PENDAHULUAN
1
Di negara berkembang, bronkopneumonia pada anak terutama disebabkan
oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan bronkopneumonia adalah
Streptococcuspneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus.
Bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsif
terhadap pengobatan dengan antibiotik betalaktam.5
Kelainan jantung bawaan dikelompokkan atas dua bagian yaitu PJB non
sianotik dan PJB sianotik. Sebenarnya sulit sekali menentukan penyebab PJB secara
tepat. Dapat disimpulkan tiga kelompok faktor etiologi PJB berikut: Faktor genetik;
Faktor lingkungan/eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat sebelum kehamilan 3
bulan (2%) Hipoksia pada waktu persalinan dapat mengakibatkan tetap terbukanya
duktus arteriosus pada bayi; interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan
(90%).6
Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus atas pasien dengan diagnosis
bronkopneumonia suspek penyakit jantung bawaan.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
DATA PASIEN AYAH IBU
Nama An. D Tn. S Ny. Y
Umur 10 bulan 49 tahun 45 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Jl. Cilik Riwut Km.8, Palangka Raya
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Buruh Tani Ibu rumah tangga
Penghasilan - Rp 1.000.000 -
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS
No. RM 21 12 21
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung OS, pada tanggal 3 Desember 2015, pukul
15.00 WIB.
3
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Keluhan Tambahan : Demam
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 10 jam SMRS OS datang dengan keluhan demam (+) dengan panas
yang mendadak tinggi dan tidak ada mengalami penurunan panas. OS tidak ada
meminum obat. Kejang (-) menggigil (-) berkeringat (-) mimisan (-) gusi berdarah (-)
muntah hitam (-), BAB hitam (-). OS juga dikeluhkan batuk berdahak (+) sudah 4
hari SMRS , dahak keluar sedikit, berwarna putih kekuningan, darah (-), batuk timbul
kadang-kadang dan disertai sesak napas (+) saat batuk.. Sesak yang dialami OS saat
batuk tampak hingga adanya tarikan pada dinding dada, sesak saat batuk kadang
sampai membuat bibir biru (+), sesak masih bisa diselingi dengan tangisan, sesak
tidak timbul bila OS berbaring, sesak hanya timbul saat OS batuk. Keluhan menyusu
yang sering terputus-putus disangkal. OS juga mengalami muntah (+) 1 kali 8 jam
SMRS. Muntah tidak menyemprot kuat. Isi muntah yaitu cairan beserta makanan dan
tanpa darah. Volume setiap kali muntah kurang lebih satu gelas aqua. Mencret (-),
BAK tidak ada keluhan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
OS baru pertama kali mengalami batuk berdahak seperti ini. Riwayat sesak
napas sebelumnya disangkal. Riwayat kebiruan pada bibir sebelumnya disangkal.
Riwayat aspirasi disangkal. Sulit makan atau minum/menetek terputus disangkal. OS
pernah di rawat inap di RSUD dr. Doris Sylvanus 2 bulan yang lalu karena diare
dengan dehidrasi sedang. OS pernah beberapa kali menggalami demam namun
sembuh dalam 3 hari dengan obat penurun panas. Tidak ada riwayat alergi obat atau
alergi makanan/susu sebelumnya, pengobatan paru disangkal.
5. Riwayat Kehamilan dan Antenatal
Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan sebulan sekali dan
Mendapatkan suplemen penambah darah dan vitamin. Tidak pernah menderita
penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat
trauma selama kehamilan disangkal, riwayat demam selama kehamilan disangkal. Ibu
pasien pada awal kehamilan asupan makan kurang, akan tetapi pada akhir kehamilan
nafsu makan Ibu membaik.
Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
4
6. Riwayat Persalinan
Tempat kelahiran : Ruang bersalin RSUD dr. Doris Sylvanus
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Pervaginam spontan
Masa gestasi : 38 minggu G5P4A0
Air ketuban : Ibu tidak tahu
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa
Langsung menangis : Tidak, badan kebiruan (+)
Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
Penyulit/ komplikasi : tidak ada
Kesan: Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan kurang sehat.
