BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia saat ini ditinjau dari epidemiologi, Indonesia tengah mengalami transisi
epidemiologi penyakit, dan pada saat bersamaan dijumpai triple burden (Tiga
Beban Kesehatan). Tiga masalah / beban kesehatan itu yaitu penyakit menular
atau infeksi (ISPA, Diare, Demam Berdarah Dengue, Typoid, Hepatitis), penyakit
degeneratif (Diabetes Melitus, Hipertensi), dan penyakit baru (Flu burung, SARS,
AIDS) yang telah masuk ke Indonesia. (Putra A., 2012). Demam tifoid merupakan
penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia, secara luas di daerah tropis dan
subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di Indonesia
di seluruh dunia mencapai 16–33 juta dengan 500–600 ribu kematian tiap
tahunnya. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di Indonesia, demam tifoid
masih merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius,
menyerang mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Peningkatan kasus saat
2
ini terjadi pada usia di bawah 5 tahun (Tjipto et al. 2009). Dari kasus di rumah
demam tifoid di sejumlah puskesmas dan rumah sakit berturut-turut 4.000 kasus
perbulan dan 1.000 kasus perbulan dengan angka kematian 2% (Harian Umum
Pelita, 2013). Di Surabaya angka kejadian demam tifoid sebanyak 25.203 kasus
pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 mencapai 23.524 kasus selama bulan
data yang diperoleh dari bagian medical record Rumah Sakit Brawijaya Surabaya
menunjukkan angka insiden penderita demam tifoid yang menjalani rawat inap
selama tahun 2016 pada bulan Januari hingga bulan Juli sebanyak 124 kasus
akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.
Typhi dengan masa tunas 6-14 hari. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia
sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.
Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam
tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak
besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan
Sekarang ini demam tifoid masih merupakan masalah yang penting bagi
anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit
4
menular. Hal ini disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih
memegang peranan yang tidak habis diatas satu tahun, maka memerlukan
perawatan yang khusus karena anak ini masih dalam taraf perkembangan dan
pertumbuhan. Dalam hal ini perawatan dirumah sakit sangat dianjurkan untuk
(Suharyo hadisaputro, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
1985).
Pada kasus demam tifoid dengan gejala klinis demam metode kompres
melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di
oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari batang otak, dibawah
mandiri perawat dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Cara kompres seperti ini
benar bila dilakukan dengan air hangat, karena air hangat membantu pembuluh
darah tepi di kulit melebar hingga pori- pori jadi terbuka yang selanjutnya
5
memudahkan pengeluaran panas dari dalam tubuh. Selain itu, kompres juga
terjadi lewat panas tubuh yang digunakan untuk menguapkan air pada kain
kompres (Perry, & Potter, 2002). Kain kompres dapat diletakkan tak hanya di
dahi, tapi juga perut atau di bagian tubuh yang luas dan terbuka seperti punggung.
Selain itu juga pemberian kompres bisa juga diletakkan di wilayah yang terdapat
lipatan paha. (Perry& Potter, 2002). Berdasarkan uraian di atas, maka sangat
penting dilakukan studi kasus tentang pemberian kompres hangat dengan tehnik
tepid sponge dalam upaya menurunkan suhu tubuh pada klien dengan diagnosa
medis demam tifoid di paviliun Nusa Indah Rumah Sakit Brawijaya Surabaya.
medis demam tifoid di paviliun Nusa Indah rumah sakit Brawijaya Surabaya?
tifoid
6
demam tifoid
demam tifoid
metode deskriptif melalui studi kasus dan studi kepustakaan dengan metode
menggunakan teknik :
a. Wawancara
respon langsung dari klien melalui tatap muka dan pertanyaan yang
b. Observasi
hal tersebut(Asmadi,2008)
c. Pemeriksaan Fisik
yang dapat digunakan oleh perawat adalah pemeriksaan fisik dari ujung
(Asmadi,2008).
