Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara bahasa virus yang merupakan bahasa latin yaitu dari kata virion
yang memiliki arti racun. Pengertian virus adalah parasit mikroskopik yang
mampu menginfeksi sel organisme. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam
material hidup dengan cara menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup, hal
itu dikarenakan virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi
sendiri.
Oleh karena itu virus disebut juga parasit obligat karena sifatnya tersebut.
Umumnya virus memiliki sejumlah asam nukleat yang DNA ataupun RNA
(namun tidak kombinasi keduanya). Asam nukleat tersebut diselubungi bahan
yang mampu melindungi bagian virus yang terdiri dari glikoprotein, protein dan
lipid (bisa juga kombinasi ketiganya).
Kebanyakan dari jenis virus memang merugikan, dimana virus yang
menyerang tumbuhan juga menyebabkan kerusakan atau matinya tumbuhan.
Contohnya pada daun tembakau yang diserang tobacco Mozaic virus. Selain itu
virus juga dapat menginfeksi pada hewan, contohnya cacar pada sapi Vicinia
Virus. Disisi lain, manusia juga sangat mudah terserang oleh virus yang
menyebabkan penyakit Influensa, AIDS, SARS, Flu burung dan masih banyak
lagi. Namun peranan virus disini tidak hanya merugikan saja. Pasalnya virus yang
telah dilemahkan dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, diantaranya
membuat antitoksin, melemahkan bakteri, memproduksi vaksin dan menyerang
patogen.
Rekayasa genetika adalah prosedur dasar dalam menghasilkan suatu
produk bioteknologi. Secara umum, rekayasa genetika melakukan modifikasi pada
mahluk hidup melalui transfer gen dari suatu organisme ke organisme lain. Dalam
melakukan rekayasa genetika, diperlukan berbagaiteknik dan tahap yang
sistematis agar hasil dari rekayasa genetika tersebut dapat bermanfaat dengan
maksimal. Rekayasa genetika juga bisa lakukan pada virus. Virus yang sudah

1
2

mengalami rekayasa genetika akan berubah fungsi dari merugikan menjadi


menguntungkan bagi tubuh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penemuan virus?
2. Bagaimana struktur virus?
3. Bagaimana Klasifikasi virus?
4. Bagaimana proses reproduksi virus?
5. Bagaimana teknik rekayasa genetika?
6. Bagaimana aplikasi rekayasa genetika pada virus?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah penemuan virus.
2. Untuk mengetahui struktur virus.
3. Untuk mengetahui klasifikasi virus.
4. Untuk mengetahui proses reproduksi virus.
5. Untuk mengetahui teknik rekayasa genetika
6. Untuk mengetahui aplikasi rekayasa genetika pada virus.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. VIRUS
Virus bertanggung jawab atas puluhan penyakit manusia, termasuk AIDS,
polio, influenza, luka dingin, campak, dan beberapa jenis kanker. Virus ditemukan
di berbagai bentuk, ukuran, dan penyusun yang sangat berbeda, tapi semua
mereka memiliki sifat umum tertentu. Semua virus bersifat parasit intraseluler;
yaitu, mereka tidak dapat bereproduksi kecuali di dalam sel inang. Tergantung
pada virus tertentu, inangnya mungkin tanaman, hewan, atau sel bakteri. Virion
mengandung sejumlah kecil bahan genetik dapat berupa untai tunggal atau
double-stranded, RNA atau DNA. Materi genetik dari virion ini dikelilingi oleh
kapsul protein, atau kapsid. Diluar sel inang virus adalah makromolekul agregat,
partikel mati yang tidak dapat bereproduksi dan melakukan metabolisme sendiri,
atau melakukan salah satu kegiatan lain yang terkait dengan kehidupan oleh
karena itu virus tidak dianggap organisme dan tidak digambarkan sebagai hidup
(Karp dkk, 2010)

1. Sejarah Penemuan Virus


Sejarah penemuan virus diawali dengan ditemukannya mikroskop pada
tahun 1632 oleh seorang ilmuan berkembangsaan Belanda, Antony van
Leewenhoek. Penemuan mikroskop ini mendorong penelitian dan penyelidikan
objek-objek mikro (berukuran sangat kecil) menjadi sebuah kegemaran tersendiri
bagi ilmuan pada masa itu. Mikroskop berkembang dan mengalami
penyempurnaan semenjak pertama kali ditemukan. Mikroskop pertama yang
hanya dapat memperbesar objek hingga 150 kali ukuran aslinya telah berhasil
membuat para ilmuwan menemukan sel, bakteri, dan organisme renik lainnya.
Dengan pemutakhiran susunan lensa dan teknik pembesaran sehingga mikroskop
memiliki kemampuan pembesaran hingga 1.000 kali ukuran asli (mikroskop
cahaya) dan 10.000 kali ukuran asli (mikroskop elektron), para ilmuan di masa itu
semakin mudah menemukan dan mengidentifikasi jasad mikro yang ukurannya
jauh lebih kecil dari sel, bakteri, jamur, dan membuka sejarah baru dalam
penemuan virus.

