Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh
semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan
kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan
dan pemberdayaa nmasyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemerataan pelayanan kesehatan. Salah satu program Kemenkes yang tercantum
pada Renstra Kemenkes 2015-2019 adalah program pembinaan upaya kesehatan.
Permasalahan kesehatan yang di hadapi saat ini cukup kompleks, karena upaya
kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan riset
kesehatan dasar ( RISKESDAS) tahun 2007 diketahui penyebab kematian di
Indonesia untuk semua umur, telah terjadi pergeseran dari penyakit menular ke
penyakit tidak menular, yaitu penyebab kematian usia >50 Tahun, penyebab
kematian terbanyakadalah stroke, baik diperkotaan maupun dipedesaan. Hasil
risekesdas 2007 juga menggambarkan hubungan penyakit degenerative seperti
sindroma metabolik, stroke, hipertensi, obesitas, dan penyakit jantung deengan
status sosial ekonomi masyarakat (pendidikan, kemiskinan, dll). Prevalensi gizi
buruk yang berada diatas rata-rata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan
216 kabupaten dan kota.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu terus ditingkatkan upaya untuk
memperluas jangkauan dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan mutu pelayanan yang baik, berkelanjutan dan dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat terutama keluarga miskin, rawan kesehatan atau resiko tinggi.
Salah satu upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan dengan program
perkesmas. Pelaksanaan perkesmas bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, sehingga tercapai
derajat kesehatan yang optimal maka diharapkan 40% keluarga rawan kesehatan
memperoleh kunjungan rumah dan pembinaan kesehatan oleh tenaga kesehatan
melalui kegiatan perkesmas. Sasaran perawatan kesehatan masyarakat adalah
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan
akibat faktor ketidaktahuan, ketidakmauan, maupun ketidakmampuan dalam
menyelesaikan masalah kesehatannya. Fokus utama pada keluarga rawan kesehatan
yaitu keluarga miskin yang rentan dan keluarga yang termasuk resiko tinggi.
Keluarga yang tidak mendapat pelayanan perkesmas merupakan beban sosial dan
ekonomi serta dapat berdampak buruk terhadap masyarakat lainnya. Pemerintah
memiliki tanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan akses
ke pelayanan kesehatan terutama bagi keluarga yang memiliki hambatan untuk
mencapai pusat-pusat pelayanan kesehatan. Penduduk rawan ini telah menjadi salah
satu bagian sasaran program perkesmas di puskesmas.
Berdasarkan data Puskesmas Bulango Timur Tahun 2017 jumlah penduduk 5469.
Yang terdiri dari 1140 KK. Data puskesmas mulai bulan januari sampai dengan
november, jumlah kunjungan pasien yang dikategorikan dalam 12 indeks keluarga
sehat (IKS) di dapatkan hasil sebagai berikut ; Keluarga mengikuti program KB
berjumlah 9269 kunjungan; Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
berjumlah 90 orang ; Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap 679 orang ; Bayi
mendapat ASI Ekslusif 0 ; Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan berjumlah
248 ; Penderita TB Paru mendapatkan pengobatan sesuai standar berjumlah 78 orang
; Penderita Hipertensi melakukan pengobatan secara teratur 464 orang ; Penderita
Gangguan Jiwa mendapatkan penngobatan berjumlah 186 orang ; Anggota keluarga
tidak ada yang merokok 700 orang, Keluarga sudah menjadi anggota JKN berjumlah
4550 orang ; Keluarga yang mempunyai Akses Sarana Air Bersih (SAB) berjumlah
875 orang ; dan Keluarga mempunyai Akses atau menggunakan Jamban Sehat
berjumlah 771 orang.
Dari hasil rekapan data 12 IKS yang ada di Puskesmas Bulango Timur di
dapatkan kunjungan penderita terbanyak di Puskesmas Bulango Timur yaitu
penderita dengan Hipertensi dengan jumlah kunjungan 464 penderita mulai dari
bulan januari sampai dengan november 2017. Dan selama 3 tahun terakhir di
dapatkan terjadi peningkatan yang signifikan kunjungan penderita hipertensi mulai
dari Tahun 2015 berjumlah 338 penderita ; Tahun 2016 berjumlah 415 penderita ;
dan pada akhir bulan november tahun 2017 di dapatkan berjumlah 464 penderita
hipertensi. Dan berdasarkan data di 5 wilayah kerja puskesmas bulango timur pada
bulan november di dapatkan kunjungan penderita hipertensi antara lain ; Desa
Bulothalangi berjumlah 18 penderita, Desa Bulothalangi Barat berjumlah 17
penderita, Desa Bulothalangi Timur berjumlah 9 penderita, Desa Popodu berjumlah
13 penderita dan Desa Toluwaya berjumlah 5 penderita. Dari data diatas Desa
Bulothalangi merupakan desa yang memiliki penderita hipertensi terbanyak. Untuk
itu kunjungan rumah dilaksanakan tertuju pada Desa Bulothalangi yang merupakan
sasaran Indeks Keluarga Sehat (IKS) adalah keluarga yang memliki riwayat penyakit
hipertensi terbanyak.
Jumlah lansia tahun 2017 yang berusia > 60 tahun di dapatkan sebanyak 224
orang, berdasarkan IKS di dpaatkan penderita hipertensi lansia berjumlah 148 orang
dan Penderita TB Paru lansia berjumlah 7 orang sampai dengan bulan november
tahun 2017.

1.2 Rumusan Masaalah


a. Bagaimana pelaksanaan kegiatan perkesmas pada lansia hipertensi di puskesmas
bulango timur ?
b. Bagaimana penangan hipertensi lansia melalui program perkesmas di puskesmas
bulango timur ?
c. Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan hipertensi di
puskesmas bulango timur ?
1.3 Tujuan :
A. Umum
Untuk meningkatkan kemandirian individu, keluarga, kelompok (resiko
tinggi/RESTI) untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia sehingga tercapai
derejat kesehatan masyarakat yang optimal di wilayah kerja Puskesmas Bulango
Timur Kabupaten Gorontalo.
B. Khusus
Setelah menyelesaikan kegiatan praktek perkesmas di Puskesmas Bulango Timur
diharapkan untuk mengetahui ;
a. Pengkajian pada kelompok lansia dengan hipertensi
b. Penetapan masaalah pada kelompok lansia dengan hipertensi
c. Perencanaan keperawatan pada kelompok lansia dengan hipertensi
d. Tindakan keperawatan pada kelompok lansia dengan hipertensi
e. Evaluasi keperawatan pada kelompok lansia dengan hipertensi
DATA REKAPITULASI PENYAKIT HIPERTENSI

TAHUN 2015 S/D 2017

TAHUN
NO
2015 2016 2017
1 Januari = 14 Kasus Januari = 29 Kasus Januari = 48 Kasus
2 Februari = 27 Kasus Februari = 19 Kasus Februari = 34 Kasus
3 Maret = 45 Kasus Maret = 44 Kasus Maret = 55 Kasus
4 April = 23 Kasus April = 46 Kasus April = 40 Kasus
5 Mei = 21 Kasus Mei = 32 Kasus Mei = 53 Kasus
6 Juni = 34 Kasus Juni = 32 Kasus Juni = 18 Kasus
7 Juli = 30 Kasus Juli = 25 Kasus Juli = 24 Kasus
8 Agustus = 26 Kasus Agustus = 30 Kasus Agustus = 46 Kasus
9 September = 34 Kasus September = 58 Kasus September = 55 Kasus
10 Oktober = 32 Kasus Oktober = 46 Kasus Oktober = 45 Kasus
11 November = 22 Kasus November = 19 Kasus November = 46 Kasus
12 Desember = 30 Kasus Desember = 35 Kasus Desember = ---
TOTAL TOTAL TOTAL
338 KASUS HIPERTENSI 415 KASUS 464 KASUS
HIPERTENSI HIPERTENSI
DATA REKAPITULASI PENYAKIT HIPERTENSI

500 464
415
400 338

300
200
100 0
0

2015
2016
2017

Keterangan : Dari hasil rekapitulasi di dapatkan terjadi peningkatan signifikankasus penyakit


hipertensi mulai tahun 2015 sampai dengan bulan november 2017.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. KONSEP PERKESMAS

A. Falsafah PERKESMAS
Keyakinan terhadap nilai kemanusiaan yang menjadi pedoman dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat baik individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
1. Perawatan kesehatan masyarakat adalah pekerjaan luhur dan manusiawi yang
di tujukan untuk klien.
2. Perawatan kesehatan masyarakat adalah upaya berdasarkan kemanusiaan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi terwujudnya
manusia sehat khususnya dan masyarakat yang sehat pada umumnya.
3. Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat harus tejangkau dan dapat
diterima semua orang.
4. Upaya promotif dan preventif merupakan upaya pokok tanpa mengabaikan
kuratif dan rehabilitative.
5. Perawat kesehatan masyarakat sebagai provider dan masyarakat sebagai
consumer pelayanan kesehatan,menjamin suatu hubungan yang saling
mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam kebijakan dan pelayanan
kearah peningkatan status kesehatan masyarakat.
6. Pengembangan tenaga kesehatan masyarakat secara berkesinambungan
7. Individu alam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas kesehatan

B. Pengertian PERKESMAS
Perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS) adalah perpaduan antara
keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif
masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara
menyuluh dan terpadu ,ditujukan kepada individu,keluarga, kelompok dan
masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara
optimal,sehingga mandiri dalam upaya kesehatan masyarakat.
Berikut ini beberapa definisi tentang keperawatan komunitas / perawatan
kesehatan masyarakat :
1. WHO (1959)
Lapangan perawatan khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu
keperawatan ,ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan social,sebagai bagian
dari program kesehatan masyarakat secara penyempurnaan kondisi social
,perbaikan lingkungan fisik,,rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya
yang lebih besar,ditujukan kepada individu,keluarga yang mempunyai masalah
dimana hal itu mempengaruhi mayarakat secara keseluruhan.
2. Ruth B Freeman
Suatu lapangan khusus bidang keperawatan dimana teknik
keperawatan,ketrampilan berorganisasi diterapkan dalam hubungan yang
serasi kepada ketrampilan anggota profesi kesehatan lain dan kepada tenaga
social lain demi untuk memelihara kesehatan masyarakat.
3. Amerikan Nursing Asociation (ANA)
Suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan penduduk.
4. Badan Kerja Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Suatu bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara
keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif
masyarakat.

C. Konsep Keperawatan Komunitas


Konsep keperawatan di karakteristikan oleh 4 konsep pokok yaitu :
1. Manusia.

Manusia adalah mahluk bio-psiko-sosial dan spiritual yang utuh dan unik
,dalam arti merupakan satu kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani dan unik
karena mempunyai berbagai macam kebutuhan sesuai dengan tingkat
perkembangannya. (konkorsium ilmu kesehatan ,1992 )

Manusia selalu berusaha untuk memahami kebutuhannya melalui berbagai


upaya antara lain dengan selalu belajar dan mengembangkan sumber sumber yang
diperlukan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.dalam
kehidupan sehari hari , manusia secara terus menerus menghadapi perubahan
lingkungan dan selalu berusaha beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan.
Dimensi manusia sebagai satu kesatuan utuh antara aspek fisik,intelektual,
emosional, social-kultural, spiritual dan lingkungan (taylor C dkk,Fundamental of
Nursing 1989 )

Manusia sebagai sasaran pelayanan atau asuhan keperawatan dalam praktek


keperawatan .sebagai sasaran praktek keperawatan klien dapat dibedakan menjadi
individu, keluarga ,dan masyarakat.

a. Individu sebagai klien .


Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagi kesatuan utuh dari aspek
biologi .psikologi, social dan spiritual.peran perawat pada individu sebagai
klien pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan
biologi,social, psikologi,dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan
mental,keterbatasan pengetahuan ,kurang kemauan,menuju kemandirian
pasien/klien.
b. Keluarga sebagai klien
Keluarga merupakan kelompok individu yang berhubungan erat secara
terus menerus dan terjadi intersksi datu sama lain baik secara perorangan
maupun secara bersama sama,didalam lingkungannya sendiri atau masyarakat
secara keseluruhan.keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup
kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada hirarki kebutuhan dasar maslow
yaitu kebutuhan fisiologis,rasa aman dan nyaman,dicintai dan mencintai,harga
diri dan aktualisasi diri.
Beberapa alasan yang menyebabkan keluarga merupakan salah satu
focus pelayanan keperawatan yaitu :
1. Keluarga sebagai unit utama
Keluaraga merupakan unit utama dalam mayarakat dan merupakan lembaga
yang menyangkut kehidupan masyarakat.
2. Keluarga sebagai suatu kelompok.
Dapat menimbulkan, mencegah, memperbaiki atau mengabaikan masalah
kesehatan dalam kelompoknya sendiri.
3. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan.
Penyakit pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh
anggota keluarga tersebut.disisi lain status kesehatan dari klien juga sebagian
akan ditentukan oleh kondisi keluarga.
4. Masyarakat sebagai klien.
Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat terus menerus dan terikat oleh suatu identitas besama.
Adapun ciri cirinya antara lain :
1). Interaksi antar warga
2). Diatur oleh adat istiadat,norma,hokum dan peraturan yang khas.
3). Suatu komunitas dalam waktu.
4). Identitas yang kuat mengikat semua warga.

2. Kesehatan.

Sehat didefinisikan sebagai kemampuan melaksanakan peran dan fungsi


dengan efektif (parson).kesehatan adalah proses yang berlangsung mengarah
kepada kreatifitas konstruktif dan produktif (peplau).

Menurut HL Bloom ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan :

a. Keturunan
b. Perilaku
c. Pelayanan kesehatan
d. Lingkungan
3. Keperawatan dan PERKESMAS
Pelayanan esensial yang diberikan perawat terhadap individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan meliputi
promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitative dengan menggunakann proses
keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Asuhan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik maupun
mental,keterbatasan pengetahuan serta kurang kemauan menuju kepada
kemampuan melaksanakan kegiatan sehari harisecara mandiri.kegiatan ini
dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan ,pencegahan
penyakit,penyembuhan,pemulihan serta pemeliharaankesehatan dengan
penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (primary healt care) untuk
memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan
produktif.Keperawatan bersifat unifersal dalam arti tidak membedakan atas
ras, jenis kelamin, usia, warna kulit,etnik, agama,aliran politik dan status
ekonomi social.
4. Lingkungan.
Lingkungan dalam paradigma keperawatan berfokus pada lingkungan
masyarakat,dimana lingkungan dapat mempengaruhi status kesehatan
manusia.Lingkungan disini meliputi, lingkungan fisik,psikologis, social
budaya, dan lingkungan spiritual.

D. Asumsi Dasar PERKESMAS.


1. Sistem pelayanan adalah kompleks
2. Pelayanan kesehatan (primer,sekunder dan tertier ) merupakan komponen dari
pelayanan kesehatan.
3. Keperawatan sebagai subsistem pelayanan kesehatan merupakan hasil produk
pendidikan ,riset yang dilandasi praktek.
4. Focus utama perawatan kesehatan masyarakat adalah primary care
5. Perawatan kesehatan masyarakat terutama terjadi di tatanan kesehatan utama.

E. Pandangan / Keyakinan PERKESMAS


1. Pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia ,dapat di jangkau,dapat diterima oleh
semua orang.
2. Penyusunan kebijaksanaan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayan
kesehatan.
3. Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan klien sebagai penerima
pelayanan kesehatan dapat membentuk kerjasama untuk mendorong dan
mempengaruhi perubahan dalam kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan.
4. Lingkungan berpengaruh terhadap kesehatan penduduk ,kelompok,keluarga
dan individu.
5. Pencegahan penyakit sangat diperlukan untuk peningkatan kesehatan.
6. Kesehatan merupakan tanggung jawab individu.
7. Klien merupakan anggota tetap tim kesehatan.individu dalam komunitas
bertanggung jawab untuk kesehatan sendiri dan harus di dorong serta di didik
untuk berperan dalam pelayanan kesehatan.

F. Tujuan PERKESMAS
1. Tujuan umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara
menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal secara mandiri.
2. Tujuan khusus.
a. Dipahaminya pengertian sehat dan sakit oleh masyarakat.
b. Meningkatnya kemampuan individu ,keluarga,kelompok dan masyarakat
untuk melaksanakan upaya perawatan dasar dalam rangka mengatasi
masalah keperawatan.
c. Tertanganinya kelompok keluarga rawan yang memerlukan mpembinaan
dan asuhan keperawatan.
d. Tertanganinya kelompok masyarakat khusus /rawan yang memerlukan
pembinaan dan asuhan keperawatan dirjmah di pandi dan di masyarakat.
e. Tertanganinya kasus kasus yang memerluka penanganan tindak lanjut dan
asuhan keperawatan di rumah.
f. Terlayaninya kasus kasus tertentu yang termasuk kelompok resiko tinggi
yang memerlukan penanganan dan asuhan keperawatan dirumah dan
dipuskesmas.
g. Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik dan social untuk
menuju keadaan sehat yang optimal.
3. Ruang lingkup PERKESMAS
a. Promotif
Upayapromotifdilakukanuntukmeningkatkankesehatanindividu, keluarga,
kelompok, danmasyarakatdenganjalan :
1). Penyuluhan kesehatan.
2). Peningkatan Gizi
3). Pemeliharaan kesehatan perorangan
4). Pemeliharaan kesehatan lingkungan
5). Olah raga teratur
6). Rekreasi
7). Pendidikan seks
b. Preventif
Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan
ganguankesehatan terhadap individu ,keluarga,kelompok dan
masyarakat,melaluikegiatan :
1. Imunisasi
2. Pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu,puskesmas dan
kunjungan rumah.
3. Pemberian vitamin A dan yodium
4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan nifas dan menyusui
c. Kuratif
Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau
masalah kesehatan melaluai kegiatan :
1. Perawatan orang sakit di rumah
2. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut dari puskesmas atau rujmah
sakit
3. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis
4. Perawatan buah dada
5. Perawatan tali pusat bayi baru lahir
d. Rehabilitatif
Upaya pemulihan terhadap pasien yang dirawat dirumah atau kelompok
kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC,kusta dan cacat
fisik Lainnya melalui kegiatan :
1. Latihan fisik pada penderita kusta,patah tulang dll.
2. Fisiotherapy pada penderita stroke,batuk efektif pada penderita TBC dll
e. Resosialitatif
Upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat yang karena
penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti penderita AIDS,kusta dan
wanita tuna susila.

G. Sasaran PERKESMAS
Individu,keluarga,kelompok dan masyarakat baik yang sehat atau yang sakit
atau yang mempunyai masalah kesehatan karena ketidak tahuan,ketidakmauan
serta ketidakmampuan.Prioritas pelayanan perawatan kesehatan masyarakat
difokuskan pada keluarga rawan yaitu :
1. Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan yaitu keluarga
dengan :
a. Ibu hamil tertentu yang belum ANC
b. Ibu hamil yang persalinannya di tolong oleh dukun dan neonatusnya
c. Balita tertentu
d. Penyakit kronis menular yang tidak bisa di intervensi oleh program
e. Penyakit endemis
f. Penyakit kronis tidak menular
g. Kecacatan tertentu (mental atau fisik )
2. Keluarga dengan resiko tinggi
a. Ibu hamil dengan masalah gizi
1. Anemia berat,( HB kurang dari 8gr%)
2. Kurang energi kronik (KEK)
b. Ibu hamil dengan resiko tinggi (perdarahan ,infeksi,hipertensi )
c. Balita dengan BGM
d. Neonatus dengan BBLR
e. Usia lanjut,jompo
f. Kasus percobaan bunuh diri
3. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan.
a. Drop out tertentu
1. Ibu hamil
2. Bayi
3. Balita dengan keterlambatan tumbuh kembang
4. Penyakit kronis atau endemis
b. Kasus pasca keperawatan
1. Kasus pasca keperawatan yang dirujuk dari institusi pelayanan
kesehatan
2. Kasus katarak yang dioperasi di puskesmas
3. Persalinan dengan tindakan
4. Kasus psikotik
5. Kasus yang seharusnya di rujuk yang tidak dilaksanakan rujukannya.
4. Pembinan kelompok khusus
Kelompok yang rawan dan rentan terhadap masalah kesehatan:
1. Terikat dalam institusi,misalnya :
Panti, rutan/lapas, pondok pesantren, lokalisasi/WTS
2. Tidak terikat dalam institusi misalnya :
Karang werda, karang balita, KPKIA, kelompok kerja informal,
perkumpulan penyandang penyakit tertentu (jantung,asma,DM,dll),dankel
ompok remaja.
5. Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah
Masyarakat di daerah endemis suatu penyakit misalnya endemis
malaria,filariasis,DHF,diare.
Masyarakat di daerah dengan keadaan lingkungan kehidupan buruk,misaln
ya daerah kumuh,di kota besar
3. Masyarakat di daerah yang mempunyai masalah kesenjangan pelayanan
kesehatan lebih tinggi dari daerah sekitar, misalnya cakupan ANC
rendah,imunisasi rendah.
4. Masyarakat di daerah pemukiman baru yang di perkirakan akan
mengalami hambatan dalam melaksanakan adapsi kehidupannya,seperti
daerah transmigrasi,pemukiman masyarakat terasing.