8
d. Studi Dokumentasi
e. Studi Kepustakaan
1.5.2 Tempat
Penulisan Karya Tulis Ilmiah pada anak dengan demam tifoid dilaksanakan
pada saat praktik di paviliun Nusa Indah rumah sakit Brawijaya Surabaya.
masalah, tujuan penelitian, metode dan teknik pengumpulan data tempat dan
BAB II, adalah Tinjauan teori yang menguraikan tentang, konsep dasar penyakit
yang terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan
BAB III : Tinjauan kasus, berisi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada
anak dengan demam tifoid di paviliun Nusa Indah Rumah Sakit Brawijaya
Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit Demam Tifoid
2.1.1 Pengertian
Demam tifoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang
terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam
(Widagdo, 2011, hal: 197). Menurut Ngastiyah (2005, hal: 236) Tifus
abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan demam lebih dari satu minggu,
Menurut Soedarto (2009, hal: 128) Penyakit infeksi usus yang disebut
juga sebagai Tifus abdominalis atau Typhoid Fever ini disebabkan oleh kuman
atau tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang
11
manusia khususnya pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau
minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih diperburuk dengan
2.1.2 Etiologi
Menurut Widagdo (2011, hal: 197) Etiologi dari demam tifoid adalah
berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari /
minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi,
dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15
menit. (Widagdo,2011).
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alcohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletakpada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
(Widodo, 2006)
2.1.3 Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
mulut (Nyagtiyah,2005).
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman
limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta
anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya
10-20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika
ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang. Gambaran klinik yang
a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten
dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam
keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau normal
16
c. Gangguan kesadaran
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah kecuali penyakitnya
mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat
kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama yaitu demam. Kadang-
d. Relaps
tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan
baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan
(Ngastiyah,2005).
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri.
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
2.1.6 Komplikasi
Menurut Widagdo (2011, hal: 220-221) Komplikasi dari demam tifoid
diantaranya ialah :
a. Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan
ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut
nadi.
18
b. Perforasi usus
a. Sepsis
Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amilase serum
d. Miokarditis toksik
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen ST dan
f. Komplikasi lain
(Widagdo,2011).
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2005, hal: 239) & Ranuh (2013, hal: 184-185) pasien
yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan
Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia, dan lain-lain. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu
setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak
b. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
c. Pemberian antibiotik
20
Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau dengan dosis 75
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat
Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 6 dosis.
chloramphenicol
hangat yang menggabungkan tehnik kompres blok pada pembuluh darah besar
superficial dengan tehnik seka. Telah di uji di berbagai negara dimana disetiap
penurunkan suhu tubuh anak dengan dengan demam pada satu jam pertama
2005). Temperatur tubuh yang mencapai 39ºC akan mengakibatkan kulit hangat,
kemerahan dan nyeri kepala. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi dapat
menurunkan suhu dan ancietas yang diakibatkan oleh penyakitnya (Janis, 2010).
nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatan oleh penyakit yang
mendasari demam.
a. Tahap persiapan
sponge.
22
2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat
termometer digital.
b. Pelaksanaan
1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water
sponge.
2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian
4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap
atau lap mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut
yang lama, lap seluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah
secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu air
(37°C-40°C).
5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air
setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut
mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap
keringat.
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari
a. Pengumpulan Data
1) Identifikasi.
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
(Muttaqin,2011).
2) Keluhan utama
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang bersemangat, serta nafsu
Adanya keluhan yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
tremor), obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis,
serta suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan – lahan dan
air minum yang tidak sehat dan kondisi lingkungan rumah tempat tinggal yang
tidak sehat, serta kebersihan perorangan yang kurang baik. (Muttaqin, 2011).
6) Pengkajian psikososial
a) Perkembangan
tahun.
8-12 bulan.
12-18 bulan.
b) Pertumbuhan
menjadi dua, yaitu usia 0-6 bulan dan usia 6-12 bulan. Untuk
badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada akhir
bulan ke-12 akan terjadi penambahan tiga kali lipat berat badan
sekitar empat kali dari berat badan lahir pada usia 2,5 tahun
kira 50% dari tinggi badan waktu lahir. Pada masa bermain
menjadi rata-rata tiga kali lipat dari tinggi badan waktu lahir.
dengan sangat cepat sekitar enam bulan pertama, yaitu dari 35-
2008).
8) Riwayat Imunisasi
a. Imunisasi Hepatitis B.
b. Imunisasi Polio.
c. Imunisasi BCG.
28
Optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji
harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat
TB).
d. Imunisasi DTP.
Diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP
atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan
Td.
e. Imunisasi Campak
9) Reaksi hospitalisasi
Pada umumnya anak jika dirawat di rumah sakit akan timbul rasa takut baik
pada dokter maupun perawat. Reaksi pertama selain ketakutan yaitu berupa
a. Tingkat kesadaran
apatis sampai somnolen; jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali bila
mungkin dapat ditumukan gejala lainnya seperti pada punggung dan anggota
dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam), kadang
ditemukan juga bradikardi dan epistaksis pada anak yang lebih besar.
b.TTV
Suhu : Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu, bersifat
febris remiten dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur baik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus
berada dalam keadaan demam. Saat minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun
(bradikardi relatif)
RR : Meningkat
TD : Cenderung menurun
30
c. Pengkajian
mengalami perubahan jika terjadi respon akut dengan gejala batuk kering. Pada
beberapa kasus berat bisa didapat adanya komplikasi tanda dan gejala
pneumonia.
didapatkan pada minggu pertama. Kulit pucat dan akral dingin berhubungan
Pada minggu ketiga, respon toksin sistemik dapat mencapai otot jantung
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan terjadi penurunan perfusi serebral
halusinasi dan delirium. Pada beberapa pasien bisa didapatkan kejang umum
yang merupakan respon terlibatnya sistem saraf pusat oleh infeksi S. typhi.
Pada kondisi berat akan didapatkan penurunan urin output respon dari
1) Inspeksi :
Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai stomatitis. Tanda ini jelas
mulai nampak pada minggu kedua berhubungan dengan infeksi sistemik dan
endotoksin kuman.
2) Sering muntah
3) Perut kembung
4) Distensi abdomen
Auskultasi :
Didapat penurunan bising usus kurang dai 5 kali per menit pada minggu
Perkusi :
Palpasi :
mengindikasikan infeksi RES yang mulai terjadi pada minggu kedua. Nyeri tekan
menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam, dan yang terpenting sering
didaptakan tanda roseola (bintik merah pada leher, punggung dan paha). Roseola
merupakan suatu nodul kecil sedikit meninjil dengan diameter 2-4mm, berwarna
merah, pucat, serta hilang pada penekanan, lebih sering terjadi pada akhir minggu
pertama dan awal minggu kedua. Roseola ini merupakan emboli kuman diamana
perut, dada, dan terkadang bokong maupun bagian fleksor dari lengan atas.
tifoid adalah :
kurangnya informasi.
pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi ( Zaidin Ali,
2011).
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak
Intervensi
Beri kompres dengan air hangat pada seluruh permukaan tubuh bila terjadi
panas,
34
berlebihan
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis
Catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung.
sesuai indikasi.
Tujuan
Kriteria hasil
nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien,kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien,
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
informasi.
Tujuan
Kriteria hasil
36
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya,
Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri
Pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan
demonstrasi
Tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan, Potter dan Perry (1999) pelaksanaan
memeriksa setiap aktivitas dan apakah hasil yang diharapkan telah tercapai
Adapun tipe-tipe evaluasi yang harus perawat lakukan dalam asuhan keperawatan
yang telah dipilih, membandingkan data untuk mencapai data normal. Menilai
data yang di dapat dengan nilai normal. Evaluasi diagnosis keperawatan dan
mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.
38
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas
Pengkajian keperawatan anak pada kasus I dilakukan pada tanggal 3
Februari 2016 jam 17.00 WIB. Identitas pasien an.W, tanggal lahir 3 Maret 2009,
suku Jawa, bangsa Indonesia, agama islam dengan diagnosa medis demam tifoid.
serumah dengan an.W, penulis mendapatkan informasi dari Ny.F, yaitu ibu klien.
lalu naik turun. Riwayat penyakit saat ini, sejak tanggal 1 Februari 2016 pagi hari,
badan terasa panas. Panas dirasakan naik turun, namun tidak diukur suhunya.
Klien sudah diberikan obat penurun panas tetapi kambuh lagi apabila efek obat
habis. Klien juga merasakan adanya mual dan muntah setiap kali makan (±6 kali
pada tanggal 3 Februari 2016, karena keluhan tidak membaik. Klien disarankan
untuk MRS.
