Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HIGIENE INDUSTRI
”Prinsip Dasar Higiene Industri”

Dosen Pengampu :
Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, M.Pd, M.Si

KELOMPOK 1
Oleh :
Atika Syahira 1511211028
Oktania Dwi Dumadi 1511211046
Puti Anggraenil P 1511211063
Kevin Oktra Gilang P 1511212012
Yolla Wirpiani 1511212041
Nindi Elfiza 1511212049
Leolin 1611216028
Indah Sukma Pertiwi 1611216048

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kelompok dapat menyusun makalah ini yang berjudul
“Prinsip Dasar Higiene Industri” dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan kelompok menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas Higiene Industri. Kelompok juga mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, M.Pd, M.Si. selaku dosen
pembimbing materi dalam pembuatan makalah ini, serta kepada semua pihak yang
telah mendukung dalam menyusun makalah ini.
Kelompok menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran
kepada berbagai pihak untuk kelompok jadikan sebagai bahan evaluasi guna
meningkatkan kinerja untuk kedepannya.

Padang, Februari 2018

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 1

1.3.1 Tujuan Umum 1

1.3.2 Tujuan Khusus 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2


2.1 Sejarah Higene Perusahaan 2

2.1.1 Di Dunia2

2.1.2 Di Indonesia 3

2.2 Definisi Higiene Perusahaan 4

2.3 Tujuan Higiene Perusahaan 5

2.4 Prinsip Dasar Higiene Perusahaan 6

2.5 Ruang Lingkup Higiene Industri 7

2.6 Manfaat Higiene Perusahaan 13

2.7 Dasar Hukum Pelaksanaan14

2.8 Penanggung Jawab Pelaksanaan Higene Perusahaan 16

BAB III PENUTUP 18


3.1 Kesimpulan 18

3.2 Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta
prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab
penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui
pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada
lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat
sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan
mengecap derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Jenis sifat-sifat Higiene Perusahaan :
1. Sasaran adalah lingkungan kerja
2. Bersifat tehknik
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat memperoleh derajat
kesehatan setingg-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan
usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Jenis sifat-sifat kesehatan kerja yaitu :
1. Sasaran adalah manusia
2. Bersifat medis
Kesehatan lingkungan kerja yang sering kali dikenal juga dengan istilah
Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higiene Perusahan
dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai
macam resiko akibat lingkungan kerja, masyarakat sekitar perusahaan dan
masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil-hasil produksi
perusahaan, diantaranya melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan
melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Sehingga
dibutuhkan pemahaman mengenai hygiene perusahaan dan kesehatan kerja.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu “ Bagaimana Prinsip
Dasar Higiene Industri? “
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui prinsip dasar higiene industri.


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sejarah higene perusahaan.


2. Untuk mengetahui definisi higiene perusahaan.
3. Untuk mengetahui tujuan higiene perusahaan.
4. Untuk mengetahui prinsip dasar higiene perusahaan.
5. Untuk mengetahui ruang lingkup higiene industri.
6. Untuk mengetahui manfaat higiene perusahaan.
7. Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan.
8. Untuk mengetahui penanggung jawab pelaksanaan higene perusahaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.4 Sejarah Higene Perusahaan


