Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekonomi Syariah dan Sejarah Perkembangannya

Ekonomi Islam atau sering juga disebut dengan ekonomi syariah

merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah masalah ekonomi

masyarakat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dengan

ekonomi kapitalis dan sosialis yang merupakan sistem ekonomi konvensional.

Ekonomi syariah berbeda dari sistem ekonomi konvensional karena Islam

menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap masyarakat yang miskin, dan

melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Selain itu, ekonomi dalam

kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran. Krisis ekonomi

yang sering terjadi ditengarai oleh ulah sistem ekonomi konvensional yang

mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen profitnya. Berbeda dengan apa

yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen profitnya, yaitu

sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan sistem ekonomi

konvensional karena ekonomi syariah sangat bertolak belakang dengan ekonomi

kapitalis yang lebih bersifat individual dan sosialis yang memberikan hampir

semua tanggung jawab kepada warganya, ekonomi syariah menetapkan bentuk

perdagangan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam

harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan

rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan

seluas luasnya kepada setiap pelaku usaha.

8
Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan

bahwa ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat

interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi

perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-

ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of

analysis seperti matematika, statistic, logika dan ushul fiqih. (Rianto dan Amalia,

2010 : 7). Dalam ekonomi syariah terdapat dua hal pokok yang menjadi landasan

hukum sistem ekonomi syariah yaitu: Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, hukum-

hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan

prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja), Sedangkan

menurut Hasan Uzzaman, Ekonomi Islam adalah suatu ilmu aplikasi petunjuk dan

aturan syariah yang mencegah ketidak adilan dalam meperoleh dan menggunakan

sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan dapat menjalankan

kewajibannya kepada Allah dan masyarakat. (Rianto dan Amalia, 2010 : 7).

Sistem ekonomi syariah dimaksudkan untuk mengatur kegiatan ekonomi

guna mencapai derajat kehidupan yang layak bagi seluruh individu dalam

masyarakat. Sistem ekonomi syariah diseluruh kegiatan dan kebiasaan masyarakat

bersifat dinamis dan adil dalam pembagian pendapatan dan kekayaan dengan

memberikan hak pada setiap individu untuk mendapatkan penghidupan yang

layak dan mulia baik di dunia maupun di akhirat nantinya. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa para pemikir ekonomi syariah melihat persoalan ekonomi tidak

hanya berkaitan dengan faktor produksi, konsumsi, dan distribusi, berupa

pengelolaan sumber daya yang ada untuk kepentingan bernilai ekonomis. Akan

9
tetapi, lebih dari itu mereka melihat persoalan ekonomi sangat terkait dengan

persoalan moral, ketidak adilan, ketauhitan dan sebagainya. Ekonomi syariah

menempatkan nilai-nilai Islam sebagai pondasinya. Hal inilah yang membedakan

dengan konsep ekonomi barat yang menempatkan kepentingan individu sebagai

landasannya.

Dilihat dari sejarah perkembangannya, pemikiran ekonomi Islam telah

lama keberadaanya di dunia ini, yaitu selama keberadaan agama Islam itu sendiri

mulai dari zaman nabi Muhammad SAW di utus membawa ajaran agama Islam

ke bumi hingga sekarang. Pada zaman Rasulullah SAW (571-632 M)

perekonomian masih relatif sederhana, tetapi beliau menunjukkan prinsip-prinsip

yang mendasar bagi pengelola ekonomi. Karakter umum dari perekonomian pada

saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta

perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Usaha-

usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah Islam,

sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang

melainkan harus beredar bagi kesejahteraan ummat. Pada masa Rasulullah SAW

kegiataan ekonomi pasar relatif menonjol dimana untuk menjaga mekanisme

pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas Islam, Rasulullah mendirikan

Al-Hisab yang merupakan suatu institusi yang bertugas untuk mengawasi pasar.

Rasulullh juga membentuk Baitul Maal yang merupakan suatu institusi yang

bertindak srbagai pengelola keuangan negara. Baitul Maal mempunnyai peranan

yang sangat penting bagi perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan

yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. (Pusat Pengkajian dan

10
Pengembanagan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas

Kerja Sama dengan Bank Indonesia, 2011: 98)

Ekonomi syariah telah melalui beberapa periode dalam perjalanannya,

baik masa masa kejayaan maupun masa masa kemunduran. Setelah zaman

Rasulullah, ekonomi syariah dalam perkembangannya pernah mempunyai

pemikir-pemikir yang sangat penting di bidang ekonomi syariah dimana diantara

tokoh-tokoh ini juga merupakan sahabat nabi Muhammad SAW yang disebut

sebagai Khulafaurrasyidin yang sangat tekenal pada masanya masing masing,

diantaraya adalah Abu Bakar As-Sidiq (51 SH-13 H / 537-634 M), Umar bin

Khattab (40 SH - 23 H / 584 - 644 M), Ustman Bin Affan (47 SH - 35 H / 577-

656 M) dan terakhir Ali bin Abi Thalib (23 H- 40 H / 600-661 M). (Ibrahim, 1994

: 11). Dalam perkembangan pemikiran ekonomi pasca Rasulullah SAW dan

Khulafaurrasyidin telah banyak tokoh-tokoh ekonomi syariah yang baru

bermunculan dan menjadikan hasil pmikiran pemikiran ekonomi syariah yang

sebelumnya sebagai pondasi pengetahuan dalam melahirkan teori-teori ekonomiya

sesuai dengan peradaban agama Islam pada zaman masing-masing, dimana pada

masa tokoh tokoh ini dibagi kedalam empat periode yaitu sebagai berikut :

Periode Pertama / Fondasi (Masa awal Islam – 450 H / 1058 M).