3
4

Salah satu ilmuan yang menjadi pionir dalam sejarah penemuan virus ialah
Adolf Mayer. Ia adalah seorang peneliti berkebangsaan Jerman yang berhasil
mengidentifikasi keberadaan virus untuk pertama kalinya di tahun 1882 melalui
penelitian penyakit bintik kuning pada daun tembakau. Mayer melakukan
percobaan dengan menyemprotkan getah tanaman tembakau yang terserang
penyakit bintik kuning ke tanaman tembakau yang sehat. Hasilnya, tanaman yang
sehat menjadi ikut terserang dan mengalami penyakit serupa. Dengan hasil ini,
Mayer menyimpulkan bahwa ada suatu bakteri yang sangat kecil yang dapat
menginfeksi tanaman tembakau.
Ditahub 1892, Dmitri Ivanovski menggunakan suatu filter yang dapat
menyaring bakteri untuk menyaring getah tanaman tembakau yang terinfeksi dan
kemudian menggunakan asil penyaringan tersebut untuk mengulangi penelitian
Mayer. Getah yang sudah disaring kemudian dioleskan pada tanaman sehat.
Hasilnya, tanaman tembakau sehat masih tetap terserang. Dengan hasil tersebut, ia
kemudian menyimpulkan bahwa ada bakteri patogen atau zat kimia hasil produksi
bakteri yang berukuran sangat kecil sehingga dapat lolos dari penyaring bakteri.
Pada tahun 1897, seorang ahli botani Belanda bernama Martinus
Beijerinck melakukan eksperimen yang membuktikan bahwa agen penginfeksi
yang terdapat di dalam getah tembakau dapat berkembang biak. Beijeinck
menyemprotkan getah yang telah disaring ke tanaman lainnya. Setelah tanaman
tersebut sakit, maka getahnya digunakan untuk menginfeksi tanaman berikutnya,
dan seterusnya hingga beberapa kali pemindahan. Ternyata, kemampuan patogen
tersebut tidak berkurang setelah beberapa kali pemindahan. Berbeda dengan
bakteri, agen penginfeksi tersebut tidak dapat dikembangbiakan dalam medium
nutrisi di dalam cawan petri dan tidak dapat dinonaktifkan dengan alkohol.
Seorang ilmuan Amerika, Wendell Stanley pada tahun 1935 berhasil
mengkristalkan partikel penyebab penyakit bintik kuning yang menyerang
tembakau. Partikel mikroskopis ini kemudian diberi nama Tobacco Mosaic Virus
(TMV). Sejak saat itu, penelitian lebih dalam terkait keberadaan virus semakin
banyak dilakukan. Para ilmuan berlomba-lomba mengidentifikasi keberadaan
virus dalam cabang ilmu virologi untuk menemukan hal-hal baru yang belum
pernah ada dalam sejarah penemuan virus sebelumnya (Campbell dkk, 2008).
5

2. Struktur Virus
Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (1 nanometer = 1/1000 mikron)
lebih kecil dari ribosom, bahkan ukuran virus terbesar pun dengan ukuran beratus-
ratus nanometer tidak tampak pada mikroskop cahaya.Virus merupakan partikel
penginfeksi yang terdiri atas asam nukleat berupa DNA atau RNA saja yang
diselubungi protein dikenal sebagai kapsid. Pada beberapa kasus, virus
diselubungi oleh selubung amplop bermembran.
Genom virus terdiri atas DNA beruntai-ganda, DNA beruntai Tunggal,
RNA beruntai–ganda, atau RNA beruntai-tunggal tergantung pada jenis virusnya.
Virus disebut virus DNA atau virus RNA tergantung pada asam nukleat penyusun
genomnya. Virus terkecil diketahui hanya memiliki empat gen dalam genomnya,
sedangkan yang terbesar memiliki beberapa ratus sampai seribu gen (Campbell
dkk, 2008).

Gambar 2.1 Struktur Virus (Campbell, 2008)

Partikel virus bervariasi dari segi ukuran, bentuk maupun komposisi


kimiawinya (Gambar 2.1). Bentuk-bentuk virus yang sudah diketahui diantaranya:
6

a. Bentuk tubuh bulat dimiliki oleh virus-virus penyebab penyakit AIDS, ebola,
dan influenza.
b. Bentuk tubuh oval dimiliki oleh virus penyebab penyakit rabies.
c. Bentuk tubuh batang dimiliki oleh virus TMV (Tobaccao Mosaic Virus).
d. Bentuk tubuh polihedral dimiliki oleh virus Adenovirus penyebab demam.
e. Bentuk tubuh huruf T pada bacteriophage, virus menyerang bakteri E. coli.

Struktur utama virus adalah asam nukleat yang dapat berupa RNA
(Ribonucleic acid) atau DNA (Deoxyribonucleic acid) dan tak pernah keduanya.
Asam nukleat ini dikelilingi oleh subunit protein yang disebut kapsomer. Susunan
kapsomer-kapsomer tersebut membentuk mantel dinamakan kapsid. Kapsid dan
asam nukleat Virus dinamakan nukleokapsid. Sejumlah virus memiliki struktur
aksesori yang membantu menginfeksi inang. Misalnya amplop bermembran yang
mengelilingi kapsid virus influenza dan banyak virus lain yang ditemukan pada
hewan. Amplop virus (viral envelope) mengandung fosfolipid dan protein
membran yang berasal dari sel inang, dan juga mengandung protein dan
glikoprotein dari virus.
Setiap virus memilik permukaan protein yang mampu mengikat komponen
permukaan tertentu sel inangnya. Sebagai contoh, protein dari permukaan partikel
HIV (berlabel gp120, yang merupakan singkatan dari glikoprotein massa molekul
120.000 daltons4) berinteraksi dengan protein spesifik (disebut CD4) pada
permukaan sel darah putih tertentu, untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam
sel inangnya.
Karp dkk (2010) mengemukakan bahwa Interaksi antara protein virus dan
sel inang menentukan spesifisitas virus, yaitu jenis sel inang untuk virus bisa
masuk dan menginfeksi. Beberapa virus memiliki kisaran inang yang luas,
sehingga dapat menginfeksi sel-sel dari berbagai organ yang berbeda atau sel
inang dari berbagai spesies. Virus yang misalnya menyebabkan rabies, mampu
menginfeksi berbagai jenis mamalia host, termasuk anjing, kelelawar, dan
manusia. Akan tetapi ada juga yang memiliki relatif kisaran inang yang sempit.
Hal ini berlaku, misalnya, virus influenza, yang umumnya dapat menginfeksi
hanya sel-sel epitel pernapasan manusia. Sebagai contoh lainnya, adenovirus,
yang menyebabkan infeksi pernafasan pada mamalia. Selain itu virus yang
7

memiliki kisaran inang yang sempit adalah human immunodeficiency virus


(HIV) yang bertanggung jawab untuk AIDS, virus ini memiliki kapsid protein
yang dikelilingi oleh selaput luar yang mengandung lipid yang berasal dari diubah
membran plasma dari sel inang sebagai tunas virus dari permukaan sel inang.
Kemudian Virus bakteri, atau bakteriofag, adalah salah satu virus yang paling
kompleks. Struktur tubuh bakteriofag (Gambar 2.2) terdiri dari kepala polihedral
berisi DNA, tangkai silindris sebagai jalur DNA masukke dalam sel bakteri, dan
serat ekor yang berfungsi sebagai alat untuk merekat ketika mendarat di inang.

