Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PENGALIHAN FUNGSI PERSEBARAN LAHAN

HUTAN MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP


PERKEMBANGAN POPULASI ORANGUTAN DI
KALIMANTAN TIMUR
Aulia Rokhmatul Mukti
aulia.rokhmatul@gmail.com

Abstract : Opening the environmental around Forest clearing is the


biggest threat to the environment, because it affects the functioning of
ecosystems therein. Forests in Indonesia has been reduced due to
conversion of land to agriculture, plantation and forest cultivation
practices are unsustainable. Forest clearing palm oil plantations in East
Kalimantan increasingly widespread, so the survival of animals like the
endangered orangutan. The purpose this study was to determine the effect
of the transfer function of the distribution of forest land to plant oil palm,
to know the population of orangutans in East Kalimantan and to know
the government's efforts in protecting orangutans in East Kalimantan.
The data presented is secondary data obtained from books, journals, mass
media, and sources related subject matter. The results showed the transfer
of forest into oil palm negatively impact orangutan populations, since
many orangutans are killed by a handful of humans only for private
purposes. Orangutan population growth has been declining, to fall into
the category of endangered primates.
Keywords: orangutan, oil palm plantations, extinction, habitat
destruction.
Abstrak: Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar
terhadap lingkungan, karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang
didalamnya. Hutan di indonesia selama ini telah berkurang akibat konversi
lahan menjadi pertanian, perkebunan serta praktik pengusaahaan hutan
yang tidak berkelanjutan. Pembukaan lahan hutan dijadikan perkebunan
kelapa sawit semakin luas di Kalimantan Timur, sehingga kelangsungan
hidup hewan seperti orangutan terancam. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh pengalihan fungsi persebaran lahan hutan
menjadi tanaman kelapa sawit, untuk mengetahui populasi orangutan di
kalimantan timur dan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam
melindungi orangutan di Kalimantan Timur. Data yang disajikan adalah
data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, media massa, serta
sumber-sumber yang berhubungan pokok permasalahan. Hasil penelitian
menunjukkan pengalihan fungsi lahan hutan menjadi kelapa sawit
memberikan dampak negatif terhadap populasi orangutan, karena banyak
orangutan dibunuh oleh segelintir manusia hanya untuk epentingan
pribadi. Perkembangan populasi orangutan selama ini semakin menurun,
hingga tergolong dalam kategori hewan primata yang langka.
Katakunci: orangutan, perkebunan kelapa sawit, kepunahan,
kerusakan habitat.
PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang No 41 tentang kehutanan Tahun 1999, hutan
didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, sedangkan
kawasan hutan adalah wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Kawasan dengan tutupan hutan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup


di permukaan bumi ini. Tutupan hutan juga memiliki peran penting dalam
menyerap karbondioksida dari atmosfir untuk melakukan proses fotosintesis yang
menghasilkan oksigen. Hutan sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Keadaan
hutan saat ini mulai mengalami degradasi. Hutan saat ini dijadikan lahan terbuka
yang akhirnya mengakibatkan kerusakan. Kerusakan hutan berdampak pada
rusaknya lingkungan seperti longsor, dan banjir. Kerusakan hutan cenderung
disertai dengan menurunnya tutupan hutan akibat peralihan fungsi hutan
(deforestation), baik untuk pemukiman penduduk maupun untuk perluasan areal
pertanian dan perkebunan (Jusmaliani, 2008).

Kelapa sawit merupakan tanaman industri penting penghasil minyak masak,


industri maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan
keuntungan besar dan merupakan komoditas unggulan dalam penerimaan
devisa Negara. Yahya (1990), menyatakan, selain sebagai sumber devisa Negara,
kelapa sawit juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani sekaligus
memberikan kesempatan kerja yang lebih luas. Perkebunan kelapa sawit dijadikan
sebagai industri yang telah berlangsung lama di Indonesia. Berlangsunya industri
kelapa sawit memberikan manfaat ekonomi bagi para petani kelapa sawit, namun
dari segi lingkungan industri kelapa sawit ini memberikan dampak negatif terhadap
keberlangsungan hewan primata Borneo. Industri kelapa sawit semakin tahun
berkembang dengan cepat, apalagi di daerah perbatasan Kalimantan dan Malaysia.
Alih fungsi lahan hutan adalah perubahan fungsi pokok hutan menjadi
kawasan non hutan seperti, pemukiman, areal pertanian dan perkebunan. Masalah
ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal
hutan yang dialih fungsikan menjadi lahan usaha lain (Widianto et al, 2003). Alih
fungsi lahan umumnya digunakan untuk areal perkebunan seperti kelapa sawit.
Meluasnya usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia, karena Pemerintah
Indonesia justru memberikan izin hak guna usaha (HGU) terhadap beberapa
perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar diberbagai kawasan di
Indonesia terutama di Kalimantan Timur (Merah Johansyah Ismail,2010 : 56).