Pada periode ini banyak sarjana muslim yang pernah hidup bersama para

sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran

Islam yang akurat. Beberapa diatara mereka Seperti Zayd bin Ali (120 H / 798

M), Abu Yusuf (182 H / 798 M), Muhammad Bin Hasan al Shaybani (189 H / 804

M), Abu Ubayd (224 H/838 M) Al Kindi (260 H/873 M ), Junayd Baghdadi (297

11
H / 910 M), Ibnu Miskwayh (421 H / 1030 M). Periode ini sebagai pembentukan

dasar-dasar ekonomi syariah. ( Azwar Karim, 2004 :10)

Periode Kedua (450 – 850 H / 1058 – 1446 M)

Prideode ini dikenal ssebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan

warisan intelektual yang sangat kaya. Disisi lain pemikiran ekonomi pada masa

ini banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekradensi moral,

serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara

umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf kemakmuran.

Terdapat pemikir-pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga

kini, misalnya Al Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M), Nasiruddin Tutsi (485 H

/1093 M), Ibnu Taimyah (661-728 H / 1263-1328 M), Ibnu Khaldun (732-808 H/

1332-1404 M), Al Maghrizi (767-846 H / 1364-1442 M), Abu Ishaq Al Shatibi

(1388 M), Abdul Qadir Jaelani (1169 M), Ibnul Qayyim (1350 M), dll.

Periode Ketiga (850 – 1350 H / 1446 – 1932 M)

Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang

lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Priode ini juga

dikenal sebagai fase stagnasi. Namun demikian, terdapat beberapa pemikiran

ekonomi yang berkualitas selama dua ratus tahun terakhir, Seperti Shah Waliullah

(1114-1176 M / 1703-1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1206 H / 1787

M), Jamaluddin al Afghani (1294 M / 1897 M), Muhammad Abduh (1320 H /

1905 M), Ibnu Nujaym (1562 M), dll.

12
Periode Kontemporer (1930 – sekarang).

Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di

dunia Islam. Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut

mendorong semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya.

Zarqa (1992) mengklasifikasikan kontributor pemikiran ekonomi berasal dari: (1)

ahli syariah Islam, (2) ahli ekonomi konvensional, dan (3) ahli syariah Islam

sekaligus ekonomi konvensional. ( Azwar Karim, 2004 :10).

2.2. Prinsp-Prinsip Ekonomi Syariah

Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, setiap orang boleh berusaha

dan menikmati hasil usahanya dan memberikan sebagian kecil hasil usahanya

kepada orang yang kurang mampu, dalam bentuk harta yang halal. Allah SWT

menciptakan alam semesta ini untuk kemaslahatan umat manusia. Tetapi Allah

menyediakan itu semua bukanlah untuk dipergunakan dengan sesuka hati kita.

Allah SWT menyediakan apa yang ada di bumi dan langit untuk kepentingan

umat manusia. Tapi ada batas-batasnya agar umat manusia tidak mengalami

kesulitan pada masa yang akan datang. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan

masyarakat ditujukan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka

dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada sesuai dengan

ajaran Islam. Hal ini menjadi perbedaan mendasar antara ekonomi syariah

dengan ekonomi konvensional. Meski demikian, hanya orang yang berimanlah

yang benar-benar dapat menerapkan prisip ekonomi syariah dalam kehdupannya.

Dalam ekonomi syariah terdapat prinsip-prinsip khusus dalam kegiatan manusai

dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Menurut Metwally dalam buku (Suprayitno.

13
2005 : 2), prinsip-prinsip ekonomi syariah secara garis besar dapat dijabarkan

sebagai berikut :

1) Dalam ekonomi syariah, berbagai jenis sumber daya alam dipandang

sebagai pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia, sehingga

pemanpaatannya haruslah bisa dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.

2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu yang

berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui

pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.

3) Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegatan ekonomi syariah. Islam

mendorong manusia untuk bekrja untuk mendapatkan materi / harta

dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

4) Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang

orang kaya, dan harus berperan sebagai capital produktif yang akan

meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya

direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunah

Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama

atas air, padang rumput dan api.”

6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat. Kondisi ini

akan mendorong seorang muslim menjauhkan diri dari hal-hal yang

dilarang oleh Allah dalm kegiatan ekonomi.

