Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

GII P1001 A0 USIA KEHAMILAN 18-19 MINGGU


DENGAN BLIGHTED OVUM

Oleh:
Putu Frydalyasa Yudhi A.
NPM: 16710165

Pembimbing:
dr. Aminuddin, Sp.OG (K), MM.Kes

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD DR. MOH SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Judul
“GII P1001 A0 Usia Kehamilan 18-19 Minggu Dengan Blighted Ovum”

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

dr. Aminuddin, Sp.OG (K),MM.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai

kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kasus dengan judul “GII

P1001 A0 Usia Kehamilan 18-19 Minggu Dengan Blighted Ovum.” Laporan kasus

ini penulis susun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Obstetri dan

Ginekologi RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, tentu tak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.

Aminuddin, Sp.OG (K),MM.Kes selaku pembimbing SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.

Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus

ini sehingga masih jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap

laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembacanya khususnya rekan rekan sejawat

dokter muda yang sedang menjalani stase di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD

dr. Moh. Saleh Probolinggo. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan

agar kedepannya laporan kasus ini bisa lebih sempurna.

Penulis memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat beberapa kesalahan

dalam laporan kasus ini. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.

Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Probolinggo, 4 Agustus 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................ i


Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................... iii
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
Daftar Gambar ................................................................................................ v
Bab I Pendahuluan ....................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................ 3
A. Definisi ................................................................................................ 3
B. Epidemiologi ...................................................................................... 3
C. Etiologi ............................................................................................... 4
D. Periode Embrionik ............................................................................. 6
E. Patofisiologi ....................................................................................... 7
F. Gejala dan Tanda ................................................................................ 9
G. Diagnosis Banding ............................................................................. 10
H. Diagnosis ............................................................................................ 11
I. Pencegahan ......................................................................................... 13
J. Penatalaksanaan ................................................................................. 14
K. Komplikasi ......................................................................................... 16
L. Prognosis ............................................................................................. 17
Bab III Laporan Kasus Status Pasien .......................................................... 19
Bab IV Analisa Kasus .................................................................................. 31
Bab V Kesimpulan ..................................................................................... 37
Daftar Pustaka ................................................................................................ 38

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penyebab terjadinya abortus ..................................................... 4


Gambar 2.2 Patofisiologi blighted ovum ....................................................... 8
Gambar 2.3 Gambaran anembrionik kantong gestasional,
transvaginal USG ...................................................................... 10
Gambar 2.4 Kecurigaan klinis dalam kegagalan fase awal kehamilan ......... 11
Gambar 2.5 (a) Blighted ovum; (b) Kehamilan normal ................................ 14
Gambar 2.6 Penatalaksanaan blighted ovum ................................................ 17

v
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan di usia kehamilan muda yaitu usia kehamilan ≤ 20 minggu,

sering dikaitkan dengan adanya abortus, kehamilan ektopik, kehamilan mola

hidatidosa, dan kehamilan anembrionik (blighted ovum). Blighted Ovum (BO)

merupakan suatu kelainan pada kehamilan yang baru terdeteksi setelah

berkembangnya ultrasonografi, yang pada mulanya diperkirakan sebagai abortus

biasa (Prawirohardjo, 2010).

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine mulai

sejak konsepsi dan berakhirnya permulaan persalinan. Masa kehamilan dimulai dari

konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya kehamilan normal 280 hari (40 minggu

atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama hadi terakhir. Kehamilan dibagi

dalam 3 trisemester, yiatu trisemester pertama dimulai dari hasil konsepsi sampai 3

bulan, trisemester kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, trisemester ketiga dari

bulan ketujuh sampai 9 bulan (Khumaira, 2012).

Blighted ovum adalah kehamilan tanpa janin yang hanya terdiri dari kantong

gestasi (kantong kehamilan) dan air ketuban saja (Sukarni, 2014). Blighted ovum

bisa terjadi sangat awal kehamilan atau sebelum kebanyakan wanita mengetahui

kehamilan mereka. Tanda-tanda kehamilan seperti periode tidak menstruasi atau

terlambat dan bahkan tes kehamilan positif, sehingga sering dianggap kehamilan

normal (Prine, 2011).

Blighted ovum sering dijumpai pada kehamlan trisemester I, terjadi akibat

kegagalan mudigah. Kelainan ini mungkin juga terjadi karena perkembangan

mudigah terhenti sebelum dapat terdeteksi dengan USG. Sekitar 50-90% abortus

1
yang terjadi pada kehamilan trisemester I disebabkan oleh kehamilan blighted

ovum, dan seringkali berhubugan dengan kelainan kromosomal (Prawirohardjo,

2010).

Kejadian abortus merupakan kejadian yang sering terjadi namun

masyarakat masih menganggap abortus sebagai kasus yang biasa. Komplikasi

abortus yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain perdarahan dan infeksi.

Perdarahan yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan anemia, sehingga dapat

memberikan risiko kematian. Infeksi juga dapat terjadi pada pasien yang

mengalami abortus dan menyebabkan sepsis, sehingga dapat berakibat kematian

pada ibu (Prawirohardjo, 2010).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Blighted ovum atau kehamilan anembrionik merupakan kehamilan

patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi

tetap terbentuk. Di samping, mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut

terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan yang baru terdeteksi setelah

berkembangnya ultrasonografi (Prawirohardjo, 2010).

Blighted ovum merupakan kehamilan tanpa janin (anembryonic

pregnancy), jadi hanya ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air

ketuban saja (Sukarni, 2014).

B. Epidemiologi

Berdasarkan SKDI 2012 rata-rata angka kemarian ibu (AKI) tercatat

mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu

yaitu perdarahan (27%), eklamsia (23%), infeksi (11%), lain-lain (39%) (Profil

Kesehatan Indonesia, 2012). Perdarahan dibagi menjadi perdarahan pada

kehamilan muda, perdarahan pada kehamilan lanjut, dan perdarahan persalinan

serta perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pada kehamilan muda

disebabkan oleh arbotus, kehamilan ektopik, dan kehamilan mola hidatidosa,

blighted ovum (kehamilan anembrionik).

Sekitar setengah dari kejadian abortus yang terjadi diakibatkan

karena embrio tidak berkembang sejak dari awal kehamilan (anembryonic

pregnancy/blighted ovum). Sedangkan lima puluh persen sisanya terjadi pada

abortus dengan perkembangan abnormal zigot, embrio, fetus, atau plasenta.

