Anda di halaman 1dari 102

Presentasi Refleksi Kasus

SEORANG WANITA 49 TAHUN DENGAN MELENA E.C


NON VARICEAL D.D VARICEAL, ANEMIA
NORMOKROMIK NORMOSITIK E.C PERDARAHAN D.D
HEMOLITIK, HIPERTENSI STAGE II, HIPONATREMIA
RINGAN DAN HIPERKALEMIA BERAT
Oleh:
Mahardhika Kartikandini G99161058
Mega Elisa Hasyim G99162156
Khanszarizennia Madany A. G99162157
Ghani Abdurahim G99162158
Dyah Candra Dewi S. G99162159

Pembimbing : dr. Ratih Arianita A., Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI
S U RAKARTA
2017
BAB I. STATUS PASIEN

Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis
Fisik Penunjang

Diagnosis Rencana
Follow Up
atau Problem Awal
ANAMNESIS
Identitas Penderita

• Nama : Ny. W •Alamat : Dusun Kasutan RT


• Umur : 49 tahun 06/RW 02 Kab. Madiun Jawa Timur
• Jenis Kelamin : Perempuan •No. RM : 01380062
• Agama : Islam •Berat Badan : 45 kg
• Suku : Jawa •Tinggi Badan : 152 cm
• Pekerjaan : Swasta •IMT : 19,47 kg/cm2
• Pendidikan : SD •Tanggal masuk RS : 23 Mei 2017
• Status : Menikah •Tanggal dikasuskan : 26 Mei 2017
ANAMNESIS
Data Dasar
• Auto anamnesis dan allo anamnesis dilakukan saat hari pertama perawatan di bangsal Melati 1
kamar 7D RSUD Dr. Moewardi.
Keluhan Utama
• Buang air besar (BAB) hitam sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien rujukan dari RSUD dr. Soedono Madiun
• BAB hitam sejak 3 hari SMRS
• Warna hitam seperti petis, ketika disentor berwarna kemerahan.
• Bau amis
• Konsistensinya lembek
• Sehari sebanyak 2-3 kali per hari. Sekali BAB sekitar setengah gelas belimbing.
• Keluhan nyeri saat BAB disangkal. Keluhan BAB hitam disertai nyeri pada ulu hati dan lemas.
ANAMNESIS
• Nyeri pada ulu hati selama 3 hari SMRS
• Perutnya terasa penuh.
• Nyeri dirasakan terus menerus, tidak membaik dengan pemberian makan. Saat terjadi, rasanya seperti ditusuk-tusuk.
• Nyeri sedikit membaik dengan pemberian obat maag, dan bertambah ketika memakan makanan yang merangsang.
• Mual (+),muntah (+). Muntah berisi makanan dan minuman, sebanyak 4 kali sehari. Sekali muntah sekitar 4 gelas
belimbing.
• Tidak ada penurunan nafsu makan maupun penurunan berat badan. Tetapi karena muntah terjadi setiap makan dan
minum, membuat pasien malas untuk makan dan minum.
• Lemas sekitar 1 minggu SMRS
• Pusing nggliyer (+) pandangan berkunang-kunang (+) telinga berdenging terus menerus (+)
• Keluhan demam dan sesak napas disangkal
• Tidak membaik dengan istirahat maupun makan. Namun memberat dengan aktivitas.
• Kepala sakit dan leher menegang
• Pasien sempat dirawat di RSUD Madiun sejak tanggal 22/5/2017 dengan keluhan lemas dengan diagnosis anemia
hemolitik. Dirujuk ke RS Dr. Moewardi karena fasilitas rumah sakit yang kurang lengkap. Sebelumnya dari tanggal
14/2/2017 sampai 26/2/2017, pasien juga pernah dirawat dengan keluhan yang sama dan didiagnosis suspek anemia
hemolitik. Diberikan obat Metil-Prednisolon 16 mg x 3, Lansoprazole 1-0-1, Mecobalamin 1x1, Sucralfat 3x1, UDCA,
Anemolat, Keto G dan B Complex 1x1.
ANAMNESIS

• Buang air kecil (BAK) pasien tidak ada


keluhan.
• BAK sebanyak 3-4 kali per hari. Sekali BAK sekitar 1-
11/2 gelas belimbing, berwarna kuning jernih, tidak
berpasir, tidak ada nyeri dan tidak terasa panas saat
BAK.
• Riwayat tensi tinggi, penyakit gula, penyakit
jantung maupun alergi disangkal.

Surat rujukan pasien dari RSUD dr. Soedono Madiun


ANAMNESIS

• Riwayat Penyakit Dahulu


Tempat Pengobatan dan
Penyakit
Perawatan Operasi
Riwayat sakit liver Disangkal Disangkal
Riwayat sakit ginjal Disangkal Disangkal
Riwayat sakit paru Disangkal Disangkal
Riwayat konsumsi Disangkal Disangkal
OAT

Riwayat mondok RSUD dr. 1x pada 14/2/2017


Soedono sampai 26/2/2017 Riwayat mondok di RSUD dr. Soedono
Madiun 14-27 Februari 2017
Madiun
ANAMNESIS
Tempat
• Riwayat Keluarga Penyakit
Perawatan
Keterangan

Riwayat sakit
Disangkal Disangkal
serupa
Riwayat sakit liver Disangkal Disangkal
Riwayat sakit
Disangkal Disangkal
jantung
Riwayat darah
Disangkal Disangkal
tinggi
Riwayat sakit
Disangkal Disangkal
ginjal
Riwayat sakit paru Disangkal Disangkal
Riwayat konsumsi
Disangkal Disangkal
OAT
Riwayat alergi Disangkal Disangkal
Riwayat mondok Disangkal Disangkal
ANAMNESIS
• Riwayat Alergi • Riwayat Kebiasaan
Riwayat Alergi
Narkoba suntik Disangkal
Tahun Bahan/Obat Gejala Transfusi Disangkal

- - - Tatto Disangkal

Merokok Disangkal

Alkohol Disangkal

Obat bebas Disangkal


PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan fisik dilakukan pada 26 Mei 2017.
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, E4 V5 M6, kesan gizi
baik.
• Tanda vital
• Tensi : 160/100 mmHg
• Nadi : 86 kali/menit
• Frekuensi nafas : 20 kali /menit
• Suhu : 36,50C
• VAS : 4 di regio epigastrium
• Status gizi
• BB : 45 kg
• TB : 152 cm
• BMI : 19,47 kg/cm2
• Kesan : Normoweight
Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban (+), rambut Mata : Mata Mata : (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera
cekung
rontok (-), luka (-), benjolan abnormal (-) ikterik (-/-), Konjungtiva
perdarahan subkonjugtiva
anemis (-/-)(-/-), pupil isokor dengan
Thoraks : normochest, Simetris (+), retraksi (-) diameter (3 Sklera
mm/3 mm), reflek
ikterik cahaya (+/+), oedem palpebra (-/-),
(-/-)
strabismus (-/-),
Mataptosis (-/-) (-/-)
cekung
Cor
I : Iktus cordis tak tampak Edema palpebra (-/-)
P : Ictus kordis teraba di SIC V linea medioclavicularis sinistra 1 cm
Wajah : Moon
lateral, tidak face (-), atrofi muskulus temporalis (-), malar
kuat angkat
rash (-) jantung kanan atas : SIC II linea sternalis
P : Batas
dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea
parasternalis dekstra Hidung : Nafas cuping hidung (-), keluar sekret (-),
Telinga :
Batas jantung kiri(-/-),
Tofus atas serumen
: SIC II(-/-),
linea keluar
sternalissekret (-/-), keluar
darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), epistaksis (-), gangguan fungsi pembauan (-), septum deviasi
sinistra Leher
gangguan fungsi
Batas jantung kiripendengaran
bawah : SIC (-/-),
V lineatelinga berdenging sinistra
mediaclavicularis (-/-) 1 (-), polip nasi (-),:nyeri
JVP tekan
R+2 sinus
cm, trakea di(-),
frontalis tengah,
nyeri tekan
cm ke lateral sinus ethmoidalis (-) KGB membesar (-)
Batas jantung kesan tidak melebar
A : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, gallop (-), bising (-) Abdomen
I : Dinding perut sama dengan dinding thorak,
ascites (-), venektasi (-), caput medusae (-),
Mulut ikterik (-)
: Bibir sianosis (-), bibir kering (-), ulkus oral (-), luka
A : Bising usus (+) 12x/menit,
pada sudut bibir (-), tepi lidah hiperemisbruit hepartremor
(-), lidah (-), (-),
Leher : JVP R+2 cm, trakea di tengah, bising epigastrium
papil lidah atrofi (-), gusi (-)
berdarah (-), oral trush (-)
KGB membesar (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-),
P : timpani (+), pekak alih (-)
kaku kuduk (-), distensi vena-vena leher (-) P : supel, nyeri tekan (+) ulu hati, hepar dan lien
tidak teraba, undulasi (-)