H. Kegiatan PERKESMAS
1. Memberikan asuhan keperawatan individu,keluarga,kelompok khusus melalui
home care
2. Penyuluhan kesehatan
3. Konsultasi dan problem soving
4. Bimbingan
5. Melaksanakan rujukan
6. Penemuan kasus
7. Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit kesehatan
8. Melaksanakan asuhan keperawatan komunitas
9. Melakukan koordinasi berbagai kegiatan asuhan keperawatan komunitas
10. Kerjasama lintas program dan lintas sektoral
11. Memberikan tauladan
12. Ikut serta dalam penelitian
Prinsip dasar dalam praktek perawatan kesehatan masyarakat adalah
sebagai berikut :
1. Keluarga adalah unit utama dalam pelayana kesehatan masyarakat
2. Sasaran terdiri dari individu,keluarga,kelompok,dan masyarakat.
3. Perawat kesehatan bekerja dengan masyarakat bukan bekerja untuk
masyarakat
4. Pelayanan keperawatan yang diberikan lebih menekankan pada upayapromotif
dan preventif dengan tidak melupakan upaya kuratif dan rehabilitative
5. Dasar utama dalam pelayanan perawatan kesehatan masyarakat adalah
menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dituangkan dalam proses
keperawatan
6. Kegiatan utama perawatan kesehatan masyarakat adalah di masyarakat dan
bukan dirumah sakit
7. Pasien adalah masyarakat secara keseluruhan baik yang sakit maupun yang
sehat
8. Perawatan kesehatan masyarakat ditekankan pada pembinaan perilaku hidup
sehat masyarakat.
9. Tujuan perawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan fungsi
kehidupan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin.
10. Perawat kesehatan masyarakat tidak bekerja secara sendiri tetapi bekerja
secara tim.
11. Sebagian besar waktu dari seorang perawat kesehatan masyarakat di gunakan
untuk kegiatan meningkatkan kesehatan,pencegahan penyakit,melayani
masyarakat yang sehat atau yang sakit,penduduk sakit yang tidak berobat ke
puskesmas,pasien yang baru kembali dari rumah sakit
12. Home visite sangat penting
13. Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan utama
14. Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat harus mengacu pada sistem
pelayanan kesehatan yang ada.
15. Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan di institusi pelayanan kesehatan
yaitu puskesmas,institusi seperti sekolah,panti dan lainnya di mana keluarga
sebagai unit pelayanan.
Contoh pendekatan yang dapat digunakan dalam perawatan kesehatan
masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Problem sorving approach
Pendekatan pemecahan masalah yang dituangkan dengan menggunakan proses
keperawatan
b. Family approach
Pendekatan tehadap keluarga binaan
c. Case approach
Pembinaan di lakukan berdasar kasus yang datang ke puskesmas yang dinilai
memerlukan tindak lanjut
d. Community approach
Pendekatan dilakukan terhadap masyarakat daerah binaan melalui survey
mawas diri dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

I. Dasar Hukum PERKESMAS


Adapun dasar hokum pelaksanaan perkesmas yaitu :
1. UU no 23 thn 1992 tentang kesehatan
2. UU no 32 /2004 tentang pemerintahan daerah
3. Kepmenkes no 1575/menkes/sk/xi/2005 tentang organisasi dan tata kerja
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
4. Kepmenkes no 1239/2001 tentang registrasi dan praktik perawat
5. Kepmenkes no 1457/menkes/sk/x/2003 tentang standar pelayanan minimal
bidang kesehatan di kabupaten/kota.
6. Kepmenkes no 128/menkes/sk/ii/2004tentang kebijakan dasar pusat kesehatan
masyarakat.
7. Kepmenkes 836/2005 tentang pengembangan manajemen kinerja
perawat/bidan.
8. Kepmenkes no 279/2006 tentang pedoman upaya penyelenggaraan perkesmas
di puskesmas.

J. Bentuk Kegiatan PERKESMAS.


Adapun bentuk kegiatan perkesmas antara lain :
1. Asuhankeperawatanpasien (prioritas) kontakpuskesmas yang berada di
poliklinikpuskemas, puskesmaspembantu, puskesmaskeliling, posyandu,
poskesdes.
a. Pengkajian keperawatan pasien sebagai deteksi dinj (sasaran prioritas)
b. Penyuluhan kesehatan
c. Tindakan keperawatan (direct care)
d. Konseling keperawatan
e. Pengobatan
f. Rujukan pasien/masalah kesehatan
g. Dokumentasi keperawatan.
2. Kunjungan rumah oleh perawat (home vosit/home care) terencana,bertujuan
untuk pembinaan keluarga rawan kesehatan.Mekanisme pelayanan home visit
a. Proses penerimaan kasus
Home visit menerima pasien dari tiap poliklinik di puskesmas,coordinator
program perkesmas menunjuk perawat pelaksana perkesmas untuk
mengelola kasus dan perawat pelaksana perkesmas membuat surat
penjanjian dan proses pengelolaan kasus.
b. Proses pelayanan home visit
Persiapan terdiri dari memastikan identitas pasien,bawa denah/petunjuk
tempat tinggal pasien,lengkap kartu identitas unit tempat kerja,memastikan
perlengkapan pasien untuk di rumah,menyiapkan file askep ,menyiapkan
alat bantu media untuk pendidikan.
Pelaksanaan terdiri dari perkenalan diri dan jelaskan tujuan, observasi
lingkungan yang berkaitan dengan keluarganya, pelayanan kesehatan
diberikan di tempat tinggal pasien dengan melibatkan pasien dan
keluarganya sebagai subyek yang berpartisipasi merencanakan kegiatan
pelayanan, ruang lingkup home visit yaitu memberi askep secara
komprehensif, melakukan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarganya mengembangkan pemberdayaan pasien dan keluarga.
c. Pembiayaan home visit.
Prinsip penentuan tarif antara lain pemerintah/masyarakat bertanggung
jawab dalam memelihara kesehatan,disesuaikan dengan kemampuan
keuangan dan keadaan social ekonomi,mempertimbangkan masyarakat
berpenghasilan rendah/gotong royong.
3. Kunjungan perawat ke kelompok prioritas terencana (posyandulansia,
posyandu balita,panti asuhan dll)
a. Pengkajian keperawatan individu di kelompok
b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan di kelompok
c. Pengobatan (sesuai kewenangan)
d. Rujukan pasien/masalah kesehatan.
e. Dokumen keperawatan
4. Asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap puskesmas
a. Pengkajian keperawatan individu
b. Tindakan keperawatan langsung(direct care)dan tidak langsung
(lingkungan)
c. Pendidikan /Penyuluhan kesehatan.
d. Pencegahan infeksi di ruangan
e. Pengobatan (sesuai kewenangan )
f. Penanggulangan kasus gawat darurat
g. Rujukan pasien/masalah kesehatan
h. Dokumentasi keperawatan
K. Pelaksana Kegiatan PERKESMAS
Perawat coordinator perkesmas di puskesmas harus mempunyai kualifikasi
yaitu minimal D3 keperawatan dan pernah mengikuti pelatihan/sertifikasi
perkesmas serta memiliki pengalaman kerja di puskesmas yang mempunyai tugas
sebagai berikut :
a. Pertemuan dengan perawat pelaksana perkesmas /penanggung jawab daerah
binaan (darbin) untuk mengidentifikasi masalah prioritas dengan data
epidemiologi,merencanakan kegiatan perkesmas,memfasilitasi pembahasan
masalah dalam refleksi diskusi kasus (RDK),membahas masalah keuangan.
b. Kunjungan lapangan untuk melkakukan bimbingan kepada perawat pelaksana.
c. Penyusunan laporan yang disusun berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan
perkesmas yang merupakan bahan pertanggung jawaban kepada kepala
puskesmas.
Sertifikasi bagi Perawat Perkesmas Yaitu :
1. Pelatihan Perkesmas
2. Pelatihan pengembangan manajemen kinerja klinis (PMKK) untuk perawat
coordinator
3. Pelatihan gadar (basic)
4. Pelatihan HIV/AIDS
5. Pelatihan keperawatan kesehatan jiwa masyarakat (basic)
6. Pelatihan pelatihan lainnya (Program ispa,PHBS,Gizi,Flu burung,dll)

L. Indikator Keberhasilan PERKESMAS


a. Indikator kinerja klinikAda 4 indikator dalam menilai keberhasilan kinerja
klinik perkesmas yaitu :
1. Indicator input
Presentasi perawat coordinator (D3 keperawatan ),presentasi perawat
terlatih keperawatan kesehatan komunitas dan presentasi penanggung jawab
daerah binaan/desa punya PHN kit,presentase puskesmas memiliki
pedoman/standar,tersedia dana operasional untuk pembinaan,tersedia
standar/pedoman/SOP pelaksana kegiatan,tersedia dukungan administrasi
(buku register,family folder,formulir laporan dll )
2. Indikator proses
Presentase keluarga rawan mempunyai family folder,peta sasaran
perkesmas,pencana kegiatan perkesmas (POA),bukti pembagian tugas
perawat,ada kegiatan koordinasi dengan petugas kesehatan lain,catatan
keperawatan,kegiatan refleksi diskusi kasus,hasil pemantauan dan evaluasi.
3. Indicator output (key indicator)
a) Presentase keluarga rawan di bina,presentasi keluaga selesai di
bina,presentasi
b) Penderita (prioritas SPM) di lakukan tindak lanjut keperawatan (follow
up care)
c) Presentase kelompok di bina, presentase daerag binaan di suatu wilayah.
4. Indikator hasil (outcome) yang ingin dicapai
Adalah terbentuknya keluarga mandiri dalam memenuhi
kesehatannya/mengatasi masalah kesehatannya.

M. Pemantauan dan Penilaian PERKESMAS


Pemantauan dilaksanakan secara periodic setiap bulan oleh kepala
puskesmas dan perawat coordinator perkesmas. Hasil pemantauan terhadap
pencapaian indikator kinerja menjadi masukan untuk perbaikan dan
peningkatan kinerja perawat berikutnya, peningkatan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan. Sedangkan penilaian dilaksanakan minimal setiap akhir
tahun dan hasilnya digunakan untuk masukan dalam penyusunan perencanaan
kegiatan perkesmas pada tahun berikutnya. Untuk memudahkan pemantauan
dan penilaian kinerja perkesmas maka dilakukan penyajian hasil dengan
menggunakan tabel, grafik.
2.2. KONSEP TEORI LANSIA
A. Definisi Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan
75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastic dan ahli demografi
memperhitungkan peningkatan populasi lansia sehat terus menigkat sampai abad
selanjutnya (Potter & Perry, 2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu
aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut
usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang
sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara
negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Ismayadi, 2004).
Menurut Constantinidies menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri / mengganti diri dan mempertahankan fungsi formalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut
organisasi dunia (WHO) lanjut usia meliputi usia pertengahan (middleage) adalah
kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74
tahun, Usia lanjut (old) adalah kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua
(very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun.
Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus karena perbedaan
fisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial. Lansia bervariasi pada tingkat
kemampuan fungsional. Mayoritas merupakan anggota komunitas yang aktif,
terlibat, dan produktif. Hanya sedikit yang telah kehilangan kemampuan untuk
merawat diri sendiri, bingung atau merusak diri, dan tidak mampu mebuat
keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan mereka.
B. Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang
lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan
kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram
dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang
dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak
berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan
yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow menyatakan bahwa
kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah
kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan
sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan
rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan
akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan
sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi
dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga,
kesamaan hobby dan sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah
kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan
kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-
masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. Sejak awal
kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis
dasar (Setiati,2000).
Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman
bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat
pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga
dan lingkungannya . Jika kebutuhankebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan
timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan
menurunkan kemandiriannya (Ismayadi, 2004).

