VARIKOKEL
NIM : 1102008307
Pembimbing
dr.Hengkinarso Subekti,Sp.U
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas
segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga saya dapat melaksanakan tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Pusat.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna dalam pembuatan
referat ini. Oleh karena itu, saya menerima saran dan kritik untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga
referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
(Penulis)
2
VARIKOKEL
A. DEFINISI VARIKOKEL
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15%
pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria dan
didapatkan 21 – 41% pria yang mandul menderita varikokel.
B. EPIDEMIOLOGI VARIKOKEL
3
Umumnya prevalensi dari varikokel pada populasi laki-laki dewasa adalah sekitar
15%. Prevalensi varikokel adalah 30-40% pada pria dengan infertilitas primer dan 50-
80% pada pria dengan infertiliras sekunder. Akan tetapi tidak semua pasien varikokel
mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan sekitar 20 – 50% didapatkan gangguan
kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis.
C. ETIOLOGI VARIKOKEL
Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan terpelintirnya vena
spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis
kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira – kira 300). Sudut ini,
bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan
drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri
menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 90 0). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8
– 10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatika interna kanan, yang
berarti sisi kiri 8 – 10 cm memiliki kolom hidrostatik yang lebih panjang dengan
peningkatan tekanan dan relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal.
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri mesenterika
superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri iliaca
comunis dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga
menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.
4
memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena
spermatika.
Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup yang protektif
terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan pada sisi kiri
yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendukung gagasan ini, ia menemukan
tidak adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri dibandingkan
dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini,
namun, dari studi radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa
26.2% pasien dengan katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa
anatomis kini bahkan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena
spermatika sisi kanan maupun kiri.
D. PATOGENESIS VARIKOKEL
Mekanisme Patofisiologi
5
Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari
subfertilitas yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral,
termasuk peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral,
refluks renal, metabolit adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin.
Disfungsi Bilateral
Seperti aspek lainnya dari varikokel, penyebab disfungsi testikular bilateral disamping
varikokel unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada
pria dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti
dan MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan
pada pria dengan oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana
0.60C lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol
dkk dan Green dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular
bilateral dan peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat
varikokel artifisial unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel
tersebut dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur.
Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA polimerase dan enzim
DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan suhu optimal kira-
kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid berkisar antara 340C.
Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari varikokel akibat
inhibisi 1 atau lebih dari enzim – enzim yang penting. Trauma hipertermi konsisten
dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan dari
biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti
menemukan adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan varikokel.
Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari
vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat – derivat dari ginjal atau adrenal
dapat menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin),
maka dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak
6
mensuport teori ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F,
adrenomedulin (vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan
varikokel. Metabolit lainnya seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak
ditemukan. Beberapa penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak
mengubah/mempengaruhi spermatogenesis.
Hipoksia
Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan
gradien oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia
diantara vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena
dengan olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan
penurunan tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki
“atrophy pattern” muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan ini,
tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang
dilakukan percobaan pada binatang.
Gonadotoksin
Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek
samping yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya
memiliki insiden 2 kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki
varikokel setidaknya 10 kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan
dengan pria varikokel yang tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor
pada patogenesis varikokel. Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai
penyebab apoptosis, ditemukan secara signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih
tinggi dan penurunan spermatogenesis pada pria dengan varikokel daripada pria dengan
varikokel dengan normal spermatogenesis atau obstruktif azoospermia.
E. KLASIFIKASI VARIKOKEL
Derajat 1 varikokel teraba saat pasien berdiri dan manuver valsava berulangkali
7
Derajat 2 varikokel terlihat saat pasien berdiri dan manuver valsava sekali saat
berbaring varikokel tidak tampak.
Derajat 3 variokel teraba dan terlihat jelas saat pasien berdiri tanpa manuver
valsava. Saat berbaring varikokel tidak terlihat jelas.
Derajat 4 varikokel terlihat jelas baik pasien berdiri maupun duduk seringkali
disertai nyeri.
G. DIAGNOSIS VARIKOKEL
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.
8
Anamnesa
Pada pemeriksaan dasar kelainan di dalam skrotum terlebih dahulu harus dijawab tiga
pertanyaan:
Apakah kelainan jelas terbatas di sebelah atas. Kelainan yang tidak terbatas di sebelah
proksimal biasanya merupakan hernia inguinalis, sedangkan bila kelainan terbatas di
sebelah atas, pasti terdapat suatu kelainan di dalam struktur skrotum.
Apakah kelainan bersifat kistik atau padat. Kista kecil kadang tidak menunjukkan
fluktuasi, sedangkan tumor padat yang lunak sekali dapat memberi kesan adanya
fluktuasi. Yang menentukan ialah pemeriksaan transiluminasi karena cairan jernih selalu
bersifat tembus cahaya.
Pertanyaan menyangkut letak dan struktur anatomin kelainan yang harus diperiksa secara
palpasi. Skrotum terdiri atas kulit yang membentuk kantung yang mengandung funikulus
spermatikus, epididimis, dan testis. Karena untuk spermatogenesis testis membutuhkan
suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh kulit skrotum tipis sekali tanpa jaringan
lemak di subkutis, yaitu lapisan isolasi suhu. Keadaan ini memungkinkan palpasi ketiga
struktur di dalam skrotum secara teliti. Anulus inguinalis selalu dapat diraba di dinding
perut bagian bawah. Funikulus spermatikus dapat ditentukan karena keluar dari anulus
inguinalis eksternus. Sebaiknya pemeriksaan funikulus bilareral sekaligus untuk
membandingkan kiri dengan kanan. Di dalam funikulus dapat diraba vas deferens karena
sebagian besar dindingnya terdiri atas otot. Prosesus vaginalis di dalam funikulus pada
anak mungkin teraba seperti lapisan sutra, yang mungkin menjadi tanda diagnostik untuk
hernia inguinalis pada anak. Struktur lain di dalam funikulus adalah pembuluh arteri dan
vena serta otot kremaster yang sukar diraba sendiri, kecuali bila didapatkan bendungan
pleksus pampiniformis yang merupakan varikokel.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak,
untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi
9
kebiruan dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus
dipalpasi, dengan valsava manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang dapat diraba
dapat dideskripsikan sebagai “bag of worms”, walaupun pada beberapa kasus didapatkan
adanya asimetri atau penebalan dinding vena.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan
auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat
mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli
seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen
pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma
(tapered).
10
H. Pemeriksaan Penunjang
Angiografi/venografi
Positif palsu/negatif
Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan
kontras medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan
menggunakan kanul menuju vena testikular kanan.
11
Left testikular venogram
Ultrasonografi
12
Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk
menemukan bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi
92.7%.
Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel. Jika
meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel
intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis tubular.
I. PENATALAKSANAAN VARIKOKEL
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya
melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang
telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan
indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Teknik Operasi
13
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Teknik yang paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena
lewat kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau
subinguinal, laparoskopik, dan microkroskopik varikokelektomi.
14
2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)
Fasia M. External oblique secara hati – hati disingkirkan untuk mencegah trauma N.
ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique ditutup
dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkutikuler.
15
3. Teknik Laparoskopik
Komplikasi
Perdarahan
Infeksi
Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6 bulan
postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)
17
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)
Komplikasi
Hidrokel
Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit
18
5. Teknik embolisasi
Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan lokal anestesi.
Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan
atau vena jugularis kanan.
Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.
Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka.
19
Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.
Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV terblok,
kemudian kateter dapat dikeluarkan.
Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk mencapai
hemostasis.
Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama
beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini mencapai
95%.
20
Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
22