1.4.1 Di Dunia

Menurut OSHA (1998) kesadaran tentang higene industri telah muncul


sejak lama (sebelum tahun masehi/SM). Hubungan antara lingkungan dengan
kesehatan tenaga kerja telah dikenali pada abad ke 4 sebelum masehi ketika
Hipocrates mencatat adanya racun yang berbahaya pada industri pertambangan.
Pada abad pertama masehi, Pliny (sarjana tertua) mendeskripsikan risiko
kesehatan pada pekerjaan yang berhubungan dengan zinc dan sulfur. Pliny
menganjurkan penggunaan masker wajah yang terbuat dari kulit binatang untuk
melindungi pekerja dari paparan debu dan serbuk timah. Pada abad ke dua,
seorang dokter Yunani yang bernama Galen secara akurat mendeskripsikan proses
patologis penyakit akibat paparan timah, dan juga mendeskripsikan paparan debu
tembaga dan kabut asap.
Sebelum abad ke-16 higene perusahaan kerja belum nampak, baru
sesudahnya beberapa ahli mulai memusatkan perhatinannya terhadap penyakit-
penyakit pada pekerja pertambangan dan pekerjaan lainnya. Hal ini ditandai oleh
seorang sarjana Jerman bernama Agricola (1556) yang mulai menulis buku yang
berjudul “De Re Metalica”, sedangkan Paracelcus (1569) menulis buku yang
berjudul “ Von der Bergucht und Anderen Berkrankheiten”. Dalam bukunya kedua
ahli ini menggambarkan pekerjaan-pekerjaan dalam tambang, cara mengolah bijih
besi, dan penyakit-penyakit yang diderita oleh para pekerja beserta gagasan-
gagasan pencegahannya. Agricola menganjurkan ventilasi dan penggunaan tutup
muka sedangkan Paraselcus menguraikan hal-hal yang kita kenal sekarang dengan
istilah Toksikologi Industri.
Perkembangan selanjutnya Bernardine Ramazini (1933 – 1714) menulis
buku “De Morbis Artificum Diatriba” dalam buku itu diuraikan panjang lebar
mengenai berbagai penyakit dan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja.
Ialah yang meletakan dasar-dasar yang kuat bahwa pekerjaan dapat menimbulkan
penyakit termasuk cara menegakan diagnosa penyakit akibat kerja. Ramazini

3
memberikan nasehat kepada para sejawatnya agar meminta kepada pasien untuk
menceritakan pekerjaannya ketika sedang melakukan anamnesa (pengkajian pada
pasien). Ramazini dikenal sebagai Bapak Higene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja.
Seiring dengan perkembangan Revolusi Industri di Inggris sebagai akibat
ditemukannya berbagai cara produksi baru, mesin produksi dan lain-lain maka
Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja berkembang dengan pesat pula.
1.4.2 Di Indonesia

Mengenai sejak kapan kesehatan kerja dan usaha-usaha higene perusahaan


diterapkan di Indonesia sampai saat ini belum ditemukan referensi yang memadai.
Akan tetapi Suma’mur (1996) memprediksi sejarah Kesehatan Kerja dan Higene
Perusahaan di Indonesia dimulai sejak jaman perjajahan Belanda. Pada masa itu
terdapat dinas kesehatan militer yang selanjutnya menjadi dinas kesehatan sipil,
dimana usaha-usaha kesehatan kerja ditunjukan untuk memberikan pelayanan
kesehatan alakadarnya terhadap pekerja-pekerja pribumi agar dapat menghasilkan
bahan-bahan yang diperlukan Belanda.
Abad ke-20 dibuat undang-undang kebersihan, kesehatan, dan keselamatan
yang sederhana isinya sesuai dengan keperluan pada waktu itu. Perkembangan
higene perusahaan dan kesehatan kerja memang tidaklah sepesat di negara-negara
lain. Hal ini disebabkan karena memang Indonesia sedang dijajah sehingga
beberapa perusahaan justru dibekukan dan posisi tenaga kerja pada waktu itu
hanya sebagai pekerja rodi yang tidak diupah layak.Pada masa penjajahan jepang
K3 tidak berkembang sama sekali.
Setelah Indonesia Merdeka Higene perusahaan dan Kesehatan Kerja
barulah berkembang. Hal ini ditandai dengan mulai dibuatnya Undang-undang
Kerja dan Undang-undang Kecelakaan. Secara institusional tahun 1957 dibentuk
Lembaga Kesehatan Buruh, dan pada tahun 1967 dirubah menjadi Lembaga
Keselamatan dan Kesehatan Buruh.
Reorganisasi Kabinet Ampera tahun 1966 lebih memperjelas fungsi dan
kedudukan Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dalam aparatur pemerintah.
Pada waktu itu secara resmi didirikan Dinas Higene Perusahaan / Sanitasi umum
dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Organisasi