C. Teori – Teori Proses Menua


Sebenarnya secara individual
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda
b. Masing – masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
c. Tidak ada satu faktorpun ditemukan untuk mencegah proses menua
Ada beberapa teori tentang proses penuaan, antara lain:
1. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu.Setiap spesies mempunyai di dalam nukleinya suatu jam genetik yang
telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung
mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar.. Jadi menurut
konsep ini jika jam ini berhenti, kita akan mati meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit terminal. Konsep “ genetic clock”
didukung oleh kenyatan bahwa ini cara menerangkan mengapa pada beberapa
spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata.
2. Teori Mutasi Genetik (somatic mutatie theori )
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul – molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
3. Teori “ pemakaian dan rusak “
a) Kelebihan usaha dan stres menyebabkan se –sel tubuh lelah terbakar.
b) Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut “ teori
akumulasi dari produk sisa”.
c) Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
d) Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
e) Reaksi dari kekebaian sendiri ( auto immunne theori)
f) Didalam metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
tubuh menjadi lemah dan sakit.
4. Teori imonologi saw virus
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5. Teori stres menua
Akibat terjadi hilangnya sel – sel yang bisa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel –sel tubuh lelah terpakai.
6. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat dibentuk dialam bebas, tidak stabil radikal bebas (
kelompok atom ) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel –sel tidak dapat
regenerasi.
7. Teori rantai silang
Sel – sel yang tua dan usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah yang membelah setelah
sel- sel mati.

D. Perubahan – perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia


a. Perubahan – perubahan fisik
1. Sel
a) Lebih sedikit jumlahnya
b) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan kurangnya cairan intramuskuler
c) Menurunnya porposi protein di otak, otot,ginjal, darah dan hati
d) Terganggunya mekanisme perbaikan sel
e) Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10%
2. Sistem pernafasan
a) Cepat menurunnya persarafan
b) Lambannya dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan
stres.
c) Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan rasa,. Lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
d) Kurangnya sensitif pada sentuhan

3. Sistem Pendengaran
a) Prebiakusis ( gangguan dalam pendengaran ), hilangnya kemampuan
atau daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi dan
atau nada – nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata, 50%
terjadi pada usia diatas 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
c) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkanya
kreatin
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres
4. Sistem penglihatan
a) Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
b) Kornea lebih berbentuk sferis atau bola, lensa lebih suram atau
kekeruhan pada lensa menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
penglihatan
c) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan menjadi lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap
d) Hilangnya daya akomodasi, menurunya lapang pandang, menurunnya
membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem kardiovaskuler
a) Elastisitas dinding vaskuler menurun,katup jantung menebal dan
menjadi kaku.
b) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, menyebabkan kontraksi dan volumenya.
c) Kehilangan elestisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk,
atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak).
d) Tekanan darah meningkat diakibatkan meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg,
diastolik normal kurang lebih 90 mmHg
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan tuhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai termostat,
yaitu menetapkan suhu teratur, kemunduran terjadi akibat berbagai faktor
yang mempengaruhinya yang sering ditemui antara lain:
a) Temperatur tubuh menurun atau hipotermi secara fisiologis kurang lebih
35 derajat celcius ini akibat metabolisme menurun.
b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi
a) Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas silia
b) Paru – paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman bernafas menurun.
c) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang
d) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbodioksida pada
arteri tidak berganti
e) Kemampuan untuk batuk berkurang
f) Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia.
8. Sistem gastrointestinal
a) Kehilangan gigi penyebab utama adanya periondontal disease
b) Indra pengecap menurun dan esofagus melebar
c) Lambung : rasa lapar menurun asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun
d) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
e) Liver : makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
f) Menciutnya ovari dan uterus
g) Atropipayudara
h) Pada laki – lakitestismasihdapatmemproduksispermatozoa,
meskipunadanyapenurunan secara berangsur – angsur.
i) Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun
j) Selaput lendir menurun
9. Sistem Genitourinaria
Ginjal: mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50% fungsi tubulus berkurang.
a) Vesika urinaria : otot – otot menjadi lemah, kapasitas menurun sampai
200ml, atau dapat menyebabkan buang air kecil meningkat,
vasikaurinaria susah dikosongkan sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urin.
b) Pembesaran prostat kurang lebih 75 % dialami oleh pria diatas 65 %
tahun
c) Atrofi vulva
10. Sistem Endokrin
a) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c) Pitutari: pertumbuhan hormon ada terapi lebih rendah dan hanya
didalam pembuluh darah,berkurangnya produksi dari ACT,TSH,FSH
dan LH.
d) Menurunnya aktifitas tiroid menurunnya BMR dan daya pertukaran zat
e) Menurunnya produksi aldosteron
f) Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen
dan testosteron
11. Sistem kulit
a) Kulit keriput atau mengkerut
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik
c) Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun.
d) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
e) Rambut dan hidung dan telinga menebal.
f) Berkurangnya elastisitas kulit akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularitas
g) Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan, kuku menjadi pudar dan kurang
bercahaya.
h) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
12. Sistem muskoloskeletal
a) Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh
b) Kiposis, pinggang lutut dan jari –jari pergelangan terbatas geraknya.
c) Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek.
d) Persendian membesar dan kaku
e) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
f) Atropi serabut otot, sehingga gerak menjadi lambat, otot kram dan
tremor.

E. Tugas Perkembangan Lansia


Peck mengonseptualisasikan tiga tugas yang berisi pengaruh dari hasil konflik
antara perbedaan integritas dan keputusasaan.
Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja. Tugas ini membutuhkan
pergeseran sistem nilai seseorang, yang memungkinkan lansia untuk
mengevaluasi ulang mendefinisikan kembali pekerjaan mereka. Penilaian ulang
ini mengrahkan lansia untuk mengganti peran yang sudah hilang dengan peran
dan aktivitas baru. Selanjutnya, lansia mampu menemukan cara-cara baru
memandang diri mereka sendiri sebagai orangtua dan okupasi.
Body transcendence versus preokupasi tubuh. Sebagian besar lansia
mengalami beberapa penurunan fisik. Untuk beberapa orang, kesenangan dan
kenyamanan berarti kesejahteraan fisik. Orang-orang tersebut mungkin
mengalami kesulitan terbesar dalam mengabaiakan status fisik mereka. Orang
lain memiliki kemampuan untuk terlibat dalam kesenangan psikologi dan
aktivitas sosial sekalipun mereka mengalami perubahan dan ketidaknyamanan
fisik. Peck mengemukakan bahwa dalam sistem nilai mereka, ”sumber-sumber
kesenangan sosial dan mental dan rasa menghormati diri sendiri mengabaikan
kenyamanan fisik semata.”
Transendensi ego versus preokupasi ego. Peck mengemukakan bahwa cara
paling konstruktif untuk hidup di tahun-tahun terakhir dapat didefinisikan dengan
: ”hidup secara dermawan dan tidak egois yang merupakan prospek dari kematian
personal-the night of the ego, yang bisa disebut-paras dan perasaan kurang
penting dibanding pengetahuan yang telah diperoleh seseorang untuk masa depan
yang lebih luas dan lebih panjang daripada yang dapat dicakup oleh ego
seseorang.” manusia menyelesaikan hal ini melalui warisan mereka, anak-anak
mereka, kontribusi mereka pada masyarakat, dan persahabatan mereka. Mereka
”ingin membuat hidup lebih aman, lebih bermakna, atau lebih bahagia bagi
orang-orang yang meneruskan hidup setelah kematian.” Untuk mengklarifikasi,
”individu yang panjang umur cenderung lebih khawatir tentang apa yang mereka
lakukan daripada tentang siapa mereka sebenarnya, mereka hidup di luar diri
mereka sendiri daripada kepribadian mereka sendiri secara egosentris.(Stanley &
Beare, 2006).

F. Permasalahan yang timbul Pada Lansia


1. Permasalah Umum
a. Bersarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya prosentase kenaikan lansia
memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan
kesehatan bagi lanjut usia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000
akan meningkat menjadi 209.535.49. jiwa dan jumlah lansianya
15.262.199., berarti 7.28% (Anwar,1994 ). Menurut Kinsilla dan Taeuber (
1993) peningkatan penduduk lansia dalam waktu 1990-2000 sebesar
41% dan merupakan yang tertinggi didunia ( Darmojo, 1999:1)
b. Jumlah lansia miskin makin banyak
c. Nilai perkerabatan melemah, tatanan masyarakat makin individualistik
d. Rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional yang melayani lansia
e. Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lansia
f. Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi dan
popuilasi pada kehidupan dan penghidupan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia
Perubahan normal ( alami ) tidak dihindari cepat dan lambatnya
perubahan dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik.
Perubahan akan terlihat pada jaringan organ tubuh seperti: kulit menjadi
kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun
sebagian dan menyeluruh, pendengaran juga berkurang, daya penciuman
berkurang,tinggi badan menyusut karena proses ostoporosis yang berakibat
badan bungkuk, tulang keropos masanya berkurang, kekuatan berkurang
dan mudah patah, elastisitas jaringan paru berkurang, nafas menjadi
pendek, terjadi pengurangan fungsi organ di dalam perut, dinding pembuluh
darah menebal dan terjadi peningkatan tekanan darah, otot bekerja tidak
efisien, terjadi penurunan fungsi organ reproduksi terutama ditemukan pada
wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria dan
sexsualitas tidak selalu menurun
b. Terjadi perubahan abnormal pada fisik lansia
Perubahan fisik pada lansia dapat diperbaiki dan dapat dihilangkan melalui
nasehat atau tindakan medik. Perubahan yang terjadi misalnya: katarak,
kelainan sendi, kelainan prostat dan inkotenensia

G. Sikap perawat terhadap lansia


Perawatan gerontologi atau gerontik adalah ilmu yang mempelajari dan
memberikan pelayanan kepada orang lanjut usia yang dapat terjadi di berbagai
tatanan dan membantu orang lanjut usia tersebut untuk mencapai dan
mempertahankan fungsi yang optimal. Perawat gerontologi mengaplikasikan dan
ahli dalam memberikan pelayanan kesehatan utama pada lanjut usia dank
keluarganya dalam berbagai tatanan pelayanan. Peran lanjut perawat tersebut
independen dan kolaburasi dengan tenaga kesehatan profesional.
Lingkup praktek keperawatan gerontologi adalah memberikan asuhan
keperawatan, malaksanakan advokasi dan bekerja untuk memaksimalkan
kemampuan atau kemandirian lanjuy usia, meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan, mencegah dan meminimalkan kecacatan dan menunjang proses
kematian yang bermartabat. Perawat gerontologi dalam prakteknya menggunakan
managemen kasus, pendidikan, konsultasi , penelitian dan administrasi.
Penting bagi perawat untuk mengkaji sikapnya pada penuaan karena sikap
tersebut mempengaruhi asuhan keperawatan. Untuk memberi asuhan yang efektif,
perawat harus menciptakan sikap positif terhadap lansia. Sikap negatif dapat
mengakibatkan penurunan rasa nyaman, adekuat, dan kesejahteraan klien. Lebih
jauh lagi, sikap tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas asuhan. Klien
dalam fasilitas perawatan jangka panjang memberi tantangan khusus bagi
perawat. Klien ini sering kali memandang diri sendiri sebagai pecundang, dan
mungkin masyarakat juga memandang mereka seperti itu. Perawat dapat
meningkatkan kemandirian dan harga diri klien yang merasa bahwa hidup tidak
lagi berharga.
Perawat harus menjelaskan sikap pribadi dan nilai tentang lansia untuk
memberikan perawatan paling efektif. Usia, pendidikan, pengalaman kerja, dan
lembaga pekerjaan seorang perawat mempengaruhi stereotip. Pengalaman pribadi
dengan lansia sebagai anggota keluarga dapat juga mempengaruhi sikap. Karena
lansia menjadi lebih lazim dalam pelayanan kesehatan, maka penting sekali bagi
perawat untuk mengembangkan pendekatan asuhan yang positif bagi klien lansia.
1. Pendekatan perawatan lanjut usia
a. Pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
a) Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain.
b) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami
kelumpuhan atau sakit.
b. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
c. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya
perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul
bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan sosialisasi
mereka.
2.3. KONSEP TEORI HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg (Jomt
National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure VII/ JNCVII, 2003).
B. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya. hipertensi dapat dibagi menjadi 2 kelompok. yaitu:
1) Hipertensi essensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya (90%)
2) Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid).
penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dan lainlain.