3
Gambar 2.1 Penyebab terjadinya Abortus (Cunningham, 2014)

Studi penelitian di RSUD Karanganyar didapatkan kasus blighted

ovum terdiri dari 62 kasus dan meningkat pada tahun 2014 Januari-Oktober

sebanyak 70 kasus. Penelitian membuktikan bahwa tindakan kuretase dapat

memperbaiki keadaan ibu sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan sesuai

harapan (Sari, 2015).

C. Etiologi

Etiologi blighted ovum yaitu kelainan kromosom, infeksi TORCH,

rendahnya kadar Beta HCG, faktor imunologis, radiasi, dan faktor usia.

Blighted ovum menjadi penyebab sekitar 50% keguguran trimester pertama

dan biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom. Tubuh wanita

mengakui kromosom abnormal pada janin dan secara alami tidak mencoba

untuk melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi

bayi yang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan yang abnormal sel,

atau kualitas sperma atau sel telur yang buruk (Prine, 2011).

4
Faktor terjadinya blighted ovum sama dengan faktor resiko

terjadinya abortus spontan di usia ibu 20-30 tahun (9-17%), usia 35 tahun

(20%), usia 40 tahun (40%), usia 45 tahun (80%). Riwayat aborsi sebelumnya

dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali sebesar 20%.

Pemanjangan waktu ovulasi hingga implantasi berhubungan dengan kematian

janin hal ini disebabkan oleh terjadinya pembuahan terhadap ovum tua yang

menyebabkan transportasi dari tuba terlambat atau dari abnormal uterus dalam

menerima implantasi. Berat badan ibu dengan BMI 18.5 meningkatkan resiko

infertilits dan abortus spontan. 1/3 hasil konsepsi dari terjadinya abortus

spontan terjadi saat atau sebelum usia kehamilan 8 minggu berupa blighted

ovum yang disebabkan dari kelainan kromosom, atau paparan dari terartogen

(Shekoohi, 2013).

Secara umum bahwa kelainan kromosom sebanyak 50%

menyebabkan aborsi pada trimester pertama. Yang paling umum disebabkan

dari kelainan kromosom dapat perpindahan timbal balik (62%), translokasi

robertsonian (16%), inversi (16%), delesi (3%), dan duplikasi (8%)

(Moshtaghi,2016). Penelitian dilakukan pada 68 pasangan dengan riwayat

abortus spontan (dua atau tiga kali keguguran berturut-turut) dengan trimester

pertama usia kehamilan dan blighted ovum. Dalam populasi yang diteliti,

frekuensi aborsi spontan berulang (blighted ovum) jauh lebih jelas dalam

perkawinan sedarah (68,5%) dari pernikahan bukan sedarah (31,5%),

didapatkan frekuensi translokasi kromosom yang seimbang pada pasangan

dengan riwayat aborsi spontan berulang dan didiagnosis blighted ovum dengan

USG (Shekoohi, 2013).

5
D. Periode Embrionik

Periode embrio berlangsung selama 8 minggu setelah pembuahan

atau 10 minggu setelah periode menstruasi terakhir, walaupun secara klinis,

usia kehamilan bisa ditentukan sesuai menstruasi tersebut. Ini adalah periode

organogenesis dan saat malformasi muncul (Lucie M & Michiel C., 2005).

Bukti sonografi pertama kehamilan adalah kantung gestasional yang

semakin menebal. Kantung ini yang mana merupakan rongga chorionic yang

mengandung cairan anechoic yang dikelilingi oleh cincin ekogenik yang

mewakili trofoblas dan sel decidua. Dengan ultrasound transvaginal dapat

mengidentifikasi kantung tersebut pada kehamilan 4 minggu dan 3 hari gestasi

dengan diameter rata-rata 2 sampai 3 mm (Lucie M & Michiel C., 2005).

Kantung kuning telur (yolk sac) adalah struktur pertama yang

terlihat dengan kantung gestasi, yang mengkonfirmasi adanya kehamilan

intrauterine. Yolk sac terlihat dengan ultrasound transvaginal saat diameter

kantung kehamilan rata-rata 5 sampai 6 mm dan harus divisualisasikan bila

diameter kantung kehamilan rata-rata lebih besar dari atau sama dengan 8 mm

(Lucie M & Michiel C., 2005).

Amnion adalah membran tipis yang mengelilingi embrio dan benar-

benar diselimuti oleh echogenic chorion yang tebal. Amnion itu tipis dan sulit

divisualisasikan dan paling terlihat bila tegak lurus terhadap sinar ultrasound.

Amnion tumbuh dengan cepat selama kehamilan antara 12 sampai 16 minggu

masa kehamilan. Embrio dapat diidentifikasi dengan ultrasound transvaginal

yang kecil 1 sampai 2 mm. Pada 5 sampai 7 minggu, baik embrio dan kantung

kehamian berkembang 1 mm tiap harinya. Adanya aktivitas jantung yang

6
bersebelahann dengan yolk sac mengindikasikan embrio hidup namun embrio

masih tidak terlihat sampai berukuran 5 mm. Dari 5 sampai 6 minggu,

normalnya denyut jantung embrio kurang dari 100 kali per menit. Selama 3

minggu berikutnya, terjadi peningkata yang cepat hingga 180 kali per menit

(Lucie M & Michiel C., 2005).

E. Patofisiologi

Proses awal kehamilan blighted ovum terjadi sama pada kehamilan

umumnya. Sel telur dibuahi oleh sel sperma, kemudian terjadi penggabungan

pronukleus. Hari ke-4 setelah fertilisasi terbentuk menjadi blastosit yang

dilapisi trofoblas. Trofoblas akan memicu produksi hormon-hormon

kehamilan termasuk hormon hCG. Pemeriksaan tes kehamilan positif dan

kehamilan klinis akan terjadi (Prawirohardjo, 2010). Namun, oleh karena

berbagai penyebab, sel telur yang sudah dibuahi tidak dapat berkembang

dengan sempurna dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun

demikian, plasenta akan tetap tertanam dalam rahim dan menghasilkan

hormone hCG dimana hormon ini akan memberikan sinyal ke ovarium dan

otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam

rahim. Hormon hCG menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamila seperti

mual, muntah, dan tes kehamilan positif (Cunningham, 2014).

Kehamilan blighted ovum terjadi penurunan hormon kehamilan

(progesterone, estrogen, dan hCG). Penurunan tersebut dapat terjadi karena

beberapa faktor penyebab. Kasus blighted ovum dilakukan pemeriksaan

menggunakan USG ditemukan gestasional sac, yolk sac, dan tidak ditemukan

embrio di dalam gestasional sac. Hal ini disebabkan kegagalan perkembangan

7
embrio pada 6-7 minggu pasca fertilisasi. Blighted ovum dapat terjadi

pengeluaran darah dari vagina (Prawirohardjo, 2010).

