Anda di halaman 1dari 19

PANDUAN

KEWASPADAAN UNIVERSAL

PEMERINTAH KOTA ABCD


DINAS KESEHATAN
UPT. PUSKESMAS ABCD
BAB I

DEFINISI

Kewaspadaan Universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi


di sarana pelayanan kesehatan. Upaya lain yang merupakan komponen
pengendalian infeksi di sarana pelayanan adalah surveilans, penanggulangan KLB,
pengembangan kebijakan dan prosedur kerja serta pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan dalam hal pencegahan infeksi yang tidak dapat dipisah-
pisahkan.
Penerapan kewaspadan Universal didasarkan pada keyakinan bahwa darah
dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan.
Kewaspadaan standar merupakan suatu upaya pencegahan terhadap
penularan infeksi Hepatitis B Virus (HBV), Hepatitis C Virus (HCV) dan Human
Immuno Virus (HIV) secara parentral melalui membrane mukosa, permukaan kulit
yang tidak intak, dengan memperlakkukan semua darah, sekret vagina, air mani,
cairan amnion dan cairan tubuh lain terkecuali feces, urin, keringat, dahak, ingus, air
mata, muntahan tanpa campuran darah dari semua pasien sebagai sumber yang
potensial untuk menularkan infeksi tanpa memperhatikan diagnosis maupun resiko
yang ada pada pasien tersebut.
BAB II

RUANG LINGKUP

Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan adalah


menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu:
1. Cuci tangan untuk mencegah infeksi silang.
2. Pemakaian alat pelindung di antaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
BAB III

TATA LAKSANA

3.1 CUCI TANGAN


Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu flora risidien dan flora transien. Flora residen adalah
mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak
mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis, yang telah beradaptasi pada
kehidupan tangan manusia. Hidupnya terbesar di kuku dan garis tangan, bisa
menyebabkan infeksi bila masuk ke dalam tubuh manusia.
Flora transien yang juga disebut juga flora kontaminasi, jenisnya tergantung
dari lingkungan tempat bekerja, termasuk darah atau cairan tubuh yang terinfeksi,
tahan hidup selama 24 jam, hidup disekitar kuku dan merupakan penyebab
terjadinya HAIs. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari
permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun dan deterjen.
Oleh karena itu cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang sangat penting
untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada pada tangan
sehhingga penyebaran penyakit dapat dikurangi.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan
sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.
Jenis cuci tangan sendiri dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) cara cuci
tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu:
1. Cuci tangan higienik atau rutin : mengurangi kotoran dan flora yang ada di
tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun atau deterjen dengan
Ph 7 (netral) selama 40 – 60 detik ( Hand Wash (HW)), pada kondisi tidak
tersedia air dan tangan dalam keadaan tidak kotor oleh darah atau tidak kotor
oleh bahan organiknya lainnya, cuci tangan dapat menggunakan larutan
gliserin dan alkohol 60-90% selama 20 – 30 detik (Hand Rub (HR)).
Komposisi Hands Rub : 100ml Alkohol 70% + 1-2ml gliserin 10%.
2. Cuci tangan Aseptik : Cuci tangan dengan menggunakan bahan/obat
antiseptic selama 60 detik, dan dilakukan sebelulm tindakan non bedah yang
memerlukan tindakan aseptik.
3. Cuci tangan bedah (Surgical handscrub) : Membersihkan tangan kuku dan
lengan menggunakan sabun antiseptik (4% chlorhexidine atau detergen yang
mengandung povidone iodine 0,75% selama 3-5 menit ( 5 menit untuk
pencucian pertama dan 3 menit untuk setiap pencucian berikutnya). Posisi
tangan lebih tinggi dari siku dan jangan menutup kran dengan tangan yang
sudah dicuci.

INDIKASI CUCI TANGAN


Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diperkirakan mungkin akan
terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan secara bersih dan setelah melakukan tindakan yang
kemungkinan terjadi pencemaran, seperti :
1. Sebelum melakukan tindakan, misalnya memulai pekerjaan, saat akan
memeriksa pasien, saat akan memakai sarung tangan steril atau sarung
tangan yang telah didesiinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk melakukan suatu
tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di DTT, saat akan
melakukan injeksi dan saat hendak pulang ke rumah.
2. Setelah melakukan tindakan, yang kemungkinan terjadi pencemaran,
misalnya: setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat-alat bekas
pakai dan bahan-bahan lain yang berisiko terkontaminasi, setelah menyentuh
selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya.. Setelah membuka sarung
tangan (cuci tangan sesudah membuka sarung tangan perlu dilakukan karena
ada kemunkinan sarung tangan berlubang atau robek), setelah dari
toilet/kamar kecil, setelah bersin atau batuk.