Menurut JNC-Vll (2003) hipertensi diklasifikasikan sesuai tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003


TDD
Kategori TDS (mmHg)
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi tingkat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥ 140 dan < 90
(Joint National Committe on Prevention Detection. Evaluation. and Treatment of Hugh Pressure VIII JNC-VII.
2003).
Hipertensi sistolik terisolasi (HST) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dengan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Berbagai studi
membuktikan bahwa prevalensi HST pada usia lanjut sangat tinggi akibat proses
penuaan. akumulasi kolagen. kalsium, serta degradasi elastin pada arteri.
Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah sistolik dan pengurangan
volume aorta yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan tekanan darah
diastolik.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
D. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : \
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak dapat
diubah, antara lain : umur, jenis kelamin dan genetik.
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur.
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Menurut Riskesdas 2007 pada
kelompok umur > 55 tahun prevalensi hipertensi mencapai > 55%. Pada
usia lanjut. hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan
darah sistolik. Kejadian ini disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai
risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik dibandingkan dengan perempuan. karena pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun. setelah
memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat.
Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan pria, akibat faktor hormonal. Menurut Riskesdas
2007, prevalensi hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi dibanding
pria.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
juga meningkatkan risiko hipertensi. terutama hipertensi primer (esensial).
Tentunya faktor lingkungan lain ikut berperan. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi. maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya. dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anakanaknya.
2) Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi
antara lain merokok. diet rendah serat. konsumsi garam berlebih. kurang
aktifitas fisik. berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol.
dislipidemia dan stress:
a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter
(Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi
pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih (overweight).

Nilai IMT dihitung menurut rumus :

Berat Badan (kg)