39
C.Riwayat Keperawatan
Riwayat prenatal ibu klien mengatakan, saat hamil tidak mengalami kelainan
atau masalah yang serius. Ibu mengalami mual dan muntah saat usia kehamilan 2-
3 bulan, dan mengidam makanan tertentu. Riwayat natal an.W lahir dalam
keadaan normal dengan usia kehamilan 38 minggu, dan tidak ada kelainan
bawaan. Klien dilahirkan dengan seksio sesaria karena ketuban pecah dini. Berat
badan lahir klien 2.900 gram dan panjang badan 50 cm. Pada riwayat post natal,
klien langsung disusui oleh ibunya. ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan, setelah
badan. Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit, Klien tidak menggunakan obat
– obatan. Klien tidak pernah menjalani operasi ataupun kecelakaan. Klien juga
tidak memiliki alergi makanan ataupun obat – obatan. Imunisasi yang diberikan
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit menular ataupun
menurun. Lingkungan rumah bersih dan sumber air minum dari PDAM. Perilaku
keluarga terhadap penyakit anak akibat dari anak sering jajan ketika di sekolah.
40
sebelum sakit berat badan klien 23kg. Pada saat lahir, BB klien 2.900 gram
dengan panjang badan 50 cm. Tahap perkembangan psikososial klien mau diajak
G. Genogram (3 Generasi)
Genogram pada keluarga an.W dapat digambarkan sebagai berikut :
41
H. Riwayat Nutrisi
Frekuensi makan klien sehari 3 kali. Nafsu makan klien menurun, karena mual
dan muntah. Dengan jenis makanan nasi tim, sayur, lauk,hanya dimakan 3-4
sendok Klien minum air putih ± 350cc/hari. Klien tidak memiliki alergi makanan.
klien lemah dengan tingkat kesadaran compos mentis. Hasil pemeriksaan tekanan
darah 100/60 mmHg, nadi 104x/menit, respirasi 26x/menit, dan suhu 39,3oC
1. Pernapasan
Bentuk dada klien normal. Dengan pola napas teratur. Suara napas vesikular.
Penggunaan otot bantu napas tidak didapatkan. Pada perkusi thorax sonor. Alat
2. Kardiovaskular
Nyeri dada pada kilen tidak didapatkan. Irama jantung teratur. Pulsasi normal.
Bunyi jantung : S1, S2 single reguler. CRT klien < 2 detik. Tidak didapatkan
3. Persyarafan
Reflek – reflek , seperti menghisap, menoleh, menggenggam, babinski, moro
tidak didapatkan pada klien. Reflek patella klien +2 /+2. Tidak didapatkan
42
kejang, kaku kuduk, nyeri kepala, ataupun kelainan N.Cranialis. Istirahat tidur
4. Genitourinaria
Bentuk alat kelamin normal. Uretra normal. Alat kelamin bersih. Frekuensi
berkemih 3 kali sehari. Produksi urine lebih kurang 500cc per 24 jam. Dan tidak
5. Pencernaan
Pada mulut klien, didapatkan mukosa kering, bibir kering, lidah putih tepi
kemerahan, dan kebersihan rongga mulut kurang bersih. Pada abdomen klien,
otot normal. Tidak didapatkan fraktur dan diskolasi. Kulit klien kering. Akral
7. Penginderaan
Pada mata, reflek cahaya : + /+. Gerakan mata normal. Konjungtiva normal.
Sklera tidak didapatkan ikterik. Pupil normal 3mm / 3mm. Pada hidung, tidak
43
diapatkan reaksi alergi ataupun sekret.. Pada mulut dan tenggorokan, gigi geligi
8. Endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar parotis tidak didapatkan.
9. Aspek psikososial
Ekspresi afek dan emosi klien agak rewel ketika badan panas tinggi. Hubungan
dengan keluarga baik. Dampak hospitalisasi, klien merasa tidak nyaman. Dampak
J. Data Penunjang
Pada hasil laboratorium didapatkan Hb 10,4 gr/dL, leukosit 8.640 mg/dL,
Salmonella Thypi H 1/80. Pada pemeriksaan USG tidak dilakukan. Pada hasil
inj. Ceftriaxone 2x500mg, inj. Paracetamol 3x500mg, inj. Ranitidine 2x30mg dan
Nadi 104x/menit
bersarang di hati dan
limpa
hepatomegali
meradang
meningkat
45
Kehilangan volume
Turgor kulit melambat,
cairan secara aktif
mukosa bibir kering
menurun.