SARANA CUCI TANGAN.


1. Air Mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalahair mengalir dengan saluran pembangan
atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran ar mengalir tersebut
maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat
cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit. Air
mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan
gayung, namun cara mengguyur dengan gayung memiliki resiko cukup besar
untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung atau perckan air
bekas cucian kembali ke bak penampurng air bersih.
2. Sabun dan Deterjen
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan
mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan
permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya
menggunakan sabun atau deterjen makalapisan lemak kulit akan hilang dan
membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan
memberi peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme
3. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptic atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh
mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan
untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman
dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai
dengan keragaman jenis antiseptic tersebut dan reaksi kulit masing-masing
individu.
Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah
penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman
transient. Kriteria memilih antiseptik adalah sbb:
 Memilliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara
luas (gram positif dan gram negative, virus lipofilik, basilus, tuberculosis,
fungi, endospora)
a) Efektifitas
b) Kecepatan aktifitas awal
c) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk
meredam pertumbuhan
d) Tidak mengiritasi kulit
e) Tidak menyebabkan alergi
f) Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
g) Dapat diterima secara visual maupun estetik

PROSEDUR CUCI TANGAN (Berdasarkan World Health Organization)


1. Cuci Tangan Higienis ( Hands Wash (HW) & Hands Rub (HR))
a. Basuh tangan dengan air (HW)
b. Tuangkan sabun secukupnya (HW) / Larutan Alkohol & glycerin (HR)
c. Ratakan dengan kedua telapak tangan
d. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya (HW & HR)
e. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari (HW & HR)
f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan salling mengunci (HW & HR)
g. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya (HW & HR)
h. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya (HW & HR)
i. Gosok Pergelangan tangan dengan menggunakan tangan kanan dan lakukan
sebaliknya (HW & HR)
j. Bilas kedua tangan dengan air (HW)
k. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue sampai benar-benar kering
(HW)
l. Gunakan handuk / tissue tersebut untuk menutup kran air (HW)
m. Tangan telah bersih dan kini sudah aman (HW & HR)

PERINGATAN : Kenakan sarung tangan setelah tangan benar-benar telah


kering, jangan kenakan sarung tangan saat tangan masih basah.

1. Cuci Tangan Aseptik


Cuci tangan Aseptik biasanya dilakukan saat akan melakukan
tindakan aseptic pada pasien atau saat akan kontak dengan penderita pada
keadaan tertentu misalnya penderita dengan imunitas rendah. Persiapan dan
prosedur pada cuci tangan aseptic sama dengan persiapan dan prosedur
pada cuci tangan higienis hanya saja bahan deterjen atau sabun diganti
dengan antiseptic dan setelah mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan
yang tidak steril.
2. Cuci Tangan Bedah
1. Nyalakan kran air kemudian basahi tangan dan lengan bawah dengan
air
2. Letakkan sabun antiseptic dibagian telapak tangan yang telah basah,
buat busa secukupnya tanpa percikan
3. Sikat bagian bawah kuku dengan sikat lembut
4. Buat gerakan mencuci tangan seperti cuci tangan biasa dengan waktu
yang lebih lama, gosok tangan dan lengan satu persatu secara bergantian
dengan gerakan melingkar
5. Sikat lembut hanya digunakan untuk membersihkan kuku saja bukan
untuk menyikt kullit yang lain oleh karena dapat melukainya. Untuk
menggosok kulit dapat digunakan spons steril sekali pakai.
6. Proses cuci tangan bedah berlangsung selama 3 – 5 menit dengan
prinsip sependek mungkin tapi cukup memadai untuk mengurangi jumlah
bakteri yang menempel di tangan.
7. Selama cuci tangan jaga agar letak tangan lebih tinggi dari siku agar
air mengallir dari arah lengan ke wastafel
8. Jangan sentuh wastafel, kran atau gaun pelindung
9. Keringkan tangan dengan lap steril
10. Gosok dengan alcohol 70% atau campuran alcohol 70% dan
Chlorhexidin 0,5% selama 5 menit dan keringkan kembali
11. Kenakan gaun pelindung dan sarung tangan steril

PERINGATAN : Kenakan sarung tangan setelah tangan benar-benar telah


kering, jangan kenakan sarung tangan saat tangan masih basah.