Keberadaan Orangutan (Pongo Pygmaeus Morio) sebagai salah satu


penyangga dan penjaga keseimbangan ekosistem, ekologi tidak lagi berlaku karena
primata Borneo ini justru dianggap hama yang perlu dibasmi. Hal ini menjadi ironi
karena jauh sebelum kehadiran perusahaan sawit orangutan sudah hidup di
habitatnya tanpa harus dianggap sebagai pengganggu dan hama kelapa sawit.
Perusahaan kelapa sawit ini menganggap Orangutan sebagai hama yang dapat
menurunkan hasil sawit (Tony Suhartono,2007 : 25).
Populasi terbesar orangutan sekitar 32.000 individu yang dijumpai di hutan
gambut di sebelah Utara Sungai Kapuas, namun populasi tersebut tidak berada di
dalam sebuah habitat yang berkesinambungan, melainkan tersebar ke dalam
beberapa habitat dengan ukuran populasi yang berbeda-beda. Populasi orangutan
ini terkait dengan perubahan hutan di Kalimantan Timur. Hutan dijadikan sebagai
lahan terbuka menjadi perkebunan kelapa sawit menyebabkan habitat orangutan
terancam.

Pemusnahan Orangutan yang dilakukan oleh perusahaan disebabkan karena


mengganggu produktivitas perkebunan kelapa sawit mereka, padahal pemusnahan
primata berimbas pada hilangnya salah satu penyanggah kelangsungan kehidupan
keanekaragaman hayati, hal ini berkaitan dengan watak pembangunan yang
digunakan oleh negara-negara berkembang seperti negara Indonesia dan Malaysia
yang berbasis rente perijinan dan penghancuran ruang lingkup hidup warga dan
menghilangkan keanekaragaman hayati salah satunya Orangutan.
METODE PENELITIAN:

Rancangan penelitian adalah kerangka dasar dalam penelitian agar data


yang dikumpulkan secara efisien, efektif dan dapat diolah serta dapat dianalisis
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Rancangan penelitian ini dapat
digolongkan ke dalam penelitian ex post facto, karena jurnal ini dilakukan dengan
cara berusaha memperoleh informasi tentang peristiwa yang telah terjadi dan
menemukan faktor-faktor yang mendahului atau menemukan sebab yang mungkin
atas peristiwa yang terjadi (Nazir:216). Dalam penelitian ini data yang disajikan
adalah data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, serta sumber-sumber yang
berhubungan pokok permasalahan. Penelitian ini juga dilakukan dengan teknik atau
metode pengumpulan data dokumentasi. Teknik pengumpulan dengan data
dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan data dari bentuk tulisan jurnal dan
artikel.