4
swastapun tidak ketinggalan mulai bermunculan seperti Yayasan Higene
Perusahaan di Surabaya serta di kota lain seperti Bandung.
Buku yang membahas tentang Ilmu Kesehatan Buruh pertama kali
diterbitkan tahun 1967 yang ditulis oleh DR. Suma’mur PK, MSc. Kemudian
disusul dengan penerbitan majalah Triwulan Higene Perusahaan, dan Jaminan
Sosial muncul untuk pertama kalinya tahun 1968. Pada ini dirintis pula fungsi
pembaga Nasional Higene ke arah pendidikan, pelayanan dan riset terapan. Ahli-
ahli dari WHO dan ILO mulai berdatangan dan mengadakan jalinan kerjasama
dengan Indonesia. Pada tahun 1970 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia
menerbitkan Perundang-undangan tentang Kesehatan dan Keselamatan kerja.
Selanjutnya pada tahun 1972 diadakan Seminar Nasional tentang K3 dan Dr. H.
Ibnu Sutowo diangkat sebagai Ketua Kehormatan Ikatan K3.
Dalam perkembangan selanjutnya, dalam suatu Kongres Nasional
Hiperkes yang diadakan di Sahid Garden Hotel Yogyakarta tahun 1986 diangkat
Bapak DR. dr. Suma’mur Prawira Kusuma., M.Sc sebagai Bapak Hiperkes
Indonesia.
1.5 Definisi Higiene Perusahaan

Hygiene perushaan adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari


pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan. Selain itu, hygiene
perusahaan dan kesehatan kerja juga merupakan bagian dari usaha kesehatan
masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar
perusahaan dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil-hasil
produksi perusahaan.
Menurut Thomas J. smith “Hygiene industri atau perusahaan dianggap
sebagai ilmu dan seni yang mampu mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi dan
mengendalikan bahaya faktor-faktor yang timbul di dalam lingkungan kerja yang
dapat mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau
ketidaknyamanan dan ketidakefisienan kepada masyarakat yang berada di
lingkungan kerja tersebut maupun kepada masyarakat yang berada diluar
industri”.

5
Jadi, hygiene industry merupakan aspek perlindungan bagi kesehatan
tenaga kerja dan sarana untuk membina dan mengembangkan tenaga kerja
menjadi sumber daya manusia yang disiplin, dedikatif, penuh tanggung jawab dan
mampu bekerja secara produktif dan efisien.
1.6 Tujuan Higiene Perusahaan

Hakikat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah dua hal :


1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negri, atau pekerja-pekerja
bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam
produksi. Oleh karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan
tujuan pembangunan didalam suatu negara maka Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja selalu harus diikut sertakan dalam pembangunan tersebut.
Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga
kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga
manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatan gandaan kegairahan
serta kenikmatan kerja, pelindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan
agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan
yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri.
Tujuan utama dari Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian mungkin
dicapai, oleh karena terdapatnya korelasi diantara derajat kesehatan yang tinggi
dengan produktivitas kerja atau perusahaan, yang didasarkan kenyataan-kenyataan
sebagai berikut :
1. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya. Pekerjaan harus
dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Lingkungan dengan cara yang dimaksud meliputi
diantaranya : tekanan panas, penerangan ditempat kerja, debu di udara

6
ruang kerja, sikap badan, perserasian manusia dan mesin, pengekonomisan
upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan pula dengan tingkat
kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.
2. Biaya dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta penyakit umum
yang meningkat jumlahnya oleh karena pengaruh yang memburukkan
keadaan oleh bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan adalah
sangat mahal dibandingkan dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya-
biaya kuratif yang mahal seperti itu meliputi : pengobatan, peralatan
rumah sakit, rehabilitasi, absenteisme, kerusakan mesin, peralatan dan
bahan oleh karna kecelakaan, terganggunya pekerjaan, dan cacat yang
menetap.
1.7 Prinsip Dasar Higiene Perusahaan