Mual muntah
O: Makan hanya habis ¼
kebutuhan
aktif
Tanggal Keperawatan
tentang penyebab
IMPLEMENTASI
Dx Tanggal Tindakan Evaluasi
2016 jam
Suhu : 39,3 oC Nadi : 104x/menit S: Ibu mengatakan anaknya
17.00
RR : 24x/menit TD : 100/60mmHg Ibu mengatakan sudah men
selama 15 menit
Hasil TTV :
Hasil TTV :
5. Memberikan injeksi ceftriaxon 500ng iv dan
2016 jam
2.Memberikan minum yang cukup pada klien S: Ibu mengatakan anaknya
17.00
3.Memberikan kompres hangat tepid sponge pada Ibu mengatakan sudah men
RR : 22x/menit TD : 100/70mmHg
6 Februari
Tanggal 6 Februari 2016 j
1.
2016 jam 2.Memberikan minum yang cukup pada klien
S: Ibu mengatakan anaknya
17.00
3. Memberikan injeksi ceftriaxon 500mg iv
O: klien tampak rileks
Hasil TTV :
2016 jam 16.00 WIB. Identitas pasien an.R , tanggal lahir 3 Februari 2007, umur
bangsa Indonesia, agama islam dengan diagnosa medis demam tifoid. Identitas
penanggung jawab, nama Ayah Tn.M, pekerjaan PNS dan tinggal serumah
dengan an.R, penulis mendapatkan informasi dari Ny.S, yaitu ibu klien.
naik turun. Riwayat penyakit saat ini, sejak tanggal 3 Februari 2016 pagi hari,
51
badan terasa panas, lemas, mual disertai nafsu makan menurun. Panas dirasakan
naik turun. Klien sudah berobat ke dokter praktek tanggal 5 Februari 2016, namun
keluhan tidak membaik, kemudian tanggal 8 Februari 2016 pasien kembali lagi
berobat ke dokter. Oleh dokter disarankan untuk cek lab, ternyata hasilnya positif
IGD RS Brawijaya Surabaya pada tanggal 9 Februari 2016 dan disarankan MRS.
C.Riwayat Keperawatan
Riwayat prenatal ibu klien mengatakan, saat hamil tidak mengalami kelainan atau
masalah yang serius. Ibu mengalami mual dan muntah saat usia kehamilan 2-3
bulan, dan mengidam makanan tertentu. Riwayat natal an.R lahir dalam keadaan
normal dengan usia kehamilan 39 minggu, dan tidak ada kelainan bawaan. Klien
lahir dalam keadaan normal ditolong oleh bidan dengan usia kehamilan 39
minggu, dan tidak ada kelainan bawaan. Berat badan lahir klien 3.000 gram dan
panjang badan 50 cm. ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan, setelah itu mendapat
dan sakit tenggorokan. Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit, Klien tidak
kecelakaan. Klien juga tidak memiliki alergi makanan ataupun obat – obatan.
52
Imunisasi yang diberikan sudah lengkap, yaitu BCG, DPT, Polio, Hepatitis dan
Campak.
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit menular ataupun
menurun. Lingkungan rumah bersih dan sumber air minum dari Sumur. Perilaku
sebelum sakit berat badan klien 31kg. Pada saat lahir, BB klien 3.000 gram
dengan panjang badan 50 cm. Tahap perkembangan psikososial klien mau diajak
G. Genogram (3 Generasi)
Genogram pada keluarga an.R dapat digambarkan sebagai berikut :
53
H. Riwayat Nutrisi
Frekuensi makan klien sehari 3 kali. Nafsu makan klien menurun, karena mual.
Dengan jenis makanan nasi, sayur, lauk,hanya dimakan ¼ porsi. Klien minum air
lemah dengan tingkat kesadaran compos mentis. Hasil pemeriksaan tekanan darah
1. Pernapasan
Bentuk dada klien normal. Dengan pola napas teratur. Suara napas vesikular.
Penggunaan otot bantu napas tidak didapatkan. Pada perkusi thorax sonor. Alat
2. Kardiovaskular
Nyeri dada pada kilen tidak didapatkan. Irama jantung teratur. Pulsasi normal.
Bunyi jantung : S1, S2 single reguler. CRT klien < 2 detik. Tidak didapatkan
3. Persyarafan
Reflek – reflek , seperti menghisap, menoleh, menggenggam, babinski, moro
tidak didapatkan pada klien. Reflek patella klien +2 /+2. Tidak didapatkan
kejang, kaku kuduk, nyeri kepala, ataupun kelainan N.Cranialis. Istirahat tidur
4. Genitourinaria
Bentuk alat kelamin normal. Uretra normal. Alat kelamin bersih. Frekuensi
berkemih 5 kali sehari. Produksi urine lebih kurang 750cc per 24 jam. Dan tidak
5. Pencernaan
Pada mulut klien, didapatkan mukosa kering, bibir kering, lidah putih tepi
kemerahan, dan kebersihan rongga mulut kurang bersih. Pada abdomen klien,
tonus otot normal. Tidak didapatkan fraktur dan diskolasi. Kulit klien kering.