Kulit: Ikterik (-), kulit pucat (-), turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-
PEMERIKSAAN FISIK
Oedem (-/-) pitting oedema
), kulit kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), striae (-), granulasi (-
Akral dingin (-/-), luka (-/+), nyeri gerak
), ekimosis (-) genu (+/-)
Cor : Thorax Mata : Bentuk
: normochest, simetris, pengembangan dada
I : Iktus cordis tak tampak kanan Konjungtiva
= kiri, retraksianemis
intercostal
(-/-) (-), snoring (-), pernafasan
P : Ictus Thoraks
kordis teraba
: normochest,
di SIC V Simetris
linea medioclavicularis
(+), retraksi (-) sinistra abdominothorakal,
Sklera ikteriksela(-/-)
iga melebar (-), spider naevi (-), atrofi
1 cm lateral, tidak kuat angkat muskulus
Matapektoralis (-/-), ginekomasti (-/-), pembesaran
cekung (-/-)
Cor
P
I :: Iktus
Batascordis
jantung kanan atas :
tak tampak kelenjar getah bening supraclavicula (-/-), subclavia (-/-),
SIC II linea
Edema palpebra (-/-)
P : Ictus kordis terabasternalis
di SIC V dextra
linea medioclavicularis sinistra 1 cm axilla (-/-)
Batas
lateral, tidakjantung kanan bawah :
kuat angkat
P : Batas jantung kanan atas : SIC II linea
SIC IV linea parasternalis sternalis
dekstra
Batas jantung dextrakiri atas :
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea Pulmo :
SIC II linea sternalis sinistra
parasternalis dekstra
Batas jantung kirikiri
Batas jantung atasbawah : II linea sternalis
: SIC
I: normochest, simetris, pengembangan dada kanan sama
SIC V linea mediaclavicularis sinistra 1
sinistra dengan dada kiri
Leher : JVP R+2 cm, trakea di tengah,
cmjantung
Batas ke lateral
kiri bawah : SIC V linea mediaclavicularis sinistra 1 P: fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.
cm ke lateraljantung kesan tidak melebar
KGB membesar (-)
P: sonor , pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI linea
Batas
A : Bunyijantung
Batas jantung kesan
I-IItidak melebarnormal, reguler, gallop (-),
intensitas medioclavicularis dextra, pekak pada batas absolut paru hepar
A : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, gallop (-), bising (-)
bising (-) Abdomen
A: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan: wheezing (-
I : Dinding
), ronkhi perut
basah kasar (-),sama
ronkhidengan dinding
basah halus thorak, (-)
(-), krepitasi
ascites (-), venektasi (-), caput medusae (-),
Pulmo : ikterik (-)
Abdomen
I: normochest, simetris, pengembangan dada kanan sama
Idengan
: Dinding A : Bising usus (+) 12x/menit, bruit hepar (-),
dada perut
kiri sama dengan dinding thorak, ascites (-),
venektasi
P: fremitus raba(-), caput
dada medusae
kanan (-), ikterik
sama dengan (-)
dada kiri. bising epigastrium (-)
Ekstremitas : Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), akral
A :sonor
P: Bising usus batas
, pada (+) 12x/menit, bruit hepar
relatif paru-hepar pada(-),
SICbising
VI linea P : timpani (+), pekak alih (-)
dingin (-), ikterik (-), luka (-), kuku pucat (-), spoon nail
epigastrium (-) dextra, pekak pada batas absolut paru
medioclavicularis P :(-),
supel, nyeri tekan (+)nail
ulu(-)hati, hepar dan lien
clubing finger (-), flat
hepar
P : timpani (+), pekak alih (-) tidak teraba, undulasi (-)
A:
P : Suara
supel,dasar
nyerivesikuler
tekan (+)normal, suarahepar
ulu hati, tambahan:
dan lienwheezing
tidak
(-), ronkhi basah kasar
teraba, undulasi (-)(-), ronkhi basah halus (-), krepitasi
(-)
RT : sarung tangan lendir darah (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Oedem (-/-) pitting oedema
Akral dingin (-/-), luka (-/+), nyeri gerak
genu (+/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN
HEMOSTASIS
Hemoglobin 4.6 g/dl 12.0 – 15.6
PT 13.2 detik 10.0 – 15.0
Hematokrit 16 % 33 – 45
APTT 23.1 detik 20.0 – 40.0
Leukosit 15.4 103/l 4.5 – 11.0
INR 1.060 -
Trombosit 258 103/l 150 – 450
KIMIA KLINIK
Eritrosit 1.34 106/l 4.1 – 5.1
Gula Darah
Laboratorium Darah INDEX ERITROSIT Sewaktu
115 mg/dl 60-140

Hari/Tanggal : Selasa/23 Mei 2017 MCV 119.0 /um 80,0 – 96,0 SGOT 18 u/l <31
MCH 34.3 Pg 28,0 – 33,0 SGPT 18 u/l <34
MCHC 28.9 g/dl 33,0 – 36,0 Bilirubin Total 4.80 mg/dl 0.00 – 1.00
RDW 30.0 % 11,6 – 14,6 Albumin 3.7 g/dl 3.5-5.2
MPV 7.4 fl 7,2 – 11.1 Creatinine 0.7 mg/dl 0.9-1.3
PDW 15 % 25 – 65 Ureum 36 mg/dl <50
HITUNG JENIS ELEKTROLIT
Netrofil 54.10 % 55.00 – 80.00 Natrium darah 132 mmol/L 136-145
Limfosit 37.60 % 22.00 – 44.00 Kalium darah 13.0 mmol/L 3.3-5.1
Mono,Eos,Bas 8.30 % 0.00 – 12.00 Calsium Ion 1.25 mmol/L 1.17-1.29
Golongan Darah O SEROLOGI HEPATITIS

HBsAg Rapid Nonreactive Nonreactive


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kesimpulan :
Sinus takikardi
HR 120 x/menit
Normoaxis
EKG Zona transisi di V1.
Hari/Tanggal : Selasa/23 Mei 2017
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Cor : Cor membesar


CTR 56% apex tenggelam
Pulmo :
Radiologi - Foto Thorax AP Tak tampak infiltrat pada hemithorax
Hari/Tanggal : Sabtu/20 Mei 2017 sinistra & dextra
Corakan bronkovaskuler normal
Tak tampak perselubungan di parahiler
hingga basal paru kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal bentuk
kubah
Trakea di tengah
Sistema tulang baik

Kesimpulan :
Cor dan pulmo tak ada kelainan.
DIAGNOSIS ATAU PROBLEM

• DIAGNOSIS ATAU PROBLEM


• Melena ec non variceal dd variceal
• Anemia normokromik normositik e.c perdarahan d.d hemolitik
• Hipertensi stage II
• Hiponatremia ringan
• Hiperkalemia berat
RENCANA AWAL
No Diagnosis/ masalah Pengkajian (Assesment) Rencana Awal diagnosis Rencana Terapi Rencana Edukasi Rencana Monitoring