3.2 PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI


Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan beresiko mencakup
tindakan rutin, tindakan bedah, otopsi atau perawatan gigi dimana menggunakan bor
dengan kecepatan putar yang tinggi.
Jenis-jenis Alat Pelindung
1. Sarung tangan
2. Pelindung wajah/masker/kaca mata
3. Penutup kepala
4. Gaun pelindung (Baju/celemek/schort)
5. Sepatu Pelindung (Sturdy foot wear)

INDIKASI PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG


Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai, jenis pelindung tubuh yang
dipakai tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yang akan dikerjakan. Sebagai
contoh, untuk tindakan bedah minor (misalnya vasektomi, memasang/mengangkat
implant) cukup memakai sarung tangan steril atau DTT saja. Namun untuk kegiatan
operatif di kamar bedah, atau melakukan pertolongan persalilnan, sebaiknya semua
pelindung tubuh dipakai oleh petugas untuk mengurangi kemungkinan terpajan
darah/cairan tubuh lainnya.
Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak
dengan darah, semua jenis cairan tubuh, secret, eksreta, kulit yang tidak utuh,
selaput lendir pasien, dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu
dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan
tubuh, secret, ekskreta, dan benda yang terkontaminasi.
Dikenal tiga jenis sarung tangan, yaitu:
a. Sarung Tangan bersih, adalah sarung tangan yang didisinfeksi
tingkat tiggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan
selaput lendir misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat
luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan
bedah bila tidak ada sarung tangan steril.
b. Sarung tangan steril, adalah sarung tangan yang disterilkan dan
harus digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung
tangan steril baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi
tingkat tinggi.
c. Sarung tangan rumah tangga, Sarung tangan yang terbuat dari latex
atau vinil yang tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan
untuk keperluan rumah tangga. Digunakan pada waktu membersihkan
alat kesehatan dan permukaan meja kerja. Sarung tangan ini dapat
digunakan lagi setelah dicuci dan dibilas bersih.

INDIKASI PEMAKAIAN SARUNG TANGAN


Sarungan tangan harus selalu dipakai pada saat melakukan tindakan yang
kontak atau diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, secret,
ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi
Perlu diperhatikan pada waktu memeriksa, gunakan pasangan sarung tangan
yang berbeda untuk setiap pasien, segera lepas sarung tangan apabila telah selesai
dengan satu pasien dang anti sarung tangan yang lain apabila akan mengangani
pasien lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan
tindakan yang sedang dilakukan, misalnya membuka pintu selagi masih memakai
sarung tangan dsb. Tidak dianjurkan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak
benar-benar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan
meningkatkan resiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan taktil (raba).
Kadang-kadang perlu dipakai sarung tangan ganda pada keadaan khusus,
seperti pada :
1. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dari 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi diarea sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau
penjepit
2. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh
yang banyak seperti operasi Caesar, persalinan dll.
3. Bila memakai sarung tangan pakai ulang yang seharusnya sekali pakai
Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan
terpajan darah atau cairan tubuh lain. Contoh: memberi makan pasien, membantu
minum obat, membantu jalan, dll.

PROSEDUR PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL


PERSIAPAN:
1. Pilih jenis sarung tangan sesuai jenis tindakan
2. Kuku dijaga agar selalu pendek
3. Lepas cincin dan perhiasann lain
4. Cuci tangan sesuai prosedur standar
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Siapkan area yang cukup luas, bersih dan kering untuk membuka
paket sarung tangan. Perhatikan tempat menaruhnya (steril atau
minimal DTT)
3. Buka pembungkus sarung tangan, minta bantuan petugas lain untuk
membuka pembungkus sarung tangan, letakkan sarung tangan
dengan bagian telapak tangan menghadap ke atas
4. Ambil salah satu sarung dengan memegang pada sisi sebelah dalam
lipatannya, yaitu bagian yang akan bersentuhan dengan kulit tangan
saat dipakai.
5. Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung ke
lantai, sehingga bagian lubang jari-jari tangannya terbuka. Masukkan
tangan (jaga sarung tangan supaya tetap tidak menyentuh permukaan)
6. Ambil sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan
yang sudah memakai sarung tangan ke bagian lipatan, yaitu bagian
yang tidak akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai.
7. Ambil sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan
yang sudah memakai sarung tangan ke bagian lipatan, yaitu bagian
yang tidak akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai
8. Pasang sarung tangan yang kedua cara memasukkan jari-jari tangan
yang belum memakai sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan
atur posisi sarung tangan sehingga terasa pas dan enak di tangan.

