LAPORAN KASUS
PAPIL ATROFI
Disusun oleh:
Menyetujui,
Pembimbing, Pendamping,
ii
DAFTAR ISI
COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II LAPORAN KASUS 5
3.1 Anatomi 16
3.2 Definisi 17
3.3 Patofisiologi 21
3.4 Penyebab 21
3.5 Gambaran Klinik 21
3.6 Diagnosis 22
3.7 Tatalaksana 22
3.8 Pencegahan 23
3.9 Komplikasi 23
DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I
PENDAHULUAN
Saraf optik berisi sekitar 1,2 juta akson dari sel-sel ganglion dari retina.
Akson memiliki selubung myelin yang disediakan oleh oligodendrosit Nervus
3
optikus berperan untuk mempertahankan tajam penglihatan, penglihatan warna,
lapang penglihatan dan sensitivitas kontras.1,2,3,4
Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan
degenerasi saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir suatu proses patologik yang
merusak akson pada sistem penglihatan anterior. Atropi papil dapat bersifat primer
atau sekunder. Atropi papil tidak terjadi dengan segera tetapi umumnya terjadi 4-6
minggu setelah terjadinya kerusakan akson.5 Atrofi papil menyebabkan
hilangnya sebagian akson perifer dengan menurunnya akson sentral sehingga
tajam penglihatan sentral berkurang. 3,4,5,6
Di Amerika menurut penelitian Tielsch dkk prevalensi kebutaan akibat
atropi papil adalah 0,8%. Menurut penelitian Munoz dkk prevalensi gangguan
penglihatan dan kebutaan akibat atropi papil adalah 0,04% dan 0,12%. Atropi
papil bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu tanda dari berbagai proses
penyakit, sehingga morbiditas dan mortalitasnya sangat tergantung pada
penyebabnya. Atropi papil lebih banyak dijumpai pada orang Afrika Amerika
(0,3%) dibanding pada kulit putih (0,05%). Atropi papil dapat terjadi pada wanita
2
dan laki-laki, dan dapat terjadi pada semua umur. Gejala atrofi papil meliputi
perubahan papil dan penurunan fungsi visual. Perubahan fungsi visual antara lain
penurunan ketajaman penglihatan, penurunan penglihatan perifer, dan buta warna.
Gejala bisa sangat ringan dengan gangguan visus dan lapang pandang yang sangat
ringan ( hidden visual loss ) sampai hilangnya visus dan lapang pandang secara
total.3 Beberapa kemungkinan penyebab atrofi papil antara lain neuritis optikus,
Leber's hereditary optic atrophy, neuropati toksik dan nutrisional, glaukoma,
kelainan vaskular, trauma, dan kelainan sitemik lainnya. Penatalaksanaan atrofi
papil saraf optikus tergantung pada penyakit yang mendasari.
BAB II
LAPORAN KASUS
4
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat : Mengger Girang RT 002/008 Bandung
Status : BPJS
No. Rekam Medik : SA-185121
Tanggal masuk : 12 Februari 1977 (11.00 WIB)
DPJP : dr. Agung Santosa, SpM, MH.Kes
2.2. Anamnesis
Sumber informasi : Autoanamnesis
Keluhan utama : Penglihatan buram
5
SpO2 : 99%
Suhu : 36,80 C
Visus Perifer
Konfrontasi test + di semua kuadran + di semua kuadran
Proyeksi sinar baik baik
6
Persepsi warna
Merah tidak dilakukan tidak dilakukan
Hijau tidak dilakukan tidak dilakukan
Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Pasangannya dalam batas normal dalam batas normal
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak Mata
7
Gerakan dalam batas normal dalam batas normal
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Permukaan rata rata
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Injeksi Konjungtiva tidak ada tidak ada
Injeksi Siliar tidak ada tidak ada
8
Subkonjungtiva
Hematom tidak ada tidak ada
Sklera
Warna putih putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
Kornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus dalam batas normal dalam batas normal
Permukaan rata rata
Sensibilitas tidak dilakukan tidak dilakukan
Keratoskop tidak dilakukan tidak dlakukan
Flourescen Test tidak dilakukan tidak dlakukan
Arcus Zenilis tidak ada tidak ada
Iris
Warna coklat kehitaman coklat kehitaman
Bentuk bulat bulat
Sinekia anterior tidak ada tidak ada
Sinekia posterior tidak ada tidak ada
Pupil
Ukuran 3 mm 3 mm
Letak sentral sentral
Bentuk bulat bulat
Reaksi terhadap
Cahaya Langsung (+) melambat (+) melambat
Cahaya tak langsung (+) melambat (+) melambat
Konvergensi + +
Lensa
Kejernihan jernih jernih
Letak sentral sentral
Corpus vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan
9
2.3.4.3 Pemeriksaan Segmen Posterior
10
Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Tekanan intraokuler normal normal
Konjungtiva bulbi dalam batas normal dalam batas normal
Konjungtiva palpebra dalam batas normal dalam batas normal
Konjungtiva forniks dalam batas normal dalam batas normal
Sub konjungtiva dalam batas normal dalam batas normal
Sklera dalam batas normal dalam batas normal
Kornea dalam batas normal dalam batas normal
Camera oculi anterior dalam dalam
Iris cokelat kehitaman cokelat kehitaman
Pupil dalam batas normal dalam batas normal
Lensa jernih jernih
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan
FUNDUSKOPI :
11
2.6 Tatalaksana
Cendolyteers eye drop 3x2 tetes dalam sehari
2.7 Edukasi
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
\
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual.