1. Melena e.c Non Variceal Anamnesis Endoskopi  Bedrest tidak total Penjelasan kepada pasien
d.d Variceal BAB hitam sejak 3 hari SMRS. BAB Urin rutin  Diet bubur lunak 1700 kkal, tentang kondisi dan
lembek, berwarna hitam, berbau amis, Feses rutin tidak merangsang komplikasinya
ketika disentor berwarna merah,  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Nyeri pada ulu hati. makro
Pemeriksaan fisik  IVFD Clinimix 1 fl/24 jam
Nyeri tekan epigastrium (+)  Inj Omeprazole 40 gram/12
RT : sarung tangan lendir darah jam IV
 Sucralfat syr 15 cc/8 jam

2. Anemia Normokromik Anamnesis  Gambaran Darah  Transfusi WE 250 cc s/d Hb Penjelasan kepada pasien
Normositik e.c Lemas Tepi 10 g/dl tentang kondisi dan
Perdarahan d.d Pusing nggliyer  Direct Comb’s Test Koreksi Hb = (10-4,6) x 45 x 6 ml = komplikasinya
Hemolitik Berkunang-kunang  Retikulosit 1458 ml ≈ 6 kolf
Pemeriksaan fisik  Inj MP 125 mg/8 jam
Konjungtiva pucat (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Hb 4,6 g/dl (↓), Hct 16% (↓), AE
1,34x106/l (↓), MCV 119,0/µm (↑),
MCH 34,3 Pg (↑)
RENCANA AWAL
3. Hipertensi Stage II Anamnesis  Profil Lipid  Amlodipin 1x5 mg p.o Penjelasan kepada pasien  KUVS
 Kepala sakit tentang kondisi dan
 Leher menegang komplikasinya
Pemeriksaan Tanda Vital
 TD 160/100 mmHg

4. Hiponatremia Ringan Pemeriksaan penunjang  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Penjelasan kepada pasien Cek elektrolit per 3 hari
 Na = 132 mmol/l Koreksi = (135-132) x 45 x 0,6 = 81 tentang kondisi dan
 Osmolalitas plasma = 276,38 mEq (1 flab NaCl 0,9%) komplikasinya
mosm/kg H2O  Capsul garam 500 mg/8 jam

5. Hiperkalemia Berat Pemeriksaan penunjang  IVFD D40% 2 fl + insulin 10 IU, Penjelasan kepada pasien Cek elektrolit per 3 hari
 K = 43 mmol/l bolus IV pelan tentang kondisi dan
 Inj Ca glukonas 1 amp/8 jam komplikasinya
FOLLOW UP
Tgl 24 Mei 2017 (DPH 1) 25 Mei 2017 (DPH 2) 26 Mei 2017 (DPH 3)
S BAB hitam belum selama di RS BAB hitam belum selama di RS BAB hitam (-), mual (-), muntah (-)
KU: Sakit sedang, CM E4V5M6 KU: Sakit sedang, CM E4V5M6 KU: Sakit sedang, CM E4V5M6
TD :170/60 mmHg TD :140/60 mmHg TD :140/70 mmHg
RR : 20 x/menit RR : 20 x/menit RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit HR : 80 x/menit HR : 80 x/menit
T : 36,8° C T : 36,8° C T : 36,8° C
VAS : 2 di region epigastrium VAS : 2 di region epigastrium VAS : 2-3 di region epigastrium
Kulit : Turgor kulit normal, ikterik (-), atrofi m.temporalis (-) Kulit : Turgor kulit normal, ikterik (-), atrofi m.temporalis (-) Kulit : Turgor kulit normal, ikterik (-), atrofi m.temporalis (-)
Mata : CA (+/+), SI (-/-), pupil isokor (3mm/3mm) Mata : CA (+/+), SI (-/-), pupil isokor (3mm/3mm) Mata : CA (+/+), SI (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
Hidung : nafas cuping hidung (-) Hidung : nafas cuping hidung (-) Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut: mukosa basah, papil lidah atrofi (-) Mulut: mukosa basah, papil lidah atrofi (-) Mulut: mukosa basah, papil lidah atrofi (-)
Leher : JVP +2 cm Leher : JVP +2 cm Leher : JVP +2 cm
Thoraks : normochest, retraksi (-) Thoraks : normochest, retraksi (-) Thoraks : normochest, retraksi (-)
Cor Cor Cor
I : IC tidak tampak I : IC tidak tampak I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat angkat, P : IC tidak kuat angkat, P : IC tidak kuat angkat,
O P : Batas jantung kesan tidak melebar P : Batas jantung kesan tidak melebar P : Batas jantung kesan tidak melebar
A: BJ I-II intensitas normal, reguler, A: BJ I-II intensitas normal, reguler, A : BJ I-II intensitas normal, reguler,
Pulmo Pulmo Pulmo
I : Pengembangan dada kanan=kiri I : Pengembangan dada kanan=kiri I : Pengembangan dada kanan=kiri
P : Fremitus raba kanan=kiri P : Fremitus raba kanan=kiri P : Fremitus raba kanan=kiri
P : Sonor/sonor P : Sonor/sonor P : Sonor/sonor
A : Suara dasar vesikuler normal, RBH -/-, RBK -/- A : Suara dasar vesikuler normal, RBH -/-, RBK -/- A : Suara dasar vesikuler normal, RBH -/-, RBK -/-
Abdomen: Abdomen: Abdomen:
I : Dinding perut sejajar dinding thorax, I : Dinding perut sejajar dinding thorax, I : Dinding perut sejajar dinding thorax,
A : Bising usus (+) normal 12 kali/menit A : Bising usus (+) normal 12 kali/menit A : Bising usus (+) normal 12 kali/menit
P : timpani (+),pekak alih (-), undulasi (-) P : timpani (+),pekak alih (-), undulasi (-) P : timpani (+),pekak alih (-), undulasi (-)
P : Supel (+), nyeri tekan(+) R. epigastrium, hepar dan lien tidak P : Supel (+), nyeri tekan(+) R. epigastrium, hepar dan lien tidak P : Supel (+), nyeri tekan(+) R. epigastrium, hepar tidak teraba, lien
teraba teraba schuffner I
Ekstremitas: akral dingin dan oedema tidak ada Ekstremitas: akral dingin dan oedema tidak ada Ekstremitas: akral dingin dan oedema tidak ada
FOLLOW UP
Lab Darah : Lab darah :
Hb 4,6 g/dl (↓), Hct 15% (↓), AE 1,30x106/l (↓), MCV 114,8/µm Hb 8.2 g/dl (↓), Hct 27% (↓), AE 2.53 juta/ul (↓), MCV 105.6/um (↑),
(↑), MCH 35,2 Pg (↑), MCHC 30,7 (↓), RDW 28,5% (↑), HDW MCH 32.4 pg, MCHC 30.7 g/dl, Eosinofil 7.20% (↑), Limfosit
Px. 5,5% (↓), Neutrofil 51,20% (↑). 15.00% (↑), Retikulosit 30.00% (↑), CHr 35.8 (↑), Bilirubin Total 2.05
Penunjan Lab Urin : mg/dl (↑), Bilirubin direk 0.99 mg/dl (↑), Bilirubin indirek 1.06 mg/dl
g Urobilinogen 2 mg/dl, Epitel Squamous 0-1/LPB, Epitel (↑)
Transisional 1-2/LPB
Lab Tinja :
Tidak ditemukan parasit maupun jamur patogen
1. Melena e.c Non Variceal d.d Variceal 1. Melena e.c Non Variceal d.d Variceal 1. Melena e.c Non Variceal d.d Variceal
2. Anemia Normokromik Normositik e.c Perdarahan d.d 2. Anemia Normokromik Normositik e.c Perdarahan d.d 2. Anemia Normokromik Normositik e.c Perdarahan d.d
Assesmen Hemolitik Hemolitik Hemolitik
t 3. HT stage II 3. HT stage II 3. HT stage II
4. Hiponatremia ringan 4. Hiponatremia ringan 4. Hiponatremia ringan
5. Hiperkalemia berat 5. Hiperkalemia berat 5. Hiperkalemia berat
Dx : Urin rutin, feses rutin, GDT, direct comb’s test, retikulosit Dx : GDT, direct comb’s test, retikulosit BLPL
Tx : Tx :
1.Bedrest tidak total 1.Bedrest tidak total
2.Diet lunak 1700 kkal tidak merangsang 2.Diet lunak 1700 kkal tidak merangsang
3.IVFD NaCl 0,9% 16 tpm 3.IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
4.IVFD Clinimix 1 flash/24 jam 4.IVFD Clinimix 1 flash/24 jam
5.Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam IV 5.Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam IV
6.Inj MP 62,5 mg/8 jam 6.Inj MP 62,5 mg/8 jam
P
7.Amlodipin 1x5 mg p.o 7.Amlodipin 1x5 mg p.o
8.Capsul garam 500 mg/8 jam 8.Capsul garam 500 mg/8 jam
9.KSR 1 tab/12 jam 9.KSR 1 tab/12 jam
10.Sucralfat syr 15 cc/ 8 jam p.o. 10.Sucralfat syr 15 cc/ 8 jam p.o.
11.Inj Cefaxone 2 gram/24 jam 11.Inj Cefaxone 2 gram/24 jam
12.As. Folat 1x800 mg 12.As. Folat 1x800 mg

