Pengertian
Ditinjau dari segi bahasa, kode etik berasal dari dua bahasa, yaitu “kode”
berasal dari bahasa Inggris “code” yang berarti sandi, pengertian dasarnya
dalah ketetuan atau petunjuk yang sistematis.[3] Sedangkan “etika” berasal dari
bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau moral.[3] Dari pengertian itu,
kemudian dewasa ini kode etik secara sederhana dapat diartikan sebagai
himpunan atau kumpulan etika.[4]
Periode ini terjadi ketika Indonesia baru lahir sebagai bangsa yang merdeka
tanggal 17 Agustus 1945.[4] Meski baru merdeka, diIndonesia telah lahir
beberapa penerbitan pers baru.[4] Berhubung masih baru, pers pada saat itu
masih bergulat dengan persoalan bagaimana dapat menerbitkan atau
memberikan informasi kepada masyarakat di era kemerdekaan, maka belum
terpikir soal pembuatan Kode Etik Jurnalistik.[4] Akibatnya, pada periode ini pers
berjalan tanpa kode etik.[4]
Pada tahun 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di Solo, tapi
ketikaorganisasi ini lahir pun belum memiliki kode etik.[4] Saat itu baru ada
semacam konvensi yang ditungakan dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut
adalah PWI mengutamakan prinsip kebangsaan. Setahun kemudian,
pada 1947, lahirlah Kode Etik PWI yang pertama.[4]
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.[1]
Fungsi
Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan
dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki
sanksi fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat
istimewa bagi wartawan.[4] M. Alwi Dahlan sangat menekankan betapa
pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagiwartawan.[5] Menurutnya, Kode Etik
setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:[5]
1. Asas Demokratis
2. Asas Profesionalitas
Secara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus
menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya.[4] Misalnya Pers
harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkanberita yang akurat dan
faktual.[4] Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis, bersikap
sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi profesinya.[4]
Hal lain yang ditekankan kepada wartawandan pers dalam asas ini adalah
harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat,
tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record,
serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak
akurat dengan permohonan maaf.[4] 3. Asas Moralitas
Dalam hal ini, wartawan bukanlah profesi yang kebal dari hukum yang
berlaku.[4]Untuk itu, wartawan dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum
yang berlaku.[4]Dalam memberitakan sesuatu wartawan juga diwajibkan
menghormati asas praduga tak bersalah.[4]