14
7) Seorang Muslim diwajibkan membayar zakat apabila hartanya sudah

mencapai batas ukuran tertentu (nisab). Zakat merupakan alat distribusi

kekayaan yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang

membutuhkan.

8) Islam melarang setiap penerapan riba atas berbagai bentuk pinjaman,

maupun berbagai aspek kegiatan ekonomi lainnya dalam kehidupan sehari

hari.

Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang penerapan bunga.

Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga / riba

adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman

Yunani kuno. Aris toteles adalah orang yang amat menentang dan melarang

bunga, sedang Plato juga mengutuk praktek bunga.

2.3. Ciri-Ciri Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya dari

system ekonomi lainnya. Ciri-ciri yang dimaksud dalam buku (Al-Assal dan

Abdul Karim, 1999 : 24) adalah sebagai berikut:

A. Ekonomi Syariah merupakan bagian dari system Islam yang universal.

Ekonomi syariah mempunyai hubungan yang sempurna dengan agama Islam,

baik sebagai akidah maupun syariat. Oleh karena itu kalau kita mempelajari

ekonomi syariah tidak boleh lepas dari akidah dan syariat Islam, karena sistem

ekonomi syariah merupakan bagian dari syariat dan erat hubungannya dengan

15
akidah sebagai dasar. Hubungan ekonomi syariah dengan akidah ini akan

tampak misalnya dalam pandangan Islam kepada seluruh alam yang

diperintahkan untuk patuh dan mengabdi kepada Tuhan, dan tampak pula

dalam masalah halal dan haram yang menjiwai orang Islam tatkala ia

melangkah pada satu diantara sekian banyak cara bermuamalat, dan akhirnya

akan tampak pada kepercayaan adanya unsur pengawasan yang dirasakan orang

Islam dari alam Gaib.

Dalam keyakinan, kita memandang ekonomi syariah merupakan satu bagian

saja dari sistem Islam yang menyeluruh dan merupakan hal yang paling nyata

dari hal-hal yang membedakan ekonomi syariah dengan ekonomi lainnya.

Hubungan ekonomi syariah dengan akidah itulah yang menyebabkan kegiatan

ekonomi dalam Islam berbeda dengan kegiatan ekonomi menurut sistem-sistem

hasil penemuan manusia, menyebabkan memiliki sifat pengabdian dan cita-cita

yang luhur, dan menyebabkannya memiliki pengawasan atas pelaksanaan

kegiatan ini dengan pengawasan sebenarnya. Uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian.

Dalam Islam dikenal kaidah umum, yang menyatakan bahwa pekerjaan

apapun yang dilakukan oleh orang Islam, baik pekerjaan ekonomi atau

bukan, bisa berubah dari pekerjaan material biasa menjadi ibadah yang

berpahala apabila orang Islam tadi dalam pekerjaannya bermaksud

mengubah niatnya untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Peranan niat

sangatlah penting dalam mengubah pekerjaan biasa menjadi ibadah yang

berpahala. (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 24).

16
2. Kegiatan ekonomi dalam Islam bercita-cita luhur.

Kegiatan ekonomi syariah bertujuan tidak hanya mengejar materi semata,

tetapi yang menjadi tujuan luhur ekonomi syariah adalah bagaimana

memakmurkan bumi untuk mendapatkan kehidupan yang insani sebagai

tanda pengabdian kepada Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi.

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan ekonomi dalam Islam adalah

pengawasan yang sebenarnya yang mendapat kedudukan utama.

Sistem ekonomi hasil penemuan manusia terpisah dari agama dan

mengesampingkan pengaruhnya dari perekonomian, bahkan sebagian dari

sistem ini ada yang mengingkari agama secara keseluruhan seperti sistem

ekonomi sosialis yang di cetus oleh Karl Marx. Sistem pengawasan sistem

ini diserahkan sepenuhnya kepada penguasa untuk melaksanakan

pengawasan tersebut sesuai dengan peraturan yang tidak menjamin

terealisasikannya cita-cita, hal ini berbeda dengan Pengawasan kegiatan

ekonomi pada lingkungan ekonomi syariah, disamping adanya pengawasan

syariat yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum, ada pula pengawasan

yang lebih ketat dan aktif, yaitu pengawasan atas kepercayaan masyarakat

terhadap adanya Allah dan adanya hari kiamat.

B. Ekonomi syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan

individu dan kepentingan masyarakat.