Monitori  KUVS  KUVS  KUVS


ng
ALUR PEMIKIRAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA
HIPERTENSI HIPONATREMIA HIPERKALEMIA
MELENA NORMOKROMIK
GRADE II RINGAN BERAT
NORMOSITIK
MELENA
DEFINISI
• Keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan
perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey, 2006)
ETIOLOGI
• Kelainan di esophagus
• Pecahnya varises esophagus
• Esofagogastritis korosiva
• Esofagitis dan tukak esophagus

• Kelainan di lambung
• Gastritis erosiva hemoragika
• Tukak lambung
• Karsinoma lambungKelainan di duodenum
• Tukak duodeni
• Karsinoma papilla Vateri
MELENA
Patofisiologi
• Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya anemia defisiensi
Fe+)
• Perdarahan masif dengan renjatan
• Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada faktor-faktor penyebab
perdarahan, yaitu:
• Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya varises esophagus
• Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP)
• Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain
• Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy (pecahnya varises esophagus);
trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan perifer akibat hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan
sel-sel hati). Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori:
• Teori erosi: pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar (berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi
NSAID
• Teori erupsi:karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena
mengedan, mengangkat barang berat, dan lain-lain
MELENA
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada:
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
MELENA
Manifestasi Klinis
• Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau
duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat
menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal
cukup panjang
• Darah sebanyak ±60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar
dengan tinja warna hitam
• Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan
pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit
sudah menimbulkan perubahan hemodinamika
• Perdarahan yang banyak menyebabkan :
• Penurunan venous return ke jantung
• Penurunan cardiac output
• Peningkatan resistensi perifer akibat vasokontriksi
MELENA

Manifestasi Klinis
• Hipotensi ortostatik (>10 mmHg)
• Sinkop
• Kepala terasa ringan
• Mual
• Berkeringat
• Haus
• Pucat
• Bila syok  takikardi, hipotensi
MELENA
Diagnosis
Anamnesis
• Keluhan sekarang : onset, durasi, kualitas, kuantitas, faktor memperberat, faktor
memperringan, keluhan penyerta
• Perdarahan di bagian tubuh lain
• Riwayat muntah & diare sebelumnya
• Riwayat konsumsi obat-obatan & jamu
• Riwayat konsumsi alkohol
• Riwayat perdarahan sebelumnya
• Riwayat penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal, diabetes,
hipertensi, alergi obat
• Riwayat transfusi sebelumnya
• riwayat perdarahan dalam keluarga
MELENA
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik

• Status hemodinamik : Tekanan darah dan nadi dan apakah ada perubahan ortostatik, akral dingin, laju nafas,
kesadaran, urine output
• ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai  curiga penyakit hati kronis
• Rectal Touche
• Perdarahan di tempat lain
• Tanda-tanda penyakit kronis lainnya

Pemeriksaan Penunjang

• Tes darah
• Faktor pembekuan
• Elektrolit
• Faal hati
• EKG & Foto thorax
• Endoskopi  sebagai gold standard penegakan variceal & non-variceal
MELENA

Endoskopi
Lokasi dan sumber perdarahan
• Esofagus : Varises, erosi, ulkus, tumor
• Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, varises, gastropati kongestif
• Duodenum : Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis

Klasifikasi aktivitas perdarahan tukak peptic menurut Forest :


• Forrest Ia : Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
• Forrest Ib : Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
• Forrest II : Perdarahan berhenti dan masih terdapat sisa-sisa perdarahan
• Forrest III : Perdarahan berhenti tanpa sisa perdarahan
MELENA

Endoskopi

Gambar 2.2. Gambaran endoskopi pada pasien


Gambar 2.1. Gambaran endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test H.Pylori positif tetapi
gastric ulcer akibat penggunaan NSAIDs dan test tidak ada riwayat penggunaan NSAIDs
H.Pylori negatif
MELENA

Endoskopi

Gambar 2.3. Gambaran endoskopi dari esophageal Gambar 2.4. Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-
varices Weiss Tear
MELENA

Penatalaksanaan
Tatalaksana Umum
• Utamakan ABC
• Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
• Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no 18. Ini penting untuk transfuse, dianjurkan
pemasangan CVP
• Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
• Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
• Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
• Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi
• Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi:
• Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
• Pemberian vitamin K 3x1 amp
• Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
• Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
MELENA

Tatalaksana Khusus
Varises Esofagus
• Obat vasoaktif
• Vasopresin : vasokonstriksi pembuluh darah splanknik
• Somatostatin : menurunkan aliran darah splanknik
• Mekanik
• Balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
• Endoskopi
• Ligasi
• Skleroterapi : alternatif bila ligasi sulit dilakukan
• Radiologi
• Pemasangan transjugular intrahepatik portosystemic shunting (TIPS)
• Pembedahan
• Shunting
• Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
• Devaskularisasi + splenektomi
MELENA
Penatalaksanaan Khusus
Tukak Peptikum
• Terapi Medikamentosa
• PPI : Mengurangi sekresi asam lambung
• Antasida, sucralfat, H2 Reseptor Antagonist : menyembuhkan lesi mukosa
perdarahan
• obat-obat vasoaktif
• Endoskopi :
• Injeksi
• Termal
• Mekanik
• Pembedahan
Indonesian Society of Gastroenterology
NATIONAL CONSENSUS ON UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING MANAGEMENT IN REFERRAL HOSPITAL TYPE A AND B
(Endoscopy facility is available)

INITIAL ASSESSMENT
History & Physical Exam
Vital Sign
IV Line
Nasogastric Exam
Laboratory Exam : Hb, Ht, AT, hemostasis

Hemodynamic stable Hemodynamic instability


No active Bleeding Active Bleeding

Empirical Treatment
RESUSCITATION
Cristalloid solution
Colloid solution
Blood Transfusion
Correction for coagulation factors

Hemodynamic stable Hemodynamic instability


Bleeding stop Bleeding continued
VASOACTIVE DRUGS
OCREOTIDES
- Somatostatin
Bleeding stop - - vasopressin
(lanjutan)

ELECTIVE UGI Emergency Endocopy


Endoscopy

Esophageal/gastric Ulcer Bleeding site non-


varices visualized
Scleroteraphy Hemostatic injection Interventiomal diagnostic &
Or Ligation or urgent surgery therapeutic radiology or urgent
Or SB Tube surgery

If fail
DEFINITIVE TREATMENT
Surgery
MELENA
Komplikasi Prognosis
• Syok hipovolemik • Identifikasi letak perdarahan adalah
langkah awal yang paling penting
• Aspirasi pneumonia dalam pengobatan.
• Setelah letak perdarahan terlokalisir,
• Gagal ginjal akut pilihan pengobatan dibuat secara
langsung dan kuratif.
• Sindrom hepatorenal koma • Prediktor buruk perdarahan SCBA :
hepatikum umur diatas 60 tahun, adanya
penyakit komorbid lain yang
• Anemia karena perdarahan bersamaan, adanya hipotensi atau
syok, adanya koagulopati, onset
perdarahan yang cepat, kebutuhan
transfusi lebih dari 6 unit, perdarahan
rekurens dari lesi yang sama
ANEMIA
Definisi
• Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (Bakta, 2009).
Etiologi
• Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum
tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis) (Bakta,2009).
Kriteria (WHO)
• Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
• Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
• Wanita hamil Hb < 11 gr/dl
ANEMIA
Klasifikasi
• Menurut etiopatogenesis : (Bakta.2009)
• Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
• Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
• Anemia defisiensi besi
• Anemia defisiensi asam folat
• Anemia defisiensi vitamin B12
• Gangguan penggunaan besi
• Anemia akibat penyakit kronik
• Anemia sideroblastik
• Kerusakan sumsum tulang
• Anemia aplastik
• Anemia mieloptisik
• Anemia pada keganasan hematologi
• Anemia diseritropoietik
• Anemia pada sindrom mielodisplastik
• Anemia akibat perdarahan
• Anemia pasca perdarahan akut
• Anemia akibat perdarahan kronik
• Anemia hemolitik
ANEMIA
Klasifikasi Contoh anemia dengan morfologi ini adalah:
• Menurut morfologi dan etiologi: (Bakta.2009) a. Anemia pasca perdarahan akut
• Anemia hipokromik mikrositik b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
Ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan d. Anemia akibat penyakit kronik
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang e. Anemia pada gagal ginjal kronik
dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia ini g. Anemia pada keganasan hematologik
adalah: • Anemia makrositik
a. Anemia defisiensi besi Ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
b. Thalasemia major hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih
c. Anemia akibat penyakit kronik dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
d. Anemia sideroblastik MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada
• Anemia normokromik normositer anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam
Disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik
dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada (penyakit hati, dan myelodisplasia)
sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit • Bentuk megaloblastic
tidak disertai dengan perubahan konsentrasi • Anemia defisiensi asam folat
hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: • Anemia defisiensi B12, termasuk anemia
pernisiosa
MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 • Bentuk non-megaloblastik
%), bentuk dan ukuran eritrosit. • Anemia pada penyakit hati kronik
• Anemia pada hipotiroidisme
• Anemia pada sindrom mielodisplastik
ANEMIA
• Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia.
• Menentukan adanya anemia
• Menentukan jenis anemia
• Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
• Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi
hasil pengobatan.
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
• Anemia Hemolitik Autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia=AIHA) ialah suatu
anemia yg timbul karena terbentuknya autoantibodi terhadap self antigen pada
membran eritrosit sehingga menimbulkan dekstruksi eritrosit (hemolisis). Reaksi
autoantibodi ini akan menimbulkan anemia, akibat masa edar eritrosit dalam
sirkulasi menjadi lebih pendek

Idiopatik Sekunder

• AIHA warm type • Infeksi


• AIHA cold type • Obat-obatan
• Kelainan darah
• Gangguan imunologi
• tumor
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
Klasifikasi
Karakteristik Warm AIHA Cold AIHA
Isotipe antibodi Ig G, jarang Ig A, Ig M Ig M
Antigen spesifitas Multiple, Rh primer i/L, P
Hemolisis Terutama ekstravaskuler Terutama intravaskular
Direct antiglobulin test Ig G C3
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
Patogenesis
1. Aktivasi Sistem Komplemen
• Aktivasi sistem komplemen  hancurnya membran sel eritrosit  hemolisis intravaskuler 
tanda : hemoglobinemia & hemoglobinuria
2. Aktivasi komplemen jalur klasik
• Aktivasi komplemen C1 dengan kompleks imun Ag-Ab  mengaktifkan kompleks komplemen 
ruptur sel
3. Aktivasi komplemen jalur alternatif
• Aktivasi komplemen C3  aktivasi kompleks komplemen  penghgancuran membran
4. Aktivasi seluluer yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler
• Penghancuran sel darah yang tidak berikatan dengan komplemen oleh sel-sel retikuloendothelial
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
Gejala Klinis
AIHA warm type AIHA cold type

• Gejala anemia yang berkembang secara • Gejala anemia hemolitik kronik : pucat &
tersembunyi : lemah, pusing, lelah, lemah
dispnea saat istirahat • Episode hemolisis akut (hemoglobinemia
• Gejala kurang khas : demam, perdarahan, & hemoglobinuria) sering terjadi pada
batuk, nyeri perut, penurunan BB musim dingin
• Hemolisis hebat  ikterik, pucat, edema, • akrasianosis
hemoglobinuria,, splenomegali,
hepatomegali, limfadenopati
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap Anemia, retikulosit meningkat
Gambaran darah tepi Anisositosis, polikromasi, sferositosis
Bilirubin, Laktat dehidrogenase • AIHA warm type : peningkatan
(LDH), Haptoglobin, Urobilinogen bilirubin indirek, peningkatan
urin urobilinogen
• AIHA cold type : penurunan
haptoglobin
Pemeriksaan serologi Direct antiglobulin test (DAT)
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
Diagnosis Banding
Didapat Immune-mediated Dx : sferosit & DAT (+)
Mikroangiopati Dx : schistocytes
Infeksi Malaria, infeksi clostridium
Dx : kultur darah, GDT, serologi
Herediter Enzimopati Defisiensi G6PD, dipicu oleh infeksi & obat-obatan
Dx : penurunan aktivitas G6PD
Membranopati Sferositosis herediter
Dx : sferosit, riwayat keluarga, DAT (-)
Hemoglobinopati Thalasemia, sickle cell anemia
Dx : elektroforesis Hb, pemeriksaan genetik
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

Penatalaksanaan
AIHA warm type

• Kortikosteroid dosis tinggi : Prednison 2-4 mg/kgBB/hati dalam


2-3 selama 2-4 minggu, lalu di tappering off dalam 2-6 minggu
• Jika respon tidak baik : naikan dosis menjadi 30 mg/kgBB/hari
IV selama 3 hari
• Apabila tidak responsif dengan kortikosteroid : splenektomi
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

Penatalaksanaan
AIHA cold type
• Menghindari paparan udara dingin
• Imunosupresan & plasmafaresis
• Splenektomi tidak terlalu efektif
ANEMIA
AUTOIMMINE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

Komplikasi
• Tromboemboli (penyebab kematian tersering)
• Kelainan limfoproliferatif
Prognosis
• Prognosis anemia hemolitik autoimun pada anak-anak biasanya baik kecuali yang diikuti
penyakit penyerta (misalnya, imunodefisiensi kongenital, acquired immunodeficiency
syndrome [AIDS], lupus erythematosus)
• Cold type  akut, self-limited (<3 bulan) karena hampir selalu berhubungan dengan
infeksi
• Warm type  berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang lebih parah dan kronis
dengan mortalitas yang lebih tinggi
HIPERTENSI
PENGERTIAN HIPERTENSI
World Health Organization

• Kondisi dimana pembuluh darah mengalami peningkatan tekanan secara


persisten
The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
• Peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90
mmHg atau lebih
HIPERTENSI
ETIOLOGI HIPERTENSI

Hipertensi • Idiopatik
Esensial • Tanpa kelainan dasar patologis yang jelas

Hipertensi • Komorbid : Penyakit Ginjal, Jantung


Koroner, Diabetes Mellitus, Kelainan SSP
Sekunder • Obat-obatan :
HIPERTENSI
KLASIFIKASI HIPERTENSI
Tabel 1.Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-VII 2003

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Tekanan Darah Sistolik (TDS) Diastolik (TDD)
Normal <120 mmHg dan <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg atau 80-90 mmHg
Hipertensi Stage I 140-159 mmHg atau 90-99 mmHg
Hipertensi Stage II ≥ 160 mmHg atau ≥ 100 mmHg
HIPERTENSI
DIAGNOSIS HIPERTENSI
Gejala & Tanda Hipertensi tidak
spesifik dan sering kali berbeda
• Sakit kepala bagian belakang
• Kaku kuduk
• Sulit tidur
• Gelisah
• Kepala pusing
• Dada berdebar-debar
• Lemas
• Sesak nafas
• Berkeringat dan pusing
• Cepat marah
HIPERTENSI
HIPERTENSI ESENSIAL
FAKTOR RISIKO
• Usia : LK > 55 tahun, PR > 65 tahun (Depkes, 2006)
Tidak dapat • Jenis Kelamin : PR > LK (Depkes, 2008)
diubah • Genetik : pada Hipertensi Esensial (Depkes, 2006)