Untuk penerapan higiene perusahaan di tempat kerja suatu perusahaan


akan di perlukan pemahaman terhadap tiga prinsip dasar yaitu :
1. Pengenalan terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.
Pengenalan dalam prinsip dasar penerapan Higiene Industri/perusahaan
yang pertama adalah pengenalan terhadap bahaya faktor – faktor yang timbul di
lingkungan kerja sebagai akibat penerapan teknologi proses produksi suatu
industri (yang meliputi faktor kimia, faktor fisik, faktor ergonomik dan faktor
biologi) yang dapat berpengaruh buruk kepada pekerjaan dan lingkungan kerja,
yang terhadap tenaga kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (sakit) yang
akan mencakup pengetahuan dan pengertian tentang berbagai jenis bahaya serta
pengaruhnya terhadap kesehatan tenaga kerja atau akibat – akibat yang dapat
ditmbulkan kepada kesehatan tenaga kerja.
2. Penilaian/evaluasi terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.
Di dalam higiene industry/perusahaan evaluasi adalah proses pengambilan
keputusan untuk menilai tingkat resiko pajanan dari bahaya semua faktor yang
timbul (yang ada) di lingkungan tempat kerja kepada tenaga kerja, sebagai akibat
penerapan teknologi proses produksi suatu industry ( termasuk faktor kimia,
faktor fisik, faktor ergonomic, dan faktor biologi ).
Kebutuhan untuk melakukan evaluasi terhadap bahaya tersebut didorong
oleh suatu kenyataan bahwa faktor yang timbul dilingkungan tempat kerja dapat

7
menyebabkan sakit, lika, cacatdan kematian yang lebih cepat kepada tenaga kerja
yag terpajan kepadanya. Maka dengan evaluasi telah diperoleh suatu manfaat
yang berupa keinginan melakukan upaya pencegahan terhadap pajanan faktor –
faktor lingkungan kerja yang berbahaya yang dapat menghasilkan pengaruh yang
merugikan keehatan.
3. Pengendalian terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan
untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman
atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga
kerja terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja
tidak menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja.
1.8 Ruang Lingkup Higiene Industri

Ruang lingkup kegiatan atau aktifitas hygiene industry, mencakup kegiatan


mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan mengendalikan.
1. Mengantisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan
risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene
industry/perusahaan di tempat kerja.
Adapun tujuan dari antisipasi adalah :
a. Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi
bahaya dan risiko yang nyata.
b. Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau
suatu area dimasuki.
c. Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.
2. Mengenal
Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengenali suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan
suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan
bisa dipertanggung- jawabkan. Dimana dalam rekognisi ini kita melakukan
pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi,
dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, dan sifat.

8
Adapun tujuan dari pengenalan, yaitu :
a. Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek,
severity, pola pajanan, besaran).
b. Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko.
c. Mengetahui pekerja yang berisiko.
3. Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan
dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta
membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat
ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi
kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta
sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.
Tujuan dari pengukuran dalam evaluasi, yaitu :
a. Untuk mengetahui tingkat risiko.
b. Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
c. Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
d. Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
e. Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
f. Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
4. Pengendalian
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan
untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman
atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga
kerja terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja
tidak menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja.
Ada beberapa bentuk pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang
dapat dilakukan , yaitu :
a. Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta
menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
b. Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau
asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja

9
dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi
bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses
lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
c. Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja
dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang
berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
d. Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi
pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.
e. Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi
pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
f. APD (Alat Pelindung Diri) : langkah terakhir dari hirarki pengendalian
Faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja
(occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia,
factor biologi, factor ergonomic dan factor psikologi.
1. Bahaya Fisik
Bahaya faktor fisika meliputi : kebisingan, pencahayaan, iklim
kerja/tekanan panas, getaran, radiasi dsb.
a. Kebisingan
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian
diperoleh bukti bahwa in tensitas bunyi yang dikategorikan bising dan
yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab
itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60
dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna
mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat
mengganggu komunikasi.
b. Penerangan atau pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah
beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan
kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup
untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan
memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan

10
menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat dari kurangnya penerangan di
lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para
karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain
sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,
menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya
penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna
memperbesar ukuran benda.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup
dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
a) Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan
latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat
kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
b) Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah
dengan dengan lampu – lampu tersendiri.
c) Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing
– masing tenagakerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50
tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
c. Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising
seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran
terus menerus atau intermitten.Metode kerja dan ketrampilan memegang
peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual
menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan ala gangguan peredaran darah
yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ”vibration-induced white
fingers”(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif
pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan
cengkram dan sakit tulang belakang.
2. Bahaya Kimia
Bahaya faktor kimia meliputi korosi,debu Pb, NOx, NH3, CO, dsb.