Tujuan kegiatan ekonomi syariah tidak hanya untuk mendapatkan

keuntungan semata, keuntungan material hanya sebagai perantara untuk

tujuan yang lebih besar dan cita-cita yang lebih luhur yaitu memakmurkan

17
bumi dan mempersiapkannya untuk kehidupan insani, sebagai kepatuhan

terhadap perintah Allah dan khalifah di muka bumi. Kita percaya bahwa

manusia pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Allah

SWT suatu hari kemudian. Perbedaan mendasar terlihat jelas antara cita-cita

ekonomi konvensional dengan ekonomi syariah dimana dalam konvensional

dapat menciptakan persaingan, monopoli, ataupun sikap mementingkan diri

sendiri dengan usaha mengumpulkan harta kekayaan sebanyak banyaknya

dan mencegahnya dari orang lain sehingga dapat menyebabkan peperangan

dan kehancuran, hal ini berbeda dengan sistem ekonomi syariah yang cita-

citanya adalah meralisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan keuntungan

umum bagi seluruh masyarakat disertai niat melaksanakan dan mematuhi

perintah Allah SWT. (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 21)

Dalam Islam mengakui kepentingan individu dan kepentingan orang

banyak selama tidak ada pertentangan antara keduanya atau selama masih

mungkin menyatukan keduanya. Buktinya dalam soal hak milik, Islam masih

mengakui hak milik individu, dan pada saat yang sama masih mengakui hak milik

orang banyak. Akan tetapi dalam ajaran agama Islam masyarakat lebih dianjurkan

untuk mendahulukan kepentingan masyarakat banyak dari pada kepentingan

pribadi.

18
2.4. Tujuan Ekonomi Syariah.

Tujuan ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi konvensional. Tujuan

ekonomi yang membedakan suatu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi

lainnya. Dalam ekonomi syariah terdapat beberapa tujuan utama dalam

pelaksanaan kegiatan ekonomi diantaranya adalah (dalam buku Ibrahim, 1994 :

232)

1. Mengutamakan Ibadah Kepada Allah SWT.

Tujuan utama dari ekonomi syariah adalah mengabdi kepada Allah SWT,

mencari tempat di akhirat, untuk memperingati bahwa masih ada tempat yang

abadi selain di dunia ini yaitu akhirat. Di akhirat semua perbuatan manusia

akan dipertanggug jawabkan, dengan demikian manusia wajib bertakwa

kepada allah dengan cara mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya.

2. Memperjuangkan kebutuhan hidup di akhirat tanpa melupakan kehidupannya

di dunia.

Ekonomi haruslah ditujukan kepada perjuangan nasib. Kita harus

memperjuangkan nasib di dunia ini tanpa harus melupakan akhirat. Untuk

memperjuangkan ekonomi ini harus di jaga jangan sampai serakah, egois dan

individualis.

3. Menyukseskan ekonomi yang diperintahkan Allah SWT, berbuatlah kebajikan

sebagaimana Allah berbuat kebajikan kepada kamu.

Dalam hal ini tujuan ekonomi ialah berbuat kebaikan sebanyak banyaknya

kepada masyarakat. Dari situlah ekonomi syariah sosiais religius, sosialis yang

19
beragama. Sosialis ini berbeda dengan sosialis Eropa. Dasar dasar sosialis

Islam itu lebih mudah dan sudah berakar dalam syari’at Islam itu sendiri.

4. Negara melarang membuat kekacauan dan kehancuran.

Memetingkan diri sendiri tanpa ada batasnya menimbulkan paham kapitalisme

yang akan menimbulkan kekacauan dan kehancuran. Untuk menjaga tujuan ini

memerlukan negara untu kmengatur jalannya perekonomian, dan mencegah

terjadinya kehancuran di muka bumi. Negara mengatur perekonomian

masyarakat untuk menjadikan masyarakat memenuhi kebutuhan materil dan

rohani dan menciptakan pemerataan pendapatan dan keadilan sosial. (Ibrahim,

1994 : 232)

2.5. Dasar Hukum Ekonomi Syariah

Sebuah ilmu pengetahuan tentu memiliki landasan hukum agar bisa

dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan, demikian pula

dengan ekonomi syariah. Ada beberapa dasar hukum yang menjadi landasan

pemikiran dan penentuan konsep ekonomi syariah. Beberapa dasar hukum

ekonomi syariah tersebut diantaranya adalah :

1. Al-qur,an merupakan amanah sesungguhnya yang disampaikan secara

lanngsung oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk membimbing

ummat manusai, dan al-qur,an merupakan sumber hukum Islam yang abadi

dan merupakan kitab suci ummat Islami yang berasal dari allah.

2. Hadits adalah sebuah perkataan, perbuatan dan perilaku nabi Muhammad yang

tidak wajib dilakukan ummat manusia, namun apabila mengerjakan apa yang

di lakukan nabi Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala.

20
3. Ijma adalah sumber hukum ke tiga merupakan pendapat / fatwa baik yang telah

disepakati bersama oleh masyarakat maupun cendikiawan agama. dengan

berdasar pada al-qur,an sebagai sumber hukum utama.

