PAnduan Mutu Kecil EdIntan Juli1
PAnduan Mutu Kecil EdIntan Juli1
PENDAHULUAN
1
program peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress, yang disusun sebagai
acuan bagi pengelola RS Royal Progress dalam melaksanakan upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip
upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi
dengan indikator mutu.
2
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
3
serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat
minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di
Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu
pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk
memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi
direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan,
Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan
“Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit
menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang
tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan
utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari
pembayaran langsung oleh pasien.
4
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat
lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program
pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini
baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS
dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua
negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya
hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat
tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang
masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan
pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem
kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO
untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu
negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu
pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku
tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht,
negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan
Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO
5
telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus
untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya,
namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan
bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat
masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan
mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini
banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia
mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli
dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa
kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang
menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai
standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk
masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan
juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan
pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan
berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan
6
(performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara
yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun
ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991
telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan
yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta
setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula
dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan
Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam
monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada
CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian
pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat
mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah
mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada
tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang
berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada
tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di
Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan
penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu
melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya
penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
7
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu
(Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah
mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang
dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah
mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada
beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam
penerapannya sering ada perbedaan.
8
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RS ROYAL PROGRESS
9
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RS Royal
Progress dan masyarakat konsumen.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
10
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan 3 variabel, yaitu :
1). Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain.
Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan
kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2). Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan
interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu
yang penting.
3). Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit
kerja/rumah sakit.
4). Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk
kepuasan dari konsumen tersebut.
RS Royal Progress adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RS Royal Progress menyangkut berbagai fungsi pelayanan,
serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RS Royal
Progress mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
11
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis
maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu,
RS Royal Progress harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin
peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Royal Progress diawali
dengan penilaian akreditasi RS Royal Progress yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RS
Royal Progress harus menetapkan standar input, proses, output, dan
outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah
ditetapkan. RS Royal Progress dipacu untuk dapat menilai diri (self
assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada
latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RS Royal Progress
yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome).
Tanpa mengukur hasil kinerja RS Royal Progress tidak dapat diketahui
apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik
pula. Indikator RS Royal Progress disusun dengan tujuan untuk dapat
mengukur kinerja mutu RS Royal Progress secara nyata.
12
masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan RS Royal Progress akan menjadi lebih baik.
Di RS Royal Progress upaya peningkatan mutu pelayanan adalah
kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-
baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan RS Royal
Progress akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RS Royal Progress termasuk
pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu
asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan
efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak
berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau
mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari
upaya peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Royal Progress
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif
yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan yang diberikan di RS Royal Progress berdaya guna dan berhasil
guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Royal Progress
13
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan RS Royal Progress secara efektif dan efisien
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS Royal Progress
melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh
dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu RS Royal Progress meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan
kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Royal Progress maka
disusunlah strategi sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan
prinsip mutu pelayanan RS Royal Progress sehingga dapat
menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-
masing unit kerjanya.
14
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RS Royal Progress , serta upaya meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di RS Royal Progress, termasuk di
dalamnya menyusun program mutu RS Royal Progress dengan
pendekatan PDCA cycle.
15
telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah
sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
16
Gambar 2. Diagram Tulang Ikan
17
D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan
oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit “siklus
Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan
secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer
untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus
tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di
seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya,
harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
18
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA
19
Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
20
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau
Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak
menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para
karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
21
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
22
timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang
tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor
penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi
yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
23
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil
kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
24
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
Indikator :
Kriteria :
Standar :
• Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
• Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
sangat baik.
25
• Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai
atau mutu.
26
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara
mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
27
BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU
28
• Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RS Royal progress melalui pelatihan yang disesuaikan.
• Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien melalui laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
• Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan (dalam rapat evaluasi
triwulan) dan setiap akhir tahun (dalam laporan tahunan).
29
C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
30
o Instalasi Farmasi
o Instalasi Laboratorium
o Instalasi Radiologi
o Instalasi Rehabilitasi Medik
o Instalasi Gizi
o Unit Pelayanan Darah
o IPSRS
o Instalasi Rawat Jalan
o Instalasi Rawat Inap
o Instalasi Kamar Operasi
o Instalasi UGD
o Instalasi ICU
o Panitia PPI
o Panitia Ponek
o Panitia K3
o Pelayanan TB
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Royal Progress secara berkala
(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan
prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di Royal Progress
• Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator kunci yang
sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit.
Indikator kunci ini direview setiap tahun dan diganti apabila perlu.
31
Pemilihan ini didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan
panitia mutu dan keselamatan pasien.
• Kriteria pemilihan indikator kunci adalah:
o Proses utama yang kritikal
o Proses risiko tinggi
o Proses yang cenderung bermasalah
32
o Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data
indikator dan dilaporakan dalam laporan triwulan panita PMKP.
o Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator kunci.
• Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat
bagaimana data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan
pengumpulan data kembali oleh individu yang berbeda.
33
Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RS Royal Progress antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan.
Alat-alat tersebut meliputi Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)
34
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan
35
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan
melakukan perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi efek
yang mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke
pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
36
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
• Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi
apabila ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu
dan manajerial serta pengelolaan insiden.
• Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam
setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis). Proses yang dipilih adalah proses
dengan risiko tinggi.
37
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
38
BAB VII DAFTAR
PUSTAKA
39