PROSEDUR MELEPAS SARUNG TANGAN


PERSIAPAN
1. Larutan Klorin 0,5% dalam wadah yang cakup besar
2. Sarana cuci tangan
3. Kantung penampung limbah medis.
Prosedur
1. Masukkan sarung tangan yang masih dipakai ke dalam larutan klorin,
gosokkan untuk mengangkat bercak atau cairan tubuh lainnya yang
menempel
2. Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik kea rah ujung
jari-jari tangan sehingga bagian dalam dari sarung pertama menjadi
sisi luar.
3. Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih
berada pada tangan sebelum melepas sarung tangan yang kedua. Hal
ini penting untuk mencegah terpajannya kulit tangan yang terbuka
dengan permukaan sebelah luar sarung tangan.
4. Biarkan sarung tangan yang pertama disekitar jari-jari, lalu pegang
tangan yang ke dua pada lipatannya lalu tarik ke arah ujung jari hingga
bagian dalam sarung tangan menjadi sisi luar
5. Pada akhir setelah hamper diujung jari, maka secara bersamaan dan
dengan sangat hati-hati sarung tangan tadi dilepas
6. Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh
menyentuh bagian dalam sarung tangan.
7. Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung
tangan berlubang namun sangat kecil dan tidak terlihat. Tindakan
mencuci tangan setelah melepas sarung tangan ini akann memperkecil
resiko terpajan.

PELINDUNG WAJAH (MASKER DAN KACAMATA)


Pelindung waja terdiri dari dua macam pelindung yaitu masker dan
kacamata, dengan berbagai macam bentuk, yaitu ada yang terpisah dan ada pula
yang menjadi satu. Pemakaian pelindung wajah tersebut dimaksudkan untuk
melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau
perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain,
termasuk tindakan bedah, persalinan dan perawatan gigi.
Jenis alat yang digunakan meliputi masker, kacamata atau pelindung wajah
digunakan sesuai kemungkinan percikan darah selama tindakan berlangsung.
Masker, kacamata dan pelindung wajah digunakan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu lapangan dan ketajaman pandangan.
Petugas yang melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh
darah dan cairan tubuh lainnya harus memperhatikan perlunya perlindungan
maksimal, lapangan pandangan dan kenyamanan kerja.
Petugas yang menggunakan masker dan kacamata/pelindung wajah akan
terlindung oleh infeksi yang ditularkan lewat darah/cairan tubuh lain serta infeksi
yang ditularkan lewat udara.

PENUTUP KEPALA
Tujuan pemakain penutup kepala adalah mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril dan juga sebaiknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari
percikan bahan-bahan dari pasien.
Pada keadaan tertentu misalnya pada saat tindakan bedah dan tindakan
persalinan petugas maupun pasien harus menggunakan penutup kepala yang
menutupi kepala dengan baik.

GAUN PELINDUNG ( Baju/celemek/schort)


Gaun pelindung atau jubah atau celemek merupakan salah satu pakaian
kerja. Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun
bedah, jas laboratorium dan celemek. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus
cairan dan bahan tidak tembus cairan.
Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari
kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat
mencemari baju atau seragam.
Dari berbagai aspek, gaun dibagi menjadi gaun yang kedap air dan gaun
tidak kedap air serta gaun pelindung steril dan non steril.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat
melakukan pembedahan, sedang gaun pelindung non steril (bersih) dipakai di
berbagai unit yang beresiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih
di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi.
Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat
dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang
hanya dapat dipakai sekali saja (disposable). Gaun pelindung kedap air dapat pula
dibuat dari bahan yang dapat dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai
ulang, seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai sebagai pelapis di bagian dalam
gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah tembusnya cairan tubuh
kepada pemakai.
SEPATU PELINDUNG (Sturdy foot wear)
Sepatu khusus digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang tertentu
misalnya: ruang bedah, gawat darurat, ruang Persallinan (VK), laboratorium,
petugas sanitasi. Sepatu hanya dipakai di ruang tersebut dan tidak boleh dipakai ke
ruang lainnya.
Tujuan pemakaian adalah melindungi kaki petugas dari tumpahan.percikan
darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan
telapak kaki dan tidak dianjurkan untuk menggunakan sandal atau sepatu terbuka.
Sepatu khusu sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan tahan tujukan
misalnya karet atau plastik.