Gambar 2.2 Bakteriofag (Karp dkk, 2010)

3. Klasifikasi Virus
Para ahli virologi bekerja dan melakukan penelitian tentang jenis-jenis
virus, karakter, ciri-ciri, dan pemanfaatannya. Semua kegiatan tersebut diawali
dengan upaya klasifikasi (pengelompokan) agar virus menjadi lebih mudah untuk
dipelajari. Berikut adalah pengelompokan virus berdasarkan kriteria tertentu.
Berikut adalah klasifikasi virus berdasarkan ciri-ciri tertentu.
a. Berdasarkan kandungan asam nukleatnya, virus diklasifikasikan menjadi dua.
1) Ribovirus (virus RNA), yaitu virus yang asam nukleatnya berupa RNA.
Contoh togavirus (penyebab demam kuning dan ensefalitis), arenavirus
(penyebab meningitis), picornavirus (penyebab polio), orthomyxovirus
(penyebab influenza), paramyxovirus (penyebab pes pada ternak),
8

rhabdovirus (penyebab rabies), hepatitisvirus (penyebab hepatitis pada


manusia), dan retrovirus (dapat menyebabkan AIDS).
2) Deoksiribovirus (virus DNA), yaitu virus yang asam nukleatnya berupa
DNA. Contoh virus herpes (penyebab herpes), poxvirus (penyebab kanker
seperti leukemia dan limfoma, ada pula yang menyebabkan AIDS),
mozaikvirus (penyebab bercak-bercak pada daun tembakau), dan
papovavirus (penyebab kutil pada manusia/papiloma).
b. Berdasarkan bentuk dasarnya, virus diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Virus bentuk ikosahedral: bentuk tata ruang yang dibatasi oleh 20 segitiga
sama sisi dengan sumbu rotasi ganda. Contoh virus polio dan adenovirus.
2) Virus bentuk helikal: menyerupai batang panjang, nukleokapsidnya tidak
kaku, berbentuk heliks, dan memiliki satu sumbu rotasi. Pada bagian atas
terlihat RNA virus dengan kapsomer, misal virus influenza dan TMV.
3) Virus bentuk kompleks: Struktur sangat kompleks dan pada umumnya lebih
lengkap dibanding dengan virus lainnya. Contoh poxvirus (cacar) yang
mempunyai selubung yang menyelubungi asam nukleat.
c. Berdasarkan keberadaan selubung yang melapisi nukleokapsid, virus
dibedakan menjadi dua.
1) Virus berselubung, mempunyai selubung yang tersusun dari lipoprotein atau
glikoprotein. Contoh poxvirus, herpesvirus, orthomyxovirus,
paramyxovirus, rhabdovirus, togavirus, dan retrovirus.
2) Virus telanjang. Nukleokapsid tidak diselubungi oleh lapisan yang lain.
Contoh Adenoviruses, Papovaviruses, Picornaviruses, dan Reoviruses.
d. Berdasarkan jumlah kapsomernya, virus diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Virus dengan 252 kapsomer, contoh adenovirus.
2) Virus dengan 162 kapsomer, contoh herpesvirus.
3) Virus dengan 72 kapsomer, contoh papovavirus.
4) Virus dengan 60 kapsomer, contoh picornavirus.
5) Virus dengan 32 kapsomer, contoh parvovirus
e. Berdasarkan sel inangnya, virus diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Virus yang menyerang manusia, contoh HIV.
2) Virus yang menyerang hewan, contoh rabies.
9

3) Virus yang menyerang tumbuhan, contoh TMV.


4) Virus yang menyerang bakteri, contoh virus T.

4. Reproduksi Virus
Virus tidak memiliki enzim-enzim metabolism dan peralatan untuk
membuat protein misalnya seperti ribosom. Virus merupakan makhluk intraseluler
obligat dengan kata lain hanya dapat bereproduksi dalam sel inang saja. Setiap
tipe virus dapat menginfeksi sel dari ragam inang yang berbatas, disebut kisaran
inang (host range). Virus terhadap sel inangnya bersifat spesifik yang mana virus
mengidentifikasi sel inang melalui kecocokan antara protein permukaan virus dan
molekul reseptor spesifik disebelah luar sel. Sejumlah virus memiliki kisaran
inang yang luas. Misalnya virus west nile dan ensefalitis kuda merupakan virus
yang berbeda yang mampu menginfeksi nyamuk, kuda, burung dan manusia.
Akan tetapi ada juga virus yang memiliki kisaran sempit hanya menginfeksi satu
kisaran inang saja contohnya seperti virus campak, kemudian virus selesma
(Campbell dkk, 2008).

