Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

Oleh :

Ika Maya Rizqi Putri


NIM :2016.04.100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2017
A. Pengertian
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (
Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian
negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.
(Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif terhadap
diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.

B. Penyebab Harga Diri Rendah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah
mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin
kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi
harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada
pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan
krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan
menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan
tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus
menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi beberapa
faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.

Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi
kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien
mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin
besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah
kronis adalah:
System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri
rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus
menerus.
Berdasarkan faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan dengan
pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan
teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan
Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya
harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan rawan,
kultur social yang berubah misal ukuran keberhasilan individu.
Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian
harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai
duapuluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu
yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

a. Neuroanatomi
b. Neurofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e. Faktor-faktor pre dan peri – natal

2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :


Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
a. Peranan ayah
b. Persaingan antara saudara kandung
c. Inteligensi
d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
e. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
f. Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
g. Keterampilan, bakat dan kreativitas
h. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
i. Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai

C. Pohon Masalah
RisikO Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem Harga Diri Rendah Kronis

Causa Koping Individu Tidak Efektif

D. Psikodinamika
1. Etiologi
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik
dikatakan situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya dioperasi, kecelakaam,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu kerena terjadi sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dan dipenjara secara tiba-tiba). Dan dikatakan kronik
yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama. Klien ini mempunyai
perasaan negative. Kejadian sakit atau dirawat akan menambah persepsi negative
terhadap dirinya.
2. Proses terjadinya masalah
Harga diri terjadi karena perasaan dicintai dan mendapatkan pujian dari orang
lain. Harga diri akan menjadi rendah ketika tidak ada lagi cinta dan ketika adanya
kegagalan, tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain, merasa tidak berharga,
gangguan citra tubuh akibat suatu penyakit sehingga akan menimbulkan suatu gambaran
individu yang berperasaan negative terhadap diri sendiri.
3. Komplikasi
Individu mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah pertama kali akan
merasa cemas dan takut. Individu akan takut ditolak, takut gagal, dan takut dipermalukan.
Akhirnya cenderung untuk menarik diri, akan mengisolasi diri, yang pada akhirnya
individu akan mengalami gangguan realita. Komplikasi yang berbahaya individu
mempunyai keinginan untuk meciderai dirinya.

E. Rentang Respon Konsep Diri

1. Respon adaftif
Adalah pernyataan dimana klien jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Aktualisasi diri
Adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positf
Adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negative dari dirinya
2. Respon maladaftif
Adalah keadaan klien dalam menghadapi suatu masalah tidak dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Harga Diri Rendah
Adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain
b. Identitas Kacau
Adalah kegagalan individu untuk mengintegritas aspek-aspek idintitas masa
kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial keperibadian masa dewasa
yang harmonis.
c. Depersonallisasi
Adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak membedakan dirinya dengan
orang lain. Menurut Suliswati Dkk komponen konsep diri ada lima yaitu terdiri dari:
 Citra tubuh
Adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak disadari
meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi,
penampilan dan potensi tubuh.
 Ideal diri
Adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar peribadi.
 Harga diri
Adalah penilaian peribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa berapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
 Peran
Adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi idividu di dalam kelompok
sosialnya.
 Identitas diri
Adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari
observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari bahawa dirinya berbeda
dengan orang lain.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Factor Predisposisi
1) Factor predisposisi citra tubuh
a) Kehilangan atau kerusakan organ tubuh (anatomi dan fungsi)
b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh
c) Proses patalogik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh
d) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan transpantasi
2) Factor predisposisi harga diri
a) Penolakan dari orang lain
b) Kurang penghargaan
c) Pola asuh yang salah yaitu terlalu dilarang , terlalu dikontrol, terlalu diturut, terlalu
dituntut dan tidak konsisten
3) Faktor predisposisi peran
a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situai dan
sehat-sakit
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan
secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran
yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku yang sesuai
d) Peran yang terlalu banyak
4) Factor predisposisi identitas diri
a) Ketidak percayaan orang tua dan anak
b) Tekanan dari teman sebaya
c) Perubahan dari struktur sosial
b. Factor Presipitasi
1) Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dat menerima khususnya trauma emosi
seperti penganiayaan fisik, seksual, dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa
terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan.
2) Ketegangan peran
Pada perjalanan hidup individu sering menghadapi Transisi peran yang
beragam, transisi peran yang sering terjadi adalah perkembangan, situasi, dan sehat
sakit.
c. Manifestasi klinik
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan social
5) Percaya diri kurang
6) Mencederai diri
d. Mekanisme koping
1) Koping jangka pendek
 Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya
menonton TV, dan olah raga.
 Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, misalnya ikut
kegiatan social politik dan agama.
 Aktivitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep
diri, misalnya aktivitas yang berkompetensi yaitu pencapaian akademik atau olah
raga.
 Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi
kurang berarti dalam kehidupan, misalnya penyalahgunaan zat.
2) Koping jangka panjang
 Penutupan identitas
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang penting bagi
individu tampa memperhatikan keinginan aspirasi dan potensi individu.
 Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat di terima oleh nilai-nilai dan
harapan masyarkat.

e. Test diagnostic
1) Test psikologik: test keperibadian
2) EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
3) Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
4) Pemeriksaan laboratorim kromosom: ginetik
f. Penatalaksanaan medis
1) Psikofarmaka
2) Elektro convulsive therapy
3) Psikoterapy
4) Therapy okupasi
5) Therapy modalitas

