Anda di halaman 1dari 24

PELAPORAN KORPORAT:

Transaksi Berbasis Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah

Disusun Oleh:
Cici Shintya
(01044881719008)

Dosen Pengajar:
Rina Tjandrakirana, SE., MM., Ak., CA

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)


Fakultas Ekonomi
Universitas Sriwijaya
Tahun 2018
LATAR BELAKANG

Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-


banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia
(API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat
Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara
sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan
kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternative sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan
bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan
menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam
produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih
bervariatif, perbankan syariah menjadi alternative sistem perbankan yang kredibel dan dapat
dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai
produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor
keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut.
Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrument syariah disamping akan mendukung
kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang
bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang
pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan
harga jangka menengah-panjang.
Dalam memahami Lembaga Keuangan berbasis Syariah maka makalah ini dibuat
dengan bertujuan memberikan gambaran dan informasi bagaimana bentuk Pelaporan
Keuangan Syariah dan Instrumen dalam Keuangan Syariah tersebut. Sehingga kedepannya
akan memberikan wawasan lebih dekat akan produk – produk maupun lembaga – lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia.
PEMBAHASAN

A. Jenis-Jenis Akad
Akad merupkan kesepakatan kedua belah pihak atau lebih yang menimbulkan hukum
yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung
maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.
Dalam akuntansi syariah, akad harus sesuai dengan syariah yang merujuk pada Al-
Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Transaksi/akad dalam syariah dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Akad Tabarru’
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba) tetapi
mengharapkan ridho Allah. Sehingga kalau ada biaya transaksi dari akad jenis ini hanya
dibolehkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan. Contohnya: Qardh, rahn, hiwalah,
wakalah, wadi’ah, kafalah.
a. Qardh, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan
adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang
yang menjadi hak penerima jaminan.
d. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa
(wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
e. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
f. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih
piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya
kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk
menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga
2. Akad Tijarah
Merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Terdiri dari akad
investasi yang hasilnya tidak pasti seperti akad mudharabah dan musyarakah, serta akad
jual beli dan sewa menyewa yang hasil atau keuntungannya pasti seperti akad
murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
a. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
b. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
c. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’)
d. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Akad tabarru tidak dapat diubah menjadi akad tijarah sedangkan akad tijarah dapat
diubah menjadi akad tabarru (yang semula ditujukan untuk mencari keuntungan menjadi
tolong menolong/kebaikan)

B. Konsep Keuntungan dalam Syariah


Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi
menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).
1. Natural Certainty Contracts
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi
dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di
awal akad. Kontrak-kontrak ini menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti,
baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya
(time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli,
upah-mengupah, sewa-menyewa.
Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :
a. Akad Jual Beli
- Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini
bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan,
yakni di awal transaksi (tunai).
- Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan
di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya.
Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode hutang, atau dapat
juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
- Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
- Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
- Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli,
Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).

b. Akad Sewa-Menyewa
- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
- Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek
yang disewa /diupah.

2. Natural Uncertainty Contracts (NUC)


Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak
memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC,
pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun
financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama
untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.
Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini
tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.
Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:
- Musyarakah. Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
i. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang
sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung
bersama.
ii. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang
tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
iii. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya
memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang
memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang
memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
iv. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama
menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak
yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
v. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan
dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian.
Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi
investasi.