Fertilisasi

Blastocyst bernidasi di endometrium, (blastocyst


terbentuk 3-5 hari setelah fertilisasi

Blastocyst terlapisi oleh trofoblas

Setelah trofoblas terbentuk, terdapat peningkatan


hormone hCG

Tes kehamilan positif

Respon tubuh terhadap kehamilan abnormal Penurunan hormon hCG


proses plasentasi berhenti

Terjadi perdarahan pervaginam, nyeri perut

Pemeriksaan USG 1. Tidak ditemukan embrio


2. Terdapat kantung kehamilan

Blighted ovum

Gambar 2.2 Patofisiologi blighted ovum


(Sumber: Prawirohardjo,2010; Cunningham, 2014)

Dalam penegakkan diagnosisnya dibutuhkan gambaran

ultrasonografi. Jika tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan terus

berkembang tetapi akan terjadi abortus spontan pada minggu ke 14 sampai 16.

Lebih dari 80 persen dari aborsi spontan terjadi dalam 12 minggu pertama

kehamilan. Dengan kehilangan pada trisemester pertama, kematian embrio

atau janin hampir selalu didahului ekspulsi spontan. Kematian biasanya

8
disertai dengan perdarahan ke dalam desidua basalis. Hal ini diikuti oleh

nekrosis jaringan yang berdekatan dan merangsang kontraksi rahim dan

eksplusi (Cunningham, 2014).

F. Gejala dan Tanda

Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala

dan tanda-tanda mungkin termasuk, yaitu periode menstruasi terlambat, kram

perut, minor vagina atau bercak perdarahan, tes kehamilan positif pada saat

gejala, ditemukan setelah akan terjadi keguguran spontan dimana muncul

keluhan perdarahan, hampir sama dengan kehamilan normal, gejala tidak

spesifik, tidak sengaja ditemukan dengan USG (Sukarni, 2014).

Gejala penderita dengan blighted ovum (anembryonic pregnancy)

menyerupai keguguran pada umumnya. Keluhan antara lain berupa keluar

bercak darah akibat berkurangnya kadar hormon, dan keluhan kehamilan akan

berkurang. Jika mulai terjadi proses keguguran atau sirkulasi fetus dan villi

korialis mulai tidak stabil, sekitar usia 10 minggu, dan dapat terjadi perdarahan

intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri dan abortus komplit. Pada

pemeriksaan dengan inspekulo, ostium uteri bisa tertutup (yang didiagnosis

dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus inkomplit) (Prawiroardjo,

2011).

Untuk blighted ovum pada awal kehamilan berjalan baik dan normal

tanpa ada tanda-tanda kelainan. Kantung kehamilan terlihat jelas, tes

kehamilan urine positif. Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG

pada usia kehamilan memasuki 6-7 minggu (Sukarni, 2014).

9
Gambar 2.3 Gambaran anembrionik kantong gestasional, transvaginal USG
(Sumber: Cunningham, F.G et al., 2010)

G. Diagnosis Banding

Kegagalan fase awal kehamilan mungkin ditunjukkan dengan

perdarahan pervagina dan atau nyeri perut. Diagnosis banding termasuk

abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion)

dan missed abortion. Yang juga bisa kemungkinan terjadi kehamilan

anembrionik (blighted ovum) atau matinya embrio. Diagnosis banding lainnya

yaitu kehamilan ektopik terganggu (KET) dan kehamilan mola (Lucie M &

Michiel C., 2005).

Diagnosis matinya embrio dengan sonografi bisa ditunjukan dengan

tidak adanya aktivitas jantung pada embrio, bila menggunakan USG

transvaginal tidak adanya aktivitas jantung pada embrio lebih dari 5 mm, atau

9 mm bila dengan USG transabdominal (Lucie M & Michiel C., 2005).

Diagnosis sonografi transvaginal dari blighted ovum sudahdia pasti

bila diameter kantung kehamilan (gestasional sac) rata-rata melebihi 8 mm

tanpa adanya yolk sac atau diameter kantung kehamilan rata-rata melebihi 16

10
mm tanpa adanya embrio. Bila transabdominal, ukuran gestasional sac

melebihi 20 mm tanpa adanya yolk sac atau 25 mm tanpa adanya embrio adalah

diagnostik dari blighted ovum (Lucie M & Michiel C., 2005).

Gambar 2.4 Kecurigaan klinis dalam kegagalan fase awal kehamilan


(Sumber: Lucie M & Michiel C., 2005)
H. Diagnosis

1. Anamnesis

Terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan

(morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut,

bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium

hasilnya positif. Tanda dan gejala lain seperti nyeri perut, adanya bercak

perdarahan saat memasuki usia kehamilan 6-8 minggu, bertambahnya ukuran

rahim yang lambat (Anne J, 2016).

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

11
Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu

pemeriksaan dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada

pemeriksaan darah hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi,

dan pada tes urin pada hari 12-14 hari. Produksi hormon ini akan menjadi 2

kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan mencapai jumah tertinggi pada kehamilan

usia 8-11 minggu lalu menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi

lebih dini dapat dicurigai terjadinya anembryonic pregnancy (Traci C.J, 2017).

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Blighted ovum dapat didiagnosa dengan pemeriksaan ultrasonografi

(USG) dimana pada gambarannya tidak didapatkan adanya fetal pole

(gambaran manifestasi pertama fetus dan terlihat sebagai penebalan pada tepi

yolk sac selama awal kehamilan) dengan USG transvaginal maupun

transabdominal (Knipe H.,2016).

Diagnosis blighted ovum ditegakkan pada usia kehamilan 7-8

minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak

berkembang atau pada diameter 25 mm yang tidak disertai adanya gambaran

mudigah. Kantong gestational dapat terlihat dengan USG mulai usia kehamilan

5-7 minggu, dengan mean sac diameter 8 mm di usia kehamilan 4-5 minggu

(Patel, 2014).

Bila pada saat USG pertama didapatkan gambaran seperti ini perlu

dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur

mudigah atau kantung kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah

mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai blighted ovum

(Prawirohardjo, 2010).

12
Kehamilan anembrionik digambarkan dengan tidak ditemukannya

yolk sac dalam mean sac diameter ≥ 13 mm, atau tidak adanya embryonic pole

dalam mean sac diameter ≥ 20 mm, atau tampilan dengan amnion yang kosong

(Gariepy, 2012).

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Blighted ovum; (b) Kehamilan normal

I. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya anembryonic pregnancy, maka dapat

dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH,

imunisasi rubella pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit

disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan

kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan

merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin

dan membiasakan pola hidup sehat (Anne J.,2016).

