Jenis-Jenis Akad
Akad merupkan kesepakatan kedua belah pihak atau lebih yang menimbulkan hukum
yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung
maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.
Dalam akuntansi syariah, akad harus sesuai dengan syariah yang merujuk pada Al-
Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Transaksi/akad dalam syariah dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Akad Tabarru’
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba) tetapi
mengharapkan ridho Allah. Sehingga kalau ada biaya transaksi dari akad jenis ini hanya
dibolehkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan. Contohnya: Qardh, rahn, hiwalah,
wakalah, wadi’ah, kafalah.
a. Qardh, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan
adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang
yang menjadi hak penerima jaminan.
d. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa
(wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
e. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
f. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih
piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya
kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk
menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga
2. Akad Tijarah
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Terdiri dari akad
investasi yang hasilnya tidak pasti seperti akad mudharabah dan musyarakah, serta akad
jual beli dan sewa menyewa yang hasil atau keuntungannya pasti seperti akad
murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
a. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
b. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
c. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’)
d. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Akad tabarru tidak dapat diubah menjadi akad tijarah sedangkan akad tijarah dapat
diubah menjadi akad tabarru (yang semula ditujukan untuk mencari keuntungan menjadi
tolong menolong/kebaikan)
b. Akad Sewa-Menyewa
- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
- Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek
yang disewa /diupah.
3) Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak
lain dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. (Karim, 2003) Penipuan dalam kualitas, misalnya dengan mencampur barang
baik dengan yang buruk atau barang yang dijual memiliki cacat tapi disembunyikan.
Penipuan dalam kuantitas, misalnya mengurangi timbangan. Penipuan dalam harga
(ghaban), misalnya menjual barang dengan harga yang terlalu tinggi pada orang yang tidak
mengetahui harga wajar barang tersebut. Empat jenis penipuan tersebut di atas dapat
membatalkan akad transaksi, karena tidak terpenuhinya prinsip rela sama rela. Para pihak
yang bertransaksi tidak memiliki informasi yang sama (complete information).
4) Perjudian
Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau
mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. (Afzalur Rahman, 1996).
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana
mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengad akan permainan
tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media
lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi
para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus
direlakan untuk diambil oleh yang menang.
5) Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian (Gharar)
Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian (gharar). Gharar terjadi
ketika terdapat incomplete information. Sehingga ada ketidakpastian antara dua belah
pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para
pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni
dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
6) Penimbunan Barang (lhtikar)
Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian
menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan
peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain
dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain penimbun
mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Contohnya : di
awal tahun 2008, saat terjadi peningkatan harga kedelai yang luar biasa, ada pengusaha
yang menimbun kedelai dalam jumlah yang sangat besar di Surabaya. Kenaikan harga
kedelai menghambat proses produksi barang berbahan baku kedelai seperti talm dan
tempe, sehingga mengakibatkan banyak produsen tempe dan tahu tidak dapat berproduksi,
dan akhirnya menderita kerugian.
7) Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual
masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi. Ketentuan syariah hanya membolehkan intervensi harga pada
kondisi mendesak dengan pengawasan yang ketat. Misalnya, intervensi oleh pemerintah
untuk penetapan harga atas suatu barang yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk
menghindari tindakan ambil untung berlebihan, atau pelanggaran hukum oleh pedagang
zalim yang membahayakan pasar. Kepentingan umum harus lebih diutamakan dari
kepentingan segelintir orang.
8) Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap
pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.