Anda di halaman 1dari 36

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

MINI PROJECT

Gambaran Faktor Risiko terhadap Prevalensi dan Distribusi


Osteoartritis Lutut di Posyandu Lansia Desa Keboharan
Puskesmas Barengkrajan

Oleh:

dr. Yosef Chandra Juk

Pembimbing:

dr. Didik Agung Wibowo

PUSKESMAS BARENGKRAJAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO

2018
LEMBAR PENGESAHAN

MINI PROJECT

Gambaran Faktor Risiko terhadap Prevalensi dan Distribusi


Osteoartritis Lutut di Posyandu Lansia Desa Keboharan
Puskesmas Barengkrajan
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka
memenuhi tugas internsip di Puskesmas

Barengkrajan, 26 Maret 2018


Peserta, Dokter Pendamping Internsip,

dr. Yosef Chandra Juk dr. Didik Agung Wibowo

DAFTAR ISI

Halaman

2
Halaman Judul........................................................................................................ 1
Daftra Isi ...............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 5
1.3 Tujuan................................................................................................ 5
1.4 Manfaat.............................................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 6


2.1 Definisi Penyakit Osteoarthritis........................................................... 6
2.2 Etiologi............................................................................................... 6
2.3 Klasifikasi........................................................................................... 6
2.4 Epidemiologi...................................................................................... 7
2.5 Faktor Resiko..................................................................................... 7
2.6 Patogenesis......................................................................................... 8
2.7 Gejala klinis........................................................................................ 11
2.8 Diagnosa Penyakit Osteoarthritis........................................................ 13
2.9 Pemeriksaan penunjang...................................................................... 13
2.10 Penatalaksanaan.................................................................................. 16

BAB 3 METODE................................................................................................... 21
3.1 Rancangan Mini Project..................................................................... 21
3.2 Lokasi dan Waktu Kegiatan................................................................ 21
3.3 Populasi Mini Project......................................................................... 21
3.3 Subyek Mini Project........................................................................... 21

BAB 4 HASIL ...................................................................................................22


4.1 Profil komunitas umum................................................................... 22
4.2 Data Geografis ................................................................................ 22
4.3 Data Demografis.............................................................................. 23
4.4 Sumber Daya Kesehatan.................................................................. 23
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan............................................................ 24
4.6 Data 10 penyakit terbanyak ............................................................ 25
4.7 Hasil kuisoner.................................................................................. 26

BAB 5 DISKUSI.................................................................................................... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan........................................................................................ 28
6.2 Saran................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 30
LAMPIRAN.......................................................................................................... 31

BAB 1
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit
sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang
melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA
merupakan bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu,
osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang
tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu,
semakin tinggi prevalensi obesitas pada suatu populasi akan
meningkatkan angka kejadian penyakit osteoarthritis.
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering
terkena meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral,
pinggul, lutut, dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering
terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari.
Biasanya sendi-sendi yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan,
siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah
disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut mendapat
beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti
memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA terjadi
di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain
sebagainya.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur
anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi
kadaver pada tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir
universal, antara lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai
berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan radiologis
sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis mengalami OA
berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada sendi.
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung
gambaran radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di
Amerika Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul
simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara
OA asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari
4
gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut.
Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua
dan sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi. Prevalensi OA
meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal tersebut, OA
jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat lazim
terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyakit ini juga jauh lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam proyek ini
adalah bagaimana Gambaran Faktor Risiko terhadap Prevalensi dan Distribusi
Osteoartritis Lutut di Posyandu Lansia Desa Keboharan Puskesmas
Barengkrajan?.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan Gambaran Faktor Risiko terhadap Prevalensi dan


Distribusi Osteoartritis Lutut di Posyandu Lansia Desa Keboharan
Puskesmas Barengkrajan.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus penelitian ini meliputi, yaitu:
a. Mengetahui karakteristik responden dan Faktor resiko
Osteoartritis Posyandu Lansia Desa Keboharan Puskesmas
Barengkrajan.
b. Mengetahui Tingkat Pengetahuan Masyarakat, Prevalensi dan
Distribusi Osteoartritis Lutut di Posyandu Lansia Desa
Keboharan Puskesmas Barengkrajan.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Bagi Peneliti

5
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan
dan pengalaman yang lebih bervariasi juga menimbulkan dan
mengaplikasi ilmu yang didapat selama pendidikan.

2. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
Pasien tentang Osteoarthritis.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan
sebagai bahan perbendaharaan bacaan khususnya mata kuliah yang
berhubungan dengan judul yang diajukan.
4. Bagi tempat yang diteliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap
Osteoarthritis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoarthritis


Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat
lokal, progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada
struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari

6
subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian
sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan
lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.

2.2 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam
proses terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan
mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian,
serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu
akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa
terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis,
dan sebagainya.

2.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi
tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi
penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan
kerusakkan akibat proses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi
panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki.

b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi


akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit
sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal
daripada osteoarthritis primer.

2.4 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika
Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun
mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. OA
7
terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari
mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA
menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%,
dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada
tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60
tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2
hingga 0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA
sekitar 6% dari semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per
tahun disebabkan OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun
terakhir.2,4

2.5 Faktor resiko


a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses
penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai
mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang
responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi
oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada
orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang
tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada
lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan
resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang
sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang
cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang,
sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini
secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap
OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa
prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada
laki-laki usia. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya
hormon pada perempuan pasca menopause.

8
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain
untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot
yang membantu pergerakan sendi.

2.6 Patogenesis
OA dipandang akibat proses penuaan dan tidak dapat dihindari. Telah
diketahui OA merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui.
Kerusakan diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti
oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya
kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu
substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag
untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler.
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
9
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk
menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi
kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya
akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan
fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan
berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi
sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk
kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,
osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada
Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi. Adanya
pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya
tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena.
Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi
vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi
aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas.
Pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis
serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit.
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
10
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit
yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak
dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak
kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang
subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada
ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat
sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran
seolah persendian yang terkena itu bengkak.

Gambar 2.1 Osteoarthritis Sumber: www.emedicine.com


2.7 Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai
sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan
saja).
11
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi,
dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan
nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.

c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
12
yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah.
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul
pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA
lutut.
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut.

2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut da 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
13
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau


kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan
CMC 1 masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.9 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya
osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.

14
Gambar 2.2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286

Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan
menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 2.3 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis
:Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
15
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki
menunjukkan menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama,
sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).
b. Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan
imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan
peningkatan nilai protein.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu
untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian
besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan
sinar-x.
2.10 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh
letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta
kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan
pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau
holistic.
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
I. Nonfarmakologis:
1. Modifikasi pola hidup
2. Edukasi
16
3. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
4. Modifikasi aktivitas
5. Menurunkan berat badan
6. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi
7. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).

II. Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan
sendi pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan
tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau
Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat
ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam
hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide
desmutase dan sebagainya.

17
1) Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja
enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat
ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
2) Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
3) pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan
dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja
(mangkir), yang secara statistik bermakna.
4) Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks
ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998),
efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3
mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen
reaktif.
5) Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
6) Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu
merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung.
Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
1 Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja
pada umumnya bersifat counter irritant.
18
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu
diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit.
Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium
diclofenac
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan
pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian
dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek
merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada
2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi
perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan
tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri
dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak
dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan
kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul.
Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan
lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama
untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti
lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya
digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat
dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,

19
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap
unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap
telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus
dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1 1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2 2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement
joint

1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang
sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan
dengan ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi
yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam
yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang
hilang&severe instability

20
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis.
Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya
neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical
fusion.