11
a) Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan
adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan
basa, fosfor.
b) Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi
kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat – alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak ). Contoh : Kulit ( asam, basa,pelarut, minyak), Pernapasan : aldehydes,
alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau
sistem tubuh. Contoh :
1) Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
2) Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
3) Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
4) Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
5) Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis
3. Faktor Biologi
Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma
sebagai berikut :
a) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan
batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan
sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik
dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang
diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan
sebagainya.
b) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 – 300 nano meter.
Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya

12
yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella,
hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c) Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih
komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan
yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang
mungkin ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
1) Daerah pertanian
Lingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja
dapat terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing,
Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme
jamur.
2) Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan
adalah bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan
Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
3) Daerah peternakan
Terutama yang mengolah kulit hewan serta produk – produk dari hewan.
Penyakit – penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya :
Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup,
Brucellosis, Infeksi Salmonella.
4) Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi,
terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-
bahan yang mengandung organisme pathogen
5) Di Perkantoran
Terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami. Para pekerja
di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier
fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan
organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire

13
disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih
berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
4. Faktor Ergonomi
Faktor bahaya fisologis adalah potensi bahaya yang berasal atau
disebabkan oleh penerapan ergonomic yang tidak baik atau tidak sesuai dengan
norma – norma ergonomic yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta
peralatan kerja, termasuk sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan
kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja atau ketidakserasian antara manusia dan mesin.
5. Faktor Psikososial
Factor psikososial adalah potensi bahaya psikososial yang ditimbulkan
oleh kondisi aspek – aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau
kurang mendapatkan perhatian, seperti : penempatan tenaga kerja yang
tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen, atau
pendidikannya, system seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai,
kurangnya keterampilan tenaga kerja dlam melakukan pekerjaannya.
1.9 Manfaat Higiene Perusahaan

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan higiene


perusahaan/industri, yaitu :
1. Mencegahan dan memberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja.
2. Dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tenaga kerja.
3. Dapat memeliharaan dan meningkatan efisiensi dan daya produktifitas
tenaga manusia.
4. Memberantasan kelelahan kerja dan meningkatan kegairahan kerja.
5. Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada
umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah,
atau sisa-sisa pengolahan dan sebagainya.
6. Memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar
terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang
bersangkutan.

14
7. Memberikan perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-
bahaya yang mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
1.10 Dasar Hukum Pelaksanaan

Landasan hukum pelaksanaan higene perusahaan dan kesehatan kerja


mencakup Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang yang terkait dengan
ketenagakerjaan. Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
tepatnya Bab XII pasal 164, 165 dan 166 diatur tentang kesehatan kerja sebagai
berikut :
1. Pasal 164 :
Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup
sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan.
a. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pekerja di sektor formal dan informal.
b. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
c. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia
baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
d. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
e. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
f. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja
yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Pasal 165 :
a. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja.

15
b. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat
dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
c. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi,
hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pasal 166
a. Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
b. Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan
akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
c. Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan
pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Selain Undang-undang Kesehatan, produk Perundang-undangan lain yang


mengatur pelaksanaan higene perusahaan dan kesehatan keselamatan kerja antara
lain : Undang-undang nomor 11 tahun 1962 tentang Higene untuk usaha-usaha
bagi umum, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja (Lembar Negara No. 55 tahun 1969), Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 3
Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi No. Per.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja, Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 Tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja, Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3), serta peraturan-peraturan lain yang relevan dan
masih berlaku di Indonesia.

16
1.11 Penanggung Jawab Pelaksanaan Higene Perusahaan

1. Di Indonesia
Pelaksanaan Higene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Indonesia secara kelembagaan menjadi tanggung jawab dua instansi yaitu
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Departemen Kesehatan.
2. United States of America (USA) Dalam buku ini sengaja penulis
menampilkan contoh pelaksanaan Higene Perusahaan dan Kesehatan serta
Keselamatan Kerja di United States of America (USA) karena banyak
produk berupa standar-standar internasional dan peraturan-peraturan yang
banyak diadopsi atau dipakai oleh perusahaan-perusahaan baik Perusahaan
dalam negeri maupun perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
a. OSHA
The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah
bagian dari Departemen Ketenagakerjaan (Department of Labor). OSHA membuat
dan mengimplementasikan standar-standar dan peraturan-peraturan higene
perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja, mengadakan isnpeksi dan
investigasi untuk menjamin dan memastikan pemenuhan atau pelaksanaan dari
berbagai regulasi, memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai, serta
memberikan hukuman bagi pelanggaran. OSHA juga memberikan pendampingan
dan layanan konsultasibagi tenaga kerja dalam pelaksaan standar kerja dan
regulasi, serta memberikan program,-program pelatihan dan publikasi.
OSHA juga menerbitkan beberapa persyaratan yang berhubungan dengan
higene industri, antara lain :
 Penggunaan label-label peringatan dan poster sehingga tenaga kerja
menjadi waspada terhadap berbagai potensi bahaya, tanda-tanda
pemaparan, tindakan pencegahan dan penatalaksanaan darurat.
 Memebrikan saran atau anjuran terhadap kebutuhan penggunaan alat
pelindung diri dan teknologi lain yang berhubungan dengan pencegahan
 Melaksanakan test medis untuk mengetahui efek dari paparan stressor fisik
terhadap tenaga kerja
 Mengarsipkan dan memelihara data-data paparan stressor lingkungan
terhadap tenaga kerja dimana diperlukan untuk pengukuran lanjut dan