• Kegemukan (Obesitas) : 20-30% pada IMT ≥ 30 kg/m2


• Stress : rangsang kelenjar adrenal → hormon adrenalin → jantung berdenyut lebih cepat
serta lebih kuat (Depkes, 2006)
• Rokok : picu kerusakan pembuluh darah (Depkes, 2006)
Dapat diubah • Kurang Aktivitas Gerak : kurangnya pembuangan zat-zat sisa (Supariasa, 2001)
• Alkohol : kekentalan darah meningkat (Depkes, 2006)
• Konsumsi Garam Berlebih : menarik cairan diluar sel → penumpukan cairan dalam tubuh
(Depkes, 2006)
• Hiperlipidemia : kelainan metabolisme lipid (Depkes, 2006)
HIPERTENSI
HIPERTENSI ESENSIAL
PATOGENESIS
Perubahan Anatomi Fisiologi Pembuluh Darah

Aterosklerosis
Inflamasi → Pertumbuhan plak
→ Lumen pembuluh darah
mengecil → Aliran dan suplai
darah menurun (Gofir, 2009 ;
Tugasworo, 2010).
HIPERTENSI
HIPERTENSI ESENSIAL
PATOGENESIS
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)
• Meningkatkan Sekresi Anti-
Diuretic Hormone (ADH)
Peningkatan ADH → Ekskresi urin sangat
sedikit → Urin pekat dan osmolalitas
tinggi → Respon : tarik cairan intraseluler
→ Volume cairan ekstraseluler
meningkat → Volume darah meningkat
→ Tekanan darah meningkat

• Menstimulasi Sekresi
aldosteron dari Korteks
Adrenal
Aldosteron kurangi ekskresi NaCl →
reabsorpsi NaCl dari tubulus ginjal →
Konsentrasi NaCl meningkat → Respon :
volume cairan ekstraseluler meningkat
→ Tekanan darah meningkat
(Guyton&Hall, 2008)
HIPERTENSI
HIPERTENSI ESENSIAL
PATOGENESIS
Sistem Saraf Simpatis
• Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke gangliasimpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah (Smeltzer& Bare,
2002).
HIPERTENSI
HIPERTENSI SEKUNDER
Tabel 2.2 Penyebab Hipertensi Sekunder Penyakit Parenkim Ginjal
Penyebab Prevalensi • Terbanyak
• Penyebab : retensi air dan garam, sekresi renin dan angiotensin
(%) • Terapi : ACE-inhibitor/CCB dan diet rendah garam (Wilcox, 2005)
Penyakit Parenkim Ginjal 5
Penyakit Renovaskular
Penyakit Renovaskular 0,5-5
• Usia muda
Aldosteronisme 0,5-1 • Penyebab : aterosklerosis yang menyebabkan stenosis arteri renalis
Penyakit Tiroid 0,5-1 proksimal
• Kriteria : Usia < 20 tahun, bruit pada auskultasi epigastrium,
Feokromasitoma <0,2 aterosklerosis di aorta dan arteri perifer (+), penurunan fungsi ginjal yang
Sindrom Cushing <0,2 cepat setelah pemberian ACE inhibitor, hipertensi resisten dengan 2 atau
lebih obat, cenderung menjadi hipertensi maligna, riwayat merokok (+),
Obat 0,1-1 edema paru berulang, ukuran ginjal yang tidak sama >1,5 cm, hipokalemi
Kehamilan 0,1-1 dan alkalosis (Wilcox, 2005)
HIPERTENSI

HIPERTENSI SEKUNDER
Feokromositoma
• Penyakit autosom dominan di adrenal.
• Penyebab : Katekolamin meningkat
• Klinis : Hipertensi + 2 gejala (sakit kepala, banyak keringat dan palpitasi) + hipertensi paroksismal + tekanan diastolik > 120 mmHg
• Tes diagnosis dapat dilakukan dengan clonidine test (Massie, 2002).

Hiperaldosteronisme Primer
• Peningkatan aldosterone tanpa peningkatan renin
• Penyebab : Adenoma di zona sel gromerulosa (APA=aldosterone producing adenoma) atau Conn’s syndrome.
• Klinis : Hipokalemi tanpa penggunaan diuretik, kadar renin rendah, dan kadar Natrium >140 mEq/L.
• Diagnosis dengan tes skrining:
• Pengukuran kadar kalium urin dalam 24 jam. Biasanya >140 mEq/L
• Perbandingan kadar aldosteron plasma aktivitas renin plasma 50-100
• Ekskresi aldosteron urin yang meningkat (Clarkson dan Brenner, 2005)
HIPERTENSI

HIPERTENSI SEKUNDER
Hipertensi pada Kehamilan
• Hipertensi Gestasional
• Selama kehamilan atau 24 jam pasca partus, proteinuria (-), tanda preeklampsia (-). Biasanya tekanan darah
kembali normal 12 minggu pasca partus
• Risiko hipertensi gestasional : kadar homosistein tinggi, riwayat perokok sebelum dan selama kehamilan
• Hipertensi Kronis
• Sudah ada sebelum kehamilan
• Sering terjadi kematian janin perinatal, pertumbuhan janin terganggu atau peningkatan kejadian preeklampsia
super impose dan solusio plasenta
• Preeklampsia/Eklampsia
• Hipertensi + proteinuria + edema mulai akhir trimester kedua atau ada yang timbul pada awal pasca partus
• TD ≥ 140/90 mmHg; proteinuria ≥ 300mg/24 jam (Viera dan Neutze, 2010)
HIPERTENSI

HIPERTENSI SEKUNDER
Gangguan • Pengaruhi cardiac output dan resistensi pembuluh
darah sistemik → pengaruhi tekanan darah
• Hipotiroid → kenaikan pada tekanan darah diastolik

Tiroid • Hipertiroid → kenaikan tekanan darah sistolik (Viera


dan Neutze, 2010).

Sindroma • Pilihan untuk skrining awal : supresi dexamethasone


dosis rendah, 24 jam urin bebas kortisol, atau tes
kortisol saliva pada malam hari (Viera dan Neutze,
Cushing 2010).
HIPERTENSI
KOMPLIKASI HIPERTENSI
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Pengendalian faktor risiko Medikamentosa

• Mengatasi obesitas • Diuretic


• Mengurangi asupan garam • Angiotensin Converting
• Olahraga teratur Enzyme Inhibitor (ACE-i)
• Mengurangi alkohol • Angiotensin Receptor Blocker
• Mengurangi merokok (ARB)
• Calcium Channel Blockers
• Vasodilator
• Penghambat simpatis
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Diuretik
• Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah
• Golongan : Diuretik Tiazid, diuretik Kuat, Diuretik hemat kalium

ACE Inhibitor
• Angiotensin converting enzym inhibitor (ACE-Inhibitor) menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekusor angitensin I yang inaktif, yang terdapat pada
pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak
• Menghambat degradasi bradikinin  vasodilatasi  menurunkan tekanan dara
• Menurunkan aldosteron  ekskresi air dan natrium

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


• Mengeblok reseptor angiotensin pada RAAS sehingga mencegah terjadinya vasokontriksi
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Calcium Channel Blocker (CCB)
• Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam
sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas
jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas
vasodilatasi

Beta Blocker
• Beta bloker memblok beta-adrenoreseptor  mencegah terjadi stimulasi aktivitas saraf simpatis 
menurunkan heart rate  menurunkan tekanan darah

Alfa-Blocker
• Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena hambatan reseptor alfa-2 (α 2) di ujung
saraf adrenergik akan meningkatkan penglepasan norefineprin dan meningkatkan aktivitas simpatis
• Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi
perifer
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Vasodilator

• bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh
darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan darah
• Efek samping : angina pectoris, infark miokard atau gagal jantung pada orang-orang
yang mempunyai predisposisi