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN

USIA TUA

JENIS KELAMIN
OSTEOARTHRITIS
OBESITAS
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
RIWAYAT TRAUMA
Kerangka diatas menjelaskan Faktor Resiko yang berpengaruh terhadap
Prevalensi dan Distribusi Penyakit Osteoarthritis. Faktor resiko terdirin dari
Tingkat Pengetahuan pasien, Usia Tua, Jenis Kelamin (Wanita) lebih sering,
Obesitas, dan Riwayat Trauma. Adapun penelitian ingin melihat gambaran Faktor
resiko yang dapat menyebabkan kejadian penyakit Osteoarthritis.

Keterangan :

Ditelit

Tidak Ditelit

21
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini berupa penelitian deskriptif-analitik yang merupakan metode
yang bertujuan atau mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu
objek penelitian melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat
kesimpulan yang berlaku umum dengan pendekatan menggunakan kuisioner.
(Soegiyono, 2009).
Tanya jawab kuisoner peserta dilakukan ketika pasien dengan keluhan
nyeri pada sendi dengan faktor resiko penyakit Osteoarthritis. Kemudian pasien
diberikan edukasi dan pengobatan medikamentosa setelah tanya jawab kusioner.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu : Kamis, 01 Maret 2018
2. Lokasi : Posyandu Lansia Di Desa Keboharan Pusekesmas
Barengkrajan Krian-Sidoarjo

4.3 Populasi dan sampel


4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh warga Desa Keboharan,
Puskesmas Barengkrajan Tahun 2018 sejumlah 1.100 orang. (Sumber :
Data Riwayat Penyakit Puskesmas Barengkrajan, 2017)
4.3.2 Sampel
a. Besar sampel
Sampel kasus yaitu seluruh warga Desa Keboharan, Puskesmas
Barengkrajan Tahun 2017 10 orang responden yang ditentukan
melalu rumus Slovin:

4.3.3 Teknik pengambilan sampel

22
Sampel diambil melalui teknik systematic random sampling. Dalam
penelitian ini diambil sampel yang meliputi seluruh populasi studi
yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi
a) Masyarakat Desa Keboharan, Puskesmas Barengkrajan yang
bersedia menjadi responden.
b) Masyarakat Desa Keboharan, Puskesmas Barengkrajan yang
berada di tempat saat penelitian.
2) Kriteria ekslusi
a) Kuesioner tidak lengkap atau hilang.
b) Kuesioner lengkap tetapi tidak semua pertanyaan
terjawab.
c) Masyarakat Desa Keboharan, Puskesmas Barengkrajan
yang tidak bersedia diikutsertakan dalam penelitian

4.4 Variabel Penelitian


1. Variabel terikat
Variabel terikat : angka kejadian Osteoarthritis.
2. Variabel bebas
a. Tingkat Pengetahuan, Usia Tua, Jenis Kelamin, Obesitas, Riwayat
Trauma.

4.5 Definisi operasional

No. Variabel Definisi Kategori Alat Ukur Skala


Data
1. Usia Satuan waktu a. 41 – < 60 tahun Kuesioner Nominal
yang mengukur b. ≥ 60 tahun
waktu
keberadaan
suatu makhluk
hidup.
(modifikasi
WHO,2015)

2. Tingkat Pengetahuan a. Baik:_Jika Kuesioner Nominal


23
Pengetahuan adalah hasil responden dapat
penginderaan menjawab benar ≥ 8
manusia, atau pertanyaan tentang
hasil tahu pengetahuan seputar
seseorang penyakit OA
b. Sedang : Jika
terhadap objek
responden dapat
melalui indera
menjawab benar 5 -
yang dimilikinya
7 pertanyaan tentang
dalam penelitian
pengetahuan seputar
ini adalah
penyakit OA.
pengetahuan
tentang penyakit
OA (modifikasi
Notoatmodjo,
2010)

3.
Pengetahuan Segala sesuatu 1. Ya : Responden Kuisioner Nominal
tentang OA informasi yang pernah mendengar atau
diketahui oleh mengetahui tentang
responden Osteoarthritis dari
mengenai OA berbagai sumber
2. Tidak : Responden
yang didapat
tidak pernah mendengar
dari berbagai
atau mengetahui tentang
sumber.
Osteoarthritis dari
berbagai sumber
5.
Jenis 1. Laki-laki Kuisioner Nominal
2. Wanita
Kelamin
6.
Obesitas 1 BMI < 25 Kuisioner Nominal
2. BMI >25
7.
Riwayat 1. Ada Kuisioner Nominal
24
Trauma 2. Tidak

4.6 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data


4.6.1 Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan secara primer dengan melakukan
observasi mengunakan alat bantu kuesioner kepada para responden
dengan tujuan mengetahui tingkat pengetahuan warga tentang
Osteoarthritis di Masyarakat Desa Keboharan, Puskesmas Barengkrajan.
Pengambilan data dengan kuesioner ini dibatasi pada responden
dengan usia 40-70 tahun. Alasannya karena pada usia ini lebih dianggap
mampu untuk memberikan pendapat dan dapat menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik (Simarmata, 2006).
4.6.2 Pengolahan Data
a. Pengolahan Data
Setelah data yang diperoleh dalam penelitian ini terkumpul, maka
dilakukan tahap pengolahan data melalui beberapa tahapan yaitu
sebagai berikut:
1) Editing
Pada tahap ini mengumpulkan dan memeriksa data check
list yang ada apakah sesuai dengan jumlah sampel dan apakah
cara pengisiannya sudah benar atau terdapat kekeliruan. Dalam
melakukan editing ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu:
a) Memeriksa kelengkapan data
b) Memeriksa kesinambungan data
c) Memeriksa keseragaman data

2) Coding
Memberikan tanda atau simbol pada data tertentu untuk
mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data
(mengelompokkan data), karena data yang terkumpul banyak
macamnya.

3) Tabulating
Tabulating adalah mengelompokkan jawaban-jawaban
koresponden dengan teratur lalu lintas dihitung dan
dijumlahkan, dituliskan dalam bentuk tabel-tabel. Dengan
25
berhasil disusunnya tabel-tabel, maka analisa selanjutnya akan
mudah dilakukan. Peranan tabel dalam suatu penelitian antara
lain untuk membantu analisa data.

4.7 Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode
yaitu analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk
mendeskripsikan masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun
terikat dan untuk mendistribusikan data mengenai Osteoarthritis digunakan
perhitungan frekuensi dan presentasi. Hasil penelitian ini akan
ditampilkann dalam bentuk table distribusi frekuensi.

26
BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 4.1 Profil Umum Wilayah Puskesmas Barengkrajan


5.1.1 Profil Organisasi
a. Gambaran Umum Organisasi
Puskesmas Barengkrajan terletak di Kecamatan Krian,
tepatnya di desa Barengkrajan. Letak Puskesmas Barengkrajan
berada di titik tengah dari tujuh desa wilayah kerja Puskesmas
Barengkrajan, sehingga memudahkan akses Masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Jarak Puskesmas
Barengkrajan ke akses utama jalan raya tidak lebih dari dua
kilometer , yang dapat memudahkan proses mendapatkan layanan
lanjutan ke jejaring. Puskesmas Barengkrajan beralamat di Desa
Barengkrajan Rt 012 Rw 004 Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo.

1. Geografis
Kecamatan Krian terletak ± 25 km di sebelah barat
Kabupaten Sidoarjo dengan batas – batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Driyorejo, Kabupaten
Gresik
Sebelah Timur : Kecamatan Sukodono, Taman dan
Wonoayu
Sebelah Selatan : Kecamatan Prambon
Sebelah Barat : Kecamatan Balongbendo

Gambar. 1
Peta Wilayah Kerja Puskesmas Barengkrajan

27
Puskesmas BarBarengkrajan merupakan Puskesmas kedua di
wilayah Kecamatan Krian (sesudah Puskesmas Krian), terletak
di desa barengkrajan Kecamatan Krian dengan batas – batas
wilayah kerja sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik
Sebelah Timur : Wilayah kerja Puskesmas Trosobo (Desa
Trosobo dan Desa Banjarpertapan)
Sebelah Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Krian
(Ds.Terungwetan, Terungkulon,
Ds.Jatikalang)
Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Krian
(Ds.Kemasan, dan Desa Sidomulyo)