3.3 PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN PASCA PAKAI


Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui
alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap
pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan kedalam jaringan
dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan
dilakukan melalui 4 (empat) tahap kegiatan, yaitu :
a. DEKONTAMINASI
Adalah menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran dari
suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan
sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
atau pengelolaan pencemaran lingkungan.
Tujuannya untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan
atau suatu permukaan benda, misalnya HIV, HBV dan kotoran lain yang
tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas maupun pasien.
Dekontaminasi menggunakan bahan desinfektan, yaitu suatu bahan
atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme
pada benda mati, dan tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa.
Dalam memilih cara dekontaminasi diperlukan 3(tiga) macam
pertimbangan, yaitu keamanan, efikasi (efektifitas) dan efisien. Keamanan
dan efektifitas merupakan pertimbangan utama. Di Indonesia yang sering
digunakan adalah larutan Chlorin dengan konsenstrasi 0,5% atau 0,05%
sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang
akan didekontaminasi, dengan cara merendam peralatan selama 10
menit.
b. PENCUCIAN
Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan
langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai
maka pada umumnya proses disinfeksi atau sterilisasi selanjutnya menjadi
tidak efektif. Kotoran yang tertinggal dapat mempengaruhi fungsinya atau
menyebabkan reaksi pirogen bila masuk ke dalam tubuh pasien.
Pada pencucian digunakan deterjen dan air. Pencucian harus
dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain, jaringan,
bahan organic dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan alat
tersebut.
Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah,
misalnya kursi roda, tensi meter, infuse pump, dsb., cukup dilap dengan
larugan deterjen, namun apabila jelas terkontaminasi dengan darah maka
diperlukan disinfektan.
c. Sterilisasi atau DTT
Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri dan
direkomendasikan pada peralatan yang kontak dengan darah atau
jaringan bawah kulit. Proses ini dapat dilakukan dengan uap panas
bertekanan tinggi (Autoclave) /secara fisik atau bahan kimia
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan Pemanasan basah
dengan mengguanakan uap panas bertekanan tinggi (Autoclave), s
terilisasi terjadi melalui koagulasi dan denaturasi protein, dengan susu
1210 Celcius selama 20-30 menit, dihitung sejak tercapainya suhu
1210Celsius., Pemanasan Kering (dryheat) menggunakan oven, sina
infra merah, steril terjadi melalui proses oksidasi dan denaturasi protein,
pemanasan dengan oven dibutuhkan panas setinggi 150 0-1700 Celsius
dengan waktu yang lebih lama dari autoclave. Sebagai gambaran untuk
mematikan spora dibutuhkan waktu 2jam dengan suhu 180 0Celsius,
Radiasi dengan menggunakan sinar Gamma, namun cara ini tidak sesuai
untuk sterilisasi skala kecil seperti di Rumah Sakit apalagi di Puskesmas,
Penyaringan/filtasi merupakan cara yang dipakai untuk larutan yang
tidak tahan panas seperti serum, plasma atau vaksin.
Sterilisai secara kimia yang sering digunakan adalah Larutan
Glutaraldehid 2% yang digunakan untuk merendam alat kesehatan
selama 8-10jam, dan Gas Etilen Oksida (ETO), adalah gas racun yang
efektif untuk dipakai sebagai bahan sterilisasi, dibutuhkan penghawaan
dengan siklus 16 jam.
d. PENYIMPANAN
Penyimpanan yang baik pada prinsipnya sama dengan sterilisasi
karena akan tetap menjamin peralatan tersebut steril. Cara penyimpatan
alat tersebut meliputi : Peralatan di bungkus, Pembungkusan peralatan
bertujuan untuk menjaga tetap sterilnya peralatan. Umur steril (shelf life)
peralatan sangant dipengaruhi oleh packing, handling, jumlah petugas
yang menangani packng, keberhasilan, kelembaban dan suhu
penyimpanan, selama peralatan masih terbungkus, semua alat steril
dianggap tetap steril, tergantung ada atau tidaknya kontaminasi.
Peralatan tidak dibungkus, Peralatan yang tidak dibungkuks harus
segera digunakan setelah dikeluarkan. Alat yang tersimpan pada wadah
steril dan tertutu apabila yakin tetap steril, paling lama 1 minggu, tetapi
kalau ragu-ragu harus disterilkan kembali.
Jangan menyimpan alat dalam larutan, misalnya scalpel dan jarum
penjahit luka. Simpanlah alat dalam keadaan kering. Mikroorganisme
dapat tumbuh dan berkembang biak pada larutan antiseptic maupun
desinfektan, sehingga dapat mengontaminasi alat dan menyebabkan
infeksi.