7. Riwayat Neonatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di ruang Perinatologi selama satu
minggu dikarenakan pasien saat lahir tidak segera menangis.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
o Berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir 47 cm.
o Berat badan sekarang 6,1 kg, panjang badan sekarang 64 cm.
Perkembangan
o Tiarap : 3,5 bulan
o Merangkak : 5 bulan
o Duduk : 7 bulan
o Berdiri :-
o Berjalan :-
o Saat ini : Pasien dapat mengucapkan kata “mama”, “papa” spesifik,
Dapat memegang kue dan memindahkannya ke tangan sebelahnya, dapat bertepuk
tangan bila dipimpin, tertawa bila diajak bercanda.
Kesan: Usia anak saat ini 10 bulan. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak
tidak terlambat dan sesuai dengan usia.
5
9. Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG 1 bln - - - - -
POLIO - - - - - -
HEPATITIS B Saat lahir - - - - -
DPT - - - - - -
CAMPAK - - - - - -
Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap
10. Riwayat Makan dan Minum Anak
Jenis Kualitas Kuantitas Umur
ASI Tiap ± 2 jam 0-6 Bulan
ASI + SF +MP ASI SF 1 sendok takar ASI / SF tiap ± 2 jam. 6 bulan - 9
dalam 50 ml air. Biskuit 1-2 x sehari, bulan
Biskuit, pisang pisang 1-3 x sehari.
ASI/SF + NASI Nasi + lauk seperti ASI/ SF tiap 2-3 jam 9 bulan –
LUNAK telur, ikan, ayam, atau Nasi lunak 2 x sehari, sekarang
tempe + sayur + kuah satu mangkok kecil
sering tidak habis
Kesan: Kualitas makanan baik dan kuantitas cukup
11. Silsilah/Ikhtisar Keturunan
Keterangan: = Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
6
12. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan Ibu pasien tidak mengalami hal yang serupa. Riwayat batuk-batuk
dan sesak napas pada orangtua pasien disangkal. Riwayat asma dan pengobatan paru
pada kedua orangtua disangkal.
13. Riwayat Sosial Lingkungan
Pasien dan orangtuanya tinggal di barak di KM.8 Cilik Riwut. Mereka hanya
tinggal bertiga, sedangkan kakak-kakak pasien tinggal di Jawa. Barak berukuran 8 x 5
m. Kamar tidur berjumlah 1, kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur dan terdapat
ruang keluarga. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak
dinyalakan pada siang hari. Jendela hanya terdapat di depan dan belakang rumah.
Letak rumah di dalam gang, tidak dipinggir jalan besar. Sehari-hari menggunakan
kipas angin setiap saat.
Ayah pasien merupakan seorang perokok, sehari satu-dua bungkus. Ayah
pasien sering merokok dirumah. Ayah pasien adalah seorang buruh tani, dengan
penghasilan perbulan rata-rata kurang lebih Rp.1.000.000,- per bulan. Ibu pasien
adalah seorang ibu rumah tangga dan tidak memiliki penghasilan sendiri. Ayah
menanggung nafkah 2 orang yaitu 1 orang istri dan 1 orang anak. Biaya pengobatan
ditanggung lewat BPJS.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah kecil tetapi sanitasi baik, pencahayaan baik dan
ventilasi cukup. Riwayat kebiasaan orang tua merokok dalam rumah. Riwayat
sosial ekonomi kurang.
7
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 Desember 2015, pukul 15.00 WIB
di Bangsal Flamboyan.