2. Luas Wilayah
Luas wilayah Puskesmas Barengkrajan 1020,879 Ha, terdiri dari :
Tanah sawah : 469,740 Ha
Tanah kering : 536,426 Ha
Tanah Kuburan : 4,410 Ha
Tanah Padang Gembala : 10,302 Ha

b. Data Demografi

28
Saat ini Puskesmas Barengkrajan Kabupaten Sidoarjo memiliki
cakupan layanan jumlah penduduk sekitar 46599 jiwa yang tersebar
pada 7 ( Tujuh) desa yang tergambar pada tabel berikut :

Tabel 1
Data Desa dan Luasnya di Wilayah Kecamatan Barengkrajan

NO. DESA LUAS WILAYAH ( km2 )

1. Keboharan 1,7
2. Ponokawan 0,7
3. Sidoarjo 0,9
4. Tempel 1,8
5. Watugolong 1,2
6. Barengkrajan 1,9
7. Sidorejo 1,9

TOTAL 10,1
Sumber : Profil Puskesmas Barengkrajan Tahun 2017

Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Wilayah Kerja Puskesmas Barengkrajan

NO Kelompok Jumlah Penduduk


Total
. umur (tahun) Laki-Laki Perempuan
1. 0-4 1940 2027 3966
2. 5-9 1993 2066 4059
3. 10-14 1830 1898 3728

29
4. 15-19 1848 1954 3802
5. 20-24 1996 4.834 4104
6. 25-29 1986 2185 4171
7. 30-34 2024 2340 4364
8. 35-39 2066 2341 4407
9. 40-44 1983 2112 4095
10. 45-49 1638 1792 3430
11. 50-54 1331 1437 2767
12. 55-59 982 1015 1997
13. 60-64 576 629 1204
14. 65-69 411 488 898
15. 70-74 254 354 609
16. 75+ 222 387 610
Sumber : Profil Puskesmas BarengkrajanTahun 2017

Data keadaan sampai akhir tahun 2017 Puskesmas Barengkrajan memiliki


sarana pendukung fasilitas kesehatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM) baik berupa Pos Pelayanan Kesehatan Desa (PKD) dan termasuk juga
kadernya yang keseluruhannya juga memberikan jenis pelayanan baik promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Data selengkapnya tentang Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dimiliki Puskesmas Barengkrajan terlihat
pada tabel berikut:

Tabel 3
Data UKBM Puskesmas Barengkrajan

JUMLAH SARANA
NO Poskesdes Posyandu Kader Posbindu Kader Kader
Posyandu Posbindu Kesehatan
Lain
1. 7 pos 36 pos 211 orang 9 45 orang 1.949
Sumber : Profil Puskesmas Barengkrajan Tahun 2017

30
4.7 Hasil kuisoner sebelum dan sesudah dilakukan interfensi
Peserta progam penyuluhan penyakit Osteoarthritis di posyandu lansia di
desa bareng terdiri dari 17 orang yang sakit OA pada hari minggu tgl 9 april
2017 dan di evaluasi satu bulan berikutnya pada tanggal 10 mei 2017. Berikut
adalah hasil kuisoner berdasarkan skala nyeri menurut bourbanis .
Tgl 10 mei
NO NAMA 2017/ skala
nyeri
1. Ny.A/ 60 th 4
2. Ny.S/ 61 t thh 4
3. Ny.I/57 th 3
4. Tn.P/ 58 th 2
5. Ny.E/ 62 th 2
6. Ny.S/ 70 th 5
7. Ny.H/ 75 th 4
8. Ny.N/ 51 th 2
9. Ny.R/ 64 th 4
10. Ny.M./ 55 th 3
JUMLAH 56
RATA-RATA 3,2

BAB 6
DISKUSI
6.1. Karakteristik Responden
6.2. Tingkat Pengetahuan
6.3. Jenis Kelamin
6.4. Obesitas
6.5. Riwayat Trauma
6.6. Angka Kejadian Osteoarthritis

