Anda di halaman 1dari 2

M.

Firman Maulana Chabib (933502619)

Pengertian Undang-undang Press

Sebelum membahasa lebih jauh mengenai undang – undang tetang pers yang ada di Indonesia,
tentunya kita harus mengerti lebih dahulu definisi dari Undang – undang press itu sendiri. Definisi
undang-undang menurut pasal 1 angka 3 undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU 12/2011) adalah peraturan-undang yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan dewan presiden. Definisi Peraturan
Perundang-undangan menurut pasal 1 angka 2 UU 12/2011 adalah peraturan tertulis yang memuat
hukum yang mengikat secara umum dan norma yang ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. 1

Sedangkan Istilah Pers berasal dari Bahasa Belanda, yang dalam Bahasa Inggris berarti Press.
Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi
secara dicetak (printed publication).2 Secara etimologis kata Pers (Belanda), Press (Inggris), Presse
(Prancis) berarti tekan atau cetak. Berasal dari Bahasa Latin, Pressare dari kata Premere (tekan). Definisi
terminologinya ialah media massa cetak disingkat media cetak. Bahasa Belandanya drupes, bahasa
Inggrisnya printed media atau printing press. Istilah pers sudah lazim diartikan sebagai surat kabar (news
paper) atau majalah (magazine) sering pula dimasukkan pengertian wartawan di dalamnya. 3

Sedangkan Pasal 1 butir (1) UndangUndang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers mendefinisikan
"pers" sebagai suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun
media elektronik, dan segala saluran yang tersedia. 4 Jadi dapat kita simpukan bahwa Undang-Undang
Pers adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip, ketentuan dan hak-hak
penyelenggara pers di Indonesia.

Kode Etik Jurnalistik.

Dalam rangka menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai
pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: 5

1
Winda Wijayanti. “Eksistensi Undang-Undang Sebagai Produk Hukum dalam Pemenuhan Keadilan Bagi Rakyat
(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-X/2012)” Jurnal Konstitusi, Vol X, Nomor 1, 2013. Hal: 183-
184.
2
Onong Uchyana Effendi, 2002, Ilmu Komunikasl (Teori dan Praktek), Remaja Rasdakarya, Cet, XVI, Bandung,
halaman 145.
3
A. Muis, 1996, Kontroversi Sekitar Keberadaan Pers : Bunga Rampai Masalah Komunikasi, Jurnalistik, Etika dan
Hukum Pers, Mario Grafika, Cet.1, Jakarta, hal, 11-12.
4
Dahlan Surbakti. “Peran dan FungsiI Pers Menurut Undang-Undang Pers Tahun 1999 Serta Perkembangannya.”
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5 No. 1, 2015. Hal :78.
5
Bekti Nugroho, Samsuri. Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas (Jakarta: DEWAN PERS, 2013). Hal: 291-296.
1. Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beritikad buruk.
2. Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
3. Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
4. Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5. Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6. Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi
latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
8. Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat
jiwa atau cacat jasmani.
9. Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
10. Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.
11. Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Anda mungkin juga menyukai