Sebagaimana halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun
secara fisik terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang
paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan
beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama)
retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang
lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel
ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini
berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian
tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis
depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus
optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma
optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing masing mata akan bersilangan
13
dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk
dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus
refleks pupil.
kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal
dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang
bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang
pandang atas.
14
Gambar 3. Radiatio Optika
superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang
Secara umum saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf
kribrosa, bagian laminar yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian
total melalui serat aksonal dan dipantulkan kembali oleh kapiler pada permukaan
15
disk, sehingga menimbulkan warna kuning-merah muda sebagai karakteristik disk
optik sehat. Akson yang tidak memiliki optik yang baik, menyebabkan
Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf
optikus (optic disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka
bagian retina ini tidak dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya
bagian ini disebut juga sebagai blind spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm.
pemeriksaan funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah
warna, batas, cup-discratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan
yang menyebabkan degenerasi atau destruksi saraf optikus. Secara klinis keadaan
16
ini dikenal sebagai pucatnya papil akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler
serta akson dan selubung myelin saraf seperti yang terlihat pada pemeriksaan
funduskopi. Atrofi optik bisa sangat ringan dengan gangguan visus dan lapang pandang
yang sangat ringan ( hidden visualloss ) sampai hilangnya visus dan lapang pandangan
secara total.
masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%. Atrofi nervus optikus bukanlah suatu
morbiditas dan mortalitas pada atrofi optik tergantung pada etiologi. Berdasarkan
ras, atrofi nervus optikus lebih menonjol pada orang kulit hitam (0,3%)
dibandingkan dengan kulit putih (0,05%). Tidak ada kecenderungan jenis kelamin
tertentu terhadap angka kejadian atrofi nervus optikus. Sedangkan dari segi umur,
17
3. Artrofi sirkulasi: merupakan neuropati optik iskemik diamati
etambutol, sulfonamid).
5. Atrofi demielinasi pada penyakit seperti multiple sclerosis dan
penyakit Devic.
6. Atrofi tekanan atau traksi pada penyakit seperti glaukoma dan
papil edema.
7. Atrofi post inflamasi pada penyakit seperti neuritis optik,
orbital.
8. Neuropati optik Trauma: trauma dapat mengakibatkan avulsi saraf
Pada nervus optikus terdapat sebanyak 1.2 juta akon yang berasal dari
lapisan retina. Akson- akson pada nervus optikus ini terdiri atas serabut bermielin
oligodendrit dan bila terjadinya kerusakan pada akson ia tidak akan regenerasi
18
Atrofi optic merupakan tanda utama kerusakan pada sel- sel ganglion
retina. Kerusakan dapat terjadi pada mana- mana bagian dari sel neuron, yaitu dari
badan sel sehingga ke bagian sinapsnya pada badan genikulatum lateral. Atrofi
optik tidak terjadi secara mendadak dimana diperlukan 4- 6 minggu dari waktu
Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang
Penurunan visus
penyebabnya.
19
Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaukoma, iskemia papil
kedua mata, khas pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan
bagian temporal kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder
Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada
dapat terjadi pada iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma dan
kelainan korteks .