Selama progam penyuluhan penyakit Osteoarthritis seluruh peserta tampak


sangat antusias dalam menyimak materi. Berdasarkan data tabel hasil kuisoner,
sebanyak 17 peserta telah mengikuti mini project penyuluhan penyakit
Osteoarthritis dan telah mengisi kuisioner untuk mengevaluasi tingkat nyeri
sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dan perubahan pola gaya hidup pada
pasien yang menderita penyakit Osteoarthritis. Dari hasil kuisoner pertama tgl 9
31
april 2017 didapatkan rerata kadar nyeri sebesar 6,1 sedangkan rerata hasil
kuisoner setelah dilakukan intervensi adalah sebesar 3,2. Dari data tersebut dapat
disimpulkan adanya perubahan tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan
pengobatan dan pemberian penyuluhan tentang penyakit Osteoarthritis.

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuisioner dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Karakteristik responden:
a. Responden yang sudah pernah mendapat informasi tentang DBD
sebanyak 54 orang(56%).
b. Usia responden terbanyak ada di usia 41 – 50 tahun sebanyak 31
orang (32%)
c. Tingkat pendidikan responden tebanyak masih berpendidikan
rendah sebanyak 60 orang (62%)
d. Pekerjaan responden yang paling banyak adalah tidak bekerja
sebanyak 25 orang (26%)
2. Pengetahuan responden berada diatas rata – rata sebanyak 60 orang
(62)%. Hal ini menunjukkan pengetahuan responden berada di atas
nilai rata – rata.

32
3. Tingkat pengetahuan responden terbanyak ada pada tingkat
pengetahuan sedang sebanyak 50 orang (53%). Hal ini menunjukan
responden sudah sedikit mengetahui tentang demam berdarah namum
masih belum jelas dan lengkap.
4. Sebanyak 94 responden (98%) berhasil menjawab benar gejala demam
berdarah dengue, sedangkan sebanyak 60 responden (62%) salah
menjawab tentang cara membersihkan tempat penampungan air
terutama dalam intensitas membersihkannya.
7.2. Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Lebih meningkatkan program promosi kesehatan kepada
masyarakat tentang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
Demam Berdarah dengue khususnya di bidang Program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
b. Lebih meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang
informasi cara pencegahannya dalam rangka meningkatkan
kewaspadaan masyarakat terkait penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD).
c. Meningkatkan koordinasi lintas sektoral dalam rangka menurunkan
angka kejadian Demam Berdarah Dengue di Desa Cantuk
2. Bagi masyarakat
a. Perlu adanya kesadaran untuk mengetahui lebih jauh tentang
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), komplikasi yang bisa
terjadi dan cara pencegahannya.
b. Perlu adanya kesadaran untuk melakukan kegiatan pencegahan
penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) di kalangan
masyarakat.

7.1 Kesimpulan
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan
perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi
tulang rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup
tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan
33
penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Etiologi osteoarthritis
belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia sepertinya
merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis.
Ketidakseimbangan antara pembentukan dan penghancuran matriks-matriks
kartilago merupakan kata kunci dalam perjalanan penyakit ini. Osteoarthritis
menyerang sendi-sendi tertentu terutama sendi-sendi yang mendapat beban
cukup berat dari aktivitas sehari-hari.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis
dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering
muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas
dan gejala akan mereda setelah istirahat.
Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai
penunjang/pemastian diagnosis.Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x
pasien dengan osteoarthritis adalah menyempitnya celah antar sendi,
terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan
sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar
gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis.
Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
meminimalisasi hilangnya fungsi fisik. Hal ini bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar tetap bisa melakukan
aktivitas sehari-hari.

7.2 Saran
Penyakit Osteoarthritis dapat menyerang kepada siapa saja, terutama pada
usia pre menopause dan lansia jadi, apabila kita tidak ingin terkena penyakit
berbahaya ini maka kita harus mualai dengan berperilaku hidup sehat, dari mulai
pola makan yang sehat dan teratur hingga mulai membiasakan untuk teratur
berolahraga.
34
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s


Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition,
Tokyo, Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 03 juni 2017.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian
35
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

LAMPIRAN

DOKUMENTASI

36

Anda mungkin juga menyukai