4. ijtihad dan qiyas merupakan kebiasaan dari para pemuka agama untuk

memecahkan masalah yang muncul dalam masyarakat, dimana masalah

tersebut tidak dijelaskan secara rinci dalam hukum Islam. Dengan merujuk

beberapa ketentuan yang ada, maka ijtihad berperan untuk membuat sebuah

hukum yang bersifat aplikatif dengan dasar al-qur,an dann hadits. (Rianto dan

Amalia, 2010 : 40)

2.6. Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah

Istilah bagi hasil sebenarnya bukan hal baru dalam kegiatan ekonomi di

Indonesia. System bagi hasil sudah di kenal sejak dahulu melalui bagi hasil

pertanian yang dilakukan oleh penggarap dan pemilik lahan. Bagi hasil sendiri

menurut terminologi asing (Inggris) di kenal dengan profit sharing. Profit sharing

menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi

diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul

ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya

total (total cost).

Bagi hasil dapat berbentuk suatu bonus uang tahunan yang didasarkan

pada laba yang di peroleh pada tahun tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk

pembayaran mingguan atau bulanan. Di dalam istilah lain profit sharing adalah

perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah

dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan

21
tersebut. Pada ekonomi syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss

sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi

atas kesepakatan bersama sejak awal perjanjain antara pemilik modal dengan

pihak yang membutuhkan modal dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha

yang telah dilakukan. Bentuk bentuk pembagian laba yang tidak langsung

mencakup alokasi saham-saham (penyertaan) perusahaan pada para pelaku usaha

dibayar melalui laba perusahaan dan memberikan pilihan pada para pelaku usaha

untuk membeli saham perusahaan sampai pada jumlah tertentu dimasa yang akan

datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan para pelaku usaha

memperoleh keuntungan baik dari pembagian keuntungan maupun setiap

pertumbuhan dalam nilai saham yang dihasilkan dari peningkatan dalam

kemampuan perusahaan memperoleh laba. Pihak-pihak yang terlibat dalam

kepentingan dalam kegiatan usaha tadi harus melakukan trasnparansi dan

kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin

yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang

menjalankan usaha.

2.7. Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional

Sistem ekonomi konvensional yang merupakan suatu sistem ekonomi yang

banyak diterapkan oleh negara-negara di muka bumi ini untuk menjalankan dan

mengatur perekonomiannya adalah suatu sistem ekonomi yang tujuan utamanya

mencari keuntungan sebesar-besarnya. Pendapatan yang diperoleh dalam sistem

ekonomi ini adalah dari hasil kegiatan usaha yang yang dijalankan. Dilihat dari

segi permodalan, sistem ekonomi konvensional juga menerapkan sistem bunga

22
sebagai sumber pendapatan utamanya dengan cara pemberian pinjaman kepada

pihak yang membutuhkan modal untuk dijadikan sebagai modal usaha dan

pembelian saham-saham perusahaan maupun pembelian surat-surat berharga

lainnya dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar. Sedangakan

biaya yang dikeluarkan berupa biaya yang dibutuhkan untuk membayar keperluan

dalam rangka menjalankan kegiatan usaha.

Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang

yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan

atau hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara

pasti di muka berdasarkan presentase yang ditentukan. Bunga dalam ekonomi

konvensional yang dikenakan kepada para peminjam dana merupakan sumber

keuntungan yang terbesar.

Dalam hal penanaman modal usaha, pihak yang membutuhkan modal

untuk kegiatan usaha dapat memperoleh dana dari pihak yang mempunyai modal

dengan cara pinjaman dan pengenaan bunga pinjaman uang sebesar persentase

yang telah ditetapkan oleh pemilik modal. Begitu pemilik modal memberikan

dana pinjaman kepada peminjam uang dan dijanjikan dengan bunga tertentu,

pemberi modal tidak menanggung resiko. Pihak yang membutuhkan modal usaha

dalam melaksanakan kegiatan usahanya berhasil atau tidak, mendapatkan

keuntungan yang besar atau tidak, pemilik modal akan tetap menerima bunga

sesuai yang diperjanjikan.

23
Misalnya, pemilik modal menyerahkan uang sebesar Rp.50.000.000 secara

tunai kepada peminjam untuk dijadikan sebagai modal usaha sesuai dengan

permintaan peminjam / pelaku usaha dengan bunga pinjaman sebesar 13% per

bulan. Pada umumnya pelaku usaha sebagai pihak yang membutuhkan modal

usaha, menjalankan kegiatan usahanya secara maksimal untuk mendapatkan

keuntungan yang maksimal sebagai tujuan utama dan untuk memajukan usaha

yang dijalankan. Berapa pun besarnya pendapatan dan keuntungan yang diterima

oleh peminjam uang maka pembayaran imbalan yang diberikan kepada pemilik

modal dalam bentuk bunga oleh peminjam tetap sebesar 13% per bulan tanpa

memperhatikan pelaku usaha sebagai peminjam modal dalam melaksanakan

kegiatan usahanya mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian.