1.7. Diagnosis5,6
pasien dan kemungkinan faktor risiko yang diderita pasien. Selain itu dapat pula
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi
20
pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang
disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang
memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan
bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina.
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
21
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika
terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan
pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diantaranya :
scar.
Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
otak
Penyakit atau kelainan pada batang otak
Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare
relatif jaras aferen pupil/RAPD (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan
dinamakan tes penyinaran secara alternatif (swinging test), dimana bila mata yang
perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit, konstraksi kedua pupil
berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi.
diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.
Terdapat dua macam atrofi optik (atrofi papil) yaitu atrofi optik primer dan
22
1. Atrofi papil primer
Atrofi optik primer, disebut juga atrofi simpleks yaitu hilangnya serabut
saraf optik dengan gliosis yang minimal karena tidak didahului peradangan diskus
optikus atau papil edema. Pada atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya
tegas dan pembuluh darah berkurang. Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi
nervus optikus atau khiasma optikum (misalnya pada tumor hipofisis). Secara
Selalu ditemukan sedikit proliferas sel-sel glia astrosit dan bertambahnya jaringan
kolagen.
Atrofi sekunder juga terjadi akibat lanjut dari papiledema misalnya pada pasien
yang menderita tekanan tinggi intracranial yang lama. Pada atrofi sekunder, warna
papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Terjadi akibat peradangan akut atau
lesi vaskuler saraf optic yang terletak dekat dengan bola mata serta menimbulkan
23
reaksi aktif sel glia dan mesenkim dekat papil. Degenerasi yang terjadi terisi oleh
proliferasi astrosit, jaringan ikat atrofi dan ditemukan pembuluh darah yang
menghilang.
Myopic cresent
menyelamatkan visus. Peran steroid intravena terbukti dalam kasus neuritis optik
atau neuropati optik iskemik anterior arteritic. Diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dapat membantu pasien dengan neuropati toksik dan bersifat
kompresif.
24
Idebenone, analog kuinon, telah digunakan baru-baru ini dalam beberapa
kasus Leber neuropati optik untuk memperbaiki jaring sintesis ATP dengan
Deteksi awal adanya inflamasi atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan
terjadinya atrofi. Pasien yang secara genetic berisiko menderita leber’s hereditary
oksidan lainnya serta menghindari paparan terhadap zat beracun dan mencegah
nutritional.
Pengobatan dini dan intensif pada neuropati optik akibat nutrisi dapat
memberikan pasien dengan visus mendekati normal. Tapi setelah cadangan nutrisi
habis terjadi perubahan kecil akibat hilangnya serat saraf dimana menyebabkan
Deteksi dini adalah kunci karena kita tidak dapat menggantikan akson
mati. Degenerasi dan atrofi papil saraf optic merupakan keadaan yang bersifat
penyebab.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu penyakit mata . Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
2. Rashmin Gandhi, MBBS, FRCS(Edin), FRCS(Glasg). Optic atropy.
Diunduh pada tanggal 17 Januari 2017
http://emedicine.medscape.com/article/1217760-followup#showall.
3. Khurana A.K. Neuro-ophthalmology, chapter 12, in comprehensive
ophthalmology, fourth edition. New Delhi: New Age International Limited
Publisher; 2007, p. 301-303.
4. Optic atrophy. Diunduh pada tanggal 17 Januari 2017
http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy
5. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke
17. Jakarta: EGC; 2010. h. 263-283
6. Cooper T. Compressive optic neuropathy. Diunduh pada tanggal 20
Januari 2017 www.emedicine.com/oph/topic167.htm
7. Haddad W. Intraocular anatomy. Diunduh pada tanggal 20 Januari 2017
www.eyeweb.org/anatomy.htm
8. Montgomery TM. Anatomy, and pathology of the human eye. Diunduh
pada tanggal 20 Januari 2017 http://www.tedmontgomery.com/the-
_eye/optcnrve.html
9. Lanning B. Kline, MD ; Neuro opthalmology ; American Acedemy of
Opthalmology section 5.2008- 2009; p87
26
10. Cribaillet CD. Optic atrophy type 1.Diunduh pada tanggal 22 Januari 2017
.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1248/?report=printable
11. Optic atrophy. Di unduh pada tanggal 22 Januari 2017
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/tranorm.jsp/
requestURL=/healthatoz/Atoz/ency/optic_atrophy.jsp.
27