IMT =
Tinggi Badan (m) × Tinggi Badan (m)
Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi WHO pada
populasi Asia Pasifik tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2, dibawah ini :
Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Populasi Asia Menurut WHO
Indeks Massa Tubuh (kg/cm2) Kategori
< 18 Berat Badan Kurang
18,50 – 22,9 Normal
≥ 23 Berat Badan Lebih
23,00 – 24,9 Beresiko
25,00 – 29,9 Obesitas Derajat 1
≥ 30 Obesitas Derajat 2
Sumber: The Asia Pasific Perspectif, 2000
Batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil
penelitian di beberapa negara berkembang.
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses
artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi. dibuktikan
adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses artereosklerosis
pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung,
sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
c. Kurang aktifitas fisik
Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olah raga
aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun. meskipun berat badan
belum turun.
d. Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasushipertensi primer
(esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi
asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau
kurang. ditemukan tekanan darah rerata yang rendah. sedangkan pada
masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rerata lebih
tinggi.
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total. trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar
kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan
tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Untuk
jelasnya dapat dilihat Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Batasan kadar lipid/lemak dalam darah.
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol Total < 200 Yang diinginkan
200 – 239 Batas tinggi
≥ 240 Tinggi
Kolesterol LDL < 100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 – 159 Batas tinggi
160 – 189 Tinggi
≥ 190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL < 40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Trigliserida < 150 Normal
150 – 199 Batas tinggi
200 – 499 Tinggi
≥ 500 Sangat tinggi
(Sumber NCEP 2002)
f. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol. peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan kekentalan
darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi
menunjukan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol.
Dikatakan bahwa, efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila
mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.
g. Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa
takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stress berlangsung lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag.
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
(biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti,
2003). Peningkatan tekanan darah akan lebih menonjol pada individu yang
mempunyai kecenderungan stress emosional tinggi (Pinzon, 1999).
Menurut studi Framingham, wanita usia 45 - 64 tahun mempunyai
sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegang, masalah rumah tangga,
tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, ansietas dan
kemarahan terpendam. Kesemuanya ini berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah dan manifestasi klinik penyakit kardiovaskular apapun.
Studi eksperimental di laboratorium binatang membuktikan bahwa.
faktor psikologis stress merupakan faktor lingkungan sosial yang penting
dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah. Akan tetapi, stress
merupakan faktor risiko yang sulit diukur secara kuantitatif dan bersifat
spekulatif, sehingga tak mengherankan jika pengelolaan stress dalam
etiologi hipertensi pada manusia menjadi kontroversial (Henry dan
Stephens tahun 1997 dalam Kamso. 2000).
E. Tanda & Gejala
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun
gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (silent
killer).
Keluhan-keluhan yang tidak spesilik pada penderita hipertensi antara lain:
1) Sakit kepala
2) Penglihatan kabur
3) Gelisah
4) Rasa sakit didada
5) Jantung berdebar-debar
6) Mudah lelah
7) Pusing
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang mungkin dijumpai sebagai berikut:
a. Gangguan penglihatan
b. Gangguan saraf
c. Gangguan jantung
d. Gangguan fungsi ginjal
e. Gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang, perdarahan pembuluh
darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan
f. Gangguan kesadaran hingga koma
Di pelayanan kesehatan primer/Puskesmas, diagnosis hipertensi ditegakkan
oleh dokter, setelah mendapatkan peningkatan tekanan darah dalam dua kali
pengukuran dengan jarak satu minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila
tekanan darah > 140/90 mmHg, bila salah satu baik sistolik maupun diastolik
meningkat sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi.
Monitoring mandiri tekanan darah dapat dilakukan di rumah dengan
menggunakan alat digital. Pengukuran dilakukan dua kali berturut-turut,
kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan estimasi nilai tekanan darah yang
dapat dipercaya. Monitoring tekanan darah di rumah dapat mendeteksi ‘white
coat hypertension' (kenaikan tekanan darah karena cemas melihat dokter.
sehingga tekanan darah yang diukur di pelayanan kesehatan lebih tinggi daripada
di rumah).
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM
5. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
6. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
7. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
8. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
G. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
2) Penatalaksanaan Farmakologis
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang, tekanan darah
turun dan beban jantung lebih ringan. Populasi lanjut usia lebih rentan
mengalami dehidrasi dan hipotensi ortostatik akibat penggunaan thiazide.
Jadi pengukuran tekanan darah posisi berdiri perlu dilakukan. disamping
pemantauan kadar kalium serum.
Bila terjadi hipokaiemia, berikan suplemen kalium atau tambahkan
potassium-sparing diuretic seperti spironolactone, atau gunakan kombinasi
obat-obatan seperti triemterene/hydrochlorothiazide. Hal ini penting, karena
menurut studi SHEP: pasien lanjut usia dengan kadar kalium < 3,5 mg dL
akan kehilangan proteksi kardiovaskuler yang seharusnya didapat dari
penggunaan thiazide. Risiko intoksikasi digoksin (Ianoksin) meningkat
pada pasien yang juga mengkonsumsi thiazide secara bersamaan, karena
thiazide dapat menginduksi hipokalemia. Obat anti-inflamasi non-steroid
dapat menurunkan efek diuretik dan efek anti-hipertensi thiazide. Elikasi
penggunaan thiazide juga menurun pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik, walaupun belum ada suatu penelitian khusus mengenai hal ini.
Pada studi ALLHAT (Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment
to Prevent Heart Attack Trial) dibuktikan bahwa diuretik chlorthalidone
lebih superior untuk mencegah gagal jantung akibat hipertensi dibanding
amlopidin.
Asam urat dan thiazide berkompetisi dalam ekskresi pada tingkat tubulus
renalis, jadi penggunaannya pada penderita hiperuricemia atau gout perlu
perhatian khusus. Meskipun pernah dilaporkan bahwa thiazide
mempengaruhi glukosa serum dan profil lipid. inSidensi abnormalitas
metabolik pada pemberian thiazide dosis rendah amat kecil.
Seperti halnya thiazide, indapamide termasuk golongan diuretik yang
bekerja pada tubulus konvulasi bagian distal (Distal Convoluted Tubule
Diuretics). Risiko hipokalemia akibat penggunaan indapamide lebih rendah
dibanding thiazide, dan tidak mempengaruhi metabolism lipid atau glukosa.
Dalam studi Hypertension in Very Elderly Trial (HYVET. 2008),
pemberian indapamide dengan/tanpa perindopril pada populasi usia > 80
tahun dapat mengurangi kejadian stroke sebanyak 30% dan gagal jantung
64%.
Bila diuretik dikonsumsi bersamaan dengan Angiotensin Converting
Enzyme inhibitor atau Angiolensin Receptor Blocker, efek samping yang
mungkin terjadi adalah hipotensi pada pemakaian awal, dengan
konsekuensi insufisiensi renal akut.
b. Penyekat beta (β-blockers)
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju
nadi dan daya pompa jantung. Obat golongan β-blockers dapat menurunkan
mortalitas dan morbiditas pasien hipertensi lanjut usia, menurunkan risiko
penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan infark miokard
ulangan dan gagal jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita
asma bronkhial. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena
dapat menutupi gejala hipoglikemia.
Walaupun farmakokinetik dan farmakodinamik berbagai jenis B-
Blockers berbeda-beda, efikasi antihipertensinya hampir serupa. Atenolol,
metoprolol, dan bisoprolol bersifat kardioselektif dengan kelarutan terhadap
lipid yang rendah. sehingga lebih umum dipilih bagi populasi lanjut usia.
Obat β-Blockers yang bersifat lipofilik (seperti propanolol) dapat
menembus sawar darah otak, sehingga berefek sedasi, depresi, dan
disfungsi seksual. β-Blockers terutama golongan non-selektif seperti
nadolol dan propanolol merupakan kontra-indikasi bagi pasien dengan
gangguan reaktif saluran nafas yang berat.
Terutama pada populasi lanjut usia, β-Blockers secara umum dapat
menyebabkan bradikardia, abnormalitas konduksi, dan gagal jantung,
terutama bila dosis awal terlalu tinggi atau pasien mempunyai riwayat
penurunan fungsi ventrikel kiri. Perhatian khusus harus diberikan bila β-
Blockers diberikan bersama dengan obat golongan kronotropik negative,
seperti diltiazem, verapamil, atau digoksin. Pemberian β-Blockers tidak
boleh langsung dihentika, harus dititrasi perlahan untuk meminimalisasi
refleks takikardia (rebound).
c. Golongan Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor/ACEI)
menghambat kerja ACE sehingga perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin ll (vasokontriktor) terganggu. Sedangkan Angiofensin Receptor
Blocker (ARB) menghalangi ikatan zat angiotensin II pada reseptornya.
Baik ACEI maupun ARB mempunyai efek vasodilatasi, sehingga
meringankan beban jantung. ACEI dan ARB diindikasikan terutama pada
pasien hipertensi dengan gagal jantung, diabetes mellitus, dan penyakit
ginjal kronik. Menurut penelitian ON TARGET, efektifitas ARB sama
dengan ACEI. Secara umum, ACEI dan ARB ditoleransi dengan baik dan
efek sampingnya jarang. Batuk terjadi pada 25% pasien yang
mengkonsumsi ACEI dan seringkali menjadi penyebab terapi dihentikan,
pada kondisi demikian ARB merupakan alternatif pilihan.
Obat-obatan yang termasuk golongan ACEI adalah valsartan, lisinopril,
dan ramipril. Efek samping yang mungkin timbul: sakit kepala, pusing,
lemas dan mual. Lisinopril dan ramipril terutama diindikasukan untuk
pasien pasca infark miokard, pasien dengan risiko tinggi penyakit
kardiovaskular dan mencegah rekurensi stroke. Hipotensi saat obat mulai
diberikan (first-dose hypotension) harus diwaspadai pada pasien dehidrasi,
gagal jantung, dan stenosis arteri renalis bilateral.
Walaupun ACEI berpotensi menjaga fungsi ginjal, namun kadar
kreatinin dapat meningkat bila diberikan kepada pasien dengan insufisiensi
renal, dehidrasi, atau gagal jantung, kondisi demikian ini sering sekali
ditemukan pada pasien lanjut usia, maka hipotensi dan fungsi ginjal harus
dipantau ketat pada awal pemberian obat tersebut.
Tidak ada ketentuan batas nilai kreatinin yang menjadi kontraindikasi
pemberian ACEI, tetapi peningkatan akut kadar kreatinin sebesar 30%
merupakan peringatan untuk penghentian sementara atau penurunan dosis
ACEI. Karena ACEI juga dapat menyebabkan hiperkalemia, kadar
elektrolit dan kretinin harus dimonitor pula secara periodic, terutama pada
pasien yang mendapat diuretik tidak hemat kalium. Seperti halnya thiazide,
anti-inflamasi non-steroid juga dapat menurunkan efikasi antihipertensi
ACEI dan ARB.
d. Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)
Calcium channel blocker (CCB) menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri
koroner dan juga arteri perifer. Ada dua kelompok obat CCB, yaitu
dihidropyridin dan nondihidropyridin, keduanya efektif untuk pengobatan
hipertensi pada lanjut usia. Secara keseluruhan. CCB diindikasikan untuk
pasien yang memiliki faktor risiko tinggi penyakit koroner dan untuk
pasienpasien diabetes.
Kelompok nondihidropyridin (seperti diltiazem, verapamil) mempunyai
efek inotropik dan kronotropik negative, sehingga sangat baik diberikan
pada pasien-pasien dengan fibrilasi atrial dan takikardi supraventrikuler.
Kelompok dihidropyridin (seperti amlodipine, felodipine) aman diberikan
pada pasien dengan gagal jantung, hipertensi, atau angina stabil kronik.
Calcium channel blocker dengan durasi kerja pendek tidak
direkomendasikan pada praktek klinis. Tinjauan sistematik menyatakan
bahwa CCB ekuivalen atau lebih inferior dibandingkan dengan obat
antihipertensi lain. Tetapi CCB lebih efektif pada pasien hipertensi yang
sensitif terhadap garam, seperti populasi lanjut usia.
Interaksi CCB dengan obat dan makanan lain telah dilaporkan.
Grapefruit (di Indonesia dikenal sebagai jeruk Bali) meningkatkan
bioavabilitas felodipin secara signifikan, sehingga dapat menyebabkan
hipotensi berat. Diltiazem dapat menghambat metabolism cyclosporine
yang dikonsumsi rutin pasca transplantasi organ, sehingga dapat
menyebabkan intoksikasi cyclosporine.
Kelompok dihidropyridin, terutama nifedipin. dapat menyebabkan efek
samping: hipotensi ortostatik, edema perifer dan hiperplasi gusi, terutama
pada usia lanjut. Sedangkan verapamil sering menyebabkan konstipasi pada
populasi usia lanjut.
e. Golongan Antihipertensi Lain
Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan yang bekerja
sentral, dan obat golongan vasodilator pada populasi lanjut usia sangat
terbatas, karena efek samping yang signifikan. Walaupun obat-obatan ini
mempunyai efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan darah,
tidak ditemukan asosiasi antara obat-obatan tersebut dengan reduksi angka
mortalitas maupun morbiditas pasien-pasien hipertensi.
Agonis alfa sentral (termasuk klonidin, guanfacine, methyldopa, and
reserpine) bekerja sentral sehingga dapat menimbulkan sedasi, mulut
kering, dan depresi. Banyak pasien yang melaporkan hipotensi selain
retensi air dan natrium. Penghentian tiba-tiba obat-obatan ini dari dosis
tinggi (clonidin > 1.2 mg/hari) akan menyebabkan efek rebound, sehingga
berbahaya bila diberikan kepada pasien dengan kepatuhan minum obat yang
rendah. Walaupun clonidine patch mahal. patch ini sangat berguna bagi
alternatif terapi oral anti-hipertensi pada populasi lanjut usia. Seperti halnya
agonis alfa sentral, obat golongan vasodilator hydralazine dan minoxidil
mengakibatkan retensi kalium dan air serta refleks takikardia, sehingga
tidak digunakan sebagai monoterapi.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PERKESMAS
DI PUSKESMAS BULANGO TIMUR
N URAIAN SASARAN METODE SARANA PIHAK YANG KENDALA EVA
O KEGIATAN KEGIATAN KEGIATAN ALAT YANG TERLIBAT PEMECAHAN LUASI
DIGUNAKAN
1 Kamis, 14 Desember Mahasiswa yang a. Konsultasi dari CI -- a. Mahasiswa -- --
2017 melakukan PKL di mengenai pengambilan b. CI
Penerimaan Puskesmas Bulango data di puskesmas. c. CT
Mahasiswa Di Timur b. Konsultasi dari CT
Puskesmas mengenai target – target
yang harus dicapai
selama dinas
PERKESMAS
2 Jum’at, 15 Desember Masyarakat yang a. Pengumpulan data di 1. Data Laporan a. Mahasiswa -- --
2017 memiliki riwayat Puskesmas Puskesmas b. CI
Pengambilan Data Hipertensi. 1) Jumlah Penduduk & 2. Buku c. Staff
Dasar di Puskesmas KK Register Puskesmas
2) 10 Penyakit tertinggi Kunjungan yang
di Puskesmas Pasien tahun merupakan
Bulango Timur 2017 penanggung
3) Data 3 tahun teakhir jawab masing-
kejadian penyakit masing
hipertensi di program.
Puskesmas Bulango
Timur
b. Rekapan data kunjungan
Pasien Hipertensi di 5
Wilayah kerja
Puskesmas Bulango
Timur.
c. Menentukan desa yang
memiliki Penderita
Hipertensi terbanyak
yang menjadi sasaran
dilaksanakannya
kunjungan rumah.
d. Konsultasi dengan CI
tentang data yang telah
dikumpulkan.
3 Senin, 18 Desember Masyarakat yang Penyuratan ke kantor desa -- a. Kepala Desa -- --
2017 memiliki riwayat dalam meminta persetujuan b. Kader
Kunjungan Rumah Hipertensi kepala desa atas kegiatan c. Mahasiswa
Yang Menjadi Perkesmas yang
Indeks Keluarga dilaksanakan oleh
Sehat (IKS) mahasiswa di Desa
Bulothalangi sesuai rekapan
data puskesmas dimana desa
yang memiliki penderita
Hipertensi terbanyak.
4 Selasa, 19 Desember Masyarakat yang a. Pengkajian keluarga & Format a. Keluarga & -- --
2017 memiliki riwayat penderita yang memiliki Pengkajian Penderita
Pengkajian Hipertensi. riwayat penyakit Keluarga Hipertensi
Hipertensi. (PERKESMAS) b. Mahasiswa
b. Pengolahan data hasil c. Kader
pengkajian keluarga &
penderita Hipertensi
terbanyak yang ada di
Desa Bulothalangi.
5 Jum’at, 22 Desember Kelompok Lansia a. Penyuluhan kesehatan 1. LCD a. CI Masih adanya --
2017 yang memiliki tentang penyakit 2. Power Point b. CT beberpa lansia
Implementasi riwayat penyakit Hipertensi 3. Tensimeter c. Lansia tidak sempat ikut
Program Hipertensi b. Pemeriksaan Tekanan d. Kader serta dalam
Darah pada kelompok e. Mahasiswa kegiatan
lansia penyuluhan.
c. Survei kembali terhadap
kondisi lansia yang
memiliki riwayat
Hipertensi mengenai hal-
hal apa saja yang telah
dilakukan di rumah
selepas pemberian
penyuluhan kesehatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DATA HASIL PENGKAJIAN LANSIA
Jumlah lansia di Desa Bulothalangi berjumlah 25 penderita yang memiliki riwayat hipertensi, dan didapatkan sebanyak 14 orang menderita
hipertensi.
Sebanyak 25 orang lansia yang menderita Hipertensi, dilakukan pengkajian kepada 14 orang lansia ( 56 % dari lansia penderita Hipertensi),
dari hasil pengkajian didapatkan yang mengeluh sakit kepala berjumlah 1 orang ; mengeluh kelemahan 1 orang; mengeuh nyeri tengkuk 1
orang ; mengeluh pusing, kesemutan, pandangan kabur berjumlah 1 orang ; mengeluh Sakit kepala, nyeri tengkuk, kesemutan, pandangan kabur,
sulit tidur berjumlah 1 orang ; mengeluh pusing dan sakit kepala berjumlah 1 orang, mengeluh sakit kepala, nyeri tengkuk, penglihatan kabur,
pendengaran kurang jelas berjumlah 1 orang ; mengeluh sakit kepala, sulit tidur berjumlah 1 orang, mengeluh sakit kepala, penglihatan kabur
berjumlah 1 orang ; mengeluh kesemutan, penglihatan kabur, tremor berjumlah 1 orang ; mengeluh kesemutan, nyeri tengkuk berjumlah 1 orang
; mengeluh penglihatan kabur, sulit tidur berjumlah 1 orang ; mengeluh sakit kepala, nyeri tengkuk, penglihatan kabur, sulit tidur berjumlah 1
orang ; dan yang mengeluh sulit tidur, penglihatan kabur, nyeri tengkuk 1 orang.
1. Pengkajian Pada LANSIA
a. Identitas
N TTV RIWAYAT POLA
NAMA JK UMUR PEKERJAAN AGAMA
O TD NADI RR PENYAKIT OLAHRAGA TIDUR
140/90 84 20 Hipertensi, Tidak ada
1 Tn. D. Y L 66 Tahun Tidak Bekerja Islam TIDAK
mmHg X/M X/M Stroke gangguan
180/100 89 18 Tidak ada
2 Ny. D. A P 65 Tahun IRT Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
140/100 80 20 Ada
3 Ny. D. B P 62 Tahun IRT Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
190/100 88 20 Tidak ada
4 Ny. S. D P 78 Tahun IRT Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
160/90 84 20 Ada
5 Ny. H. M P 78 Tahun IRT Islam Hipertensi ADA
mmHg X/M X/M gangguan
150/90 84 20 Tidak ada
6 Ny. R. D P 62 Tahun IRT Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
140/80 80 20 Tidak ada
7 Ny. H. K P 67 Tahun Wiraswasta Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
160/100 86 18 Tidak ada
8 Ny. M. L P 65 Tahun IRT Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
140/100 78 20 Tidak ada
9 Tn. R. Y L 73 Tahun Tidak Bekerja Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
140/90 80 18 Tidak ada
10 Ny. N. A P 60 Tahun IRT Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
180/100 86 20 Ada
11 Tn. R. A L 61 Tahun Petani Islam Hipetensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
Mengayam 190/90 89 20 Ada
12 Ny. R. T P 63 Tahun Islam Hipertensi TIDAK
anyaman mmHg X/M X/M gangguan
160/100 80 20 Tidak ada
13 Tn. H. H L 60 Tahun Tukang Islam Hipertensi TIDAK
mmHg X/M X/M gangguan
160/100 80 18 Hipertensi Ada
14 Tn. B. S L 67 Tahun Tidak bekerja Islam TIDAK
mmHg X/M X/M Stroke gangguan
LAMPIRAN ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK


LANSIA PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI PKM
BULANGO TIMUR, KABUPATEN BONEBOLANGO

1. PENGKAJIAN PADA LANSIA

a. Nama : 1.Tn. D.Y

2. Ny.D.A

3. Ny. DB

4. Ny. S.D

5. Ny. H.M

6. Ny. R.D

7. Ny. H.K

8. Ny. M.L

9. Tn. R.Y

10. Ny.N.A

11. Tn.R.A

12. Ny.R.T

13. Tn.H.H

14. Tn.B.S
b. Status Kesehatan Anggota Kelompok

14 Kelompok lansia tersebut mengalami hipertensi ditandai dengan :

 Tn. D.Y dengan penyakit Hipertensi pasien berumur 66 Tahun dan mengalami
stroke sudah 1 tahun lebih. Keadaan umum lemah , TD : 140/90 mmHg, N : 84
x/m, R : 20 x/m dengan keluhan yaitu sakit punggung, konjungtiva pucat, pasien
dalam keadaan bedrest totoal, segala aktivitas pasien dibantu oleh keluarga.
 Ny. D. A dengan penyakit hipertensi pasien berumur 65 tahun dengan keadaan
umum baik, TD : 180/100 mmHg, N : 89 x/m, R : 18 x/m dengan keluhan pusing,
sakit lutut, kesemutan di ujung-ujung jari , penglihatan kabur, aktivitas klien
dilakukan secara mandiri.
 Ny. D. B dengan penyakit hipertensi pasien berumur 62 tahun dengan TD :
140/100 mmHg, N : 80 x/m, R : 20 x/m, dengan keluhan sakit kepala, nyeri
tengkuk, kesemutan di ujung-ujung jari, penglihatan buram, dan mengeluh sulit
tidur.
 Ny. S. D dengan penyakit hipertensi pasien berumur 78 tahun TD : 190/100, N :
88 x/m, R : 20 x/m mengeluh pusing, sakit kepala, aktivitas dilakukan secara
mandiri.
 Ny. H. M dengan penyakit hipertensi pasien berumur 77 tahun, dengan keluhan
TD : 160/90 mmHg, N : 80 x/m, R : 18 x/m mengeluh sakit kepala, nyeri tengkuk,
penglihatan buram, pendengaran kurang jelas, aktivitas pasien dilakukan secara
mandiri.
 Ny. R. D dengan penyakit hipertensi umur 62 tahun, TD : 150/90 mmHg, N : 84
x/m, R : 20 x/m, dengan keluhan sakit kepala , sulit tidur, aktivitas dilakukan
secara mandiri.
 Ny. H. K dengan penyakit hipertensi umur 67 tahun, TD : 140/80 mmHg, N : 80
x/m, R : 20 x/m, dengan keluhan sakit kepala, penglihatan buram, menggunakan
kacamata, aktivitas dilakukan secara mandiri.
 Ny. M. L dengan penyakit hipertensi umur 65 tahun TD : 160/100 mmHg, N : 86
x/m, R : 18 x/m dengan keluhan sakit kepala, aktivitas dilakukan secara mandiri.
 Tn. R. Y dengan penyakit hipertensi umur 73 tahun TD : 140/100 mmHg, N : 78
x/m, R : 20 x/m dengan keluhan batuk, cemas, kesemutan di ujung-ujung jari,
penglihatan buram, dan mengeluh tremor.
 Ny. N. A dengan penyakit hipertensi umur 60 tahunTD : 140/90 mmHg, N : 80
x/m, R: 18 x/m dengan keluhan kesemutan di ujung-ujung jari, dan nyeri tengkuk.
 Tn. R. A dengan penyakit hipertensi umur 61 tahunTD : 180/100 mmHg, N : 86
x/m, R : 20 x/m dengan keluhan penglihatan buram, dan sulit tidur.
 Ny.R. T dengan penyakit hipertensi umur 63 tahunTD : 190/90 mmHg, N : 89
x/m, R: 20 x/m dengan keluhan sakit kepala, nyeri tengkuk, penglihatan buram,
dan sulit tidur.
 Tn. H. H dengan penyakit hipertensi umur 60 tahun, TD : 160/100 mmHg, N : 80
x/m, R : 20 x/m dengan keluhan nyeri tengkuk, aktivitas dilakukan secara mandiri.
 Tn. B. S dengan penyakit hipertensi umur 67 tahun keadaan umum lemah TD :
160/100 mmHg, N : 80 x/m, R : 18 x/m pasien mengalami stroke ringan, aktivitas
dibantu keluarga, sulit tidur, penglihatan kabur, nyeri tengkuk, sakit pinggang.

C. Riwayat Kesehatan

Setelah dilakukan pengkajian kepada 14 orang lansia diperoleh adanya riwayat


hipertensi, dan pernah melakukan cek up kedokter.

1. PENGKAJIAN UPAYA KESEHATAN


a. Fasilitas Kesehatan
Di daerah tempat tinggal kelompok lansia diatas memiliki fasilitas kesehatan
berupa PROLANIS yang setiap bulan dilaksanakan.
b. Pelayanan Kesehatan Yang Dimanfaatkan
9 orang lansia ikut PROLANIS , dan 5 orang tidak tergabung
c. Fasilitas Pendidikan kesehatan
Di PROLANIS terdapat pendidikan kesehatan khusus lansia, yakni Penyuluhan
yang di berikan oleh petugas kesehatan baik pemeriksaan dan pengobatan gratis.
d. Lingkungan Sekitar Anggota Kelompok
Dari hasil observasi lingkungan, rumah masing-masing lansia penderita
HIPERTENSI tersebut berjauhan.
e. Status Ekonomi
Keenam lansia tersebut di kategorikan sebagai masyarakat yang kurang mampu.
f. Status Sosial Budaya Spiritual
Agama yang dianut adalah agama Islam dan memiliki budaya yang mereka tidak
bisa tinggalkan.
g. Komunikasi
Komunikasi dengan pihak keluarga baik dan lancar.
h. Fasilitas Rekreasi
Tidak memiliki fasilitas rekreasi.
i. Kebiasaan
2 orang lansiamemiliki kebiasaan merokok.

2. KRITERIA PRIORITAS MASALAH


1) Kesadaran akan adanya masalah Hipertensi
2) Perilaku beresiko terhadap kesehatan ditandai dengan Kurangnya kesadaran diri
dalam hal mengkonsumsi makanan yang bisa menyebabkan Hipertensi seperti
makanan yang tinggi kolestrol, tinggi Garam serta mengandung MSG dll.
3) Beberapa lansia memiliki keluhan seperti sakit kepala, sakit pada tengkuk,
pandangan kabur, sulit tidur, kesemutan di ujung-ujung jari, kelemahan, pusing
4) Kurangnya kesadaran diri masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik (olahraga)

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman b/d nyeri,ansietas dan gangguan pola tidur pada
kelompok lansia.
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, respon tekanan darah abnormal pada
kelompok lansia.
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya terpaparnya informasi

4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Pencegahan primery Pencegahan Pencegahan tertier
sekunder
a. Penkes pada keluarga c. Deteksi dini tanda i. Menunjang upaya
yang memiliki lansia, bahaya pada lansia pemulihan pada
Kebutuhan nutrisi dengan penyakit lansia setelah sakit
sesuai usia, makanan hipertensi. j. Menunjang upaya
yang beresiko d. Perawatan lansia pemulihan pada
meningkatkan dengan masalah lansia hipertensi
tekanan darah, tes tertentu yang mengalami
periodik, konseling e. Skrening lansia komplikasi
b. Latih : penyusunan f. Pemberian makanan k. Upaya memelihara
dan memberi makan lansia sesuai dengan kondisi kesehatan
pada lansia sesuai masalah kesehatan lansia sesuai
kebutuhan, cara g. Penanganan masalah masalah sesuai
pemantauan kedaruratan pada perkembangannya
prkembangan, tehnik kelompok lansia l. Konseling perawatan
stimulasi,fasilitas h. Rujukan untuk lansia lanjut pada
aman, perawatan kelompok lansia
sesuai usia.

RENCANA TINDAKAN MASYARAKAT


1. Pemberdayaan masyarakat dalam menanggulangi masalah lansia
2. Pendidikan kesehatan terhadap kelompok lansia penderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas bulango timur.

5. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(NOC)
1 Gangguan rasa nyaman NOC 1. Ukur tekanan darah
Definisi : Merasa kurang  Anxiety lansia
senang, lega, dan  Fear Level 2.Observasi reaksi non
sempurna dalam dimensi  Sleep Deprivation verbal dan
fisik, psikospritual,  Comfort, Readines for ketidaknyamanan
lingkungan dan social. Enchanced lansia
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : 3. Kaji kepatuhan lansia
 Nyeri  Mampu mengontrol dalam minum obat
 Ansietas nyeri 4. Gunakan teknik
 Gangguan pola tidur  Mampu mengontrol komunikasi
kecemasan teraupetik dengan
 Gangguan pola tidur lansia untuk
teratasi mengetahui
pengalaman nyeri
lansia
5. Ajarkan teknik
distraksi pada
lansia
6. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
lansia
7. Kaji pola tidur lansia

2 Intoleransi Aktivitas NOC 1. Kaji kemampuan


Definisi :  Energy conservation lansia dalam
Ketidakcukupan energi  Activity tolerance melakukan aktivitas
psikologis atau fisiologis  Self Care : ADLs 2.Dampingi anggota
untuk melanjutkan atau Kriteria Hasil : kelompok dalam
menyelesaikan.  Mampu beraktivitas melakukan aktivitas
Batasan Karakteristik : dengan benar fisik (senam lansia)
 Kelemahan Umum 3. Anjurkan lansia
untuk tidak
melakukan aktivitas
yang berat
4. Jelaskan
pentingnya aktifitas
fisik dilakukan setiap
hari
5. Anjurkan
kelompok lansia
untuk banyak
istirahat
3 Kurang pengetahuan NOC 1. Kaji pengetahuan
Definisi : Ketiadaan atau  Knowledge : Disease keluarga tentang
defisiensi informasi process penyakit hipertensi
kognitif yang berkaitan  Knowledge : Health 2. Kaji faktor sebagian
dengan topik tertentu. Behavior anggota kelompok
Kriteria Hasil : tidak mengikuti
 Pasien dan keluarga program puskesmas
menyatakan paham 3. Diskusikan dengan
tentang penyakit keluarga tentang
hipertensi, dan program makanan yang boleh
pengobatan hipertensi dan tidak boleh
 Pasien dan keluarga dikonsumsi oleh
mampu melaksanakan penderita hipertensi
prosedur yang 4. Anjurkan lansia untuk
dijelaskan secara benar. mengikuti program
puskesmas
5. Memberikan
penyuluhan kepada
kelompok lansia
tentang manfaat
program prolanis.

6. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1 Gangguan rasa 1. Mengukur tekanan darah S : Kelompok lansia
nyaman lansia mengatakan nyeri
DH : - Tn. D. Y = 140/100 mmHg mulai berkurang.
- Ny. D. A =180/100 mmHg O : a. TD Lansia
- Ny. D. B = 140/100 mmHg - Tn. D. Y =
- Ny. S. D = 190/100 mmHg 140/100 mmHg
- Ny. H. M = 160/90 mmHg - Ny. D. A =
- Ny. R. D = 150/90 mmHg 180/100 mmHg
- Ny. H. K = 140/80 mmHg - Ny. D. B =
- Ny. M. L= 160/100 mmHg 140/100 mmHg
- Tn. R. Y = 140/100 mmHg - Ny. S. D =
- Ny. N. A= 140/90 mmHg 190/100 mmHg
- Tn. R. A = 180/100 mmHg - Ny. H. M =
- Ny. R. T = 190/90 mmHg 160/90 mmHg
- Tn. H. H = 160/100 mmHg - Ny. R. D =
- Tn. B. S = 160/100 mmHg 150/90 mmHg
2.Mengobservasi reaksi non - Ny. H. K =
verbal dan 140/80 mmHg
ketidaknyamanan lansia - Ny. M. L=
DH : Sebagian kelompok lansia 160/100 mmHg
mengeluh nyeri , ekspesi wajah - Tn. R. Y =
nampak meringis. 140/100 mmHg
3. Mengkaji kepatuhan lansia - Ny. N. A=
dalam minum obat 140/90 mmHg
DH : Kelompok lansia - Tn. R. A =
mengatakan selalu teratur 180/100 mmHg
minum obat yang di dapatkan - Ny. R. T =
dari puskesmas. 190/90 mmHg
4. Menggunakan teknik - Tn. H. H
komunikasi 160/100 mmHg
teraupetik dengan - Tn. B. S =
lansia untuk 160/100 mmHg
mengetahui b. Kelompok lansia
pengalaman nyeri sangat kooperatif
pasien dan mampu
DH : Menggunakan teknik melakakukan apa
komunikasi teraupetik dengan yang diajarkan.
lansia. c. Kelompok lansia
5. Mengajarkan teknik mau menerapkan
distraksi pada apa yang telah
lansia. diajarkan dalam
DH ; Kelompok lansia mampu kehidupan sehari
melakukan teknik distaksi yang hari.
telah diajarkan seperti senyum A : Masalah gangguan
setiap hari. rasa nyaman teratasi.
6 Mengevaluasi pengalaman P : Pertahankan
nyeri masa lampau Intervensi
lansia 1. Ukur tekanan darah
DH : Kelompok lansia lansia
mengatakan jika timbul nyeri 2.Observasi reaksi
langsung istirahat. non verbal dan
7 Mengkaji pola tidur lansia ketidaknyamanan
DH : Kelompok lansia lansia
mengataan mulai istrahat tidur 3. Kaji kepatuhan
jam 10 malam . lansia dalam
minum obat
4. Gunakan teknik
komunikasi
teraupetik dengan
lansia untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
lansia
5. Ajarkan teknik
distraksi pada
lansia
6. Evaluasi
pengalaman
nyeri masa lampau
lansia
7. Kaji pola tidur
lansia

2 Intoleransi Aktivitas 1. Mengkaji kemampuan S : - Kelompok


lansia dalam mengatakan badan
melakukan aktivitas terasa lebih baik
DH : Kelompok lansia setelah senam
mengatakan mereka jarang lansia.
melakukan aktifitas fisik seperti - Kelompok
olahraga. mengatakan telah
2. Mendampingi anggota termotivasi untuk
kelompok dalam datang mengikuti
melakukan aktivitas senam setiap
fisik (senam lansia) minggu.
DH : Lansia mengikuti senam, O : - Anggota kelompok
dan mengatakan setelah lansia berpartisipasi
melakukan senam badan terasa dalam aktivitas
lebih baik. fisik.
3. Menganjurkan lansia - Sebagian besar
untuk tidak anggota kelompok
melakukan aktivitas mengikuti senam
yang berat lansia.
DH : Lansia mengatakan tidak A : Masalah intoleransi
akan melakukan aktivitas yang aktivitas teratasi.
berat berat. P : Pertahankan
4. Menjelaskan Intervensi
pentingnya aktifitas 1. Kaji kemampuan
fisik dilakukan setiap lansia dalam
hari. melakukan
DH : Lansia mengatakan paham aktivitas
terhadap apa yang telah 2.Dampingi anggota
dijelaskan dan mau melakukan kelompok dalam
apa yang telah diajarkan. melakukan
5. Menganjurkan aktivitas
kelompok lansia fisik (senam lansia)
untuk banyak 3. Anjurkan lansia
istirahat untuk tidak
DH ; Kelompok lansia melakukan aktivitas
mengatakan akan banyak yang berat
beristirahat. 4. Jelaskan
pentingnya aktifitas
fisik dilakukan
setiap hari
5. Anjurkan
kelompok lansia
untuk banyak
istirahat

3 Kurang pengetahuan 1. Mengkaji pengetahuan S : Kelompok lansia


keluarga tentang menyatakan paham
penyakit hipertensi tentang penyakit
DH : Sebagian lansia sudah hipertensi dan
mengetahui apa yang dimaksud proggram pengobatan
dengan penyakit hipertensi. hipertensi.
2. Mengkaji faktor sebagian O : -Kelompok lansia
anggota kelompok lansia mampu
tidak mengikuti melaksanakan
program puskesmas prosedur yang
DH : Sebagian lansia belum dijelaskan dan mau
tergabung dalam prolanis karena mengikuti program
tidak mengetahui kalau mereka puskesmas
memiliki hipertensi. (PROLANIS)
3. Mendiskusikan dengan -Kelompok lansia
keluarga tentang mampu menjelaskan
makanan yang boleh apa yang telah
dan tidak boleh dijelaskan.
dikonsumsi oleh A : Masalah kurang
penderita hipertensi pengetahuan teratasi
DH : Keluarga lansia P : Pertahankan
mengatakan paham terhadap apa intervensi
yang telah dijelaskan. 1. Kaji pengetahuan
4. Menganjurkan lansia untuk keluarga tentang
mengikuti program penyakit hipertensi
puskesmas 2. Kaji faktor
DH : Lansia mengatakan akan sebagai anggota
mengikuti program lansia yang kelompok
ada di puskesmas. tidak mengikuti
5. Memberikan program puskesmas
penyuluhan kepada 3. Diskusikan dengan
kelompok lansia keluarga tentang
tentang manfaat makanan yang
program prolanis. boleh dan tidak
DH : Kelompok lansia boleh dikonsumsi
menyatakan paham terhadap apa oleh penderita
yang telah dijelaskan. hipertensi
4. Anjurkan lansia
untuk mengikuti
program puskesmas
5. Memberikan
penyuluhan kepada
kelompok lansia
tentang manfaat
program prolanis.
BAB IV
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program Indonesia
Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Salah satu program
Kemenkes yang tercantum pada Renstra Kemenkes 2015-2019 adalah program
pembinaan upaya kesehatan.
Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No 128/MENKES/SK/II/2004
tentang kebijakan dasar puskesmas, upaya perawatan kesehatan masyarakat
merupakan upaya program pengembangan yang kegiatannya terintegrasi dalam upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Perawatan kesehatan
masyarakat (PERKESMAS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
dasar yang dilaksanakan oleh puskesmas. Perkesmas dilakukan dengan penekanan
pada upaya pelayanan kesehatan dasar. Untuk mengupayakan terbinanya kesehatan
masyarakat maka diharapkan 40% keluarga rawan kesehatan memperoleh kunjungan
rumah dan pembinaan kesehatan oleh tenaga kesehatan melalui kegiatan Perkesmas.
Berdasarkan data Puskesmas Bulango Timur Tahun 2017 jumlahpenduduk 5469.
Yang terdiri dari 1140 KK. Denganjumlah lansia yang berusia > 60 tahun di
dapatkan sebanyak 224 orang, berdasarkan IKS di dpaatkan penderita hipertensi
lansia berjumlah 148 orang/ tahun dan penderita TB paru berjumlah 7 orang/tahun.
. Jumlah lansia di Desa Bulothalangi berjumlah 25 penderita yang memiliki
riwayat hipertensi, dan didapatkan sebanyak 14 orang menderita hipertensi.
Sebanyak 25 orang lansia yang menderita Hipertensi, dilakukan pengkajian
kepada 14 orang lansia ( 56 % dari lansia penderita Hipertensi), dari hasil pengkajian
didapatkan yang mengeluh sakit kepala berjumlah 1 orang ; mengeluh kelemahan 1
orang; mengeuh nyeri tengkuk 1 orang ; mengeluh pusing, kesemutan, pandangan
kabur berjumlah 1 orang ; mengeluh Sakit kepala, nyeri tengkuk, kesemutan,
pandangan kabur, sulit tidur berjumlah 1 orang ; mengeluh pusing dan sakit kepala
berjumlah 1 orang, mengeluh sakit kepala, nyeri tengkuk, penglihatan kabur,
pendengaran kurang jelas berjumlah 1 orang ; mengeluh sakit kepala, sulit tidur
berjumlah 1 orang, mengeluh sakit kepala, penglihatan kabur berjumlah 1 orang ;
mengeluh kesemutan, penglihatan kabur, tremor berjumlah 1 orang ; mengeluh
kesemutan, nyeri tengkuk berjumlah 1 orang ; mengeluh penglihatan kabur, sulit tidur
berjumlah 1 orang ; mengeluh sakit kepala, nyeri tengkuk, penglihatan kabur, sulit
tidur berjumlah 1 orang ; dan yang mengeluh sulit tidur, penglihatan kabur, nyeri
tengkuk 1 orang.

3.2. SARAN
a. Bagi Puskesmas BulangoTimur
Diharapkan dapat meningkatkan cakupan sasaran Perkesmas diwilayah kerja
Puskesmas BulangoTimurKabupatenGorontalo.
b. Bagi Institusi Politeknik Kesehatan Gorontalo
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan sebagai tambahan bacaan atau
literatur.
c. Bagi Mahasiswa DIV Keperawatan
Diharapkan dapat menguasai konsep PERKESMAS untuk meningkatkan
pengetahuan khususnya dalam PERKESMAS sehingga dapat menjadi tenaga
keperawatan yang professional terutama dalam bidang PERKESMAS.

]
DAFTAR PUSTAKA

 Efendi Nasrul. 1998, Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta :


EGC.

 Kushariyadi. 2009, Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia : Jakarta : Salemba
Medika.

 Potter, Patricia A & Anne Grifin Perry. 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan,
Konsep, Proses & Praktik, Jakarta : EGC

 Thamher, S. 2009. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan askep. Jakarta : Salemba
Medika

 Nugroho, Wahyudi. 2000, Keperawatan Gerrotik. Ed. Kedua. Jakarta : EGC

 Kemenkes RI. 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Edisi
Revisi

Anda mungkin juga menyukai