Anda di halaman 1dari 137

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI

HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA


(STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)

Oleh :
HAPTO STATO
A14103020

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN

HAPTO STATO. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi


Harga Bawang Merah dan Peramalannya, Studi Kasus Pasar Induk Kramat
Jati, DKI Jakarta. Di Bawah Bimbingan Ir.ANITA RISTIANINGRUM, Msi.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi
masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam
sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna
menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan
penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah
satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi
terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya ragam masakan yang
menggunakan bawang merah, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap nilai
gizi, dan berkembangnya industri pengolahan. Meskipun demikian komoditas ini
mempunyai masalah dalam fluktuasi harga yang cukup besar. Harga bawang
merah umumnya berfluktuasi secara musiman. Dengan semakin besarnya
fluktuasi harga bawang merah yang diakibatkan oleh berbagai faktor, maka
sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang
merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat
merugikan berbagai pihak yang berkepentingan seperti petani dan konsumen.
Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, diperlukan juga
analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah
di PIKJ beserta upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya.
Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi
harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang
merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak disekitar garis
trend. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu,
yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan
Mei hingga bulan September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada
selang periode bulan Februari hingga bulan Mei yang berulang tiap tahunnya..
Trend penurunan dan peningkatan harga bawang merah tersebut berkaitan dengan
pola produksi bawang merah yang mengalami panen puncak pada selang periode
bulan Juni hingga bulan September, dan mengalami masa kosong panen pada
selang periode bulan Februari hingga bulan Mei. Dari metode peramalan time
series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan sesuai
untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode ARIMA
terbaik dengan panjang musiman 10 (L = 10) adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 .
Metode Single Exponential Smoothing merupakan pilihan yang terbaik bagi para
peramal yang mengutamakan kemudahan dan kesederhanaan penerapan tetapi
tetap menuntut tingkat keakuratan yang tinggi.
Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata
terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor dan harga impor
bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu harga impor
bawang merah, ditunjukkan dengan nilai korelasinya sebesar 0,693.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga
bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar
wilayah sentra produksi utama bawang merah di Jawa Tengah dan Jawa Timur
yang mempunyai pola musim panen yang cenderung bersamaan yaitu pada bulan
Juni – September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna
meningkatkan produksinya misalnya melalui program intensifikasi pertanian
mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah
dibandingkan produktivitas bawang merah impor dimana produktivitas bawang
merah Indonesia mencapai 8,5 – 10 ton/ha sedangkan produktivitas bawang merah
impor rata-rata mencapai 20 ton/ha. Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan
terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan
Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini
dapat dilakukan oleh Lembaga Dinas Pertanian misalnya oleh Departemen Sarana
Produksi Petanian. Usaha yang harus dilakukan oleh petani ialah petani bawang
merah dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang
mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu
misalnya kelompok tani.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI
HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA
(STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)

Oleh :
HAPTO STATO
A14103020

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Skripsi : Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga
Bawang Merah dan Peramalannya (Studi Kasus Pasar Induk
Kramat Jati, DKI Jakarta).
Nama Mahasiswa : HAPTO STATO
NRP : A14103020
Program Studi : Manajemen Agribisnis

Menyetujui
Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Anita Ristianingrum, Msi


NIP. 132 046 437

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. H. Didy Sopandie, M. Agr


NIP.131 124 019

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG


BERJUDUL : “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
FLUKTUASI HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA
(STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)”
ADALAH KAR YA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK
APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER
INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG
DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN
TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM
DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Mei 2007