KERANGKA DASAR TEORI


1.Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan ruang yang ditempati suatu makhluk hidup
bersama dengan benda hidup dan tak hidup. Manusia bersama tumbuhan, hewan
dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Pandangan orang terhadap
lingkungan berbeda-beda, seringkali penggunaan lingkungan dilakukan tanpa
melihat dampak baik dan buruknya demi mendapatkan keuntungan didalamnya.
Pengelolaan lingkungan kadang mengabaikan apa yang ada disekitarnya untuk
mendapatkan sesuatu yang maksimal yang hanya didasarkan pada pertimbangan
untung dan rugi. Manusia bersedia untuk mengurangi atau mengorbankan suatu
keuntungan untuk mendapatkan keuntungan lain. Menurut R.M. Gatot
P.Soemartono, lingkungan adalah hal-hal atau segala sesuatu yang berada di
sekeliling manusia sebagai pribadi atau di dalam proses pergaulan hidup. Hubungan
antara berbagai organisme hidup di dalam lingkungan pada hakikatnya merupakan
kebutuhan primer, yang kadang-kadang terjadi secara sadar atau kurang sadar. Ada
suatu kecenderungan besar untuk mengadakan pembedaan antara lingkungan fisik,
biologis dan sosial (R.M.Gatot Soemartono, 1996 : 29).
2. Konservasi
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan tingkat keanekaragaman
hayati terbesar di dunia (Megadiversitas). Keanekaragaman hayati yang terdapat di
Indonesia disebabkan oleh posisi Indonesia yang berada di kawasan peralihan
benua yaitu benua Asia dan Australia, serta terletak di kawasan beriklim tropis.
Luas daratan Indonesia hanya 1,3 % dari total luasan daratan di dunia, di
dalamnya terkandung 12 % jenis mamalia, 7,3 % jenis reptil dan ampibi, dan 17%
jenis burung. Indonesia juga memiliki 109 juta hektar kawasan hutan atau sekitar
56 % dari luas daratan Indonesia (Supriatma Jatna, 2008 : 58). Selama ini kekayaan
sumber daya alam Indonesia telah dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat
Indonesia tetapi juga oleh penduduk asing. Eksploitasi keanekaragaman hayati
secara besar besaran di Indonesia, khususnya eksploitasi hutan dimulai sejak tahun
1970. Sejak itu diperkirakan rata-rata 40 juta kubik hutan pertahun telah
dimanfaatkan masyarakat Indonesia guna memenuhi kebutuhan. Konservasi
memiliki tujuan untuk melidungi, memelihara, melestarikan dan keanekaragaman
hayati yang menjadi modal dasar bagi kehidupan manusia agar dapat dimanfaatkan
secara optimal sesuai dengan batas-batas terjaminnya keserasian, keselarasan dan
keseimbangan. Pelaksanaan konservasi dapat memberikan manfaat-manfaat
terjaganya kondisi alam dan lingkungan. Penyelamatan orangutan dan lingkungan
melalui konservasi orangutan adalah sikap yang harus segera dilakukan pemerintah
dan warga agar orangutan tidak terancam dari kepunahan. Perubahan alih fungsi
lahan menjadi kelapa sawit membuktikan bahwa karakter perkebunan dalam skala
luas dan dampak pembunuhan orangutan di Kalimantan Timur telah menyebabkan
deforestasi dan deradasi lingkungan yang mengancam keberlangsungan hayati.
Terancamnya keberlangsungan hayati mengakibatkan semakin berkurangnya
populasi orangutan dan punah, hal ini dipicu oleh pandangan yang tidak
menghubungkan bahwa hutan dan habitat orangutan adalah mata rantai ekosistem
yang menyangga keberlanjutan kehidupan bagi semua makhluk hidup. Para
pengusaha perkebunan kelapa sawit hanya memikirkan keuntungan ekonomis saja
dan mengabaikan hak-hak ekologi yang berlaku dalam kawasan yang mana mereka
mengembangkan perkebunan kelapa sawit.
HASIL PENELITIAN

A.Dampak Pemusnahan Orangutan di Kalimantan Timur


Pembunuhan Orangutan di Kalimantan Timur yang melibatkan perusahaan
perkebunan kelapa sawit adalah peristiwa yang mengundang keprihatinan banyak
pihak, sehingga menimbulkan pemberitaan media massa yang menuai banyak
protes dari berbagai kalangan. Pemerintah Indonesia dianggap abai terhadap
keberlangsungan kehidupan Orangutan sebagai salah satu satwa yang dilindungi di
Indonesia. Pembunuhan Orangutan ini memicu reaksi dan menimbulkan dampak
dari berbagai aspek baik didalam negeri maupun di dunia Internasional. Dampak
pembunuhan Orangutan yang terjadi di Kalimantan Timur :

1. Berkurangnya Populasi Orangutan di Kalimantan Timur


Populasi Orangutan semakin berkurang, karena adanya aktifitas perusahaan
kelapa sawit yang menganggap orangutan sebagai hama. Perkebunan kelapa sawit
mengancam kelangsungan hidup orangutan. Berdirinya perusahaan perkebunan
kelapa sawit juga menghancurkan dan mengurangi habitat orangutan di Kalimantan
Timur. Kasus pembantaian Orangutan diperkebunan kelapa sawit dan membiarkan
Orangutan dalam kondisi yang kritis di sekitar perkebunan merupakan salah satu
dari sekian banyak yang dapat membuat orangutan semakin hari semakin menurun
populasinya. Penurunan dan kerusakan terjadi di kawasan hutan dataran rendah
baik yang terjadi Kalimantan. Kalimantan sebagai rumah habitat jenis primata ini
selama sepuluh tahun terakhir yang mencapai titik kritis yang dapat membawa
bencana ekologis dalam skala besar bagi masyarakat, Orangutan di Bumi Borneo.
Kerusakan kawasan hutan telah menurunkan jumlah habitat Orangutan sebanyak
1,5-2 persen setiap tahun. Kasus pemusnahan Orangutan di Kalimantan yang terjadi
diperkebunan kelapa sawit membuktikan bahwa karakter perkebunan dalam skala
luas .