Gambar 2.3 Siklus reproduksi virus secara umum (Campbell dkk, 2010)

Ada dua tipe dasar dari cara infeksi virus.


a. Dalam kebanyakan kasus, penangkapan virus kegiatan sintetis normal host
dan pengalihan sel untuk menggunakan bahan yang tersedia untuk
10

memproduksi asam nukleat virus dan protein, yang merakit menjadi virion
baru. Virus, dengan kata lain, tidak tumbuh seperti sel-sel; mereka dirakit dari
komponen langsung ke dewasa berukuran virion. Pada akhirnya, pecah
terinfeksi sel (lisis) dan melepaskan generasi baru partikel virus mampu
menginfeksi sel tetangga.
b. Dalam kasus lain, virus menginfeksi tidak menyebabkan kematian sel inang,
melainkan menyisipkan (terintegrasi) DNA-nya ke dalam DNA kromosom
sel inang. DNA virus terintegrasi disebut provirus. Provirus dapat memiliki
efek yang berbeda tergantung pada jenis virus dan sel inang. Sebagai contoh,
Sel bakteri mengandung berperilaku provirus normal sampai terkena
stimulus, seperti radiasi ultraviolet, yang mengaktifkan DNA virus tidak aktif,
menyebabkan lisis sel dan pelepasan keturunan virus.
Menurut Campbell (2008), infeksi virus terjadi ketika virus berikatan ke
sel inang dan genom virus menembus masuk. Mekanisme masuknya genom
bergantung pada tipe virus dan tipe sel inang. Misalnya fag T menggunakan
apparatus ekornya yang rumit untuk menyuntikkan DNA ke dalam bakteri.
Berikut gambar siklus lisis Virus Fag (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Siklus Lisis (Campbell dkk, 2010)


11

Siklus lisis merupakan siklus reproduksi fag yang mencapai puncaknya


pada kematian sel inang. Istilah lisis mengacu pada tahap infeksi terakhir ketika
bakteri mengalami lisis atau pecah dan melepaskan fag-fag yang dihasilakn dalam
sel. Masing-masing fag kemudian dapat menginfeksi sel yang sehat, dan beberapa
siklus lisis yang terjadi secara berturut-turut dapat menghancurkan seluruh
polpulasi bakteri dalam beberapa jam (Campbell, 2010:416).
Selain siklus lisis juga ada siklus lisogenik, pada siklus lisogenik (Gambar
2.5) memungkinkan replikasi genom fag tanpa menghancurkan inang. Fag yang
mampu menggunakan kedua mode reproduksi dalam bakteri disebut fag temperat
atau yang biasa disimbolkan dengan λ (lambda). Fag λ menyerupai Fag T namun
hanya memiliki satu ekor dan serat ekor yang pendek. Berikut ini gambar siklus
lisis dan lisogenik secara bersamaan pada Fag λ (Campbell, 2010:416).

Gambar 2.5 Siklus lisogenik (Campbell dkk, 2010)


Virus dapat memperbanyak diri bila partikel virus menginfeksi inang
untuk mensintesa semua komponen yang diperlukan dan membentuk lebih banyak
partikel virus. Komponen-komponen tersebut kemudian dirakit menjadi bentuk
struktur virus dan partikel virus yang baru dibentuk itu harus keluar dari sel inang
untuk dapat menginfeksi kembali sel-sel lain. Berdsarkan tahap akhir setelah asam
partikel virus berada dalam sel inang akan terjadi dua kemungkinan ada yang
mengalami siklus litik (sel inang pecah dan partikel virus keluar) dan ada yang
12

permanen tetap dalam DNA sel inang berupa siklus lisogenik. Tahapan reproduksi
virus secara umum dilakukan dalam tujuh langkah, yaitu:
a. Adsorpsi (penempelan) dari partikel virus pada sel inang yang sesuai.
b. Penetrasi (injeksi) dari virion atau asam nukelat virus ke dalam sel inang.
c. Tahap awal replikasi (Eklipse) dari asam nukleat virus, dalam peristiwa ini
mesin bioseintesa sel inang diambil alih untuk memulai sintesa asam nukleat
virus, enzim-enzim spesifik virus mulai dihasilkan dalam tahap ini.
d. Replikasi dari asam nukleat virus
e. Sintesa dari protein sub unit dari mantel virus
f. Perakitan dari asam nukleat dan protein subunit (dan komponen membran
pada virus bermembran) kedalam partikel virus.
g. Pelapasan partikel virus yang matang dari sel (lisis).

Pada virus hewan yang dilengkapi dengan amplop, akan menggunakan


struktur amplop untuk memasuki inang (Gambar 2.6)

Gambar 2.6 Reproduksi virus influenza yang memiliki selubung amplop.

B. DASAR-DASAR REKAYASA GENETIKA


1. Pengertian Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika adalah prosedur dasar dalam menghasilkan suatu
produk bioteknologi. Secara umum, rekayasa genetika melakukan modifikasi pada
mahluk hidup melalui transfer gen dari suatu organisme ke organisme lain.
Keunggulan rekayasa genetika adalah mampu memindahkan materi genetika dari
13

sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu
yang lebih singkat. Melalui proses rekayasa genetika ini, telah berhasil
dikembangkan berbagai organisme maupun produk yang menguntungkan bagi
kehidupan manusia.
Teknologi khusus yang digunakan dalam rekayasa genetika meliputi
teknologi DNA Rekombinan yaitu pembentukan kombinasi materi genetik yang
baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu
sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.
Ada 2 jenis bioteknologi, yakni bioteknologi konvensional (sederhana)
dan bioteknologi modern. Bioteknologi modern telah menggunakan teknik
rekayasa tingkat tinggi dan terarah sehingga hasilnya dapat dikendalikan dengan
baik. Teknik yang sering digunakan adalah dengan melakukan manipulasi genetik
pada suatu jasad hidup secara terarah sehingga diperoleh hasil sesuai dengan yang
diinginkan. Teknik yang digunakan dalam bioteknologi modern adalah teknik
manipulasi bahan genetik (DNA) secara in vitro, yaitu proses biologi yang
berlangsung di luar sel atau organisme, misalnya dalam tabung percobaan. Oleh
karena itu, bioteknologi modern juga dikenal dengan rekayasa genetika, yaitu
proses yang ditujukan untuk menghasilkan organism transgenik. Organisme
transgenik adalah organisme yang urutan informasi genetik dalam kromosomnya
telah diubah sehingga mempunyai sifat menguntungkan yang dikehendaki. Ada
beberapa macam rekayasa genetika di antaranya adalah rekombinasi DNA, fusi
sel, dan transfer inti (Thenawidjaja, 1990).