Beberapa pasangan akan mencari uji genetik jika beberapa kerugian

awal kehamilan terjadi. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu waktu,

dan jarang akan seorang wanita pengalaman yang lebih dari satu. Kebanyakan

13
dokter menyarankan pasangan menunggu setidaknya 1-3 siklus menstruasi

yang teratur sebelum mencoba untuk hamil lagi setelah semua jenis keguguran

(Prine, 2011).

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk mengatasi kehamilan

dengan blighted ovum adalah dengan melakukan D & C (Dilatation and

Curetage), meski beberapa penelitian tidak merekomendasikan D & C. Hal ini

diyakini bahwa tubuh wanita mampu mengeluarkan jaringan sendiri dan tidak

ada kebutuhan untuk prosedur bedah invasif dengan risiko komplikasi.

Dilakukan pemeriksaan patologi memeriksa jaringan untuk menentukan

penyebab keguguran (Prine, 2011).

a. Expectant management

Dengan waktu yang adekuat (sampai 8 minggu), expectant management

berhasil mencapai ekspulsi komplit pada sekitar 80% kasus. Berdasarkan

data yang ada, expectant management lebih efektif pada kasus yang

simptomatik (adanya keluar jaringan dari jalan lahir atau hasil USG dengan

abortus inkomplit) dibandingkan dengan kasus yang asimptomatik.

Pasien dengan tatalaksana ini mungkin akan mengalami perdarahan

sedang-berat dan nyeri. Kepada pasien harus dijelaskan kapan harus

mencari pertolongan jika adanya perdarahan banyak dan juga antinyeri

harus diberikan. Lakukan USG ulang untuk melihat apakah sudah terjadi

ekspulsi komplit. Kriteria ekspulsi komplit adalah tidak adanya kantong

gestasi (gestational sac) dan ketebalan endometrium kurang dari 30 mm.

14
b. Medical management

Jika pasien ingin mempercepat terjadinya ekspulsi komplit namun lebih

memilih menghindari operasi, tatalaksana menggunakan misoprostol

(analog PGE) dapat digunakan. Syaratnya adalah pasien juga memenuhi

kriteria pasien untuk expectant management (tidak ada infeksi, perdarahan,

anemia berat, bleeding disorder). Misoprostol telah diteliti untuk

tatalaksana early pregnancy loss dan dapat mengurangi tingkat kuretase

sebanyak 60%. Pasien yang ditatalaksana menggunakan misoprostol ini

harus dijelaskan kapan harus mencari pertolongan terkait dengan

perdarahan dan mungkin akan mengalami nyeri perut berat. Antinyeri

harus diberikan. Penjelasan mudah pada pasien mengenai jumlah

perdarahan yang banyak adalah dua pembalut ukuran besar penuh darah

dalam satu jam dan terjadi terus menerus selama 2 jam.

Kontra indikasi dari pemberian misoprostol adalah hemodinamik

tidak stabil, adanya gejala dari infeksi pelvis dengan atau tanpa sepsis,

suspek mola atau kehamilan ektopik, kadar hemoglobin ≤ 9.5 g/dL, riwayat

permasalahan dengan koagulopati atau riwayat penggunaan obat anti

koagulan, alergi terhadap prostaglandin. Pemberian antibiotik diberikan

sebagai tindakan profilaksis. Setelah semua tindakan perlu di pantau

adanya perdarahan, demam/ menggigil, mual-muntah dari pasien akibat

dari tindakan yang telah diberikan (Gariepy, 2012).

c. Surgical Management

Terapi operatif telah menjadi pendekatan tradisional untuk pasien dengan

early pregnancy loss. Pasien dengan perdarahan, hemodinamik tidak stabil,

15
atau dengan tanda-tanda infeksi harus ditatalaksana secara urgen dengan

operasi. Terapi operatif juga lebih diutamakan pada situasi lainnya seperti

adanya komorbiditas medik seperti anemia berat, bleeding disorder,

penyakit kardiovaskular.

Dulunya, terapi operasi dilakukan hanya dengan kuret tajam. Namun

penelitian saat ini menunjukkan suction curretage lebih baik dibandingkan

kuret tajam.

K. Komplikasi

Komplikasi blighted ovum menurut Rukiyah (2010) yaitu:

1. Perdarahan

Perdarahan yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan anemia, sehingga

dapat memberikan risiko kematian. Perdarahan dapat diatasi dengan

pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi. Kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada

waktunya.

2. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada blighted ovum,

tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada

abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan

antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebar jauh, terjadilah peritonitis

umum atau sepsis dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

3. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan

infeksi berat (syok endoseptik).

16
Perdarahan pervaginam Pemeriksaan USG

Diagnosis blighted ovum

Terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase

Berhasil Tidak berhasil

Penatalaksanaan post Terdapat sisa hasil konsepsi


kuretase

Observasi perdarahan

Kuretase ulang

Komplikasi

Robekan serviks Perforasi uterus Perdarahan akibat Infeksi


atonia uteri

Penjahitan serviks Hentikan Tatalaksana Antibiotik


kuretase atonia uteri

Rencanakan
program laparatomi

Gambar 2.6 Penatalaksanaan blighted ovum


(Sumber: Prawirohardjo, 2010; Mochta, 2013)

M. Prognosis

Prognosis dubius ad bonam apabila dengan pemeriksaan penunjang

tidak didapatkan komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan, perforasi,

infeksi dan syok. Walaupun menurut data statistik masih ada kemungkinan

17
terjadinya kehamilan dengan blighted ovum berulang sebesar 3-5% pasangan

karena kelainan genetik, 20-25% karena faktor defek pada luteal. Tetapi

beberapa penelitian mengungkapkan mengkonsumsi asam folat dan

multivitamin dapat menurunkan resiko terjadinya kelainan kongenital. Hal ini

dikarenakan asam folat merupakan antioksidan berfungsi untuk menangkal

radikal bebas serta menekan zat karsinogenik dan meningkatkan kualitas

sperma (Tremellen, 2015).