1. Keadaann Umum
Kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, sesak (+), tampak rewel (+)
2. Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan
Nadi : 126x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup
Laju nafas : 32x/menit
Suhu : 380 C (aksila)
3. Data Antropometri
Berat badan : 6,1 kg
Panjang badan : 64 cm
Lingkar lengan atas : 13cm
Lingkar kepala : 45cm
4. Kulit
Warna : normal
Sianosis : (-)
Hemangiom : (-)
Turgor : baik
Kelembaban : cukup
Pucat : (-)
Lain-lain : (-)
5. Kepala
Bentuk : normocephal
UUB : datar
UUK : datar
Lain-lain : (-)
Rambut: Warna : coklat
Tebal/tipis : tipis
Distribusi : merata
Alopesia : (-)
Lain-lain : (-)
Mata: Palpebra : cekung (-)
Alis, bulu mata: hitam
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Produksi air mata: cukup
Pupil: Diameter: 3/3 isokor
Simetris: simetris
Refleks cahaya: L +/+ TL +/+
Kornea : Jernih
8
Telinga : Bentuk : Normal
Sekret : (-)
Serumen : cukup
Nyeri : (-) Lokasi : (-)
Hidung: Bentuk : normal
Napas cuping hidung: (+)
Epistaksis : (-)
Sekret : (+) putih
Lain-lain : polip (-)
Mulut: Bentuk : normal, palatolabioskisis (-)
Bibir : pucat (-) sianosis (-)
Gusi : Mudah berdarah/tidak: tidak
Bengkak/tidak: tidak
Gigi-geligi : 2212 2122
2212 2122
Lidah: Bentuk : normal. Deviasi (-)
Pucat/tidak : tidak
Kotor/tidak : tidak
Tremor/tidak : tidak
Warna : merah muda
Faring: Hiperemi : (-)
Edema : (-)
Membran/pseudomembran: (-)
Tonsil: Warna : merah muda
Pembesaran : T1-T1
Abses/tidak : tidak
Membran/pseudomembran: (-)
6. Leher
Vena jugularis: pulsasi : tidak tampak
Tekanan : tidak meningkat
Pembesaran kelenjar leher : (-)
Kaku kuduk : (-)
Massa : (-)
Tortikolis : (-)
7. Thoraks
Dinding dada/paru
Inspeksi: Bentuk : normal
Retraksi : (+) supraclavicula, intercostae, epigastrium
Dispneu : (+)
Pernapasan : abdominotorakal
Palpasi : fremitus fokal +/+ Tidak ada hemitoraks yang
tertinggal
Perkusi : sonor
Auskultasi: Suara napas dasar : vesikuler
9
Suara napas tambahan: Rhonki + +
+ +
+ +
Wheezing - -
- -
- -
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis : tidak tampak
Palpasi : apeks : teraba di IC V midclavicula kiri
Thrill : (-)
Perkusi: Batas kanan : IC IV parasternalis kanan
Batas kiri : IC V midclavicula kiri
Batas atas : IC II parasternalis kanan
Auskultasi: Frekuensi : 126 X/menit, irama: reguler
Suara dasar : S1 S2 tunggal reguler
Bising : Murmur (-) Gallop (-) Derajat: (-)
Lokasi: (-)
Punctum max: (-)
Penyebaran: (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba membesar.
Tidak ada teraba masa lainnya, tidak ada ascites.
Perkusi : Timpani, kembung (-) shifting dullness (-)
9. Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Hangat +/+ +/+
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Gerakan Aktif Aktif
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
Klonus (-) (-)
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Sensibilitas (+) (+)
Tanda meningeal (-) (-)
10. Susunan saraf : Nervus Cranialis II, III, IV, VI, VII normal
I, V, VII, IX, X, XI, XII normal
10
11. Genitalia : Perempuan, normal
12. Anus : Normal. Eritema (-), lecet (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
11
E. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pemeriksaan Status Gizi
Data Antropometri Pemeriksaan Status Gizi
Anak perempuan 10 bulan Pertumbuhan persentil anak menurut WHO
Berat badan 6,1 kg adalah sebagai berikut:
Tinggi badan 64 cm BB/U= < Persentil 3 = (Gizi buruk
menurut berat badan per umur)
TB/U = 64/71,5 x 100% = 89,5% (Mild
Stunting menurut tinggi badan per umur
Pelletieer)
BB/TB = < Persentil 15 = (Gizi kurang)
Kesan: Anak perempuan 10 bulan, status gizi
kurang.