7. Penginderaan
Pada mata, reflek cahaya : + /+. Gerakan mata normal. Konjungtiva normal.
Sklera tidak didapatkan ikterik. Pupil normal 3mm / 3mm. Pada hidung, tidak
diapatkan reaksi alergi ataupun sekret.. Pada mulut dan tenggorokan, gigi geligi
8. Endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar parotis tidak didapatkan.
9. Aspek psikososial
Ekspresi afek dan emosi, klien tidak rewel ketika badan panas tinggi.
J. Data Penunjang
Pada hasil laboratorium didapatkan Hb 9,7 gr/dL, leukosit 7.530 mg/dL,
Salmonella Thypi H 1/320. Pada pemeriksaan USG tidak dilakukan. Pada hasil
rontgen normal. Terapi yang didapatkan klien adalah infus Asering 1500/24jam,
inj. Ceftriaxone 2x1g, inj. Antrain 3x1g, inj. Domperidone 2x10mg dan diet
rendah serat.
hari.
56
Nadi 92x/menit
TD : 110/70mmHg
limpa
hepatomegali
meradang
meningkat
turun menjadi 30 kg
Ketidakseimbangan
kebutuhan
nafsu makan
Tanggal Keperawatan
tentang penyebab
IMPLEMENTASI
Dx Tanggal Tindakan Evaluasi
2016 jam
Suhu : 39oC Nadi : 92x/menit S: Ibu mengatakan anaknya
16.00
RR : 22x/menit TD : 110/70mmHg Ibu mengatakan sudah men
selama 15 menit
Hasil TTV :
Injeksi Ceftriaxon 1g IV
Injeksi Antrain 1g IV
Februari
RR : 22x/menit TD : 110/70mmHg S: Ibu mengatakan demam
2016 jam
2.Memberikan minum yang cukup pada klien Ibu mengatakan sudah men
16.00
pada seluruh tubuhnya sela
3.Memberikan kompres hangat tepid sponge pada
4. . Memberikan pakaian yang tipis dan menyerap Klien memakai baju berbah
3.Memberikan kompres hangat tepid sponge pada pada seluruh tubuhnya sela
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab empat ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara
tinjauan teori pada bab dua dan tinjauan kasus pada bab tiga dengan kasus demam
tifoid pada anak di ruang pavilyun Nusa Indah Rumah Sakit Brawijaya Surabaya
adalah anak W (kasus 1) dan anak R (kasus 2) berusia 7 tahun dan 9 tahun, kasus
pertama dengan keluhan panas badan sejak 3 hari, mual muntah tiap makan, dan
nafsu makan menurun, pada kasus kedua klien datang dengan keluhan panas
badan sejak 5 hari, badan lemas, mual, dan nafsu makan menurun.
Pada pengkajian keluhan utama yang ditemukan pada kedua kasus adalah
mengeluh badannya panas. Hal tersebut sudah sesuai dengan pendapat Ngastiyah
febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
Pada riwayat penyakit sekarang yang ditemukan pada kasus satu maupun
kasus dua yaitu keduanya mengalami demam lebih dari 3 hari, disertai dengan
mual dan nafsu makan menurun. Riwayat keluhan kedua kasus diatas sesuai
ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
bahwa adanya riwayat penyakit demam tifoid sebelumnya. Pada kasus satu
sebelumnya. Hal ini terjadi karena baik kasus satu maupun kasus dua sama-sama
Pada riwayat kesehatan lingkungan pada kasus satu maupun kasus dua
sumber air minum juga sehat. Namun, klien pada kedua kasus sering membeli
jajanan diluar. Hal ini bisa saja menjadi salah satu faktor penyebab masuknya
salmonella typhi, mengingat usia kedua klien adalah usia sekolah yang
Data diatas tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Menurut
dengan baik, sumber air minum yang tidak sehat dan kondisi lingkungan rumah
tempat tinggal yang tidak sehat, serta kebersihan perorangan yang kurang baik,
adanya kebiasaan klien baik pada kasus satu maupun kasus dua dalam
64
mengkonsumsi makanan yang tidak diolah dengan baik yaitu dapat klien dapatkan
pada saat klien membeli jajan diluar. Hal ini dibuktikan dengan kebiasaan klien
yang sering membeli jajanan seperti ciki maupun gorengan. Pendapat tersebut
juga sesuai dengan pendapat Ngastiyah (2005) yaitu penularan penyakit ini
Pada lamanya perawatan kasus satu dengan kasus dua tidak didapatkan
perbedaan yakni pada kasus satu dan dua sama sama dirawat selama 4 hari. Hal
ini sesuai dengan Ngastiyah (2005) mengenai lamanya perawatan di rumah sakit,
sampai saat ini sangat bervariasi dan tidak ada keseragaman. Hal ini sangat
berjalan.
didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 104x/menit, suhu 39,30C, frekuensi
mukosa bibir kering, akral teraba hangat, lidah kotor, dan tidak ada nyeri pada
abdomen.
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92x/menit, suhu 390C dan frekuensi napas
teraba hangat, lidah putih tepi kemerahan, dan tidak ada nyeri pada abdomen.
65
Pada pemeriksaan survei umum dan tingkat kesadaran, kedua klien dalam
kesadaran composmentis. Hal ini terjadi karena kedua klien saat masuk rumah
sakit masih dalam fase awal yang biasanya belum ditemukan gejala gangguan
kesadaran. Bila dihubungkan dengan teori, data tersebut sudah sesuai dengan
pendapat Ngastiyah (2005) bahwa pada fase awal penyakit biasanya tidak
adalah kedua sama-sama mengalami peningkatan suhu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ngastiyah (2005) yaitu peningkatan suhu terjadi akibat respon sistemik
menegakkan diagnosis demam tifoid adalah dengan melakukan tes uji widal. Uji
typhi. Uji widal dimaksudkan untuk mendeteksi adanya reaksi serologis yang
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid. Dasar tes Widal
adalah reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella typhosa dan antibodi yang
agglutinin thypi O, thypi H, parathypi A dan B. Hasil titer widal baik pada klien
satu maupun klien dua keseluruhan positif ≥ 1/240, sedangkan nilai standart widal
Surabaya adalah ≥1/200. Menurut Widiastuti Samekto (2001) bakteri yang masuk
didalam tubuh mempengaruhi hasil widal yang ditemukan. Berdasarkan hasil uji
66
widal tersebut dapat diakatan bahwa kedua klien dipastikan benar menderita
demam tifoid.
dari inflamasi gastrointestinal. Diagnosa ini muncul pada kasus 1 dan kasus 2
karena kedua klien mengalami peningkatan suhu tubuh. Kedua klien mengeluh
badannya demam. Pada data pengkajian observasi tanda-tanda vital suhu tubuh
kedua klien tinggi. Suhu tubuh klien pada kasus 1 adalah 39,30 C dan suhu tubuh
klien pada kasus 2 adalah 390 C. Selain itu juga ditemukan pada kasus satu dan
kasus dua yaitu keadaan umum lemah dan akral hangat. Sehingga data saat
sedangkan pada kasus 2 tidak didapatkan, karena pada kasus 1 didapatkan keluhan
muntah setiap kali makan dan minum yang berhubungan dengan kehilangan
kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini berhubungan dengan keluhan kedua klien
yang mengalami penurunan nafsu makan disertai dengan penurunan berat badan,
teori dengan praktik nyata pada kedua kasus demam tifoid selama perawatan
di rumah sakit. Sehingga dapat dikatakan bahwa intervensi yang selama ini
ada dalam buku teori mampu mengatasi masalah demam tifoid pada kasus
berdasarkan literatur Muttaqin (2011) adalah beri kompres dengan air hangat
dengan metode tepid sponge; anjurkan klien untuk minum sedikit tapi sering;
yang dilakukan untuk mengatasi masalah utama hipertermi pada kedua kasus
pakaian yang tipis dan menyerap keringat; menganjurkan minum yang cukup;
dan antibiotik.
