Anda di halaman 1dari 11

A.

Jenis-Jenis Akad
Akad merupkan kesepakatan kedua belah pihak atau lebih yang menimbulkan hukum
yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung
maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.
Dalam akuntansi syariah, akad harus sesuai dengan syariah yang merujuk pada Al-
Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Transaksi/akad dalam syariah dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Akad Tabarru’
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba) tetapi
mengharapkan ridho Allah. Sehingga kalau ada biaya transaksi dari akad jenis ini hanya
dibolehkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan. Contohnya: Qardh, rahn, hiwalah,
wakalah, wadi’ah, kafalah.
a. Qardh, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan
adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang
yang menjadi hak penerima jaminan.
d. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa
(wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
e. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
f. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih
piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya
kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk
menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga

2. Akad Tijarah
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Terdiri dari akad
investasi yang hasilnya tidak pasti seperti akad mudharabah dan musyarakah, serta akad
jual beli dan sewa menyewa yang hasil atau keuntungannya pasti seperti akad
murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
a. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
b. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
c. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’)
d. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Akad tabarru tidak dapat diubah menjadi akad tijarah sedangkan akad tijarah dapat
diubah menjadi akad tabarru (yang semula ditujukan untuk mencari keuntungan menjadi
tolong menolong/kebaikan)

B. Konsep Keuntungan dalam Syariah


Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi
menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).
1. Natural Certainty Contracts
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi
dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di
awal akad. Kontrak-kontrak ini secara menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti,
baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya
(time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli,
upah-mengupah, sewa-menyewa.

Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :


a. Akad Jual Beli
- Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini
bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan,
yakni di awal transaksi (tunai).
- Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan
di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya.
Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode hutang, atau dapat
juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
- Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
- Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
- Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).

b. Akad Sewa-Menyewa
- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
- Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek
yang disewa /diupah.

2. Natural Uncertainty Contracts (NUC)


Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak
memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC,
pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun
financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama
untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.
Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini
tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:


- Musyarakah. Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
i. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang
sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung
bersama.
ii. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang
tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
iii. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya
memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang
memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang
memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
iv. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama
menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak
yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
v. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan
dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi
investasi.

C. Transaksi yang dilarang


Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan
Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Menekankan setiap aktivitas
umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah
dan akhlak sebagai parameter baik & buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha, akan
membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good
governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.
1) Aktivitas Bisnis Terkait Barang dan Jasa yang Diharamkan Allah
Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan
Jasa yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan,
narkoba, dan sebagainya. Walaupun ada kesepakatan clan rela sama rela antara pelaku
transaksi, namun jika atas objek transaksi tidak dapat diambil manfaat darinya karena
dilarang oleh Allah maka akad tersebut dikatakan tidak sah. Dengan tidak terpenuhinya
barang yang di!arang Allah sebagai objek akad berarti semua aktivitas bisnis yang terkait
dengan barang yang dilarang Allah adalah haram karena tidak memenuhi rukun sahnya
suatu akad.
2) Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah ), berkembang (An-
Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa'), clan membesar (Al-'uluw). Imam Sarakhzi mendefinisikan
riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
('iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Setiap penambahan yang
diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti ('iwad) yang dibenarkan syariah
adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi
bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli,
sewa menyewa, atau bagi hasil proyek, di mana dalam transaksi tersebut ada faktor
penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko dan biaya.
Terdapat beberapa jenis riba diantaranya adalah:
a. Riba Nasi'ah, adalah riba yang muncul karena utang piutang, riba nasi'ah dapat terjadi
dalam segala jenis transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pikik harus
membayar lebih besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya
dengan nama apa pun (bunga/interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apa pun (fixed
rate atau floating rate), besar atau kecil semuannya itu tergolong riba.
b. Riba Fadhl, adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba
Fadhl dapat terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang
ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke
tangan (tunai) atau kredit. Contoh: menukar perhiasan perak seberat 40 gram dengan
uang perak (dirham) senilai 3 gram. Selain itu Riba Fadhl juga dapat terjadi dari
pertukaran/barter barang tidak sejenis yang dilakukan tidak tunai. Contoh: transaksi jual
beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai.
Yang dimaksud dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat
mata tidak dapat dibedakan satu dan lainnya. Para ahli fikih (juqaha) sepakat ada tujuh
macam barang ribawi, sebagaimana tertuang dalam teks hadis, yaitu: emas, perak, jenis
gandum, kurma, zabib/ tepung, anggur kering, dan garam. Sedangkan pertukaran
barang nonribawi dimungkinkan dala jumlah yang berbeda asalkan penyerahannya dari
tangan ke tangan atau tidak ditunda.

3) Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak
lain dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. (Karim, 2003) Penipuan dalam kualitas, misalnya dengan mencampur barang
baik dengan yang buruk atau barang yang dijual memiliki cacat tapi disembunyikan.
Penipuan dalam kuantitas, misalnya mengurangi timbangan. Penipuan dalam harga
(ghaban), misalnya menjual barang dengan harga yang terlalu tinggi pada orang yang tidak
mengetahui harga wajar barang tersebut. Empat jenis penipuan tersebut di atas dapat
membatalkan akad transaksi, karena tidak terpenuhinya prinsip rela sama rela. Para pihak
yang bertransaksi tidak memiliki informasi yang sama (complete information).
4) Perjudian
Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau
mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. (Afzalur Rahman, 1996).
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana
mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengad akan permainan
tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media
lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi
para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus
direlakan untuk diambil oleh yang menang.
5) Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian (Gharar)
Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian (gharar). Gharar terjadi
ketika terdapat incomplete information. Sehingga ada ketidakpastian antara dua belah
pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para
pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni
dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
6) Penimbunan Barang (lhtikar)
Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian
menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan
peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain
dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain penimbun
mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Contohnya : di
awal tahun 2008, saat terjadi peningkatan harga kedelai yang luar biasa, ada pengusaha
yang menimbun kedelai dalam jumlah yang sangat besar di Surabaya. Kenaikan harga
kedelai menghambat proses produksi barang berbahan baku kedelai seperti talm dan
tempe, sehingga mengakibatkan banyak produsen tempe dan tahu tidak dapat berproduksi,
dan akhirnya menderita kerugian.
7) Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual
masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi. Ketentuan syariah hanya membolehkan intervensi harga pada
kondisi mendesak dengan pengawasan yang ketat. Misalnya, intervensi oleh pemerintah
untuk penetapan harga atas suatu barang yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk
menghindari tindakan ambil untung berlebihan, atau pelanggaran hukum oleh pedagang
zalim yang membahayakan pasar. Kepentingan umum harus lebih diutamakan dari
kepentingan segelintir orang.
8) Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap
pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.

D. Kerangka Pelaporan Syariah


1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah)
Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal (taaruf), saling memahami
(tafahum), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan saling beraliansi (tahalun).
2. Prinsip keadilan (‘adalah) yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang
berhak dan sesuai dengan posisinya.
3. Prinsip kemaslahatan (maslahah) merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
4. Prinsip keseimbangan (tawazun);
Esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik,
sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan
dan pelestarian.
5. Prinsip universalisme (syumuliyah).
Esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan
semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

E. Karakteristik Transaksi Syariah


Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan atas transaksi syariah harus
memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4. Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money); karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk),
6. Transaksi dilakukan berdasarkan :
a. Suatu perjanjian yang jelas dan benar;
b. Untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain;
c. Tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad;
d. Tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam
satu akad;
7. Tidak ada distorsi harga melalui :
a. Rekayasa permintaan (najasy),
b. Rekayasa penawaran (ihtikar);
8. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
9. Transaksi syariah komersial berupa:
a. Investasi untuk mendapatkan bagi hasil;
b. Jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau
c. Pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan.
10. Transaksi syariah nonkomersial berupa:
a. pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh);
b. penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf
dan hibah.

F. Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan Entitas Syariah

Tujuan keuangan laporan keuangan adala untuk menyediakan informasi, menyangkut


posisi keuangan, kinerja serta perubaan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakaian dalam pengambilan keputusan ekonomi. Beberapa tujuan lain
adalah:

1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsisf syariah dalam semua transaksi dan


kegiatan usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsif syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsif syariah bila ada
dan bagaimna perolehan dan penggunaannya.
3. Informasi untuk membantu evaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, mengivestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan infestasi yang diperoleh penanam modal
dan pemilik dana syariah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan
kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah termasuk pengolahan dan
penyaluran zakat, infak, shadakah, dan wakaf.

Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna


laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban
menejemen atas sumber dana yang dipercayakan kepadanya.

Laporan entitas syariah terdiri atas :


1. Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini
menyajiakn informasi tentang sumber daya yang dikendalikan. Likuiditas dan
solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang
akan datang.
2. Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang
mungkin dikendalikan dimana depan.
3. Informasi kinerja entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana
seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja aset likuid atau kas.
Kerangka ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melaluii
laporan ini dapat diketahui aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama
periode pelaporan.
4. Informasi lain, seperti laporan penjelasa tentang pemenuhan fungsi sosial
entitas syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tatapi
relevan bagi pengambilan keputusan sebagai besar pengguna laporan keuangan.
5. Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan
yang relevan termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidak pastian yang
mempengeruhi entitas, informasi tentang segmen industri dan geografi serta
pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga dapat disajikan.

G. Asumsi Dasar Laporan Keuangan Syariah

1. Dasar Akrual (accrual basic)


Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi
dan peistiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam
laporan keuangan pada periode bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar
akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang
melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa
depan serta sumber daya yang merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Namun, dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha
menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha
berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto
(gross profit).

2. Kelangsungan Usaha (going consern)


Laporan keuangan biasannya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas
syariah yang akan melanjutkan usahannya di masa depan. Oleh karana itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditas atau mgngurangi secara
meterial skala usahannya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan
mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus
diungkapkan.

Anda mungkin juga menyukai