12
F. DAFTAR MASALAH
Anamnesis:
Terdapat sesak, demam dan batuk
Pemeriksaan fisik:
Terdapat berat badan per umur buruk, berat badan per tinggi badan kurang,
panjang badan per umur mild stunting, sekret pada hidung, napas cuping
hidung, bibir kadang sianosis, dispneu, terdapat ronkhi basah kasar pada
kedua lapang paru, retraksi dada di supraclavicula, intercostae dan
epigastrium.
Pemeriksaan penunjang:
Terdapat leukosit 19.480/ul. Pada pemeriksaan thoraks foto, terdapat bercak
infiltrat pada lapang paru atas kiri dan kanan dengan kesan adanya
bronkopneumonia.
G. DIAGNOSIS BANDING
Bronkopneumonia
Bronkiolitis
Bronkitis akut
Gizi kurang
13
Penyakit Jantung Bawaan
H. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia + suspek penyakit jantung bawaan + gizi kurang
I. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- IVFD D5 ¼ ns 20 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x250 mg
- Inj. Gentamicin 2x15 mg
- Inj. Methilprednisolone 3x6,25 mg
- Nebulizer NaCL 3%, Ventolin, NaCL 3%
- Paracetamol drop 3 x 0,8 cc
- Puyer batuk 3x1
- Ataroc 2x1,5 ml
- O2 NK bila sesak muncul 1-2 lpm
2. Nonmedikamentosa
- Rawat inap
- Diet bubur saring atau susu formula via NGT
- Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit pasien, komplikasi penyakit
- Konsul jantung
- Awasi sesak
J. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
K. SARAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
- Pemeriksaan serologi
- Pemeriksaan fungsi paru
- EKG
- Echocardiografi
14
L. PERJALANAN PENYAKIT
Terlampir
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
15
3.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011)
3.3 ETIOLOGI
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al.,
2011):
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda :
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
16
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
3.4 KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =
CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
17
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
3.5 PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu,
atau bila virulensi organisme bertambah. Invasi bakteri ke parenkim paru
menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular
(bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. (Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan seperti histamine dan prostaglandin dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
18
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
3.6 MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada
awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-
bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub
kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal
yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
19
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal
lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya
akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat
dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun
rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
20
3.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil
yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru,
cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete,
2013).
3.10 KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).
3.11 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al.,
2011)
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
21
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan à amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan
berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan
antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
22
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai
hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).
DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (9 Marert 2013)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI
3.3 ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen
penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
g. Usia
h. Status imunologis
i. Status lingkungan
j. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
k. Status imunisasi
l. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan
strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
23
meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,
pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita
pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae,
Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.
Sumber: Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in Infants and
Children. Am Fam Physician 2004.
24
3.4 KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih
relevan. 4
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
25
3.5 PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana
beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis
pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga
cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah
masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh
perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2
26
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi
proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut
stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena
akan tetap normal.4
27
dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama
dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus
menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau
lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan
yang luas dan kaverna tidak teratur.1
28
3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
4. Pemeriksaan serologis
29
titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji
serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan
infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia
memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan
pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau
virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
30
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata
dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram
sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 4
3.9 DIAGNOSIS
Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit,
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Sianosis
31
- Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit,
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
3.10 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3
hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat
dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20
mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
32
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia
tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai
lama terapi antibiotik yang optimal
33
ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah
tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x
BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada
penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan
jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan
yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu
diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
3.11 PROGNOSIS
BAB IV
DISKUSI KASUS
34
pasien sesak napas. Sesak napas bronkopneumonia, gejala fisik
sebelumnya didahului dengan biasanya didahului dengan adanya
demam dan batuk. ISPA. Pada kasus ini, terdapat gejala
- Ayah dan ibu pasien tidak ISPA terlebih dahulu seperti batuk,
mengalami gejala yang sama demam, dan baru kemudian terjadi
seperti pasien, Pasien dan sesak napas. Batuk pada
orangtuanya saat ini tinggal satu bronkopneumonia anak dapat disertai
rumah dengan dahak, awalnya batuk kering
- Ayah pasien merokok dan kemudian menjadi berdahak.
mempunyai kebiasaan merokok di Kemudian ada pula gambaran infeksi
lingkungan rumah umum seperti demam, malaise dan
anak menjadi rewel. Pada kasus ini,
terdapat gejala infeksi umum maupun
infeksi dari saluran pernapasan.