2. Tujuan Rekayasa Genetika


Tujuan umum dari rekayasa genetika antara lain:
a. Memperbanyak zat yang terjadi secara proses alamiah dalam jumlah kecil
yang kemudian menjadi tidak terhingga nilainya jika tersedia dalam jumlah
besar sehingga berpotensi untuk diselidiki (Thenawidjaja, 1990).
b. Mikroba dapat dijadikan pabrik membuat bahan-bahan yang diperlukan,
dengan pangalaman menumbuhkan organism tersebut secara murah dan
efisien pada skala besar (Thenawidjaja, 1990).
14

Tujuan khusus dari rekayasa genetika antara lain:


a. Rekayasa genetika pada tanaman mempunyai target dan tujuan antara lain
peningkatan produksi, peningkatan mutu produk supaya tahan lama dalam
penyimpanan pascapanen, peningkatan kandunagn gizi, tahan terhadap
serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri, jamur, atau virus),
tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas serangga jantan (untuk
produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan
kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi
(Thenawidjaja, 1990).
b. Rekayasa Genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
kerja mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen
udara, meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan
pembuatan makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan
untuk menghasilkan bahan obat-obatan dan kosmetika (Thenawidjaja, 1990).

3. Manfaat Rekayasa Genetika


Manfaat dari rekayasa genetika yaitu:
a. Untuk mengurangi biaya dan meningkatkan penyediaan sejumlah besar bahan
yang sekarang di gunakan di dalam pengobatan, pertanian dan industri
(Thenawidjaja, 1990).
b. Untuk mengembangkan tanaman – tanaman pertanian yang bersifat unggul
namun secara praktis (Sumastri, 2005).
c. Untuk menukar gen dari satu organisme kepada organisme lainnya
,menginduksi sel untuk membuat bahan-bahan yang sebelumnya tidak pernah
dibuat (Subra, 1994).

4. Teknik Rekayasa Genetika


Beberapa teknik rekayasa genetika antara lain:
a. DNA Rekombinan
DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang
baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
15

memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam


suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.
Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang
akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan
berbagai ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam
vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang
menggunakan molekul DNA rekombinan, reisolasi molekul DNA
rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan. Pada proses
penyisipan gen diperlukan tiga faktor utama yaitu:
1) Vektor, yaitu pembawa gen asing yang akan disisipkan, biasanya berupa
plasmid atau virus. Plasmid yaitu lingkaran kecil DNA yang terdapat
pada bakteri yang diambil dari bakteri dan disisipi dengan gen asing.
Pemasukannya melalui pemanasan dalam larutanNaCl atau melalui
elektroporasi.
2) Bakteri atau virus berperan dalam memperbanyak plasmid atau DNA
virus. Plasmid di dalam tubuh bakteri akan mengalami replikasi atau
memperbanyak diri, makin banyak plasmid yang direplikasi makin
banyak pula gen asing yang dicopy sehingga terjadi cloning gen.
3) Enzim, berperan untuk memotong dan menyambung plasmid. Enzim ini
disebut enzim endonuklease retriksi, enzim endonuklease retriksi yaitu
enzim endonuklease yang dapat memotong ADN pada posisi dengan
urutan basa nitrogen tertentu.
b. Kloning Gen
Ada beberapa langkah dasar dalam Kloning Gen yaitu sebagai berikut:
1) Isolasi DNA
Suatu fragmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon
diinsersikan pada molekul DNA sirkular yang di sebut sektor untuk
menghasilkan chimoera atau molekul DNA rekombiner.
2) Tahap Splicing Gen
16

Menggunakan bantuan enzim retriksi yang mampu memeriksa


heliks ganda sampai urutan basa spesifik dan mengenalinya (Gambar 3),
kemudian melakukan pemotongan yang tepat pada kedua untaian
meskipun pada massa DNA yang campur aduk. Dalam hal molekul
plasmid lingkaran, proses ini membuka cincin sehingga siap untuk
disisipi gen manusia.

Gambar 2.7 Penggunaan enzim enzim retriksi untuk memotong mRNA


secara spesifik. (Sumber: Thenawidjaja, 1990).

Ketika cincin sudah terbuka oleh enzim retriksi (Gambar 4) dengan


menyisakan rangkaian basa yang tidak rata. Hal ini menyebabkan adanya
empat basa yang menggantung pada masing-masing sisi dari kedua
untaian yang terpotong. Basa-basa ini tidak lagi berpasangan dengan
pasangan dalam keadaan normal dan oleh karena itu dapat berikatan
dengan potongan-potongan DNA lainnya yang kebetulan memiliki
rangkaian empat basa yang sama dalam posisi menggantung (Gambar 5).
Karena kedua potongan DNA yang terpisah dipotong dengan enzim
retriksi ini memiliki daya tarik serupa, maka enzim-enzim ini dikatakan
membentuk ujung yang mampu berlekatan (lengket) ujung ini merupakan
pengait tempat gen manusia dilekatkan. Setelah lengket maka akan
terbentuk gabungan cDNA dengan Plasmid secara kuat (Gambar 6).
17

Gambar 2.8 Plasmid bakteri yang dibuka oleh enzim retrikzi Bam HI.
(Sumber: Thenawidjaja, 1990).

Gambar 2.9 cDNA beruntai ganda dalam proses pemotongan enzim


retriksi yang sama, agar dapat bergabung dengan plasmid bakteri.
(Sumber: Thenawidjaja, 1990)

Gambar 2.10 Gabungan cDNA yang terangkai dalam Plasmid.