3.4 PENGELOLAAN JARUM DAN ALAT TAJAM


Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infek
HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan, sebagian besar disebabkan
kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat
tajam lainnya.
Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda
tajam harus digunakan sekali pakai (disposable used), dengan demikian jarum
suntik bekas tidak boleh digunakan lagi.
Perlu diperhatikan, ketika menggunakan jarum suntik atau benda tajam
lainnya, setiap petugas kesehatan bertanggung jawab atas jarum dan alat tajam
yang digunakan sendiri, yaitu sejak pembukaan kemasan, penggunaan,
dekontaminasi hingga ke penamppungan sementara yang berupa wadah tahan
tusukan. Untuk menjamin ketaatan prosedur tersebut maka perlu menyediakan
wadah limbah tajam/tempat pembuangan alat tajam di setiap ruangan.
Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada
saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam
tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum
suntik tersebut melainkan langsung saja dibuang ke tempat penampungan
sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi.
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam. Potensial menyebabkan
perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke dalam aliran darah. Untuk itu
perlu diperlukaan secara hati-hati dengan cara pembuangan yang aman, seperti,
menggunakan sarung tangan tebal pada saat membersihkannya, ditambah dengan
penggunaan kertas Koran dan kertas tebal untuk mengumpulkan dan meraup
pecahan gelas tersebut. Untuk membawa pecahan gelas dianjurkan dengan cara
membungkusnya dalam gulungan kertas yang digunakan untuk meraup sebelumnya
dan memasukkannya ke dalam kardus dan diberi label hati-hati pecahan kaca.

3.5 PENGELOLAAN LIMBAH DAN SANITASI RUANGAN


Secara umum limbah dapat dibedakan menjadi limbah cair dan limbah
padat. Limbah padat biasa disebut juga sampah, tidak semua sampah puskesmas
berbahaya. Petugas yang menangani sampah ada kemungkinan terinfeksi, terutama
disebabkan karena luka benda tajam yang terkontaminasi.
Limbah yang berasal dari puskesmas/sarana kesehatan secara umum
dibedakan atas :
1. Limbah rumah tangga, limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak
dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah,
sampah jenis ini dapat langsung dibuang melalui pelayanan pengelolaan
sampah kota.
2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah puskesmas/sarana kesehatan yang
berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh
pasien yang dikatagorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat
berpotensi menularkan penyakit. Limbah medis dapat berupa :
a. Limbah klinis: darah/cairan tubuh lainnya, mengandung darah kering
seperti perban, kassa dan benda-banda dari ruang tindakan, sampah
organik misalnya jaringan, potongan tubuh dan placenta, benda-benda
tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum jahit, pisau bedah,
tabung darah, pipet atau jenis gelas lainnya yang bersifat infeksius
(contoh : sediaan hapusan darah)
Cara penanggulangan limbah klinis : sebelum dibawa ke tempat
pembuangan akhir/pembakaran (Incenerator) semua jenis limbah klinis
ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna kuning, ikat
secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.
b. Limbah Laboratorium : limbah yang berasal dari laboratorium
dikelompokkan sebagai limbah beresiko tinggi.
Cara penanganan limbah laboratorium:
o Sebelum keluar dari ruang laboratorium dilakukan sterilisasi dengan
otoklaf selanjutnya ditangani secara prosedur pembuangan limbah
klinis
o Cara penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan
incenerasi
o Cara lain adalah menguburnya dengan metode kapurisasi
3. Limbah berbahaya, adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun.
Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan, obat-obatan sitotoksik
dan senyawa radio aktif.
BAB IV

DOKUMENTASI

Seluruh kegiatan kewaspadaan universal didokumentasikan dan dilaporkan


kepada penanggung jawab tiap-tiap unit dan dilaporkan ke tim PMKP.

Dokumen yang terkait instrumen monitoring pada tiap-tiap unit pelayanan dan
laporan kejadian infeksi.

Anda mungkin juga menyukai