18
BAB III

LAPORAN KASUS STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. W

Umur : 32 Tahun

Nama Suami : Tn. B

Umur : 44 Tahun

Alamat : Jl. Sunan Kudus RT 4

Pekerjaan Pasien : Ibu rumah tangga

Pekerjaan Suami : Pegawai swasta

Pendidikan Pasien : SD

Agama : Islam

Masuk Tanggal : 16 Juli 2017

Keluar Tanggal : 18 Juli 2017

Pemeriksaan tanggal : 17 Juli 2017

B. Anamnesa

Keluhan Utama : keluar darah dari kemaluan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Kandungan dr. Mohammad Saleh Probolinggo

dengan keluhan keluar darah sejak kemarin (11/7/2017) dan flek-flek dari

vaginanya sejak 1 minggu yang lalu (5/7/2017). Darah yang keluar berwarna

merah segar tidak disertai adanya gumpalan darah. Tidak ada keluhan nyeri

pada perut bagian bawah. Keluar gumpalan daging disangkal. Keluhan tidak

disertai adanya pusing, nyeri kepala, dan keputihan. BAB dan BAK tidak ada

19
keluhan. Makan dan minum tidak ada keluhan. Keluhan mual dan muntah

disangkal. Pasien mengatakan kemarin (11/7/2017) sudah USG di Dokter

Spesialis Kandungan di luar rumah sakit dinyatakan kehamilan tidak

berkembang. Kemudian dilakukan USG ulang oleh Dokter Spesialis

Kandungan di Poli Kandungan pada saat itu didapatkan gambaran kantung

gestasional kosong tanpa adanya janin didalamnya dan ditegakkan diagnosa

Blighted Ovum dan disarankan untuk melakukan kuretase. Pasien setuju dan

dielektifkan untuk dilakukan kuretase.

Pasien saat ini sedang hamil anak kedua usia kehamilan 18-19 minggu.

Pasien mengetahui kehamilan saat terlambat haid 3 minggu, diperiksakan

dengan testpack hasilnya positif. Selama kehamilan tidak ada keluhan mual

ataupun muntah. Sebelum adanya perdarahan pasien merasa kehamilannya

tidak ada keluhan dan pasien belum pernah melakukan pemeriksaan USG pada

usia kehamilan trimester pertama karena merasa kehamilannya tidak ada

keluhan. Pasien merasa perutnya semakin membesar, sehingga semakin yakin

akan kehamilannya.

Tanggal 16/7/2017 pukul 16.30 WIB pasien datang ke ruang nifas melati

RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo menyatakan siap untuk dioperasi dan

perdarahan di vagina hanya sedikit. Tidak didapatkan nyeri perut, pusing (-),

mual/muntah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Keluhan yang sama sebelumnya disangkal

- Keguguran disangkal

- Hipertensi disangkal

20
- Diabetes mellitus disangkal

- Riwayat asma disangkal

- Hepatitis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Diabetes mellitus disangkal

- Hipertensi disangkal

- Asma disangkal

- Penyakit jantung disangkal

Riwayat Alergi : mie instan, obat (-)

Riwayat Psikososial : Merokok (-), Alkohol (-)

Riwayat Menstruasi :

- Menarche : usia 13 tahun

- Haid : teratur

- Siklus : 28 hari

- Durasi : 7 hari

- Banyak : 3x ganti pembalut dalam sehari

- Dismenore : disangkal

- Flour albus : disangkal

- HPHT : 28 Februari 2017

- Tafsiran persalinan : 6 November 2018

Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali, lama menikah 17 tahun

Riwayat Kehamilan : GII P1001 A0

I : 11 tahun/ perempuan/ hamil 9 bulan/ 2500g/ Spontan Bracht/

dukun/hidup/sehat

21
II : Hamil ini

Riwayat Antenatal care :

- Periksa kehamilan 1x ke Bidan saat usia kehamilan 1 bulan

- Tekanan darah normal

- Berat badan belum naik selama kehamilan

Riwayat kontrasepsi : Pil KB selama 2 tahun

Riwayat imunisasi : Belum pernah suntik TT saat hamil ini

Riwayat Ginekologi : Kista (-), mioma (-), abortus (-)

Kelainan lain :

- Nafsu makan : Normal

- Berat Badan : 65 kg, Tinggi Badan : 153 kg

- Buang Air Besar : Dalam batas normal

- Buang Air Kecil : Dalam batas normal

- Sesak :-

- Berdebar-debar :-

- Pusing :-

- Mata Kabur :-

- Epigastric pain :-

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital :

- GCS : E4V5M6

- Gizi : Baik

22
- Tensi : 100/80 mmHg

- Nadi : 72x/menit

- Suhu : 36,7oC

- Pernapasan : 20x/menit

Status Generalis :

- Kepala : normocephal, rambut hitam lurus, tumor (-)

- Mata : Konjungtiva : anemis (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Pupil : bulat, isokor (+/+) reflek cahaya

(+/+)

- Leher : Struma : (-)

JVP : (-)

Pembesaran limfonodi (-)

- Thorax : Bentuk simetris (+), retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Payudara : payudara membesar, colostrum (-/-), hiperpigmentasi

(+/+), puting menonjol (+/+)

- Abdomen : supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), tidak ada

sikatriks, hepar dan lien tidak teraba

- Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-)

- Genetalia eksterna: Flek darah (+)

Status Obstetri :

- Muka : Choleasma gravidarum: (-)

23
Exopthalmus: (-)

- Leher : Struma (-)

- Thorax : Mamae: payudara membesar, colostrum (-/-),

hiperpigmentasi (+/+), putting menonjol (+/+)

- Abdomen :

- Inspeksi : sikatrik (-), dinding perut datar, linea nigra (-), striae

gravidarum (-)

- Palpasi : nyeri tekan (-), TFU: 3 jari diatas simpisis pubis

- Auskultasi : DJJ tidak dapat dievaluasi

- Genetalia Eksterna:

- Flour : (-)

- Perdarahan : (-)

- Perineum : Cicatrix (-)

- Anus : Haemorrhoid externa: (-)

Status Ginekologi

- Abdomen :

- Inspeksi : perut datar, tidak tampak menegang/membuncit, tidak

terdapat sikatriks

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), TFU 3 jari di atas simpisis pubis

- Pemeriksaan Dalam : Vaginal Touch

- Vulva vagina : pembengkakan (-), daging tumbuh (-), fluksus (-),

perdarahan (-)

- Ruggae vagina : licin, massa (-)

24
- Portio : licin, lunak, ostium uteri externa tertutup, massa (-

), nyeri goyang (-)

- Flek darah (+), Lendir (-), Fluksus (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Darah Lengkap

Hematokrit 39 % 36-46 %
Hemoglobin 14 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 9.310/ mm3 4.000-11.000
Trombosit 294.000/mm3 150.000-
350.000/mm3
Eritrosit 4,7 juta/mm3 4,1 juta – 5,1
juta/mm3
HbsAg Negatif (-) -

USG :

Hasil USG oleh dr. SpOG:

Gestational Sac (+)


