Obat Paten : obat jadi dgn nama dagang yg terdaftar atas nama si pembuat (pabrik) atau yg
dikuasakannya, dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik pembuatnya.
Contoh : Amoxan kapsul, Erysanbe Chewable,
Obat generik : obat dgn nama resmi sesuai tercantum dalam farmakope Indonesia untuk zat
yg berkhasiat
Contoh : Amoxicilin, Eritromisin,
Nah, masalah apakah obat paten lebih bermutu? Ada yang lebih bermutu, ada yang sama saja.
Beberapa obat paten mempunyai teknologi yang mereka kembangkan sendiri dan sudah
dipatenkan yang tidak terdapat pada obat generik. Misalnya saja Eritromisin generik tidak
dikunyah, namun Erisanbe Chewable bisa dikunyah dan bagi beberapa orang cara ini lebih
nyaman dan efektif. Beberapa obat paten juga memiliki teknologi untuk mengurangi bau obat
yang mungkin bisa membual beberapa orang mual. Obat Paten tertentu juga memiliki sistem
“pelepasan berkala” di mana obat akan larut perlahan-lahan, sehingga obat yang sebelumnya
harus diminum 3 kali sehari bisa diminum satu kali saja pada pagi hari dengan tekhnologi
“pelepasan berkala” ini
4. Bila Obat generik memang bagus, mengapa dokter lebih sering meresepkan obat paten
= Ada beberapa sebab, mari kita bahas satu-persatu
a. Tidak semua obat sudah keluar versi generiknya : Pemerintah akan memberi kesempatan
pada perusahaan farmasi untuk meraup untung demi menutup biaya riset mereka. Maka itu
obat-obat baru kadang belum ada versi generiknya
b. Obat Generik adalah obat bersubsidi, maka dari itu penggunaan subsidi ini harus
disalurkan pada orang yang tepat pula.
c. Efek placebo : Kadang pasien yang diberi obat generik tidak merasa puas karena pasien
merasa “lebih mahal lebih baik”, atau “Ada rupa ada harga”. Maka itu kadang dokter lebih
suka meresepkan obat paten
Contoh: natrium diklofenak (nama generik). Di pasaran memiliki berbagai nama merek dagang,
misalnya: Voltaren, Voltadex, Klotaren, Voren, Divoltar, dan lain-lain