17
monitoring. Menggunakan hasil test dan monitoring untuk observasi
tenaga kerja
 Membuat catatan dari berbagai test dan pengukuran yang hasilnya
diinformasikan terhadap tenaga kerja
 Memberikan informasi terhadap tenaga kerja yang terpapar stressor
lingkungan dan mengadakan serangkaian perbaikan dan pengobatan
b. NIOSH
The National Institute for Occupational safety and Health (NIOSH) adalah
bagian dari departemen Kesehatan dan Pelayanan Penduduk ( Department of
Health and Human Services). NIOSH merupakan agensi yang sangat penting
dalam pelaksanaan Higene Industri di Amerika Serikat. Fokus utama dari badan
ini adalah meneliti level toksisitas dan nilai ambang batas yang masih
diperkenankan dari berbagai substansi hazard. NIOH menyiapkan rekomendasi
untuk standar OSHA terhadap substansi hazard dan hasil studi NIOSH juga dibuat
dan disediakan bagi tenaga kerja.
Area penelitian dari NIOH terdiri dari divisi Biomedis dan Ilmu Prilaku,
Pusat Studi Penyakit Saluran Pernafasan, Surveilance, Evaluasi hazard, dan studi
lapangan dan pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Hasil kerja dari berbagai
divisi ini selalu diperbaharui secara terus menerus dan memberikan rekomendasi
batas paparan dalam rangka menciptakan kondisi kerja yang aman dan sehat.

18
BAB III
PENUTUP
1.12 Kesimpulan
Menurut OSHA (1998) kesadaran tentang higene industri telah muncul
sejak lama (sebelum tahun masehi/SM). Hubungan antara lingkungan dengan
kesehatan tenaga kerja telah dikenali pada abad ke 4 sebelum masehi ketika
Hipocrates mencatat adanya racun yang berbahaya pada industri pertambangan.
Hygiene perushaan adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan. Selain itu, hygiene
perusahaan dan kesehatan kerja juga merupakan bagian dari usaha kesehatan
masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar
perusahaan dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil-hasil
produksi perusahaan.
Tujuan utama dari Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian mungkin
dicapai, oleh karena terdapatnya korelasi diantara derajat kesehatan yang tinggi
dengan produktivitas kerja atau perusahaan.
Landasan hukum pelaksanaan higene perusahaan dan kesehatan kerja
mencakup Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang yang terkait dengan
ketenagakerjaan. Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
tepatnya Bab XII pasal 164, 165 dan 166 diatur tentang kesehatan kerja.
1.13 Saran
Agar dapat menjadi bahan pedoman dalam penerapan higiene industri
dalam perusahaan dan dapat memahami prinsip dasar higiene industri.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://fkm.unmul.ac.id/viewfile/iwan_m_ramdan/Karya_Ilmiah/Buku-
Higene-Industri-Iwan-M-Ramdan. Diakses pada 13 Februari 2018 pada pukul
18.00 WIB.
https://dokumen.tips/documents/prinsip-dasar-higiene-industri.html.
Diakses pada 13 Februari 2018 pada pukul 18.30 WIB.
http://kumpulan-makalahh.blogspot.co.id/2012/12/higiene-
perusahaan.html. Diakses pada 13 Februari 2018 pada pukul 18.45 WIB.

20

Anda mungkin juga menyukai