Ayah pasien sering merokok di
lingkungan rumah, hal ini
menyebabkan pasien sering terpajan
polusi atau asap dari rokok tersebut,
dimana terpajannya polusi atau asap
merupakan faktor resiko terjadinya
bronkopneumoni.
Pemeriksaan Fisik
- Pada pemeriksaan fisik yang - Dari pemeriksaan fisik yang
didapat saat awal pasien masuk didapatkan dapat dilihat bahwa pasien
yaitu pada tanda vital suhu tubuh mengalami demam. Pasien juga
meningkat 38°C dan pernapasan terlihat sesak. Ronkhi basah halus
yang cepat pada kedua lapang paru dapat
- Pada pemeriksaan antropometri, menunjukkan gejala kearah
didapatkan berat badan pasien bronkopneumoni. Demam dan ronkhi
menurut umur dibawah rata-rata pada kasus ini menandakan adanya
dan berat badan per tinggi badan infeksi pada jaringan paru, sementara
pasien kurang sesak napas yang terjadi dikarenakan
- Pada pemeriksaan fisik lainnya reaksi inflamasi pada bronkus dan
35
didapatkan ronkhi basah kasar (+) kemudian lumen bronkial terisi
pada kedua lapang paru eksudat.
- Pada pemeriksaan antropometri
menandakan adanya status gizi
kurang.
Pemeriksaan Penunjang
(Laboratorium dan Rontgen Thoraks)
- Pada pasien didapatkan hasil Pada pneumonia bakteri didapatkan
laboratorium: leukositosis yang berkisar antara
Leukosit 19.480/ul 15.000 – 40.000 / mm3 dengan
- Pada pemeriksaan rontgen thorax: predominan PMN. Kadang-kadang
Infiltrate paracardial (+), sillhoute sign terdapat anemia ringan dan laju endap
(+), COR CTR <0,56 darah ( LED ) yang meningkat.
Kesan: Bronchopneumonia Namun penyebab dari pneumoni pada
pasien ini belum dapat ditentukan jika
hanya melihat dari hasil laboratorium
dan masih memerlukan pemeriksaan
penunjang lainnya yang lebih
spesifik.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks
ditemukan kelainan seperti di atas.
Pada bronkopneumoni gambaran
yang akan didapat yaitu berupa bercak
– bercak infiltrat halus yang dapat
meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial. Hal ini sesuai dengan
gambaran foto thorax pada pasien
dimana menunjukan adanya bercak
infiltrat di pericardial.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15.
EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal
554.
37
4. Garna H, Nataprawira HM. 2012 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak.ed.4, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RS Hasan Sadikin.
Bandung.
6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi
6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 1999. hal: 695-705.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pneumonia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010;250-4.
3. Djoko W, Indri H, Ika W. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Anak
Usia Bawah Lima Tahun (BALITA) Rawat Jalan Di Puskesmas I Purwareja
Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004. Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik,
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2008: 2. Diakses dari :
http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/3._Pak_djoko.pdf
38
4. Achmad G. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Klasifikasi Pneumonia Pada
Balita Di Puskesmas Gilingan Kecamata Banjarsari Surakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2010: 23-8. Diakses dari :
http://eprints.uns.ac.id/112/1/167360309201012321.pdf
6. Hariyanto, Didik. Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap Anak
RSUP Dr.M.Djamil Padang Januari 2008 – Februari 2011. Bagian Ilmu Kesahatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil, Padang. Sari
Pediatri: Vol. 14, No. 3, Oktober 2012
39