Disusun Oleh:
Cici Shintya
(01044881719008)
Dosen Pengajar:
Rina Tjandrakirana, SE., MM., Ak., CA
A. Jenis-Jenis Akad
Akad merupkan kesepakatan kedua belah pihak atau lebih yang menimbulkan hukum
yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung
maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.
Dalam akuntansi syariah, akad harus sesuai dengan syariah yang merujuk pada Al-
Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Transaksi/akad dalam syariah dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Akad Tabarru’
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba) tetapi
mengharapkan ridho Allah. Sehingga kalau ada biaya transaksi dari akad jenis ini hanya
dibolehkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan. Contohnya: Qardh, rahn, hiwalah,
wakalah, wadi’ah, kafalah.
a. Qardh, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan
adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang
yang menjadi hak penerima jaminan.
d. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa
(wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
e. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
f. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih
piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya
kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk
menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga
2. Akad Tijarah
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Terdiri dari akad
investasi yang hasilnya tidak pasti seperti akad mudharabah dan musyarakah, serta akad
jual beli dan sewa menyewa yang hasil atau keuntungannya pasti seperti akad
murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
a. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
b. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
c. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’)
d. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Akad tabarru tidak dapat diubah menjadi akad tijarah sedangkan akad tijarah dapat
diubah menjadi akad tabarru (yang semula ditujukan untuk mencari keuntungan menjadi
tolong menolong/kebaikan)
b. Akad Sewa-Menyewa
- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
- Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek
yang disewa /diupah.
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan atas transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4. Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money); karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk),
6. Transaksi dilakukan berdasarkan :
a. Suatu perjanjian yang jelas dan benar;
b. Untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain;
c. Tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad;
d. Tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam
satu akad;
7. Tidak ada distorsi harga melalui :
a. Rekayasa permintaan (najasy),
b. Rekayasa penawaran (ihtikar);
8. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Kafalah adalah akad pemberian pinjaman yang diberikan oleh kafil (penerima
jaminan) dan pinjaman tertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban
yang menjadi hak penerima jaminan.
(l) Hiwalah
Hiwalah adalah pemindahan pengalihan hak dan kewajiban baik dalam bentuk
pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/ pengalihan dana dari satu
orang ke orang lain atau satu pihak ke pihak lain.
A. Kesimpulan
Akuntansi syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada dua hal yaitu
akuntabilitas dan pelaporan dimana transaksi yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Bicara mengenai akuntansi Syariah, tidak akan lepas dengan perhitungan keuangan yang
mesti tertulis secara terperinci dan jelas, agar dapat menghasilkan laporan keungan yang
disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan
sejumlah besar pengguna. Namun demikian banyak pengguna sangat bergantung pada
laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dengan mempertimbangkan
kebutuhan mereka agar mudah dipahami oleh semua pihak dan dapat membantu suatu
perusahaan dalam menganalisis keuangannya.
Transaksi berbasis Syariah harus didasarkan pada akad yang sesuai dengan
prinsip Syariah dan telah disepakati oleh pihak-pihak terkait tanpa adanya paksaan dan
kecurangan. Selain itu, terdapat berbagai transaksi yang dilarang dalam prinsip Syariah
yang tidak sesuai dengan aturan Syariah.
Suatu laporan keuangan dapat bermanfaat apabila informasi yang di sajikan
dalam suatu laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat di
perbandingkan. Laporan keuangan juga tidak hanya mencakup pernyataan mengenai
keuangan tetapi juga merupakan sarana komunikasi informasi yang berhubungan baik
secara langsung maupun tidak langsung atau dengan informasi yang di sediakan oleh
akuntansi keuangan.dan laporan keuangan juga dapat menggambarkan keadaan laporan
keuangan bank syari’ah yang menyajikan data periode sekarang dan data periode yang
baru.
B. Saran
Suatu laporan keuangan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat di perbandingkan.
Akan tetapi, perlu di sadari pula bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua
informasi yang mungkin di butuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan bank
karena secara umum laporan keuangan hanya menggambarkan pengaruh keuangan dari
kejadian masa lalu dan tidak di wajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 189.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2015. Modul Pelaporan Korporat. Jakarta Pusat: IAI
Muhammad, Manajemen Keuangan Syari’ah: Analisis Fiqh & Keuangan, (Yogyakarta: UUP
STIM YKPN, 2014), hal. 229.
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012) hal. 295.