2.8. Perbandingan Antara Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah dan

Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional

Pembayaran imbalan yang diberikan oleh pelaku usaha dalam ekonomi

syariah kepada pemilik modal dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari

pendapatan yang diperoleh oleh pelaku usaha sebagai pihak yang membutuhkan

modal atas pengelolaan usaha kerja sama tersebut, apabila pelaku usaha

memperoleh hasil usaha atau keuntungan yang besar maka pembagian hasil usaha

didasarkan pada jumlah yang besar sesuai dengan keuntungan yang diperoleh,

sebaliknya apabila pelaku usaha memperoleh hasil usaha yang sangat kecil atau

mengalami kerugian maka keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama-

sama sesuai dengan kesepakatan diawal perjanjian. Hal ini berbeda dengan sistem

ekonomi konvensional, dimana pembayaran imbalan yang diberikan pelaku usaha

24
kepada pemilik modal dalam bentuk bunga dibayarkan dalam jumlah tetap sesuai

dengan persentase yang ditetapkan sejak awal perjanjian, tidak terpengaruh

pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha dalam ekonomi konvensional. Pelaku

usaha sebagai peminjam modal dalam ekonomi syariah menjalankan fungsi

sebagai pengelola modal usaha yang diberikan oleh pemilik modal usaha karena

besar kecilnya pendapatan atau imbalan yang diterima oleh pemilik modal sangat

tergantung pada keahlian / keprofesionalan para pengola usaha yang dijalankan

dalam sistem ekonomi berdasarkan syariah. Sarana untuk melakukan perhitungan

pembagian hasil usaha antara pemilik modal dengan pengelola dana dalam

kegiatan usaha ini yang lazimnya disebut dengan “profit sharing” Konsep ini

terdapat unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak yang diuntungkan

sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik modal dan pengelola modal

sehingga besarnya keuntungan yang diperoleh pemilik modal sangat tergantung

kepada kemampuan pengelola usaha dalam mempergunakan dan mengembangkan

modal usaha yang diamanahkan kepadanya.

Hal ini jelas sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional dimana

seorang pemberi modal usaha tidak peduli apakah pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan usahanya mengalami untung atau rugi, yang penting

pemilik modal menerima bunga pinjaman uang sesuai dengan persentase yang

telah dijanjikan sejak awal, atau sebaliknya pihak peminjam modal usaha hanya

membayar bunga sebesar yang telah diperjanjikan walaupun usaha yang

dijalankan oleh pelaksana usaha memperoleh keuntungan yang sangat besar.

25
Islam mengharamkan penerapan bunga dan menghalalkan bagi hasil dalam

kegiatan ekonomi sehari karena bunga dianggap sebagai bentuk kejahatan dan

ketidak adilan dalam ekonomi sehingga tidak sesuai dengan konsep pemikiran

ekonomi syariah. Allah SWT melarang dan mencela setiap penerapan bunga

dalam kehidupan perekonomian. Bagi hasil dan bunga sama-sama memberikan

keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat dari adanya

perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang

dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian.

Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko, karena

adanya presentase suku bunga tertentu yang ditetepakan berdasarkan besarnya

modal.

Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang dalam bentuk modal

usaha dalam ekonomi syariah termasuk kategori investasi. Besar kecilnya

keuntungan yang dibagikan tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi

dan dilakukan pelaksana usaha sebagai pengelola modal usaha yang diberikan

pemilik modal kepadanya. Dengan demikian, pelaku usaha dalam ekonomi

syariah tidak dapat hanya sekedar pengelola usaha kerja sama. Pelaku usaha

dalam ekonomi syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan kemajuan

usaha yang dijalanka sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan

bagi pemilik modal. Berikut ini ada beberapa perbedaan mendasar antara bagi

hasil dalam ekonomi syariah dan sistem bunga dalam ekonomi konvensional

antara lain :

26
A. Bagi Hasil

1. Penentuan besarnya rasio / nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan

berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang

diperoleh sesuai dengan kesepakatan bersama.

3. Bagi Hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha

rugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah

pendapatan / keuntungan yang diperoleh.

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

B. Bunga

1. Penentuan bunga di buat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu

untung.

2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang di

pinjaman.

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang di janjikan tanpa pertimbangan apakah

usaha yang di jalankan oleh peminjam untung atau rugi.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan

berlipat atau keadaan ekonomi sedang meningkat.

5. Keberadaan bunga diraguakan dan dilarang oleh semua agama, termasuk

Islam.

27
2.9. Bentuk Bentuk Kegiatan Usaha Kerja Sama Dalam Ekonomi Syariah

Kita mungkin mempunyai perusahaan atau tanah pertanian yang dikelola

oleh orang lain. Keduanya merupakan bentuk kerja sama ekonomi. Untuk

menumbuhkan perekonomian yang sehat, diperlukan suatu kerja sama yang baik.

Adapun bentuk bentuk kerja sama usaha dalam ekonomi syariah adalah :

1. Mudharabah

Secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua

pihak dimana pihak pemilik modal menyediakan 100% modal sedangkan

pihak lainnya menjadi pengelola usaha. Apabila dalam usahanya diperoleh

keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara peemilik

modal dan pelaku usaha dengan persentase nisbah atau rasio yang telah

disepakati sejak awal perjanjian / kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut

merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak

pemilik modal sepanjang hal itu disebabkan oleh resiko bisnis dan bukan

karena kelalaian pengelola usaha.

2. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu di mana masing masing pihak memberikan kontribusi dana

dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama

sesuai dengan kesepakatan.

3. Al Muzara’ah

Al Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan

dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si

28
penggarap untuk ditanami dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu

(persentase) dari hasil panen. Dalam prinsip ini benih disediakan oleh pemilik

lahan. Rasulullah menganjurkan ummatnya untuk melakukan kerja sama

dalam pengelolaan tanah pertanian secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil,

Rasulullah juga menganjurkan untuk menanami tanah pertanian atau

menyerahkannya kepada orang lain untuk digarap. Dalam konteks ekonomi

syariah dapat memberikan modal dalam bentuk pembiayaan bagi pengelola

yang bergerak di bidang pertanian atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil

panen.

4. Al Musaqah

Al Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si

penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.

Sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Dalam hal ini seseorang pemilik kebun memberikan kepercayaan pada

penggarap untuk memelihara kebunnya dengan mempergunakan peralatan dan

dana mereka, sebagai imbalan mereka memperoleh persentase tertentu dari

hasil panen.

2.10. Akad Pembiayaan Usaha Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah.

Akad adalah merupakan suatu perjanjian atau persetujuan antar dua atau

berbagai pihak dalam hukum Islam dinamakan dengan aqad (transaksi). Aqad

menurut bahasa berarti ikatan, kaitan atau janji. Dikatakan ikatan maksudnya ialah

menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya

pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali

29
yang satu. Perikataan mengacu pada terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu

jika seseorang mengadakan perjanjian kemudian ada orang lain yang menyetujui

janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji

yang pertama, terjadilah perikatan. Ketika kedua buah janji berpadu, disebut aqad.

Dalam melaksanakan suatu akad kerja sama antara pemilik modal dengan

pelaku usaha terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Hal ini

dilakukan agar akad sah menurut hukum. Rukun adalah yang harus di penuhi

untuk sahnya suatu perjanjian, sedangkan syarat adalah ketentuan yang harus

diindahkan dan dilakukan. Dalam syariah rukun dan syarat ini sama sama

menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Mengenai rukun dan syarat akad

dalam sebuah perjanjian yang menentukan sah atau tidaknya sebuah perikatan

bahwa rukun akad hanya sighat al-’aqd, yaitu ijab dan kabul. ijab merupakan

suatu perkataan dari si pemilik modal dan qabul adalah ucapan dari peminjam

modal berupa penerimaan perikatan, sedangkan syarat akad adalah subjek akad

dan objek akad. Dari beberapa akad pembiayaan dalam ekonomi syariah yang

merupakan akad pembiayaan dengan menggunakan prinsip bagi hasil adalah

Mudharabah, Musyarakah, Al Muzara’ah dan Al musaqah.

1. Qiradh / Mudharabah

Istilah qiradh dikemukakan oleh ulama Hijjaz, sedangkan ulama Iraq

menyebutnya mudharabah. Qiradh merupakan kerja sama dalam pemberian

modal kepada seseorang (pekerja / pedagang) untuk diperdagangkan yang

keuntungannya dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.

(Ibrahim,1995 : 399). Dalam kerja sama ini satu pihak memberikan 100%

30
modal kepada pihak lainnya untuk dijadikan sebagai modal usaha. Adapun

rukun qiradh adalah orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja, dan akad.

Adapun syarat-syaratnya, yaitu sebagai berikut :

a. Orang yang bertransaksi harus orang yang cakap bertindak hukum dan cakap

diangkat sebagai wali.

b. Syarat yang berkaitan dengan modal, yaitu :

- Berbentuk uang

- Jumlahnya harus jelas.

- Tunai.

- Diserahkan sepenuhnya kepada pedagang.

c. Keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan

bisnis tersebut.

2. Syirkah / Musyarakah

Syirkah berasal dari bahasa Arab yang artinya “pencampuran” (sehingga sulit

dibedakan). Secara terminologis, syirkah bisa diartikan sebagai perserikatan

dagang, ikatan kerja sama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam

perdagangan. Dalam kerja sama usaha ini masing-masing pihak yang bekerja

sama memberikan kontribusi dan untung dan rugi ditanggung bersama sesuai

dengan kesepakatan. Syirkah merupakan upaya saling menolong antar sesama

manusia. Adapun syarat syarat umum syirkah adalah sebagai berikut :

a. Perserikatan itu merupakan transaksi yang bisa diwakilkan. Artinya, salah

satu pihak jika bertindak hukum terhadap objek perserikatan itu, dengan

izin pihak lain, dianggap wakil seluruh pihak yang berserikat.