2. Perencanaan Tata Ruang yang Kurang Baik


Hilangnya habitat orangutan adalah perencanaan tata ruang yang kurang
baik. Program konservasi orangutan membutuhkan kawasan hutan yang ada saat ini
tetap sebagai kawasan hutan dan tidak dikonversi untuk penggunaan lain, hal ini
sangat membantu mengurangi tekanan kepada orangutan yang populasinya sangat
terancam punah. Habitat orangutan dijumpai dikawasan konservasi, hutan
produksi. Penelitian menunjukkan bahwa 75 % dari orangutan liar dijumpai di luar
kawasan konservasi, kebanyakan yang dikelola oleh HPH/HTI atau hutan lindung.
Orangutan akan bisa bertahan hidup diareal kerja HPH yan dikelola dengan
baik, tetapi tidak begitu banyak yang dapat bertahan pada daerah hutan tanaman.
Habitat orangutan juga banyak berada pada kawasan budidaya non kehutanan
dimana kawasan ini relatif lebih muda untuk dikonversi ke penggunaan lain, seperti
perkebunan dan pemukiman, oleh karena itu dunia usaha harus dilibatkan dalam
upaya pengelolaan konservasi orangutan sehingga dampak akibat pembangunan
baik disektor kehutanan maupun diluar kehutanan terhadap orangutan dapat
diminimalisir.

Tabel 1. Ancaman Terhadap Orangutan

No Ancaman Tingkat Dampak Utama Pengelolaan


Ancaman
1. Perubahan tata Tinggi Degradasi dan - Melarang
guna lahan kerusakan perubahan lahan
sumberdaya, yang jadi habitat
kepunahan orangutan.
spesies, - Membangun
kehilangan kawasan
fungsi hutan konservasi daerah
di APL
2 Penebangan Tinggi Habitat -Menyusun
Hutan orangutan pedoman
berkurang, penebangan
perubahan diareal yang ada
vegetasi dan orangutan
penurunan -pengembangan
populasi konservasi daerah
3 Perburuan Tinggi Kepunahan - Melarang
Spesies, perburuan
perubahan - Penegakakan
struktur aturan.
komunitas

B. Upaya Pemerintah dalam melindungi Orangutan di Kalimantan Timur


1. Penyelamatan

Perluasan kawasan perkebunan , industri tentu berdampak pada semakin


sempitnya tempat hidup dan ruang gerak orangutan di habitat alaminya. Alih fungsi
lahan hutan menjadi kelapa sawit mengakibatkan kelangsungan orangutan
terganggu, sehingga habitat orangutan berpindah ke tempat lain yang dapat
menimbulkan konflik dengan manusia. Tingkat kejadian konflik antara manusia
dan orangutan di berbagai lokasi di Kalimantan meningkat drastis selama beberapa
tahun terakhir ini.

Salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengurangi konflik adalah
dengan merelokasi orangutan ke lokasi baru yang diperkirakan lebih aman dan
mempunyai daya dukung yang cukup untuk keberlangsungan populasi orang utan
di Kalimantan. Konflik manusia dengan orangutan dapat dihindari dan dicegah
dengan pengelolaan kawasan yang memperhatikan unsur ekologi dan tingkah laku
orangutan, melalui pengelolaan yang tepat, seperti sistem zonasi yang di batasi
penghalang alami, pembuatan koridor, dan pengayaan habitat.

2. Konservasi Insitu

Konservasi insitu merupakan kegiatan pelestarian orangutan di habitat


aslinya. Strategi bertujuan agar semua pemangku kepentingan bekerjasama
memantau pengelolaan konservasi orangutan dan habitatnya. Pemantapan kawasan,
pengembangan koridor, realokasi kawasan budidaya non kehutanan menjadi areal
konservasi beberapa aktivitas yan bias dilakukan untuk penyelamatan orangutan
dihabitatnya.
Indonesia saat ini sudah mempunyai data sebaran orangutan yang akan terus
diperbarui. Data ini menkadi alat bantu dalam mengidentifikasi area kunci yang saat
ini buka merupakan konservasi. Area kunci ini bias diusulkan menadi kawasan
konservasi sehingga dapat menambah dan memperluas kawasan konservasi yang
telah ada. Informasi yang ada mencakup habitat dan populasi orangutan yang
berada disekitar kawasan tersebut. Contohnya : penunjukan Taman Nasional
Sebangau di Kalimantan Tengah.

3. Konservasi Eksitu

Konservasi eksitu yang dilakukan dikebun binatang, taman safari selain


bermanfaat bagi pelestarian orangutan juga harus bisa menjadi sarana pendidikan
dan peningkatan kepedulian masyarakat akan perlindungan orangutan. Kebun
binatang dan lembaga konservasi lainnya harus dikelola dengan baik dan
professional sehingga bisa berperan maksimal untuk pendidikan konservasi.
Beberapa hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan pembinaan, monitoring
dan evaluasi terhadap pengelolaan orangutan di kebun binatang , khusunya
menyangkut pemeliharaan dan kesehatan satwa.

4. Balai Konservasi Sumber Daya Alam(BKSDA)


BKSDA berkerja sama dengan Center for Orangutan Pretection (COP) dalam
Melindungi Orangutan Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah dalam
melindungi Orangutan adalah Balai Konservasi Sumber daya Alam (BKSDA)
Kalimantan Timur bersama Centre for Orngutan (COP) melakukan penandatangan
Nota Kesepahaman (MoU) bersama dalam melindungi Orangutan khususnya
species Pongo Pygmaeus Morio. Selain BKSDA, lembaga internasional jua
melakukan oleh Universitas Leicester, Cambridge, memiliki tujun untuk
melindungi populasi satwa borneo yang terancam punah.
5. Melakukan Penelitian untuk Konservasi
Lembaga Internasional juga melakukan penelitian oleh Universitas
Leicester, Cambridge bekerjasama dengan lembaga Indonesia yaitu Universitas
Palangkaraya , memiliki tujun untuk melindungi populasi satwa borneo yang
terancam punah. 12% dari hutan Sabangau yang tersisa , membawa wilayah ini ke
dalam upaya konservasi. Konservasi ini dilakukan untuk mengurangi pembakalan
liar dan pembendungan illegal yan dilakuka oleh masyarakat. Pembelajaran ekologi
dilakukan untuk mengamati pola perilaku, interakasi social, dan kemampuan untuk
hidup di hutan yna telah mengalami pengalihan fungsi.

KESIMPULAN

Hutan di Kalimantan Timur telah mengalami pengalihan fungsi lahan


menjadi perkebunan kelapa sawit. pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan
kelapa sawit mendorong berkurangnya populasi satwa orangutan, karena para
pengusaha perkebunan kelapa sawit menganggap orangutan adalah hama yang
perlu dibasmi karena dapat mengganggu hasil produksi kelapa sawit, hal ini yang
menjadi sangat ironi, karena terjadi pembantaian orangutan secara besar-besaran
yang berakibat pada kepunahan. Orangutan saat ini sudah mengalami kepunahan
mencapai 75%. Ada beberapa upaya dalam melindungi orangutan yang ada di
Kalimantan Timur, upaya tersebut antara lain Penyelamatan, konservasi insitu,
konservasi eksitu, balai konservasi sumber daya alam dan beberapa upaya dari
pemerintah dengan melakukan penegakan hokum terhadapa masyarakat yang
melakukan pembantaian terhadap satwa orangutan.

DAFTAR PUSTAKA

Weng, Kook.C.2004.The Oil Palm and Its sustainability. MPOB.(online), 16 (1):1-


10, diakses 30 November 2016.

Husson, Simmon.1999.Orangutan Tropical Peatland, Indonesia


Borneo.Universitas of Leicester.(online), diakses tangga 28 November
2016.

Caporaso, James.A.1999. the Comparative study of prespectives on the future.


(ebook, online), di akses tangal 28 November 2016.

Nurlaila,.2013. Pembantaian Orangutan di Kalimantan Timur. Mulawarman.Fisip


Unmul, (Online), 1 (1) 77-90, di akses tanggal 30 November.

Corner, E.H.J. 1978. The Plant Life. In: Kinibalu summit of Borneo ( Luping, D.M.,
wen, C.W., dan Dingley, E.R. eds.), Sabah Soc. Kota Kinibalu p. 112-178
Delgado, R.A., dan Van Schaik, C.P. 2000. The Behavior Ecology and
Conservation of the Orangutan (Pongo pygmaeus) : A Tale of Two Island.
Evol Anthropol, (online), (9),: 201-218, diakses 2 Desember 2016.

Irfan, M.2012. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Perkebunan Kelapa
Sawit Terhadap Sifat Fisik Kimia Tanah.Riau. Fakultas Pertanian UIN
Riau.(online), 3(1): 29-34, diakses 30 November 2016.

Galdikas, B.M.F. 1982. Orangutan as seed dispersal at TanjungPutting Reserve


Central Birneo. In : Theorangutan: Its Biology and Conservation (Boer,
L.D.ed). Junk Pub, Boston, p.285.

Rodman, P.S. 1973. Population composition and captive organization among


orangutan of the kutai reserve. In : comparative ecology and behaviour of
primates (Michael, R.P, dan Crook, J.H. eds). Academic press London.

Anda mungkin juga menyukai