HAPTO STATO
A14103020
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah swt dan Nabi Muhammad SAW, pada kesempatan ini

dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan

dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Keluarga, yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama


pembuatan skripsi.
2. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas
bimbingan dan kesabarannya membantu penulis dalam pembuatan skripsi
ini.
3. Ir. Harmini, MS selaku dosen penguji utama, yang telah bersedia menguji
penulis pada saat sidang skripsi.
4. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji komdik, yang telah bersedia
menguji penulis pada saat sidang skripsi.
5. Staf Sekretariat Departemen Agribisnis (Mbak Dian), yang telah
membantu penulis dalam pembuatan surat izin penelitian.
6. Karyawan PIKJ, yang telah membantu penulis selama pembuatan skripsi.
7. Ir. Budi Purwanto, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama penulis kuliah.
8. Rahmatia Hardhani selaku pembahas, yang telah bersedia menjadi
pembahas pada saat seminar.
9. Jujung, teman seperjuangan di Pontianak, yang telah banyak memberikan
masukan kepada penulis selama pembuatan skripsi.
10. Teman – teman AGB 40 (Jujung, Panda, Rina, Riza, Nini, Widi, Mbe,
Welly, Vedy, Yoga, Ulum, Oky, Santi, Anti, dan Meta) yang telah
membantu dan menemani penulis selama seminar dan sidang skripsi.
11. Seluruh teman-teman AGB 40, atas persahabatannya selama menjalani
perkuliahan.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama pembuatan skripsi.
Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan dalam menyajikan skripsi
ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia pasti memiliki kekurangan
dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2007

HAPTO STATO
A14103020

vii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1985, dari

pasangan Wahono dan Mugiati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1991 di Sekolah Dasar 08

Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah

Menengah Pertama 232 Jakarta Timur pada tahun 1997 hingga tahun 2000.

Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas 22 Jakarta

Timur dari tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003 hingga sekarang.

Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Departemen Sosial

Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2005 – 2006, dengan jabatan sebagai staf

Pengembangan Sumber Daya Manusia. Selama diperkuliahan penulis juga aktif

mengikuti berbagai lomba karya tulis. Pada tahun 2006 penulis berhasil menjadi

juara II Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional.


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah swt dan Nabi

Muhammad SAW, karena berkat rahmatnya penulis akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-

pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Tujuan

dibuatnya skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Penelitian ini berusaha mengidentifikasi pola fluktuasi harga bawang

merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta karena fluktuasi harga yang dialami

oleh komoditas ini umumnya relatif cukup besar. Selain itu penelitian ini juga

mencoba merekomendasikan metode peramalan yang tepat untuk meramalkan

fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ dan menganalisis faktor- faktor

yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga bawang merah. Dengan

diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh tersebut, penulis mencoba

merekomendasikan upaya-upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap komoditas bawang merah terutama Pemerintah. Penulis

sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada skripsi ini. Mudah- mudahan

kekurangan tersebut tidak mengurangi manfaat dari skripsi ini.

Bogor, Mei 2007

HAPTO STATO
A14103020
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL.................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 10
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Aspek Produksi Bawang Merah............................................................... 12
2.1.1 Syarat Tumbuh Bawang Merah..................................................... 12
2.1.2 Budidaya Bawang Merah............................................................... 12
2.1.3 Pemeliharan Bawang Merah.......................................................... 13
2.1.4 Panen dan Pasca Panen.................................................................. 14
2.2 Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah........................................... 15
2.3 Penelitian Terdahulu................................................................................ 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga.......................................................... 18
3.1.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran......................... 18
3.1.2 Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga............................... 20
3.1.3 Kecenderungan Harga dan Penerimaan Produsen.......................... 21
3.2 Definisi Peramalan................................................................................... 22
3.2.1 Jenis-Jenis Peramalan..................................................................... 23
3.2.2 Teknik Peramalan........................................................................... 23
3.2.3 Pemilihan Teknik Peramalan......................................................... 33
3.3 Analisis Regresi Berganda....................................................................... 35
3.4 Analisis Korelasi Sederhana.................................................................... 35
3.5 Kerangka Pemikiran Operasional............................................................ 37