31
b. Persentase pembagian keuntungan untuk setiap yang berserikat dijelaskan

ketika berlangsungnya akad.

c. Keuntungan diambilkan dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta

lain. Pada masa Rasulullah kerja sama modal ini sangat lazim dilakukan

dalam rangka sistem ekonomi syariah. Adapun klasipikasi kerja sama ini

dibagi dalam empat kategori yaitu :

1. Syirkah al-inan yaitu kerja sama modal bersama dimana salah satu

pihak menyerahkan modal lebih besar atau lebih kecil dibandingkan

dengan yang lain, sedangkan pembagian keuntungan dan kerugian

berdasarkan persentase besarnya modal yang diberikaan atau sesuai

kesepakatan bersama.

2. Syirkah al-mufawwadah yaitu perserikatan dua orang atau lebih dalam

usaha, dengan syarat setiap pihak memberikan modal dengan yang

sama,serta melakukan kerja secara bersama sama. Unsur penting dalam

perserikatan ini adalah, baik dalam masalah modal, kerja, maupun

keuntungan, setiap pihak yang mengingatkan diri dalam perserikatan ini

mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

3. Syirkah al-Sanai yaitu kerja sama dalam dalam usaha untuk

memproduksi suatu barang, dimana modal yang dibeikan dalam bentuk

keterampilan yang berbeda dan saling melengkapi untuk menghasilkan

suatu produk komoditas tertentu. Pembagian keuntungan dalam

kategori ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.

32
4. Syirkah al-wujuh yaitu serikat yang dilakukan dua orang atau lebih

dimana masing masing pihak tidak mempunyai modal dan

keterampilan, usaha yang dijalankan untuk mendapatkan modal

diperoleh dari kredit pihak lain. Pembagian keuntungan harus

dilakukan secara bersama, bahkan dilarang membagi keuntungan

secara berbeda. Usaha kerja sama jenis ini hanya dapat dilakukan oleh

mereka yang telah mempunyai reputasi tinggi dalam masyarakat.

3. Al-Muzara’ah

Kerja sama di bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap

disebut muzara’ah. Istilah ini, dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan

paroan sawah. Dalam muzara’ah bibit yang ditanam berasal dari pemilik

lahan. Adapun rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga akad dianggap

sah, yaitu:

a. Pemilik lahan.

b. Petani penggarap.

c. Objek muzara’ah, yaitu manfaat lahan dan hasil kerja petani.

d. Ijab (ungkapan penyerahan menerima lahan untuk diolah dari petani).

Adapun rukun dan syarat-syarat muzara’ah menurut jumhur ulama, yaitu

sebagai berikut :

a. Para pihak yang berakad (pemilik tanah dan penggarap), syarat bagi

keduanya harus cakap melakukan perbuatan hukum (balig dan berakal

sehat).

33
b. Objek yang dijadikan tujuan akad (lahan pertanian), disyaratkan agar

tempat tersebut layak untuk ditanami dan dapat menghasilkan sesuai

kebiasaan serta tempat tersebut sudah ditetapkan secara pasti.

c. Hasil atau sewa yang ditetapkan harus jelas dan pembagiaannya

ditentukan saat akad.

d. Sigat ijab qabul, yaitu ungkapan khusus yang menunjukkan akad

muzara’ah. Akad muzara’ah berakhir karena beberapa hal berikut:

1. Berakhir masa akad muzara’ah.

2. Salah satu atau kedua belah pihak meninggal dunia.

3. Terjadi pembatalan akad muzara’ah karena alasan tertentu, baik dari

pemilik tanah maupun dari pihak petani penggarap.

4. Al-Musaqah

Musaqah adalah transaksi antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola

atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman pada masa

tertentu sampai tanaman itu berbuah. (Ibrahim,1995 : 416). Tanaman yang

ditransaksikan dalam musaqah adalah tanaman yang minimal usianya satu

tahun. Disyaratkan juga jenis tanaman yang menjadi objek perjanjian adalah

tanaman keras. Adapun rukun musaqah menurut jumhur ulama ada lima, yaitu:

a. Ada dua orang / pihak yang melakukan transaksi.

b. Ada lahan yang dijadikan objek dalam perjanjian.

c. Menyangkut jenis usaha yang akan dilakukan.

d. Ada ketentuan mengenai bagian masing-masing dan hasilnya.

e. Ada perjanjian, baik tertulis maupun lisan (sigath).

34
Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap rukun, yaitu sebagai berikut.

a. Pihak-pihak yang melakukan transaksi harus orang yang cakap bertindak

hukum, yakni balig dan berakal;

b. Benda yang dijadikan objek perjanjian bersifat pasti, dikemukakan sifat dan

keadaannya sehingga tidak ada kemungkinan berbeda dengan keadaan yang

telah dijelaskan.

c. Hasil panen yang dihasilkan dari kebun tersebut merupakan hak mereka

bersama sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.

d. Bentuk usaha yang dilakukan oleh pengelola harus yang berkaitan dengan

usaha untuk merawat dan mengolah kebun agar memberikan hasil yang

maksimal.

e. Ada kesediaan setiap pihak untuk melakukan perjanjian musaqah berupa

ungkapan lisan atau tertulis.

35

Anda mungkin juga menyukai