(Sumber: Thenawidjaja, 1990).
18

Paling penting bagi rekayasa genetika adalah plasmid seringkali


keluar dari satu sel dan masuk ke sel lainnya, bahkan pada sel yang
spesiesnya berbeda. Oleh karena itu apabila plasmid diambil dari bakteri
dan gen cDNA manusia dilekatkan maka kemampuan alamiah plasmid
akan membiarkan cDNA memasukinya dan mengangkut gen manusia
kedalam rumah baru. Elektroforesis dapat juga digunakan untuk
persiapan memurnikan fragmen DNA tertentu, selain itu digunakan untuk
menganalisis.
3) Tahap Transfer vector
Merupakan tahap transformasi cDNA yang terangkai dalam
plasmid menuju ke sel inang (Gambar 7). Plasmid yang digunakan
dinamakan vector yang berarti pengangkut/pembawa. Beberapa jenis
virus dapat bekerja sebagai vector. Transformasi dengan penyisipan
DNA kedalam vector merupakan cara memasukkan suatu gen kedalam
suatu sel baru dengan menggunakan pembawa khusus. Vector yang
digunakan untuk memasukkan gen ke sesuatu sel baru adalah plasmid,
bakteriofag, dan Cosmid. Secara kimiawi vector-vektor tersebut adalah
molekul DNA.

Gambar 2.11 Transformasi cDNA yang terangkai dalam plasmid menuju


ke sel inang (Sumber: Thenawidjaja, 1990).
19

4) Didalam sel host, vektor mengadakan replikasi menghasilkan banyak


kopi atau turunan yang identik, baik vektornya sendiri maupun gen yang
dibawanya (Gambar 8). Ketika memilih plasmid maka pakar
bioteknologi dapat membuat salinan diri plasmid itu sendiri.sekali berada
pada sel bakteri, satu plasmid dapat memperbanyak diri menjadi
beberapa puluh diri dalam beberapa detik. Apabila mengandung gen
manusia maka akan disalin bersama-sama dengan bagian molekul
lainnya.

Gambar 2.12 Perbanyakan sel bakteri yang diikuti pembelahan plasmid.


(Sumber: Thenawidjaja, 1990).

5) Ketika sel host membelah, kopi molekul DNA rekombinasi diwariskan


pada progeni dan terjadi replikasi vektor selanjutnya.Dalam waktu yang
singkat mampu menghasilkan keturunan menjadi jutaan (Gambar 10).
20

Gambar 2.13 Perbanyakan sel bakteri dalam waktu singkat dan jumlah
sangat banyak.
(Sumber: Thenawidjaja, 1990).

6) Setelah terjadi sejumlah besar pembelahan sel, maka dihasilkan koloni


atau klonel host yang identik. Tiap-tiap sel dalam klon mengandung satu
kopi atau lebih molekul DNA rekombinasi dengan demikian dikatakan
bahwa gen yang dibawa oleh molekul rekombinasi telah diklon
(Mizawarti, 2003)

5. Aplikasi Rekayasa Genetika pada Virus


Virus memang telah banyak digunakan untuk pemanfaatan dibidang
rekaya genetika terutama dibidang kesehatan yaitu vaksin dan terapi gen. Pada
bidang pertanian, virus juga dimanfaatkan yang nantnya akan menjadi tanaman
transgenik.
a. Vaksin
Menurut Budiyanto (2012), vaksin adalah suatu antigenik yang
berfungsi untuk menghasilkan kekebalan aktf terhadap penyakit tertentu
sehingga dapat mengurangi atau mencegah pengaruh dari infeksi organisme
pembawa penyakit. Vaksin dapat berupa virus atau bakteri yang dilemahkan
atau organisme mati atau hasil pemurnian dari organisme mati tersebut.
Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan tubuh manusia, hewan atau
21

tumbuhan dari serangan patogen tertentu dan juga bisa untuk melawan sel-sel
degeneratif (kanker).
Berdasarkan teknik pembuatannya, jenis-jenis vaksin menurut Yuwono
(1995) dibagi menjadi 7 macam antara lain:
1) Vaksin aktif atau hidup (live attenuated vaccine)
Pembuatan vaksin dengan cara melemahkan organisme penyebab
infeksi untuk memperoleh strain yang virulerisinya sangat berkurang,
sudah diakui keampuhannya. Namun demikian vaksin ini masih banyak
kelemahannya, vaksin hidup mempunyai potensi untuk berubah menjadi
virulen, sehingga dapat membahayakan pemakainya. Beberapa virus
mungkin sukar atau tidak dapat dilemahkan sehingga menjadi kendala
pembuatan vaksin.
Menurut Kurnia (2016), vaksin aktif yang telah dilemahkan biasanya
digunakan untuk parasit yang bersifat intraselular yang berasal dari
protozoa dan cacing. Beberapa penelitian vaksin yang saat ini
dikembangkan baik pada manusia maupun hewan menggunakan teknik
nuklir untuk melemahkan organisme patogen, seperti untuk protozoa dan
cacing.
Keuntungan vaksin jenis ini adalah dapat mengaktifkan seluruh fase
sistem imun, meningkatkan respon imun terhadap seluruh antigen (proses
inaktivasi dapat menyebabkan perubahan antigenisitas), durasi imunisitas
lebih panjang, biaya lebih murah, lebih cepat menimbulkan respon
imunitas, mudah dibawa ke lapangan, dapat mengurangi wild type. Tetapi
vaksin jenis ini memiliki beberapa kelemahan dimana vaksin ini kurang
baik apabila digunakan pada daerah tropis dan pada penderita penyakit
defisiensi imun serta adanya kemungkinan terjadi mutasi balik yang
menyebabkan daya virulensi menjadi tinggi.
Contoh virus yang dilemahkan untuk vaksin aktif yaitu meningitis,
tuberkulosis, virus measles, rubella. Contoh lain misalnya vaksin polio
oral Sabin dan vaksin campak.
22

2) Vaksin inaktif (killed vaccine)