68
pada suhu 39,3oC turun menjadi 38,4oC, pada hari kedua tetap menggunakan
kompres hangat tepid sponge dari suhu 39,oC menjadi 37,9oC, dan pada hari
ketiga dengan kompres hangat tepid sponge dari suhu 38oC menjadi 36,9oC. Dan
pada hari ke empat suhu sudah normal , yaitu 36,5oC. Rata – rata penurunan suhu
Pada kasus kedua pada hari pertama dengan kompres hangat tepid sponge
pada suhu 39oC turun menjadi 37,8oC, pada hari kedua tetap menggunakan
kompres hangat tepid sponge dari suhu 38oC menjadi 37,3oC, dan pada hari ketiga
suhu sudah normal tanpa kompres hangat tepid sponge dari suhu 37,4oC menjadi
36,7oC. Dan pada hari ke empat suhu sudah normal dan tidak meningkat kembali,
yaitu 36,2oC. Rata – rata penurunan suhu setelah dilakukan kompres hangat tepid
sponge ± 0,9oC
Pemberian kompres hangat tepid sponge lebih efektif pada kasus 2, hal ini
dikarenakan dipengaruhi beberapa faktor, seperti usia klien yang lebih tua,
sehingga klien lebih kooperatif dan lebih patuh dalam pemberian kompres hangat
tepid sponge yang sesuai dengan prosedur. Evaluasi pada kedua kasus untuk
masalah utama hipertermi dapat teratasi, namun kurang sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil hal ini akibat dari masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama
7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah strain kuman yang
(Ngastiyah,2005).
69
BAB 5
Setelah penulis membahas tentang kesenjangan antara tinjauan teori pada bab
dua dan tinjauan kasus pada bab tiga dengan kasus demam tifoid anak di ruang
paviliyun Nusa Indah Rumas Sakit Brawijaya Surabaya, maka sebagai penutup
5.1 Kesimpulan
1. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian, terutama pada tahap pengumpulan data pada pasien
yang didukung oleh hasil uji widal >1/200 pada hasil pemeriksaan
2. Diagnosa Keperawatan
dari reaksi bakteri. Diagnosa ini muncul pada kasus 1 dan kasus 2.
3. Perencanaan Keperawatan
dihadapi atau muncul pada klien dengan demam tifoid dimana dalam membuat
rencana keperawatan perlu dilihat situasi dan ruangan maupun klien. Pada
tahap perencanaan diperlukan kerjasama antar tim dan tidak lupa melibatkan
71
pakaian tipis yang dapat menyerap keringat seperti katun, beri kompres dengan
air hangat pada seluruh permukaan tubuh bila terjadi panas, dan kolaborasi
4. Pelaksanaan Keperawatan
Adapun tindakan yang dilakukan pada kasus satu maupun kasus dua
Contents
BAB I ......................................................................................Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN .....................................................................Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang.............................................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah .......................................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penulisan .........................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................Error! Bookmark not defined.
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .....................Error! Bookmark not defined.
1.4.1 Metode.................................................................Error! Bookmark not defined.
1.4.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................Error! Bookmark not defined.
1.5 Tempat dan Waktu .....................................................Error! Bookmark not defined.
1.5.1 Waktu ...................................................................Error! Bookmark not defined.
1.5.2 Tempat .................................................................Error! Bookmark not defined.
1.6 Sistematika Penulisan .................................................Error! Bookmark not defined.
BAB 2 .....................................................................................Error! Bookmark not defined.
TINJAUAN TEORI ...................................................................Error! Bookmark not defined.
2.1 Konsep Dasar Penyakit Demam Tifoid ........................Error! Bookmark not defined.
72
5. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi ditemukan bahwa pada kasus satu maupun kasus dua
masalah utama hipertermi. Pada kasus satu masalah dapat teratasi 3x24jam
dengan rata – rata penurunan suhu setelah dilakukan kompres hangat tepid
tertasi dalam waktu 2x24 jam dengan rata – rata penurunan suhu setelah
perawatan di rumah sakit. Hal ini didukung adanya kerjasama yang baik
75
antara klien, perawat dan tim kesehatan yang lain serta keterlibatan
6. Dokumentasi Keperawatan
5.2 Saran
1. Bagi Keluarga
2. Bagi Peneliti
3. Profesi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Kesehatan Anak. Jadwal Imunisasi 2010
2010.html
Potter and Perry, C.M., Hien, T.T., Dougan, G., et al. 1999. Typhoid fever.
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
77
Suriadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Tjipto, B.W., Lusi Kristina, dan Ristrini. (2009). Kajian Faktor Pengaruh
http://portalgaruda.org/download_article.php?article=80673> [ Diakses
Widodo, D. Demam tifoid.2006.Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Widodo, Djoko. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.
Widagdo. 2011. Masalah Dan Tata Laksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
Sagung Seto.
78
79
DAFTAR ISI
80
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN