Anda di halaman 1dari 21

1

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya,

bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm

vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan

pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan

oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau

keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa

bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.

Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah dehidrasi, dan

cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera

pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan

hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring

dengan regenerasi epitel.

Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea

merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri.

Jika kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak

sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan

melihat halo.

Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea

berasal dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air

mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari

atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang


2

didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang

berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus

membran bowman dan melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause

untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf

sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan dan terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan

epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris),

membran bowman, stroma, membran descemet dan lapisan endotel.

Gambar 1. Anatomi Kornea5

1. Epitel
Lapisan epitel kornea tebalnya 50 m berbentuk pipih berlapis

tanpa tanduk, ada satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat

fat soluble substance. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel
3

muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju

kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal

disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan

macula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan

glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang

saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren.

Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada

epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit

dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar.


2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir dengan terbentuknya

jaringan parut.
3. Stroma
Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea,

mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble

substance. Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-

lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang

dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis

yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan

penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di


4

antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar

dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.


4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening,

terletak dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan

masuknya pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan

berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m.


5. Endotel
Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan

kejernihan kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak

mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-

sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan

memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat

menjaga keseimbangan cairan akibat gangguan sistem pompa

endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan cairan (edema

kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat

rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit

intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari mesotalium,

terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal 20-40 m

yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan

zonula okluden.

Keratitis

Definisi

Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada

kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam


5

penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan

superficial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan

profunda jika sudah mengenai lapisan stroma. 2

Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika

terkena keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi,

dengan lebih sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan

lebih sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis

jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari

kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida. Spesies Fusarium

merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika

Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies

Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara. secara

signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.

Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:

1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
6

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps.

Hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan

busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak

cukupnya pembentukan air mata


7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel

udara seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi


9. Efek samping obat tertentu

Patofisiologi

Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai

pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula

pembuluh darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum

dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam ruang

ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,

limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang

utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak

mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh

pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di

kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh

adanya jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease

atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak

mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga

pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.


7

Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang

disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk

limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut

terkait dalam sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang

terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini

tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di

membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang

avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel

yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke

arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi

kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa

pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di

konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma

merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika

yang khronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit

yang sensitif terhadap jaringan kornea.

Klasifikasi

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.

Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:

1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis

Pungtata Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:


8

1. Keratitis Bakteri
2. Keratitis Jamur
3. Keratitis Virus
4. Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
5. Keratitis Alergi
a. Keratokonjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Flikten
2. Keratitis Sika
3. Keratitis Neuroparalitik
4. Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:

A. Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat

berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan

gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.

Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai

fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang

terkumpul di daerah membran Bowman.


9

Gambar 2 . Keratitis pungtata

B. Keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan

limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis

kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya

terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

`
Gambar 3. Keratitis Marginal

C. Keratitis Interstitial

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya

pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya


10

transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi

kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

.Gambar 4. Keratitis Interstitial

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :

A. Keratitis Bakteri
1. Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel

kornea adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis,

beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:

 Penggunaan lensa kontak


 Trauma
 Kontaminasi pengobatan mata
 Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
 Riwayat operasi mata sebelumnya
 Gangguan defense mechanism
 Perubahan struktur permukaan kornea

2. Etiologi
11

Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri1

3. Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada

mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan

penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal

ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,

infiltrasi kornea

Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa

4. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus

kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril


12

kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud,

kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.


 Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada

perbaikan secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila

ditemukan infiltrat dalam di stroma.

5. Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu

hasil kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang

dapat diberikan:

Tabel 2. Terapi inisial untuk keratitis bakteri1

B. Keratitis Fungi (Jamur)


1. Etiologi
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)
Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:
13

 Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus

sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp,

Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.


 Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan

tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.


c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang

media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp,

Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

2. Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella

kornea.Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang

meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi

inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis

bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat

ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa

berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar

ke kamera okuli anterior.

3. Manifestasi Klinis

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena

infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan

antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan

nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik

dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.


14

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat

menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan

kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi

keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan

berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat

terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi

utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon

antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang

purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera

okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis

klinik dapat dipakai pedoman berikut :


 Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal

lama
 Lesi satelit
 Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan

tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh


 Plak endotel
 Hypopyon, kadang-kadang rekuren
 Formasi cincin sekeliling ulku
 Lesi kornea yang indolen

Gambar 6. Keratitis Fungi6


15

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan

kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan

tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan

KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.


 Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff

atau Methenamine Silver.

5. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
 Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
 Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,

Miconazole, flukonazol, itraconazole, econazole, dan

clotrimazole.`

C. Keratitis Virus
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus

tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia

sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat, dapat

ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan

mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan

jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang

mengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
 Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus

intraepitelial mengakibatkan kerusakan sel epitel dan

membentuk tukak kornea superfisial.


 Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus

yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel


16

radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan

proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma

di sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan

kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama

jika bagian pusat yang terkena.

Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa

konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang

ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan

penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma

tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh

sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan

tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks

4. Pemeriksaan Penunjang

Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat

menunjukkan sel-sel raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari

sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus intranuclear inklusi


17

5. Terapi
 Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement

epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement

juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea.

Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang

terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan

aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti

atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus

konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus

diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek

korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.


 Terapi Obat
 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan

1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap

4 jam)
 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam

bentuk salep
 Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1%

setiap 4 jam
 Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,

khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap

penyakit herpes mata dan kulit agresif.


 Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi

penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat,


18

namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit

herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi
1. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata,

biasanya penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap

tepung sari rumput-rumputan.


2. Manifestasi Klinis
 Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar),

diliputi sekret mukoid.


 Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu,

seperti lilin)
 Gatal
 Fotofobia
 Sensasi benda asing
 Mata berair dan blefarospasme
3. Terapi
 Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
 Steroid topikal dan sistemik
 Kompres dingin
 Obat vasokonstriktor
 Cromolyn sodium topikal
 Koagulasi cryo CO2.
 Pembedahan kecil (eksisi).
 Antihistamin umumnya tidak efektif
 Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:

A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa

Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-

abu pada lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah


19

dan membentuk ulkus. Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa

meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang menjalar dari pinggir ke

tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagian

tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan ini

merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi

di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan

kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-

pulau yang disertai ‘geographic pattern’.

B. Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya

permukaan kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan

konjungtiva dan kornea, yaitu:


 Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
 Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah

memakai obat diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.


 Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan

avitaminosis A, penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya

konjungtiva, seperti trauma kimia, Sindrom Steven Johnson,

trakoma.
 Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,

lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.


 Adanya sikatrik pada kornea.

Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal,

terasa seperti ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata

terasa kering. Dari hasil pemeriksaan didapatkan sekret mukus dengan


20

tanda-tanda konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva, sehingga

konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat,

warnanya mengkilat. Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes

fluoresen (+). Terdapat juga benang-benang (filamen) yang

sebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut juga keratitis

filamentosa.

C. Keratitis Numularis
Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas,

terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya

lebih jernih, disebut halo (diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat

yang dimulai di tengah). Tes fluoresen (-). Keratitis ini kalau sembuh

meninggalkan sikatrik yang ringan.

Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan

kornea dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan

endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa

komplikasi yang lain diantaranya:

 Gangguan refraksi
 Jaringan parut permanent
 Ulkus kornea
 Perforasi kornea
 Glaukoma sekunder

Prognosisπ
21

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat

dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan

menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

 Virulensi organisme
 Luas dan lokasi keratitis
 Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–
116
2. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56
3. Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University College
of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at:
http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: Juli 2011)

Anda mungkin juga menyukai