C. Transaksi yang dilarang


Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan
Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Menekankan setiap aktivitas
umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah
dan akhlak sebagai parameter baik & buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha, akan
membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good
governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.
1) Aktivitas Bisnis Terkait Barang dan Jasa yang Diharamkan Allah
Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan
Jasa yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan,
narkoba, dan sebagainya. Walaupun ada kesepakatan clan rela sama rela antara pelaku
transaksi, namun jika atas objek transaksi tidak dapat diambil manfaat darinya karena
dilarang oleh Allah maka akad tersebut dikatakan tidak sah. Dengan tidak terpenuhinya
barang yang di!arang Allah sebagai objek akad berarti semua aktivitas bisnis yang terkait
dengan barang yang dilarang Allah adalah haram karena tidak memenuhi rukun sahnya
suatu akad.
2) Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah ), berkembang (An-
Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa'), clan membesar (Al-'uluw). Imam Sarakhzi mendefinisikan
riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
('iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Setiap penambahan yang
diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti ('iwad) yang dibenarkan syariah
adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi
bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli,
sewa menyewa, atau bagi hasil proyek, di mana dalam transaksi tersebut ada faktor
penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko dan biaya.
Terdapat beberapa jenis riba diantaranya adalah:
a. Riba Nasi'ah, adalah riba yang muncul karena utang piutang, riba nasi'ah dapat terjadi
dalam segala jenis transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pikik harus
membayar lebih besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya
dengan nama apa pun (bunga/interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apa pun (fixed
rate atau floating rate), besar atau kecil semuannya itu tergolong riba.
b. Riba Fadhl, adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba
Fadhl dapat terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang
ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke
tangan (tunai) atau kredit. Contoh: menukar perhiasan perak seberat 40 gram dengan
uang perak (dirham) senilai 3 gram. Selain itu Riba Fadhl juga dapat terjadi dari
pertukaran/barter barang tidak sejenis yang dilakukan tidak tunai. Contoh: transaksi jual
beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai.
Yang dimaksud dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat
mata tidak dapat dibedakan satu dan lainnya. Para ahli fikih (juqaha) sepakat ada tujuh
macam barang ribawi, sebagaimana tertuang dalam teks hadis, yaitu: emas, perak, jenis
gandum, kurma, zabib/ tepung, anggur kering, dan garam. Sedangkan pertukaran
barang nonribawi dimungkinkan dala jumlah yang berbeda asalkan penyerahannya dari
tangan ke tangan atau tidak ditunda.
3) Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak
lain dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. (Karim, 2003) Penipuan dalam kualitas, misalnya dengan mencampur barang
baik dengan yang buruk atau barang yang dijual memiliki cacat tapi disembunyikan.
Penipuan dalam kuantitas, misalnya mengurangi timbangan. Penipuan dalam harga
(ghaban), misalnya menjual barang dengan harga yang terlalu tinggi pada orang yang tidak
mengetahui harga wajar barang tersebut. Empat jenis penipuan tersebut di atas dapat
membatalkan akad transaksi, karena tidak terpenuhinya prinsip rela sama rela. Para pihak
yang bertransaksi tidak memiliki informasi yang sama (complete information).
4) Perjudian
Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau
mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. (Afzalur Rahman, 1996).
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana
mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengad akan permainan
tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media
lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi
para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus
direlakan untuk diambil oleh yang menang.
5) Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian (Gharar)
Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian (gharar). Gharar terjadi
ketika terdapat incomplete information. Sehingga ada ketidakpastian antara dua belah
pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para
pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni
dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
6) Penimbunan Barang (lhtikar)
Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian
menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan
peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain
dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain penimbun
mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Contohnya : di
awal tahun 2008, saat terjadi peningkatan harga kedelai yang luar biasa, ada pengusaha
yang menimbun kedelai dalam jumlah yang sangat besar di Surabaya. Kenaikan harga
kedelai menghambat proses produksi barang berbahan baku kedelai seperti talm dan
tempe, sehingga mengakibatkan banyak produsen tempe dan tahu tidak dapat berproduksi,
dan akhirnya menderita kerugian.
7) Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual
masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi. Ketentuan syariah hanya membolehkan intervensi harga pada
kondisi mendesak dengan pengawasan yang ketat. Misalnya, intervensi oleh pemerintah
untuk penetapan harga atas suatu barang yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk
menghindari tindakan ambil untung berlebihan, atau pelanggaran hukum oleh pedagang
zalim yang membahayakan pasar. Kepentingan umum harus lebih diutamakan dari
kepentingan segelintir orang.
8) Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap
pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
D. Kerangka Pelaporan Syariah

1. Paradigma Transaksi Syariah

Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta


diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup
bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan
spiritual (al-falah). Konsekuensinya parameter baik dan buruk, benar dan salahnya
aktivitas usaha adalah syariah dan akhlak.