25
Fetal Pole (-), tidak tampak massa intrauterine

Yolk sac (-)

Kesan: GII P1001 A0 umur kehamilan 18-19 minggu dengan Blighted ovum

E. Assessment

GII P1001 A0 umur kehamilan 18-19 minggu dengan Blighted ovum

F. Planning

IVFD Ringer Laktat 20 tpm

Inj. Cefazole 1gram i.v

Misoprostol Tab. 2 tab per vagina

Pro Dilatasi & Kuretase

H. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

Follow up

17 Juli 2017 (pre op) Pukul 09.00 WIB

S/ Masih ada flek darah sedikit, tidak ada nyeri perut, pasien sudah puasa dari

kemarin malam, pro operasi D&C

O/ KU : cukup

Kesadaran : composmentis

Tanda vital : Tensi : 100/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit

RR : 20 x/menit

26
Suhu : 36,70C

Kepala/Leher : a/i/c/d: -/-/-/-

Thorax : pulmo: vesikuler (+/+), cor: S1 S2 reguler

Abdomen : supel, peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat

Status lokalis

I : perut tampak datar, perdarahan pervagina (-)

P : nyeri tekan (-)

A/ G2P1001Ab0 umur kehamilan 18 minggu dengan Blighted ovum

P/ Dilatasi dan Kuretase

Rencana D&C tanggal 17 Juli 2017, persiapan:

- Informed consent

- Konsultasi spesialis anestesi dan spesialis jantung

- Cek laboratorium kimia darah dan urin lengkap

- Puasa minimal 6 jam sebelum tindakan

- Pasang infus RL

17 Juli 2017 (post op) Pukul 13.00 WIB

S/ Telah dilakukan kuretase pukul 11.00 WIB, tidak ada keluhan, nyeri perut (-),

pusing (-), mobilisasi miring (-), flatus (-)

O/ KU : lemas

Kesadaran : composmentis

Tanda vital : Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

27
Suhu : 36,60C

Kepala/Leher : a/i/c/d: -/-/-/-

Thorax : pulmo: vesikuler (+/+), cor: S1 S2 reguler

Abdomen : supel, peristaltik (+), nyeri tekan (-), TFU tidak teraba

Extremitas : akral hangat

Pervagina : lochea rubra (+)

A/ P1001Ab0 post D&C a/i Blighted ovum (hari ke-1)

P/ Tx:

- Infus RL 20 tpm

- Inj. Santagesik 3x1

- Inj. Cefotaxime 2x1

- Inj. Ondancentron 3x1

- Kaltrop suppositoria 3x1

Mx: TTV, keluhan, perdarahan pervagina

Edukasi: Mobilisasi perlahan, makan dan minum tidak ada pantangan

18 Juli 2017 Pukul 06.00 WIB

S/ Masih ada gumpalan darah yang keluar saat kencing, namun tidak banyak

hanya sedikit, kencing berwarna agak kemerahan, nyeri perut (-), flatus (+),

mobilisasi baik, BAB/BAK baik, nafsu makan baik.

O/ KU : cukup

Kesadaran : composmentis

Tanda vital : Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit

28
RR : 20 x/menit

Suhu : 36,60C

Kepala/Leher : a/i/c/d: -/-/-/-

Thorax : pulmo: vesikuler (+/+), cor: S1 S2 reguler

Abdomen : supel, peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : akral hangat

Pervagina : lochea rubra (+)

A/ P1001Ab0 post D&C a/i Blighted ovum (hari ke-2)

P/ Tx:

- Aff Infus

- Ciprofloxacin tab 3 x 500 mg

- Asam Mefenamat tab 3x500 mg

Diet bebas

Pasien boleh pulang

Kontrol ke poliklinik ginekologi 1 minggu setelah kuretase

29
LAPORAN KURETASE

1. Pasien masuk kamar operasi pukul 11.00 WIB.

2. Pasien posisi litotomi dalam pengaruh General Anestesi.

3. Aseptik antiseptik lapangan operasi.

4. Kantong kemih dikosongkan.

5. Persempit lapangan operasi dengan duk steril.

6. Pasang sims speculum, portio di ‘avoe’ kan.

7. Bersihkan serviks dan vagina dengan larutan antiseptic.

8. Fiksasi portio dengan tenaculum arah jam 11

9. Mengukur kedalaman uterus dengan sonde, didapatkan 10 cm antefleksi.

10. Dilakukan dilatasi dengan busi no.9 dan 11.

11. Dilakukan kuretase dengan sendok kuretase no.4 secara sistematis searah

jarum jam dan didapatkan ±100 cc cairan ketuban dengan kantong gestasi.

12. Tenakulum dilepas, perdarahan dirawat

13. Sims bawah dilepas.

14. Antiseptik serviks dan vagina.

15. Operasi selesai

30
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien yang merasa hamil 18-19 minggu datang dengan

keluhan keluar darah dari jalan lahirnya. Sebelum terjadi perdarahan, diawali

dengan flek-flek berwarna kecoklatan selama 1 minggu. Dari gejala tersebut pasien

mengira mengalami keguguran (abortus). Untuk memastikan hal tersebut

disimpulkan dari anamnesis yang telah diperoleh, pemeriksaan fisik dan dipastikan

dengan melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.

Dari anamnesis diperoleh pasien sebelumnya datang ke Poli Kandungan dr.

Mohammad Saleh Probolinggo dengan keluhan keluar darah pada usia kehamilan

18-19 minggu. Di mana usia kehamilan pasien sudah memasuki trimester kedua,

pada usia kehamilan trimester pertama yaitu usia kehamilan 10 minggu pernah ada

flek-flek namun hanya sedikit dan hanya 3 hari saja, namun pasien tidak

memeriksakan ke Dokter karena tidak ada keluhan lain yang dirasakannya dan

mengira itu hanya terlalu lelah sehingga pasien hanya mengurangi aktivitasnya.

Kemudian mulai muncul flek lagi pada usia kehamilan 18 minggu selama 1 minggu.

Setelah itu mulai semakin banyak darah yang keluar dari vagina pasien. Darah yang

keluar berwarna merah segar tidak disertai adanya gumpalan darah. Tidak ada

keluhan nyeri pada perut bagian bawah. Keluar gumpalan daging disangkal.

Semakin banyak darah yang keluar membuat pasien mulai khawatir pada kondisi

kandungannya dan mengira dirinya keguguran sehingga pasien langsung

memeriksakan kandungannya ke Dokter Spesialis Kandungan di luar rumah sakit

dan dinyatakan kehamilan tidak berkembang.