 Terapi keluarga
 Terapi lingkungan
 Terapi perilaku
 Terapi kognitif
 Terapi aktivitas kelompok

g. Pohon masalah
Isolasi Social : Menarik Diri

2. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Diagnosa
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Tujuan Umum
Klien memiliki konsep diri yang positif
1) Tujuan khusus 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

b. Kriteria hasil
Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa
senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau
menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
b. Rencana tindakan
(1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(2) Perkenalkan diri dengan sopan.
(3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
(4) Jelaskan tujuan pertemuan
(5) Jujur dan menepati janji
(6) Tunjukkan sifat empati dan menerima klien apa adanya.
(7) Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Tujuan khusus 2
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi therapeutik diharapkan klien dapat
menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Rencana tindakan
(1). Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh,
intelektual, dan keluarga) oleh klien diluar perubahan yang terjadi.
(2). Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih dimiliki
klien.
3) Tujuan khusus 3
Klien dapat Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.
a. Kriteria hasil
Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
b. Rencana tindakan
(1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan dan
digunakan selama sakit
(2) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan pelaksanaannya
setelah klien pulang dengan kondisinya saat ini.
4) Tujuan khusus 4
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a) Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien dapat menyusun
rencana kegiatan harian.
b) Rencana tindakan
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan klien.
(2) Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
(3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Tujuan khusus 5
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.
b) Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien dapat
melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat.
b) Rencana tindakan
(1) Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakn
(2) Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
(3) Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
(4) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
6) Tujuan khusus 6
Klien dapat memanfaatkan sitem pendukung
a. Kriteria Hasil
Klien mampu memand=faatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
b. Recana Tindakan
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
(2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
4. Evaluasi
Adapun hal – hal yang dievaluasikan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga
diri rendah adalah :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan dirumah sakit.
d) Klien dapat membuat jadwal kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya.
f) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Wong L. Donna, 1993, “Essentials of Pediatric Nursing”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.
Effendy, Nasrul, Drs., 1995 “Perawatan Kesehatan Masyarakat”, EGC, Jakarta.
Keliat, A.B, 1991, “Tingkah Laku Bunuh Dirí, Arcan, Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
(PERTEMUAN PERTAMA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
S : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berarti lagi
O : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Konsep Diri – Harga Diri Rendah
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Mengidentifikasi dan membantu klien meningkatkan kesadaran tentang hubungan
positif antara harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
4. Tindakan Keperawatan:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 1:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2) Bantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3) Bantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4) Latih kemampuan yang sudah dipilih
5) Anjurkan pasien untuk menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah
dilatih dalam rencana harian

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :
1. Salam terapeutik : “Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Devi, saya yang akan merawat
bapak selama di sini, nama Bapak siapa? Suka dipanggil siapa?”
2. Evaluasi/ valodasi : “Bagaimana keadaan bapak hari ini? Apa yang terjadi di rumah
sehingga bapak dibawa kesini??”
3. Kontrak :
 Topik : ”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan
yang pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih?”
 Waktu : “Berapa lama kita akan bercakap-cakap? bagaimana kalau 20 menit? ”
 Tempat : “Dimana kita akan bercakap-cakap pak? Bagaimana kalau disini saja?”

FASE KERJA :
 ”Bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus sekali ada
lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.
 ”Bapak dari lima kegiatan/ kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di
rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya
ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa
dikerjakan di rumah sakit ini.
 ”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari kita lihat tempat tidur bapak.
Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
 ”Bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah
dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
 “ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau bapak lakukan
tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan.

FASE TERMINASI :
1. Evaluasi Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-
bincang?”
 Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement) : “Tolong bapaknceritakan ulang
apa yang sudah kita bicarakan tadi?“
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : “Bapak tadi praktekkan dengan baik sekali. Sekarang, mari kita masukkan
pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua
kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik : “Kita akan berbincang-bincang lagi tentang kegiatan apalagi yang bisa
bapak lakukan. Ya bagus, kalau begitu besok kita akan berlatih mencuci piring”.
b. Waktu : “Bagaimana kalau besok jam 8 pagi setelah makan pagi?”
c. Tempat : “Bagaimana kalau di dapur?”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
(PERTEMUAN KEDUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
S : Klien masih mengatakan bahwa dirinya tidak berarti
O : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Konsep Diri – Harga Diri Rendah
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien
4. Tindakan Keperawatan:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 1:
1) Latih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.
2) Anjurkan pasien untuk menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah
dilatih dalam rencana harian
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :
1. Salam terapeutik : “Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Pagi ini bapak terlihat
segar”.
2. Evaluasi/ valodasi : “Bagaimana perasaan bapak hari ini? sudah dicoba merapikan tempat
tidur sore kemarin/ tadi pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi,
sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”
3. Kontrak :
 Topik : ”Sesuai rencana kita kemarin, hari ini kita akan berlatih mencuci piring ya
pak?”
 Waktu : “Berapa lama? bagaimana kalau 15 menit? ”
 Tempat : “Dimana kita akan berlatih? Bagaimana kalau di dapur?”

FASE KERJA :
 “Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/ tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas. Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan
lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan”.
 “Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
 “Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang dulu
sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian Bapak bersihkan
piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun
sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
 “Sekarang coba Bapak yang melakukan…”
 “Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya
FASE TERMINASI :
1. Evaluasi Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi klien subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita berlatih mencuci
piring?”
 Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement) : “Tolong bapak ceritakan ulang
apa yang sudah kita pelajari tadi?“
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : “Bapak tadi praktekkan dengan baik sekali. Sekarang, mari kita masukkan
pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua
kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik : “Kita akan berbincang-bincang lagi tentang kegiatan apalagi yang bisa
bapak lakukan selain mencuci piring dan merapikan tempat tidur”.
b. Waktu : “Jam berapa besok? Bagaimana kalau jam 8 pagi?”
c. Tempat : “Bagaimana kalau di ruang tamu? Sampa jumpa lagi pak”

Anda mungkin juga menyukai