Disusun Oleh :
Dyah Anugrah Pratama 1610029021
Fanytha Libra Karmila 1610029003
Metyana Cahyaningtyas 1610029005
Yesiana Nikmatun Azalia 1610029007
Pembimbing :
dr. Siti Nuriyatus Zahra, MKM.
a. Definisi
b. Wilayah Kerja
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 Permenkes no 75 tahun 2014, Puskesmas dikategorikan menjadi:
a) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor
agraris;
b) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan
perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km,
tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel;
c) rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen;
dan
d) terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas.
a) berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil,
gugus pulau, atau pesisir;
b) akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh
pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam,
dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau
cuaca; dan
c) kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak
stabil.
a) rawat jalan;
b) pelayanan gawat darurat;
c) pelayanan satu hari (one day care);
d) home care; dan/atau
e) rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Puskesmas Sempaja merupakan salah satu dari dua puluh lima Puskesmas yang
ada di kota Samarinda. Puskesmas Sempaja terletak di Jl. KH. Wahid Hasyim RT. 24
Kecamatan Samarinda Utara. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Samarinda
Utara adalah sebagai berikut:
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan.Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik
melainkan jugaspiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan
kondisi sehat seperti inidiperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan
tubuh. H.L Blum menjelaskanada empat faktor utama yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat.
1. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan
sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air,
udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi,
dan sebagainya. Faktor lingkungan itu sendiri terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a) Lingkungan fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara lain;
bangunan, jalan, jembatan, kendaraan gunung, air dan tanah. Benda mati yang dapat
dilihat dan dirasakan tapi tidak dapat diraba; api, asap, kabut, dll. Benda mati yang
tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan; udara, angin, gas, bau-
bauan, bunyi-bunyian/suara, dan lain-lain.
b) Lingkungan biologis.
Terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak;
manusia, hewan, kehidupan akuatik, amoeba, virus, plankton. Makhluk hidup tidak
bergerak; Tumbuhan, karang laut, bakteri, dan lain-lain.
c) Lingkungan sosial.
Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis diatas. Lingkungan
sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada dalam kehidupan di bumi ini.
Lingkungan sosial terdiri dari sosio-ekonomi, sosio-budaya, adat istiadat,
agam/kepercayaan, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain. Melalui lingkungan
sosial manusia melakukan interaksi dalam bentuk pengelolaan hubungan dengan alam
dan buatannya melalui pengembangan perangkat nilai, ideologi, sosial dan budaya
sehingga dapat menentukan arah pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai
dengan daya dukung lingkungan yang mana hal ini sering disebut dengan “etika
lingkungan”.
2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu,
juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan
sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada dirinya.
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat,
perilaku petugas kesehatan dan perilaku para pejabat pengelola negeri ini (Pusat dan
daerah) serta perilaku pelaksana bisnis. Faktor perilaku juga mengambil peran yang
lumayan besar dengan 30% terhadap status kesehatan.
Perilaku individu atau masyarakt yang positif pada kehidupan sehari-hari
misalnya, membuang sampah/kotoran secara baik, minum air masak, saluran limbah
terpelihara, mandi setiap hari secara higienis, dan lain-lain.
Perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik antara
lain: ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat sesuai diagnosa, tidak
malpraktek, pemberian obat yang rasional, dan bekerja dengan penuh pengabdian.
Perilaku pemerintah pusat dan daerah dalam menyikapi suatu permasalahan
kesehatan masyarakat secara tanggap dan penuh kearifan misalnya: cepat tanggap
terhadap adanya penduduk yang gizinya buruk, adanya wabah penyakit, serta
menyediakan sarana dan prasarana kesehatan dan fasilitas umum (jalan, parit, tempat
pembuangan akhir, penyediaan air bersih, jalur hijau, pemukiman sehat) yang
didukung dengan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum yang tegas bagi para
pelanggarnya.
3. Pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan
dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan
kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau
atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan
motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta
program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang memerlukan.
Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang
diberikan. Hal ini berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana institusi
kesehatan antara lain: rumah sakit, puskesmas, laboratorium kesehatan, serta
tersedianya fasilitas pada institusi tersebut. Fasilitas tersebut antara lain, tenaga
kesehatan, obat-obatan alat-alat kesehatan yang kesemuanya tersedia dala kondisi
baik dan cukup serta siap pakai.
4. Genetik
Genetik merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa
sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan
asma bronehial. Faktor ini lebih mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan
dengan asal usul keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu
disebabkan oleh faktor keturunan antara lain: hemophila, hipertensi, kelainan bawaan,
albino, dll. Faktor keturunan mengambil peran 5 persen terhadap status kesehatan.
3. Posyandu
a. Definisi (Kemenkes RI, 2012)
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh
pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita.
Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata
tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di
masyarakat, termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu
sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada
masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu
dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai
oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah
kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak
terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, disamping jumlah kader
yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi
yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi
masyarakat serta menambah jumlah kader.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya
masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan mengikut sertakan
tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam
mengelola kegiatan Posyandu.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 (lima)
orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu
menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 (lima) orang atau
lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat
yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat
pembinaan termasuk pembinaan dana sehat, sehingga terjamin
kesinambungannya.
(1) Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun.
Catatan:
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, imunisasi
BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
Catatan:
- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan
mempunyai status imunisasi T4 dan T5.
Catatan:
Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio, campak) pada pedoman sebelumnya
harus disimpan pada suhu dibawah OoC. Dalam perkembangan selanjut, hanya vaksin
Polio yang masih memerlukan suhu dibawah OoC di provinsi dan kabupaten/kota,
sedangkan vaksin campak lebih baik disimpan di refrigerator pada suhu 2 –8oC.
Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2 –8oC. Vaksin Hepatitis B, DPT,
TT dan DT tidak boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin akan rusak akibat
meningkatnya konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Di Puskesmas yang
mempunyai freezer pembuat cold pack, bagian freezer dari lemari es tidakdipakai
untuk menyimpan vaksin. Dalam penyimpanan/pengangkutan vaksin, susunannya
harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara
konduksi, maka ketentuan tentang jarak antar kemasan vaksin harus dipenuhi.
Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya mempunyai urutan tertentu
untuk menghindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.