31
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui darimana asal

perdarahannya dan mengevaluasi adanya pembukaan ostium uteri atau tidak untuk

menyingkirkan salah satu kecurigaan terjadinya abortus insipien atau inkomplit.

Dari pemeriksaan vaginal toucher didapatkan vulva vagina tidak ada

pembengkakan, daging tumbuh (-), fluksus (-), perdarahan (-), ruggae vagina licin

dan tidak teraba massa, portio licin, lunak, massa (-), tidak ada pembukaan

menyingkirkan terjadinya abortus insipient atau inkomplit, nyeri goyang portio (-)

menyingkirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik terganggu, fundus tidak

teraba menandakan kemungkinan tidak adanya perkembangan kehamilan yang

seharusnya teraba di usia kehamilan 18-19 minggu dan itu menyingkirkan

terjadinya kehamilan mola yang dimana pembesaran uterus melebihi usia

kehamilan yang sebenarnya.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh Hb pasien baik, lekosit

dalam jumlah normal, serta hasil laboratorium yang sesuai dengan keadaan

klinisnya. Pada pemeriksaan USG ulang yang dilakukan oleh Dokter Spesialis

Kandungan di Poli Kandungan terlihat adanya gestasional sac atau kantung

kehamilan tanpa adanya massa intrauterine didalamnya. Secara teori syarat

penegakan diagnosis blighted ovum berdasarkan USG transabdominal adalah tidak

ditemukannya yolk sac dalam mean sac diameter ≥ 20 mm, atau tidak adanya

embryonic pole dalam mean sac diameter ≥ 25 mm.

Dari beberapa tahapan pemeriksaan yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa diagnosa pada kasus ini adalah blighted ovum (anembryonic pregnancy).

Namun, yang tidak sesuai dengan teori, perdarahan terjadi pada usia kehamilan

trimester kedua, sedangkan blighted ovum merupakan salah satu penyebab

32
terjadinya perdarahan pada trimester pertama. Menurut teori, perdarahan terjadi

pada usia kehamilan 6-8 minggu karena pada usia kehamilan 7-8 minggu

seharusnya sudah terbentuk embrio, apabila tidak terbentuk, uterus akan

menganggap itu suatu kehamilan abnormal dan secara alami tidak mencoba untuk

melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi yang

sehat. Dari kasus ini, penyebab terjadinya perdarahan saat usia kehamilan trimester

kedua adalah penurunan kadar beta-hCG dari pasien baru terjadi. Secara teori, kadar

beta-hCG akan mencapai jumlah tertinggi pada usia kehamilan 8-11 minggu, lalu

akan menurun dengan sendirinya. Dengan menurunnya kadar beta-hCG akan

mengakibatkan keluarnya bercak darah.

Faktor resiko yang bisa mempengaruhi terjadinya blighted ovum pada kasus

ini adalah usia suami atau istri semakin tua sehingga kualitas sperma atau ovum

menjadi turun dan rentan terjadinya kerusakan kromosom yang merupakan faktor

utama terjadinya blighted ovum. Permasalahan lain dari kasus ini kurangnya

pengetahuan pasien, pasien tidak tahu jika kehamilannya tidak normal dan

mengalami blighted ovum. Sebab, sejak awal kehamilan berjalan dengan baik dan

normal tanpa tanda-tanda kelainan. Kelainan baru dirasakan setelah terjadinya

perdarahan pada pertengahan trimester kedua. Itu menandakan kurangnya perhatian

terhadap kondisi kesehatan dari dirinya sendiri.

Secara teori, faktor resiko yang bisa mempengaruhi terjadinya kasus ini

adalah faktor usia dari suami yang berusia 44 tahun, dan usia istri 32 tahun, semakin

tua usia maka kualitas sperma atau ovum menjadi turun dan rentan terjadi kerusakan

kromosom yang merupakan faktor utama terjadinya BO. Pada kasus ini, baru

diketahui terjadinya blighted ovum pada usia kehamilan yang masuk trimester II

33
disebabkan karena pasien tidak melakukan antenatal care selama awal kehamilan

sebagai akibat kurangnya faktor sosioekonomi, pendidikan, serta informasi yang

kurang membuat kesadaran akan pentingnya melakukan pemeriksaan rutin selama

kehamilan mendukung terlambatnya deteksi adanya kehamilan abnormal. Tingkat

pendidikan pasien dan kurangnya informasi yang didapat oleh pasien mengenai

faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya BO, salah satunya yaitu resiko

hamil di usia tua.

Apabila tidak dilakukan kuretase beresiko menjadi mola hidatidosa komplit

yang dipengaruhi tingginya hormon hCG yang merangsang vili khorialis

menyerupai buah anggur berupa vesikel-vesikel hidropik. Tanggal 17 Juli 2017

(11.00 WIB), dilakukan dilatasi dan kuretase. Tampak hasil kuretase berupa

kantung kehamilan yang berisikan cairan jernih namun tidak ada embrio di

dalamnya.

Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan awal setibanya di melati dengan

pemasangan infus RL dosis maintenance 20 tpm bertujuan untuk rehidrasi dan

pencegahan apabila pasien jatuh dalam keadaan gawat sewaktu-waktu bisa

langsung diberikan terapi melalui jalur intra vena. Persiapan operasi dengan puasa

10 jam sebelum operasi bertujuan untuk pencegahan terjadinya aspirasi saat

dipengaruhi anestesi. Dan diberikan misoprostol tab per vagina pada pukul 05.00

pagi karena tidak adanya pembukaan dan untuk melunakkan serviks sehingga

mencegah terjadinya perdarahan akibat dilatasi serviks. Pemilihan prosedur dengan

D&C memiliki keuntungan yang lebih baik dibanding dengan menggunakan

prosedur farmakologi. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya komplikasi

post D&C berupa perdarahan akibat dilatasi yang dilakukan saat portio belum

34
melunak, perdarahan intra abdomen akibat instrument yang melukai dinding

abdomen. Laserasi akibat D&C yang dilakukan pada ostium uteri yang masih

tertutup dapat dicegah dengan kombinasi pemberian misoprostol tersebut.