Penghambat Simpatis

• Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja saat kita beraktivitas
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
Non-selektif Nadolol 40-120 1
Kelas Nama Obat Dosis Lazim Frekuensi Propanolol 160-480 2
(mg/hari) Pemberian Propanolol LA 80-320 1
Diuretik Timolol
Tiazid Klortalidon 6,25–25 1 Sotalol
Hidroklorotiazid 12,5–50 1 Aktifitas Acebutolol 200-800 2
Indapamide 1,25-2,5 1 simpatomimetik
Metolazone 0,5 1
Carteolol 2,5-10 1
ACE-Inhibitor
Captopril 12,5-150 2-3 Pentobutolol 10-40 1
Enalapril 5-40 1-2 Pindolol 10-60 2
Lisinopril 10-40 1 Campuran penyekat α Karvedilol 12,5-50 2
Ramipril 2,5-10 1-2 dan β
Tanapres Labetolol 200-800 2
Angiotensin Calcium Chanel
Receptor Blocker Blocker
Kandesartan 8-32 1-2
Dihidropiridin Amlodipin 2,5-10 1
Eprosartan 600-800 1-2
Felodipin 5-20 1
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1-2 Isradipin 5-10 2
Valsartan 80-320 1 Isradipin SR 5-20 1
Penyekat beta (β Lekamidipin 60-120 2
Bloker) Nicardipin SR 30-90 1
Kardioselektif Atenolol 25-100 1 Nicardipin LA 10-40 1
Betaxolol 5-20 1 Nisoldipin
Bisoprolol 2,5-10 1 Non-dihidropiridin Diltiazem SR 180-360 1
Metoprolol 50-200 1
Verapamil SR 1
HIPONATREMIA
Definisi
• Gangguan elektrolit (gangguan pada garam dalam darah) dimana konsentrasi natrium
dalam plasma lebih rendah dari normal, khususnya di bawah 135 meq/L
Etiologi
1. Hipertonik hiponatremia, disebabkan oleh penyerapan air yang ditarik oleh osmol
seperti glukosa ( hiperglikemia atau diabetes ) atau manitol ( infus hipertonik ).
2. Hiponatremia isotonik, lebih sering disebut pseudohiponatremia disebabkan oleh
kesalahan laboraturium karena hipertrigliseridemia atau hiperparaproteinemia.
3. Hiponatremia hipotonik sejauh ini merupakan jenis yang paling umum. Hiponatremia
hipotonik dikategorikan dalam 3 cara berdasarkan status volume pasien darah.
a. Hipervolemik hiponatremia
b. Euvolemik hiponatremia
c. Hipernatremia hipovolemik
HIPONATREMIA
Etiologi
• Hipervolemik hiponatremia dimana ada penurunan volume sirkulasi efektif walaupun
volume total tubuh meningkat. Volume menurun beredar efektif menstimulasi pelepasan ADH
yang menyebabkan retensi air. Hipervolemik hiponatremia yang paling umum akibat dari gagal
jantung kongensif, gagal hati atau penyakit ginjal.
• Euvolemik hiponatremia dimana peningkatan ADH sekunder baik fisiolagis namun rilis ADH
yang berlebihan ( seperti mual atau sakit parah ) atau disebabkan oleh sekresi yang tidak pantas
dan non- fisiologis ADH, yaitu sindrom hipersekresi hormon antidiuretik tidak pantas ( SIADH ).
• Hipernatremia hipovolemik dimana sekresi ADH dirangsang oleh deplesi volume. Klasifikasi
volemik gagal memasukkan hiponatremia palsu dan artifikulasi yang dibahas dalam klasifikasi
osmolar.
HIPONATREMIA

Tanda & Gejala


• Hiponatremia ringan : terkait dengan penyakit lain & seringkali
asimtomatik
• Gejala neurologis sering menunjukkan untuk tingkat yang sangat
rendah natrium. Gejala neurologis yang paling sering adalah karena
sangat rendah kadar natrium serum ( biasanya kurang dari 115 meq/L
), mengakibatkan pergeseran cairan osmotik intrasebel dan edema
otak Hiponatremi ringan 130-135 meq/L
Hiponatremi sedang 125-130 meq/L
Hiponatremi berat <125 meq/L
HIPONATREMIA

Penatalaksanaan
Koreksi Na = (135 – x) x BB – 0.6 = .... meQ
Hiponatremia sedang & ringan

• Infus NaCl 0.9%


• I flab NaCl 0.9% = 153 meQ per liter

Hiponatremia berat

• Infus NaCl 3% = 513 meQ per liter


HIPERKALEMIA
Definisi
• Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L
• Kalium membantu sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal
biasanya mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun jika Anda
memiliki penyakit ginjal - penyebab paling umum dari hiperkalemia - kadar kalium
dapat membangun. Obat atau diet juga dapat mempengaruhi jumlah kalium
dalam darah. Hiperkalemia dapat mengancam kehidupan dan harus segera
diobati.
Hiperkalemia ringan 5,5 – 7,5 g/dl
Hiperkalemia sedang 7.5 - 10 g/dl
Hiperkalemia berat >10 g/dl
HIPERKALEMIA
Etiologi
• Lisis sel darah saat pengambilan darah
• Ekskresi tidak memadai :
• Gagal ginjal akut & kronis
• Insufisiensi adrenal
• Hipoaldosteronisme
• Penyakit addison
• Penggunaan obat-obatan yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal ; triamterene,
diuretik hemat kalium (spironolaktone), ACE inhibitor
• Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF
• Asidosis metabolik
• Luka
• Asupan berlebihan
• Terlalu banyak asam dalam darah
• Diet tinggi kalium
HIPERKALEMIA

Manifestasi Klinis
• Neuromaskuler
• Kelemahan otot yaitu paralisis flasid pd tungkai bawah lalu ke badan dan
lengan
• Parestesia wajah, lidah, kaki, dan tangan
• Saluran cerna : Mual, diare, kolik usus
• Ginjal:
• Oliguria
• Anuria
HIPERKALEMIA

Pemeriksaan Penunjang
• EKG :
• menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber
disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
• Elektrokardiogram untukmencari perubahan EKG yang khas (hiperkalemia: gelombang T
tinggi, interval PR memanjang, blokjantunglengkap, danasistole atrial; hipokalemia:
gelombang T mendataratauterbalik, gelombang U, dansegmen ST menunjukkan 'sagging')
• Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup
• USG Jantung : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi
konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
• Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan
disritmia.
HIPERKALEMIA
EKG pada hiperkalemia
HIPERKALEMIA
Penatalaksaan
Hiperkalemia ringan

• Kalitake 3x1 sachet, atau


• 1 flab D5% + 12.5 IU insulin, drip kecepatan 16-20 tpm mikro

Hiperkalemia sedang

• 1 flab D5% + 12.5 IU insulin drip kecepatan 16-20 tpm mikro


• D40% 2 fl + 10 IU insulin bolus IV pelan

Hiperkalemia berat

• 1 flab D5% + 12.5 IU insulin drip kecepatan 16-20 tpm mikro


• D40% 2 fl + 10 IU insulin bolus IV pelan
• Inj. Ca Glukonas 1 amp IV perlahan
BAB III. ANALISA KASUS

BAB hitam sejak 3 hari SMRS. BAB hitam seperti petis dan berbau
amis, ketika disentor berwarna kemerahan. Konsistensinya lembek,
sebanyak 2-3 kali per hari. Sekali BAB sekitar setengah gelas belimbing.
Keluhan nyeri saat BAB disangkal. Keluhan BAB hitam disertai nyeri
pada ulu hati dan lemas

Melena
BAB III. ANALISA KASUS
Keluarnya BAB lembek
Penyebab perdarahan
berwarna hitam seperti
saluran cerna bagian atas 80-
petis dan bebau amis, 90% berasal dari perdarahan
ketika disentor berwarna non varises dengan ulkus
kemerahan disebut gastroduodenal sebagai
dengan melena. penyebab tertinggi.