Vaksin inaktif adalah vaksin dyang dihasilkan dengan menginaktifkan
virus dalam larutan formalin (0,2% selama 1 jam pada suhu 37oC). Sifat
vaksin inaktif, yaitu :
a) Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya
sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler
b) Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
c) Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi
alamiah
Menurut Kurnia (2016), inaktivasi virus biasanya dengan merusak
kemampuan replikasi tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab
penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya. Vaksin yang diperoleh
dengan inaktivasi ini juga mempunyai beberapa masalah. Untuk inaktivasi,
organisme tersebut memerlukan perlakuan relatif keras agar inaktivasi
dapat sempurna; kondisi tersebut dapat merusak antigen. Aplikasi vaksin
ini juga biasanya lebih rumit daripada vaksin hidup, karena harus
diberikan dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat diberikan peroral
atau intranasal. Selain itu kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang
dimatikan biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat.
Contohnya vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk),
vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan
vaksin demam tifoid.
3) Vaksin kombinasi
Vaksin kombinasi merupakan vaksin yang dibuat dengan tujuan
mengurangi banyaknya suntikan yang diberikan kepada anak yang
divaksin. Vaksin kombinasi biasanya berisi lebih dari dua jenis antigen.
Kombinasi vaksin telah menimbulkan adanya prinsip teori yang
mengatakan bahwa vaksin itu memiliki efektifitas yang tetap baik
diberikan secara tersendiri maupun dalam benuk kombinasi.
Contoh vaksin kombinasi yaitu kombinasi DPT (Diphteria Pertusis
Tetanus) dengan HBV (hepatitis B) atau dengan vaksin polio inaktif
dengan tujuan memberikan rangsangan kekebalan selular pada bayi.
23

Contoh lainnya adalah kombinasi vaksin hepatitis A dengan vaksin


Pneumokokus konjugat.
4) Formulasi vaksin baru
Formulasi vaksin baru merupakan vaksin yang dibuat dengan
meningkatkan dosisnya sehingga diberikan dengan satu kali suntikan.
Antigen dibuat sebagai suatu kapsul yang dibungkus oleh suatu polimer
yang dapat mengontrol besarnya dosis antigen yang dibebaskan ke dalam
jaringan. Misalnya, pemebrian vaksin konvensional dengan interval 1
bulan, 3 bulan, dan 4 bulan dengan menggunakan mikrosfer yang berbeda-
beda.
5) Vaksin Subunit
Vaksin subunit merupakan suatu komposisi vaksin yang merupakan
perkembangan dari vaksin inaktif. Pembuatan subunit vaksin dapat
dilakukan dengan rekayasa rekombinan DNA menggunakan plasmid
(minikromosom bakteri) sebagai vektor dan diekspresikan pada berbagai
sistem ekspresi misalnya pada bakteri Escherichia coli atau pada sistem
ekspresi baculovirus pada sel serangga.
6) Vaksin rekombinan
Vaksin rekombinan merupakan vaksin yang menggunakan virus
sebagai vektor. Jenis vaksin ini termasuk dalam kategori rekayasa
genetika. Vaksin rekombinan dibuat dengan cara menyisipkan gen yang
mengkode epitop tertentu pada plasmid, kemudian ditransfeksikan ke
dalam suatu virus. Virus rekombinan ini dipakai sebagai vektor gen yang
mengekspresikan epitop tertentu dari suatu antigen pada sel mamalia.
Virus rekombinan akan menghasilkan antibodi spesifik terhadap virus
vektor serta gen dari epitop yang disisipkan. Komposisi ini disebut sebagai
vaksin packed DNA. Kelemahan vaksin ini adalah timbulnya efek
samping yang tidak dikehendaki. Contohnya adalaha vaksin rekombinan
HVT (Herpervirus of Turkey) (Yuwono, 1995; Hartawan, 2011).
Menurut Badan Litbang Pertanian ( 2011), tujuan aplikasi vaksin
rekombinan adalah ekonomi. Selain lebih mudah dan murah, vaksin
rekombinan dapat diarahkan menjadi vaksin multivalen untuk beberapa
24

patogen sekaligus tanpa perlu adanya booster. Selain sumber antigen virus
yang ingin diekpresikan, dalam pembuatan vaksin rekombinan terdapat
faktor penting lainnya yaitu vektor yang digunakan sebagai sistem
delivery. Pada umumnya vektor virus DNA lebih sering dipergunakan
karena kapasitas insersinya yang lebih besar dan stabil secara genetik
namun penggunaan virus RNA sebagai vektor juga sudah dilakukan.
Setiap vektor virus yang digunakan sebagai kerangka dasar dalam
pembuatan vaksin rekombinan mempunyai kelebihan dan kekurangan
sehingga pemilihannya harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di
lapangan.
7) Vaksin polinukleotida
Vaksin ini merupakan suatu bentuk rekombinan, komposisi antara
plasmid dengan genom virus yang sangan konserv (tidak berubah).
Komposisi ini disebut sebagai vaksin naked DNA.

b. Terapi Gen
Terapi gen (Gene therapy) adalah suatu proses terapi untuk mengobati
penyakit tententu dengan cara menginsersikan gen yang telah diperbaiki atau
gen tertentu kedalam genom sel-sel atau jaringan individu untuk
menggantikan gen yang abnormal yang menyebabkan terjadinya penyakit
tersebut.
Prinsip yang digunakan untuk menggantikan atau memperbaiki gen
yang rusak (terapi gen antara lain:
1) Insersi gen yang normal pada lokasi yang tidak spesifik di dalam genom
untuk menggantikan gen yang tidak berfungsi. Prinsip ini merupakan
pendekatan umum yang paling sering digunakan.
2) Gen yang tidak normal dihilangkan dari genom individu dan digantikan
oleh gen yang normal menggunakan cara homologous recombination.
3) Gen yang tidak normal dapat diperbaiki melalui cara selective reverse
mutation.
4) Mengubah regulasi (pengaturan) gen tertentu
25