Setelah dilakukan tindakan D&C, keadaan umum pasien cukup baik. Tidak

ada keluhan nyeri perut, hanya mengeluh masih keluar gumpalan darah sedikit saat

kencing. Tidak didapatkan anemia dibuktikan dengan konjungtiva yang tidak

anemis ditunjang dengan pemeriksaan Hb 14 g/dL. Tidak didapatkan keluhan

pusing, pandangan kabur, mual/muntah. Pasien sudah bisa flatus mengindikasikan

bahwa peristaltic usus sudah kembali normal, serta mobilisasi pasien baik, sudah

bisa berjalan ke kamar mandi untuk kencing. Status ginekologinya palpasi TFU

tidak teraba hanya didapatkan perdarahan pervaginam berupa flek sedikit. Tanda-

tanda vital pasien stabil, tidak didapatkan perdarahan aktif pervaginam setelah

dilakukan D&C hari ke-1. Melihat keadaan pasien yang baik sehingga pasien dapat

dipulangkan dengan pemberian obat Ciprofloxacin tablet 500mg diminum 3 kali

dalam sehari sebagai antibiotik untuk menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi

setelah kuret dan diberikan Asam Mefenamat tablet 500mg yang diminum 3 kali

dalam sehari untuk anti nyeri dan mencegah perdarahan. Edukasi pasien untuk

segera menggunakan KB untuk mencegah kehamilan sampai uterus dapat kembali

normal minimal 3 bulan post kuret, serta kontrol ke Poli kandungan 1 minggu lagi

untuk mengevaluasi kompikasi post kuret.

Prognosis pada kasus ini adalah dubius ad bonam karena dari pemeriksaan

penunjang tidak didapatkan komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan,

perforasi, infeksi dan syok. Kemungkinan bisa terjadi kehamilan dengan blighted

ovum berulang, perlu dilakukan screen ing test kromosom pada wanita dan pria

35
guna mencegah kejadian berulang. Karena berdasarkan penelitian penyebab

terjadinya blighted ovum adalah kelainan kromosom terutama dari kualitas ovum

yang buruk sehingga dapat dicegah dengan pemberian antioksidan untuk

pencegahan terjadinya kehamilan blighted ovum berikutnya.

Untuk dapat mencegah timbulnya dan meningkatnya kasus serupa dapat

dilakukan:

- Penyuluhan kepada para ibu yang akan hamil dan yang sedang hamil

tentang kepentingan melakukan pemeriksaan rutin ke bidan atau Dokter

Spesialis Kandungan untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan

janinnya sehingga apabila ditemukan kondisi klinis yang patologis dapat

ditangani lebih cepat dan dapat dilakukan pencegahan bagi para ibu yang

memiliki resiko.

- Mencegah kehamilan terlebih dahulu setidaknya 1-3 siklus menstruasi

teratur sebelum mencoba untuk hamil lagi dan mengkonsumsi asam folat

yang bisa meningkatkan kualitas sperma.

- Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kondisi dan faktor

resiko yang ada pada ibu hamil.

- Meningkatkan akses rujukan dengan pemanfaatan sarana dan fasilitas

pelayanan kesehatan.

36
BAB V

KESIMPULAN

Analisa data pasien, keluhan keluar darah dari kemaluan keluhan keluar

darah dari jalan lahir yang sebelum terjadinya perdarahan, diawali dengan flek-flek

berwarna kecoklatan selama 1 minggu. Pemeriksaan fisik, fundus uteri setinggi 3

jari di atas simfisis. USG tampak adanya gestasional sac atau kantung kehamilan

tanpa adanya fetal pole didalamnya, dikesankan sebagai blighted ovum. Sehingga

ditegakkan diagnosa masuk GII P1001 A0 umur kehamilan 18-19 minggu dengan

blighted ovum. Pasien MRS dan direncanakan operasi D&C.

Pada kasus ini, kombinasi dari antenatal care yang tak pernah dijalani

sebagai kurangnya pengetahuan pasien mengenai pentingnya pemantauan kondisi

kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan mendukung munculnya tidak

terdeteksinya kehamilan anembrionik (blighted ovum) yang dimana tidak ada

perkembangan embrio. Untuk menghindari kejadian serupa, sebaiknya ante natal

care benar-benar dijalankan dengan baik. Bila perlu lakukan penyuluhan terlebih

dahulu mengenai faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya BO pada

kehamilan.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Anne J. 2016. Blighted ovum (anembryonic pregnancy). Miscarriage


Association.

2. Behnamfar, Fariba, et al. 2013. Misoprostol Abortion: Ultrasonography


versus Beta-hCG testing for Verification of Effectiveness. Pak J Med Sci
2013 Vol. 29 No.6 page 1367-70.

3. Committe on Practice Bulletins-Gynecology. 2015. Early Pregnancy Loss.


Guideline. USA: The American College of Obstetricians and Gynecologists,
Committe on Practice Bulletins-Gynecology.

4. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J.,
Spong, C.Y. 2010. Williams Obstetrics. Twenty Third Edition. The
McGraw-Hill Companies.

5. Cunningham F, Gary L, Kenneth J, Steven L. 2014. William Obstetric 24th


Ed. New York: McGraw Hill

6. Gariepy, Aileen M and Beatrice A. Chen. Chapter 29: Management of Early


Pregnancy Failure. Obstetric Evidance Based Guidelines Second Edition.
London: Informa Healthcare.

7. Khumaira M. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Cipta Pustaka.

8. Kurjak, A. 2007. Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and


Gynecology, 2nd edition. Parthenon Publishing. 13: 147-8.

9. Lucie M and Michiel C. 2005. Ultrasound Evaluation of First Trimester


Pregnancy Complications. SOGC Clinical Practice Guidelines No 161,
June 2005.

10. Mochta, R. 2013. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran ECG.

11. Patel, Bi. 2014. Chapter 6: Problems of First Semester. Ultrasound in


Obstetric and Gynecology Fourth Edition. Jaypee Brothers Medical
Publishers.

12. Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

38
13. Prawiroardjo S, Wiknjosatro H. 2011. Gangguan bersangkutan dengan
konsepsi. Dalam Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T. Ilmu
Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

14. Prine, Linda W, et al. 2011. Office Management of Early Pregnancy Loss.
American Academy of Family Physicians.

15. Rukiyah AY, Yulianti L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi


Kebidanan). Jakarta: TIM.

16. Sari, hafifah puspita. 2015. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Patologi Pada Ny.
E Umur 20 Tahun GI P0 A0 Usia Kehamilan 13 Minggu Dengan Blighted
Ovum di RSUD Karanganyar. IJMS. Vol. 2 No. 2 Juli 2015.

17. Seekohi, Sahar, et al. 2013. Chromosomal Study of Couples with The
History Of Recurrent Spontaneus Abortions With Diagnosed Blighted
Ovum.

18. Sukarni, Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus
Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.

19. Traci C.J. 2017. Blighted ovum. WebMD Medical Referance

20. Tremellen, Kelton, Karma pearce. 2015. Nutrition, Fertiliy and Human
Reproductive Function. CRC Press.

39

Anda mungkin juga menyukai