2. Asas Transaksi Syariah

Transaksi Syariah berdasarkan pada prinsip:


1) Prinsip persaudaraan (ukhuwah)
Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal (taaruf), saling memahami
(tafahum), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan saling beraliansi (tahalun).
2) Prinsip keadilan (‘adalah) yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang
berhak dan sesuai dengan posisinya.
3) Prinsip kemaslahatan (maslahah) merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
4) Prinsip keseimbangan (tawazun);
Esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik,
sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan
dan pelestarian.
5) Prinsip universalisme (syumuliyah).
Esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan
semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

3. Karakteristik Transaksi Syariah

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan atas transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain:

1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4. Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money); karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk),
6. Transaksi dilakukan berdasarkan :
a. Suatu perjanjian yang jelas dan benar;
b. Untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain;
c. Tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad;
d. Tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam
satu akad;
7. Tidak ada distorsi harga melalui :
a. Rekayasa permintaan (najasy),
b. Rekayasa penawaran (ihtikar);
8. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

4. Tujuan Laporan Keuangan Entitas Syariah

Tujuan keuangan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi,


menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubaan posisi keuangan suatu entitas syariah
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakaian dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Beberapa tujuan lain adalah:

1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsisf syariah dalam semua transaksi dan


kegiatan usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsif syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsif syariah bila ada
dan bagaimna perolehan dan penggunaannya.
3. Informasi untuk membantu evaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, mengivestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan infestasi yang diperoleh penanam modal
dan pemilik dana syariah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan
kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah termasuk pengolahan dan
penyaluran zakat, infak, shadakah, dan wakaf.
Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai
pengguna laporan keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan
pertanggungjawaban menejemen atas sumber dana yang dipercayakan kepadanya.

E. Komponen Laporan Keuangan Syariah

Laporan keuangan syariah terdiri atas :

a. Laporan Posisi Keuangan


Unsur-unsurnya terdiri dari aset, liabilitas, dana syirkah temporer dan ekuitas.
Liabilitas dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan.
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh entitas syariah.
Kewajiban merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa
masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan
jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai
hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil
investasi berdasarkan kesepakatan. Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan
sebagai liabilitas, karena entitas syariah tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana
awal dari pemilik dana ketika mengalami kerugian kecuali akibat kelalaian atau
wanprestasi entitas syariah. Namun demikian, dana syirkah temporer juga tidak dapat
digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai jangka waktu jatuh tempo dan tidak
memiliki hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham.
Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua
kewajiban dan dana syirkah temporer
Format Laporan Posisi Keuangan
ASET LIABILITAS
Kas xxx Liabilitas segera xxx
Penempatan pada Bank Indonesiaxxx Bagi hasil yang belum dibagikan xxx
Penempatan pada bank lain xxx Simpanan xxx
Investasi pada surat berharga xxx Simpanan dari bank lain xxx
Piutang: Utang:
Murabahah xxx Salam xxx
Istishna’ xxx Istishna’ xxx
Ijarah xxx Liabilitas kepada bank lain xxx
Pembiayaan: Pembiayaan yang diterima xxx
Mudharabah xxx Utang pajak xxx
Musyarakah xxx Pinjaman yang diterima xxx
Tagihan akseptasi xxx Pinjaman subordinasi xxx
Persediaan xxx Jumlah xxx
Aset Ijarah xxx
Aset Istishna’ dalam penyelesaian xxx DANA SYIRKAH TEMPORER
Piutang salam xxx Dana syirkah temporer dari bukan bank:
Investasi pada entitas lain xxx Tabungan mudharaba xxx
Aset tetap xxx Deposito mudharabah xxx
Dana syirkah temporer dari bank:
Tabungan mudharabah xxx
Deposito mudharabah xxx
Musyarakah xxx
Jumlah xxx
EKUITAS
Ekuitas pemilik entitas induk xxx
Modal disetor xxx
Tambahan modal disetor xxx
Penghasilan komprehensif lain xxx
Kepentingan nonpengendali xxx
Jumlah xxx
Jumlah Liabilitas, Dana Syirkah
Jumlah Aset xxx Temporer, dan Ekuitas
xxx

b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain.


Unsur-unsur didalamnya terdiri dari penghasilan, beban, dan hak pihak ketiga
atas bagi hasil dana syirkah temporer. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah
temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil
investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak
ketiga atas bagi hasil tidak dapat dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau
pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi
keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama
dengan entitas syariah.

c. Laporan Perubahan Ekuitas


Perubahan ekuitas entitas syariah menggambarkan peningkatan atau penurunan
aset bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan.
d. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan PSAK
terkait.
e. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
Unsur dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat meliputi sumber
dana, penggunaan dana selama suat jangka waktu, serta saldo dana zakat yang
menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.
LAPORAN SUMBER DAN PENYALURAN DANA ZAKAT
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

SUMBER DANA ZAKAT


Zakat dari internal bank syariah xxx
Zakat dari eksternal bank syariah xxx
Jumlah xxx
Penyaluran Dana Zakat Kepada Entitas Pengelola Zakat (xxx)
Kenaikan xxx
Saldo Awal xxx
Saldo Akhir xxx

f. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan


Laporan Sumber danPenggunaan Dana Kebajikan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1) Sumber dana kebajikan yang berasal dari penerimaan, yaitu :
- infak,
- sedekah,
- hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,
- pengembalian dana kebajikan produktif,
- denda, dan
- pendapatan non-halal.
2) Penggunaan dana kebajikan untuk :
- dana kebajikan produktif,
- sumbangan, dan
- penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
- kenaiakan atau penurunan sumber dana kebajikan,
- saldo awal dan akhir penggunaan dana kebajikan
g. Catatan atas Laporan Keuangan, Untuk perbankan syariah ditambah 1 (satu) laporan
lagi yaitu Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil.
F. Asumsi Dasar Laporan Keuangan Syariah

1. Dasar Akrual (accrual basic)


Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi
dan peistiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam
laporan keuangan pada periode bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar
akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang
melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa
depan serta sumber daya yang merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Namun, dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha
menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha
berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto
(gross profit).
2. Kelangsungan Usaha (going consern)
Laporan keuangan biasannya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas
syariah yang akan melanjutkan usahannya di masa depan. Oleh karana itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuiditas atau mgngurangi secara
meterial skala usahannya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan
mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus
diungkapkan.

G. Instrumen Keuangan Syariah


Instrumen Keuangan Syariah terdiri dari Instrumen Keuangan Syarian Primer dan
Sekunder.
1) Instrumen Keuangan Syari’ah Primer
Berdasarkan teori akad sebagaimana dijelaskan, dapat diformulasikan kontrak-kontrak
keuangan yang kemudian dikenal dengan instrumen keuangan.
(a) Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana)
dan mudharib (pengelola) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika
usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana,
kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana. Seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak
terikat) dan Mudharabah Muqayyah (investasi terikat). Mudharabah
Muthlaqaah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam mengelola investasinya. Mudharabah Muqayyah adalah
mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana
mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
(b) Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang
mencampurkan modalnya untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra
dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usah tertentu, baik
yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal
tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada
bank.
Pembiayaan Musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aktiva
non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
Laba musyarakah dibagi di antara para mitra dan bank secara proporsional sesuai
dengan modal yang disetorkan (baik kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai dengan
nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara
proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva
lainnya).
Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam
musyawarah permanen, bagi modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya
tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan musyarakah menurun, bagian modal bank
akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.
(c) Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual maupun pembeli. Murabahah dapat
dilakukan berdasarkan pesanan maupun tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan
pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
Murabahah berdasarkan pesanannya dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat
pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah
dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut
menjadi beban penjual (bank) dan penjual akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun cicilan. Selain itu,
dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara
pembayarannya yang berbeda.
Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
a. Mempercepat pembayaran cicilan atau,
b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli
harus diberitahukan.Jika bank mendapatkan potongan dari pemasok, maka potongan itu
merupakan hak nasabah.Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad, maka
pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat dalam
akad.
Bank dapat meminta nasabah untuk menyiapkan agunan atas piutang murabahah,
antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. Bank dapat meminta
urban kepada nasabah sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua
belah pihak bersepakat. Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah
sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat
dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi.Denda diterapkan bagi nasabah yang
mampu yang menunda pembayaran.Denda tersebut didasarkan pada
pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya.
Besarnya denda sesuai yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda
diperuntukan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
(d) Salam dan Salam Paralel
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan
pengiriman oleh muslam alaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh
pembelian sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat
tertentu.
Rukun salam adalah sebagai berikut :
a. Ada si penjual dan si pembeli
b. Ada barang dan uang
c. Ada sighat (lafaz akad)
Adapun syarat-syarat salam meliputi :
a. Uangnya hendaklah dibayar di tempat akad.
b. Barangnya menjadi utang bagi si penjual.
c. Barangnya dapat diberikan sesuai dengan waku yang dijanjikan.
d. Barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, baik takaran, timbangan ataupun
bilangannya.
e. Disebutkan tempat menerimanya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam.
Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
a. Akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank
dan pembeli akhir.
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
(e) Istishna dan Istishna Paralel
Istishna adalah akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani
(produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli
menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi
yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang sudah disepakati. Cara
pembayaran dapat dilakukan dengan pembayaran di muka, cicilan, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksiistishna’.
Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-
kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna’ maka hal ini
disebut istishna paralel. Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat:
a. Akad kedua antara bank dan sub-kontraktor terpisah dari akad pertama dari
bank dan pembeli akhir.
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
(f) Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Kata ijarah diderivasi dari bentuk fi’il: ajara - ya’juru - ajran”. Ajran semakna
dengan kata al-awadh yang mempunyai arti ganti atau upah, dan dapat juga berarti
sewa. Dengan kata lain ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur
(obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa
dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya.
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa
dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan
opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
(g) Wadiah
Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat
apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki, bank bertanggung jawab atas
pengembalian titipan. Wadiah dibagi atas wadiah yad-mudhamanah dan wadiah yad-
amanah.Wadiah yad-mudhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan
kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan.Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima
penitipan.Sedangkan dalam prinsip wadiah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh
memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.
(h) Qardh dan Qardh Hasan
Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang
meminjamkan kewajiban peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu.
Qardh hasan adalah pinjaman tanpa jaminan yang memungkinkan peminjam untuk
menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam
jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati.
(i) Sharf
Sharf adalah transaksi jual beli dengan komoditi berupa alat
pembayaran(nuqud), atau mata uang (suatu valuta dengan valuta lainnya). Transaksi
valuta asing pada Bank Syariah (di luar jual beli banknotes) hanya dapat dilakukan
dengan tujuan lindung nilai (hedging) dan dibenarkan untuk tujuan spekulatif. Selisih
penjabaran aktiva dan kewajiban valuta asing dalam rupiah (revaluasi) diakui sebagai
pendapatan atau beban.
(j) Wakalah
Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/ nasabah)
kepada wakil (penerima kuasa/ bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas
nama pemberi kuasa. Akad wakalah tersebut dapat digunakan antara lain dalam
pengiriman transfer, penagihan utang baik melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi
L/C.
(k) Kafalah
Kafalah adalah kemestian seseorang yang diperbolehkan mengelola hartanya
sendiri untuk menunaikan suatu hak yang diwajibkan kepada seseorang atau kemestian
menghadirkannya ke hadapan hakim (pengadilan). Pengertian kafalah al-khafalah
menurut bahasa al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah
(tanggungan). Menurut Sayyit Sabiq, yang dimaksud dengan al- khafalah adalah
proses penggabungam tanggungan kafil menjadi beban ashil dalam tuntunan dengan
benda (materi) yang sama, baik utang, barang, maupun pekerjan.

Kafalah adalah akad pemberian pinjaman yang diberikan oleh kafil (penerima
jaminan) dan pinjaman tertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban
yang menjadi hak penerima jaminan.
(l) Hiwalah
Hiwalah adalah pemindahan pengalihan hak dan kewajiban baik dalam bentuk
pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/ pengalihan dana dari satu
orang ke orang lain atau satu pihak ke pihak lain.

2) Instrumen Keuangan Syari’ah Sekunder


Instrumen keuangan syari’ah sekunder banyak diaplikasikan pada lembaga keuangan
dalam bentuk pasar modal. Instrumen keuangan sekunder merupakan turunan dari
keuangan primer. Ada berbagai macam pasar modal, menurut Obaidullah penting yang
dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut Islam, di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Dana Mudharabah (Mudharabah Fund)
Dana Mudharabah merupakan keuangan bagi investor untuk pembiayaan bersama
proyek besar berdasarkan prinsip bagi hasil.Instrumen ini diperbolehkan menurut
Islam.
2. Saham Biasa Perusahaan (Common Stock)
Saham biasa yang diterbitkan oleh perusahaan yang didirikan untuk kegiatan bisnis
yang sesuai dengan Islam diperbolehkan.
3. Obligasi Muqaradah (Profit Sharing Bond)
Obligasi ini diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan uang atau
proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.
4. Obligasi Bagi Hasil (Profit Sharing Bond)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya sesuai dengan
syariah Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil jenis ini diperbolehkan.
5. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti deviden tetap dan prioritas dalam
likuidasi.Karena ada unsur pendapatan tetap (seperti bunga), maka dilarang menurut
hukum Islam.
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Akuntansi syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada dua hal yaitu
akuntabilitas dan pelaporan dimana transaksi yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Bicara mengenai akuntansi Syariah, tidak akan lepas dengan perhitungan keuangan yang
mesti tertulis secara terperinci dan jelas, agar dapat menghasilkan laporan keungan yang
disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan
sejumlah besar pengguna. Namun demikian banyak pengguna sangat bergantung pada
laporan keuangan sebagai sumber utama informasi keuangan dengan mempertimbangkan
kebutuhan mereka agar mudah dipahami oleh semua pihak dan dapat membantu suatu
perusahaan dalam menganalisis keuangannya.
Transaksi berbasis Syariah harus didasarkan pada akad yang sesuai dengan
prinsip Syariah dan telah disepakati oleh pihak-pihak terkait tanpa adanya paksaan dan
kecurangan. Selain itu, terdapat berbagai transaksi yang dilarang dalam prinsip Syariah
yang tidak sesuai dengan aturan Syariah.
Suatu laporan keuangan dapat bermanfaat apabila informasi yang di sajikan
dalam suatu laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat di
perbandingkan. Laporan keuangan juga tidak hanya mencakup pernyataan mengenai
keuangan tetapi juga merupakan sarana komunikasi informasi yang berhubungan baik
secara langsung maupun tidak langsung atau dengan informasi yang di sediakan oleh
akuntansi keuangan.dan laporan keuangan juga dapat menggambarkan keadaan laporan
keuangan bank syari’ah yang menyajikan data periode sekarang dan data periode yang
baru.

B. Saran
Suatu laporan keuangan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat di perbandingkan.
Akan tetapi, perlu di sadari pula bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua
informasi yang mungkin di butuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan bank
karena secara umum laporan keuangan hanya menggambarkan pengaruh keuangan dari
kejadian masa lalu dan tidak di wajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 189.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2015. Modul Pelaporan Korporat. Jakarta Pusat: IAI
Muhammad, Manajemen Keuangan Syari’ah: Analisis Fiqh & Keuangan, (Yogyakarta: UUP
STIM YKPN, 2014), hal. 229.

Rizal Yaya,Akuntansi Perbankan Syariah: Jakarta, Salemba Empat.

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012) hal. 295.

Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 77.

Anda mungkin juga menyukai