Vektor biologi yang digunakan untuk membawa gen yang telah


diperbaiki adalah virus yang susunan genetiknya telah diubah sehingga dapat
membawa gen manusia yang normal. Virus-virus ini akan membawa gen
yang telah diperbaiki kedalam sel-sel sasaran pada tubuh manusia dengan
cara tertentu dan kemudian berintegrasi pada genom tertentu. Untuk
mencapai tujuan ini gen-gen pada virus yang dapat menyebabkan penyakit
harus dihilangkan dan diganti dengan gen-gen yang telah diperbaiki. Sebagai
contoh virus A diketahui dapat berreplikasi atau memperbanyak diri dengan
cara menginsersikan gen-gen nya kedalam genom sel-sel host. Virus ini
mempunyai 2 jenis gene yaitu gen A dan gene B. Gen A adalah gen yang
mengkode protein yang berguna untuk menginsersikan gen-gen nya kedalam
genom sel host (inang). Sebaliknya gen B adalah gen yang menyebabkan
timbulnya penyakit pada host. Gen C adalah gen yang telah diperbaiki dan
akan menggantikan gen B. Dengan dilakukannya reengineering sedemikian
rupa sehingga gen C dapat menggantiksn gen B. Dengan demikian gen A
tetap dipertahankan untuk menjalankan fungsinya (Krisno, 2012).

c. Tanaman Transgenik
Virus menjadi salah satu penyebab penyakit pada tumbuhan terutama
tumbuhan pertanian yang berdapak pada rendahnya hasil panen. Berbagai
cara telah ditempuh untuk mengatasi serangan virus, misalnya dengan
menghilangkan sumber infeksi virus, menggunakan benih bebas virus,
menggunakan bahan vegetatif bebas virus, memperbanyak dan memelihara
bahan bebas virus, mengatur cara penanaman, mencegah penyebaran virus
jarak jauh, mengendalikan vektor, dan menggunakan tanaman tahan virus,
dan penggunaan tanaman transgenik untuk melindungi tanaman terhadap
virus (Hull, 2004).
Virus utuh (virion) terdiri atas asam nukleat dan coat protein (protein
selubung). Gen coat protein (CP) kini telah dapat dimanfaatkan dalam
rekayasa genetika tanaman. Bila tanaman transgenik mengekspresikan coat
protein kemampuan virus untuk menginfeksi tanaman tersebut dan untuk
menyebar secara sistemik sangat berkurang, meskipun mekanisme
26

penghambatan gen CP terhadap replikasi virus secara tepat belum diketahui.


Contoh aplikasi metode ini adalah pada tanaman kedelai transgenik yang
tahan terhadap Soybean dwarf virus.
27

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Virus merupakan partikel penginfeksi yang terdiri atas asam nukleat
berupa DNA atau RNA saja yang diselubungi protein dikenal sebagai
kapsid. Pada beberapa kasus, virus diselubungi oleh selubung amplop
bermembran.
2. Bentuk-bentuk virus yang sudah diketahui diantaranya:
Bentuk tubuh bulat dimiliki oleh virus-virus penyebab penyakit AIDS,
ebola, dan influenza.
a. Bentuk tubuh oval dimiliki oleh virus penyebab penyakit rabies.
b. Bentuk tubuh batang dimiliki oleh virus TMV (Tobaccao Mosaic
Virus).
c. Bentuk tubuh polihedral dimiliki oleh virus Adenovirus penyebab
demam.
d. Bentuk tubuh huruf T pada bacteriophage, virus menyerang bakteri E.
coli.
3. Klasifikasi virus dilakukan berdasar pada ciri-ciri tertentu, seperti:
a. Berdasarkan kandungan asam nukleatnya
b. Berdasarkan bentuk dasarnya
c. Berdasarkan keberadaan selubung yang melapisi nukleokapsid
d. Berdasarkan jumlah kapsomernya
e. Berdasarkan sel inangnya
4. Virus melakukan reproduksi dengan dengan menginfeksi sel inang yang
nantinya akan memasuki fase litik atau lisogenik.
5. Rekayasa genetika adalah prosedur dasar dalam menghasilkan suatu
produk bioteknologi. Secara umum, rekayasa genetika melakukan
modifikasi pada mahluk hidup melalui transfer gen dari suatu organisme
ke organisme lain. Keunggulan rekayasa genetika adalah mampu
memindahkan materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan

27
28

ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat. Teknik
rekayasa genetika ada 2 macam, yaitu DNA rekombinan dan kloning gen
6. Aplikasi rekayasa genetika virus dapat berupa vaksin, terapi gen, dan
tanaman transgenik.
29

DAFTAR RUJUKAN

Badan Litbang Pertanian. 2011. Agroinovasi Edisi 14-20 No.3435 Tahun XLII.
Jakarta: Badan Litbang Pertanian
Budiyanto, AK. 2012. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Bidang Kedokteran.
Journal Online Biosains, 2(-). Dari
https://aguskrisnoblog.wordpress.com/category/journal-online-biosains/
Campbell, A. Neil. Jane B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
----------------------------------------. 2010. Biology 9th Edition Vol.1. Publisher:
Benjamin-Cummings Publishing Company.
Karp, Gerald., John Wiley & Sons, Inc. 2010. Cell and molecular biology 6th
edition. United states of America.
Hartawan, Risza. 2011. Pengembangan Vaksin Rekombinan Menggunakan
Herpesvirus of Turkey (HVT) sebagai Vektor Untuk Beberapa Penyakit
Virus pada Industri Perunggasan. WARTAZOA, Vol 21 (1).
Hull, R. 2004. Matthews’ Plant Virology. Amsterdam: Elsevier Academic Press,
Amsterdam
Sumastri. 2005. Rekayasa Genetika. Modul Berjenjang: 01. BIO-SMK-T-2005.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Thenawidjaja, Maggy. 1990. Bioteknologi: Suatu Revolusi Industri Yang Baru.
Jakarta: Erlanga.
Yuwono, Djoko. 1995. Perkembangan Baru dalam Teknologi Vaksin Virus.
Media Litbangkes, Vol V (2).

29

Anda mungkin juga menyukai