Melena menunjukkan perdarahan saluran cerna


atas serta dicernanya darah pada usus halus.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu
perdarahan yang berasal dari dalam lumen saluran
cerna di proksimal ligamentum Treitz, mulai dari
jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan
esophagus. Hal tersebut mengakibatkan muntah
darah (hematemesis) dan BAB darah berwarna
hitam seperti petis (melena).
BAB III. ANALISA KASUS

Anamnesis :
• mengeluhkan nyeri pada ulu hati selama 3 hari
SMRS, terasa penuh. Nyeri dirasakan terus
menerus, seperti ditusuk, tidak membaik
dengan pemberian makan
• Riwayat konsumsi methylprednisolone 16 mg
3x sehari oral

Nyeri ulu hati akibat obat prednison


• Metilprednisolon merupakan golongan obat kortikosteroid, yang dapat
mengiritasi mukosa lambung dan merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic
drugs). Obat ini juga menimbulkan hiperasiditas atau peningkatan asam
lambung dan menyebabkan terjadinya tukak lambung.
• Nyeri ulu hati tersebut disebabkan karena peningkatan asam lambung. Hal
ini terjadi ketika zat asam dalam saluran pencernaan merusak permukaan
dalam lambung atau usus kecil. Zat asam tersebut bisa membuat luka
terbuka yang sangat menyakitkan atau mungkin membuatnya berdarah
yang disebut sebagai tukak lambung.
• Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus
dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni.
• Tukak lambung akut biasanya bersifat dangkal dan multipel yang dapat
digolongkan sebagai erosi.
• Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena
atau hematemesis – melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
• Penatalaksanaan pada pasien dalam kasus yaitu:
• Diet bubur lunak 1700 kkal, untuk mencegah peningkatan asam lambung dan menurunkan kerja intestinal
• IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Untuk mengganti plasma isotonik cairan yang hilang melalui perdarahan, diare, dan muntah.
• IVFD Clinimix 1 flash/24 jam
Digunakan sebagai nutrisi parenteral dimana pemberian makanan secara oral tidak mencukupi atau tidak
memungkinkan untuk dilakukan. Tiap kantung infus mengandung glukosa 75 gram, dan protein 28 gram.
• Inj Omeprazole 40 gram/12 jam IV
Omeprazol adalah golongan proton pump inhibitor yang bekerja menekan sekresi asam lambung dengan cara
menghambat secara spesifik dan irreversibel sistem pompa asam dalam mukosa lambung.
• Sucralfat syr 15 cc/8 jam PO
Sucralfat adalah obat golongan mukoprotektor yang melindungi mukosa lambung dari asam lambung dan
mencegah tukak lambung
Anamnesis :
• Lemas sejak 1 minggu yang lalu
• Lemas dirasakan seluruh tubuh, tidak membaik dengan istirahat maupun makan.
• memberat dengan aktivitas.
• Disertai dengan pusing nggliyer, pandangan berkunang-kunang dan telinga berdenging terus menerus,
kepala sering dirasakan sakit dan leher menegang

Keluhan mengarah pada anemia


• Anemia adalah berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah
baik konsentrasi hemoglobin, hematokrit ataupun jumlah sel darah
merah, dengan gejala berupa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
berdenging, mata berkunang-kunang, dan kaki terasa dingin.
• Anemia didiagnosis dengan penurunan kadar hemoglobin dibawah
13g% pada pria dan 12g% pada wanita, dan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan gambaran darah tepi
Riwayat mondok
• di RSUD Madiun sejak tanggal 22/5/2017 dengan keluhan
lemas dengan diagnosis anemia hemolitik dan telah dilakukan
Combs Test dengan hasil positif  dirujuk ke RSDM
• 14/2/2017 s/d di RSUD Madiun : keluhan yang sama dan
didiagnosis suspek anemia hemolitik dan diberikan obat-
obatan dan tranfusi darah sebanyak 4 kantong.

Riwayat AIHA
• Penyebab anemia hemolitik dapat idiopatik dan sekunder.
• Anemia hemolitik idiiopatik disebabkan oleh autoimunitas, atau yang
disebut sebagai Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA).
• Anemia hemolitik sekunder disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, kelainan
darah seperti leukemia, limfoma, gangguan imunologi seperti SLE, dan
tumor.
• Adanya riwayat transfusi sebelumnya menunjukkan bahwa anemia ini
sudah terjadi secara kronis.
• Pasien mengaku tidak ada riwayat mondok ataupun sakit infeksi atau
tumor sebelumnya, sehingga penyebab anemia hemolitik yang dialami
pasien kemungkinan adalah idiopatik.
• Coomb Test adalah pemeriksaan untuk memeriksa autoantibodi dari
kelompok IgG yang bereaksi dengan antigen Rh, diketahui Coomb Test
positif pada AIHA.
Pemeriksaan lab darah (23/5/2017)
• Hb 4,6 g/dl (↓), Hct 16% (↓), AE 1,34 juta/ul (↓).
• MCV 119,0/µm (↑), MCH 34,3 Pg (↑)

Anemia normokromik normositik yang harus


dikonfirmasi dengan apusan darah tepi
• Anemia normokromik-normositik dapat disebabkan oleh perdarahan, hemolitik,
dan penyakit kronis.
• Dari gejala yang dirasakan oleh pasien, anemia yang dialami oleh pasien dapat
disebabkan oleh adanya perdarahan saluran cerna atau hemolitik. Untuk
mengkonfirmasi anemia hemolitik dibutuhkan pemeriksaan Coomb Test
Riwayat HT (-) sakit
ginjal (-) sakit gula (-)
Pemeriksaan fisik :
TD 160/100 mmHg

Hipertensi stage II
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih, dengan
klasifikasi sesuai tabel dibawah ini.

Tabel 4.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (TDS) (TDD)
Normal <120 mmHg dan <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg atau 80-90 mmHg
Hipertensi Stage I 140-159 mmHg atau 90-99 mmHg
Hipertensi Stage II ≥ 160 mmHg atau ≥ 100 mmHg
• Pengobatan hipertensi menurut JNC VII pada populasi usia <60 tahun,
tanpa penyakit ginjal dan diabetes melitus adalah diinisiasi dengan
diuretik thiazid atau ACE inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker
atau Calcium Chanel Blocker.
• Pada pasien diberikan Amlodipin 5 mg/8 jam PO yang merupakan
golongan CCB. CCB bekerja dengan menghambat influx kalsium ke
dalam sel sehingga menurunkan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan turunnya tekanan darah.
Dari hasil pemeriksaan
penunjang Na = 132
mmol/l dan osmolalitas
plasma = 276,38 mosm/kg
H2O

Hiponatremi ringan
• Hiponatremia dapat menjadi hasil dari kondisi-kondisi kronis seperti
gagal ginjal (ketika kelebihan cairan tidak dapat diekskresikan secara
efisien) dan gagal jantung, dimana kelebihan cairan terakumulasi
dalam tubuh. SIADH (sindrom of inappropriate anti-diuretik hormon)
adalah penyakit dimana tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon
anti-diuretik, berakibat pada penahanan air dalam tubuh.
Mengkonsumsi air yang berlebihan, contohnya selama latihan yang
berat, tanpa penggantian sodium yang cukup, dapat juga berakibat
pada hiponatremia.
• Pada pasien ini hiponatremia terjadi ketika sodium hilang dari tubuh
atau ketika sodium dan cairan hilang dari tubuh karena muntah atau
diare yang parah.
• Tatalaksana pada pasien ini :
• IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Koreksi Na = 0,6 x 45kg x (140-135) = 135 mEq (1 flab NaCl 0,9% 152 mEq)
• Capsul garam 500 mg/8 jam
Untuk mengoreksi hiponatrium ringan
• Cek elektrolit per 3 hari
• Untuk memantau keseimbangan elektrolit
Pemeriksaan penunjang :
• K = 13 mmol/L
• EKG : Tall T (-) Iskemik (-) Aritmia -)

Hiperkalemi berat
• Dari hasil pemeriksaan darah, pasien mengalami hiperkalemia berat,
namun tidak ada gambaran Tall T, iskemik, ataupun aritmia dari
pemeriksaan EKG. Hal ini menunjukkan pasien kemungkinan
mengalami pseudohiperkalemia.
• Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L Hyperkalemia
adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam darah.
Hiperkalemia pada pasien ini disebabkan oleh pengambilan darah
vena yang buruk → lisis sel darah → ion K keluar sel.
• Pada pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan elektrolit ulang untuk
menentukan penatalaksanaan lebih lanjut.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai