadi
104x/menit berarti pasien mengalami takikardi, dapat terjadi sebagai kompensasi peningkatan suhu tubuh.
Respirasi 22x/menit menunjukkan adanya takipnea juga dapat merupakan kompensasi tubuh terhadap
peningkatan suhu. Pada pemeriksaan abdomen tidak tampak adanya massa, dimungkinkan penyebab
massa ini bukan tumor. Bising usus normal menunjukkan belum terjadi peritonitis. Nyeri tekan di perut
kanan bawah mengarah pada ciri khas nyeri pada apendisitis (nyeri di titik Mc Burney). Teraba massa
ukuran 3 x 4 5 cm, permukaan rata, konsistensi padat, terfiksir dan nyeri tekan (+), perkusi redup (+) di
atas massa, dimungkinkan merupakan massa yang menimbulkan obstruksi pada apendiks. Tidak
ditemukan adanya defans muskular menunjukkan tidak ada rangsangan dari peritoneum parietal. Colok
dubur teraba massa (+) menunjukkan ada obstruksi yang masuk ke organ, nyeri (+) di arah jam 9 – 11
menguatkan diagnosis ke arah apendisitis, feces (+) dimungkinkan massa yang mengakibatkan obstruksi
berupa feces, darah (-) berarti bukan akibat Ca colon atau Ca recti.

Diagnosis banding :
1. Diverkulitis : gejala mirip apendisitis tetapi lokasi nyeri lebih ke medial.
2. Kolitis : feces bercampur darah, nyeri tajam pada perut bagian bawah, demam, tenesmus.
3. Obstruksi usus : nyeri timbul perlahan-lahan di epigastrium, pada pemeriksaan fisik ditemukan
distensi abdomen, perkusi abdomen timpani, terdengar metalic sound saat auskultasi.
4. Kelainan urologi (batu ureter atau batu ginjal kanan) : riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan, terdapat eritrosituria, dan gangguan BAK.
5. Gastroenteritis : muntah dan diare lebih sering, demam, lekosit meningkat dengan jelas, nyeri
berpindah-pindah, terdapat hiperperistaltik.
6. Apendisitis kronis : gejala lebih ringan, hilang timbul, skor Alvarado 0-3, apabila gejala memberat
disebut apendisitis kronis eksaserbasi akut.

Komplikasi :
1. Perforasi
Apabila tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan peritonitis purulenta, ditandai dengan
demam tinggi, nyeri semakin hebat meliputi seluruh bagian perut, perut tegang dan kembung.
Adanya nyeri tekan dan defans muskuler (nyeri tekan di kuadran kanan bawah karena rangsangan
M. Rectus Abdominis), peristaltik usus menurun sampqi menghilang karena terjadi ileus paralitik.
2. Peritonitis generalisata
Terjadi penyebaran infeksi apendisitis yang menembus dinding peritoneum sehingga
mengakibatkan aktivitas peristaltik berkurang.
Pertemuan II :

Fungsi utama dari usus tebal yaitu untuk mengatur kadar air sisa makanan

Untuk Fungsi Kolon secara umum adalah sebagai berikut :


a. Menyerap air selama proses pencernaan.
b. Tempat dihasilkannya vitamin K, dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus,
misalnya E.coli
c. Membentuk massa feses
d. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh. Pengeluaran feses dari tubuh
defekasi

Kolon datar (tranverse)


Dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan
duodenum dan pancreas di sebelah dorsal. Bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih
tinggi dari yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya. Flexura coli
dextra erat hubungannya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak
disebelah ventralnya. Arterialisasi: dari cabang-cabang A.colica media.

Kolon naik (ascending)


Dimulai dari caesum pada fossa iliaca dexra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen
sebelah kanan. Terletak disebelah ventral ren dextra. Hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral.
Jadi letaknya colon ascendens ini retroperitoneal. Kadang-kadang dinding dorsalnya langsung melekat
pada dinding dorsal abdomen yang ditempati M. quadratus lumborum dan ren dextra. Arterialisasi: dari
cabang A. ileocolica dan A. colica dextra

Kolon turun (descending)


Mulai dari flexura coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak
retroperitoneal karena adanya dinding ventral (sebagian) saja yang diliputi peritoneum. Terletak pada M.
quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi: dari cabang-cabang A.
colica sinistra yang merupakan cabang A. mesenterica inferior.

Sekum
sekum atau usus buntu belum diketahui fgsinya apa, tetapi pada herbivora umumnya mempunyai sekum
yang besar jika dibandingkan dengan karnivora, jadi mungkin saja bisa digunakan untuk membedakan
jenis hewan atau digunkan dalam bidang evolusi

Umbai cacing
Umbai cacing adalah organ penyimpanan bakteri baik yang membantu proses pencernaan makanan

Poros usus / Rektum

 Menerima feces dari usus besar


 Membiarkan seseorang mengetahui ada feces yang harus dikeluarkan
 Menahan feces sampai pengeluaran terjadi

Anus
Anus adalah lubang akhir dari saluran pencernaan berfungsi sebagai jalan pembuangan

II.7. PENATALAKSAAN
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas.
Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang
secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam
12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.

2. Operasi
1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2.Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok,
hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12
jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari
kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.

Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan
usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan
bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami
peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi
abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita
ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena
massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus
menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu,
massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien
dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang
dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera
setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau pun tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan
operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi,
apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :
1.Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2.Diet lunak bubur saring
3.Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob.
Setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi
abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata
tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan
mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai
mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus
segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks
mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar
dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut.
Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan
ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5
hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
LED, jumlah leukosit, massa periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1.Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2.Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
1. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
2. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :


a.Bila LED telah menurun kurang dari 40
b.Tidak didapatkan leukositosis
c.Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa apakah penderita sudah bed rest total, bagaimana pemberian
makanan penderita, pemakaian antibiotik pada penderita, serta kemungkinan adanya sebab lain.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap
dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

Jenis Peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Peritonitis bakterial primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan
tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Spesifik : misalnya Tuberculosis
2) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
b) Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus
urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme
dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan
lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
c) Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan
d) Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
Aseptik/steril peritonitis
Granulomatous peritonitis
Hiperlipidemik peritonitis
Talkum peritonitis

Gambaran klinis
Tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab.
Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.
a) Peritonitis bakterial primer
yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang.
b) Peritonitis bakterial sekunder
yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal
perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Selain nyeri, pasien biasanya
menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik),
demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara
klasik bising usus melemah atau menghilang.
a. Peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial.
b. Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat malam,
kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa
menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain
yang muncul 2 minggu pasca bedah

Prosedur pemeriksaan
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan
asidosis metabolik.
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan
banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum
hasil pembiakan didapat.
b. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi.
Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.

Mengapa terjadi diare pada penderita?


Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan
sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
kencing, karena rangsangan dindingnya.

Mengapa terjadi demam, mual muntah?


Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi
nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral
pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi
apendiks akan mengalami gangren.

Daftar Pustaka :
Anonim, 2006. Appendix Mass. GP Note Book
http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm
Anonim, 2006. Appendicitis.
http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/Nuc_med?Appendicitis/Natural.htm.
De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.
Schwarta. 2005. Principles of Surgery. Mc Graw Hill companies.

Anda mungkin juga menyukai