IV. METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitia n.................................................................. 41
4.2 Jenis dan Sumber Data............................................................................ 41
4.3 Pengolahan dan Analisis Data................................................................. 42
4.4 Identifikasi Pola Data Harga Bawang Merah.......................................... 43
4.5 Menerapkan Metode Peramalan Time Series......................................... 44
A. Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana............................................. 44
B. Single Exponential Smoothing............................................................ 45
C. Double Exponential Smoothing (Brown)............................................ 45
D. Double Exponential Smoothing (Holt).............................................. 46
E. Winter Multiplikatif............................................................................ 46
F. Dekomposisi Multiplikatif.................................................................. 46
G. Dekomposisi Aditif............................................................................ 47
H. ARIMA.............................................................................................. 48
I. SARIMA.............................................................................................. 51
4.6 Pemilihan Teknik Peramalan.................................................................. 51
4.7 Analisis Regresi Berganda...................................................................... 52
4.8 Analisis Korelasi terhadap Variabel Bebas yang Signifikan.................. 56
4.9 Definisi Operasional................................................................................ 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Gambaran Umum Pasar Induk Kramat Jati............................................. 58
5.2 Identifikasi Pola Fluktuasi Harga Bawang Merah.............................. 64
5.2.1 Identifikasi Unsur Trend dan Pola Musiman................................ 71
5.3 Penerapan Metode Peramalan Time Series.............................................. 73
5.3.1 Rata-rata Bergerak Sederhana ...................................................... 74
5.3.2 Metode Single Exponential Smoothing......................................... 75
5.3.3 Double Exponential Smoothing Brown......................................... 76
5.3.4 Double Exponential Smoothing Holt............................................ 77
5.3.5 Metode Winters Multiplikatif....................................................... 78
5.3.6 Metode Dekomposisi.................................................................... 80
5.3.7 Metode Box Jenkins...................................................................... 82
5.4 Pemilihan Metode Peramalan Time Series............................................... 88
5.5 Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga
Bawang Merah di PIKJ............................................................................ 89
5.6 Upaya-upaya untuk Memperkecil Fluktuasi Harga Bawang
Merah di PIKJ.......................................................................................... 94

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 98
6.2 Saran…………………………………………………………..……… 100

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 102

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Bawang


Merah Periode Tahun 2000 – 2005......................................................... 1
2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah
Tahun 2002 – 2005.................................................................................. 2
3. Volume (Ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode
2001 -2005...............................................................................................3
4. Perbandingan Pola Harga Bawang Merah di Tingkat Grosir
(PIKJ) dengan Harga Impor Bawang Merah Tahun 2006...................... 4
5. Produksi Bawang Merah di Indonesia Berdasarkan Propinsi
Tahun 2002-2005 (Ton)............................................................................ 6
6. Jumlah Pasokan Bawang Merah (Ton) yang Masuk
ke PIKJ periode Tahun 2003 – 2005....................................................... 63
7. Hasil Peramalan Metode Simple Moving Average berdasarkan
nilai MAD dan MSE............................................................................... 75
8. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Brown......... 77
9. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Holt.............. 77
10. Hasil Metode Peramalan Winters Multiplikatif berdasarkan nilai
MSE......................................................................................................... 78
11. Hasil peramalan harga Metode Dekomposisi (L = 10)............................ 82
12. Nilai Akurasi Kesalahan Hasil Penerapan Metode ARIMA.................... 85
13. Ramalan Harga Bawang Merah Model ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 ........... 87
14. Hasil Penerapan Metode Time Series Terhadap Harga Bawang
Merah....................................................................................................... 89
15. Hasil Pengujian Masing - Masing Parameter terhadap
Harga Bawang Merah di PIKJ................................................................ 90
16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 –
2003 (Kuintal).......................................................................................... 96
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Harga rata-rata Bawang Merah di PIKJ Periode Janua ri


- Desember Tahun 2006........................................................................... 8
2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar,
Kabupaten Brebes................................................................................... 15
2. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran................................. 19
3. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga....................................... 20
4. Kerangka Operasional Penelitian ........................................................... 40
6. Alur Masuk Keluar Bawang Merah di PIKJ........................................... 60
7. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003
- Februari 2007........................................................................................ 65
8. Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003
- Februari 2007........................................................................................ 67
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Daftar Perkembangan Harga Rata –Rata Mingguan dan


Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 –
Februari 2007........................................................................................ 105
2. Data Bulanan Harga dan Pasokan Bawang Merah di PIKJ,
Harga dan Pasokan Impor Bawang Merah Nasional, Harga
Pupuk Urea Periode Januari 2003 – September 2006........................... 110
3. Hasil Analisis Regresi Uji Trend Harga Bawang Merah...................... 111
4. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah......................................... 112
5. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah setelah Pembedaan
Pertama (Diff 1).................................................................................... 113
6. Hasil Penerapan Metode Winter Multiplikatif (L = 10)........................ 114
7. Hasil Penerapan Metode Dekomposisi Multiplikatif............................ 115
8. Hasil Penerapan Metode Dekomposisi Aditif....................................... 116
9. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah setelah Pembedaan
Pertama dan Pembedaan Musiman (Diff 1 Diff 20)............................. 117
10. Hasil Penerapan Model ARIMA (0,1,1) (0,1,1)20 ................................ 118
11. Hasil Penerapan Model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 ................................ 119
12. Plot ACF dan PACF Residual Model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 .......... 120
13. Hasil Uji Regresi Berganda Harga Bawang Merah terhadap
Pasokan Bawang Merah di PIKJ, Harga dan Pasokan Impor
Bawang Merah Nasional dan Harga Pupuk.......................................... 121
14. Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah dan
Jawa Timur Periode Tahun 2000 - 2003 (Kuintal)............................... 122
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi

masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam

sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna

menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan

penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah

satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi

terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya ragam masakan yang

menggunakan bawang merah, dan berkembangnya industri pengolahan serta

kebutuhan terhadap benih bawang merah yang berkualitas.

Tabel 1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Bawang Merah

Periode Tahun 2000 – 2005

Tahun Produksi (ton) Penduduk Konsumsi


(x 1000 orang) per kapita (kg/ th) Total/ th (ton)
1 2 3 4=2x3
2001 861.150 209.214 2,19 458.178,66
2002 766.572 212.206 2,20 466.853,20
2003 762.795 215.276 2,22 477.912,72
2004 757.368 216.382 4,56 986.701,92

Sumber : BPS dan Dirjen Hortikultura, 2005 (diolah)

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi bawang merah dari tahun 2001

ke tahun 2004 mengalami trend penurunan sebesar 12,05 % sementara itu


2

konsumsi per kapitanya terus mengalami peningkatan, terutama dari tahun 2003

hingga tahun 2004 peningkatannya sangat besar hingga melebihi jumlah

produksinya yaitu meningkat sebesar 106,46 %. Faktor yang menyebabkan

meningkatnya kebutuhan bawang merah dari tahun ke tahun salah satunya akibat

meningkatnya kebutuhan terhadap benih. Permintaan benih bawang merah,

khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun.

Peningkatan permintaan benih tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya

permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor

yang meningkat tajam. Sementara itu petani menyukai benih varietas impor

karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga

lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tabel 2 dapat dilihat

perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan benih bawang merah pada tahun

2002 – 2005.

Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah Tahun 2002 - 2005

Tahun Ketersediaan (Kg) Kebutuhan (Kg)


2002 60.000 103.021.400
2003 152.500 110.021.400
2004 784.232 117.021.400
2005 1.378.125 124.081.800

Sumber :Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2006)

Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari tahun 2002 hingga tahun 2005 terjadi

defisit kebutuhan benih dimana ketersediaan benih selalu lebih kecil dibandingkan

dengan kebutuhannya. Tingginya permintaan bawang merah terutama untuk

kebutuhan benih tercermin dari meningkatnya jumlah impor bawang merah yaitu

dari 60.910 ton pada tahun 2001 meningkat menjadi 75.205 ton pada tahun 2005,

seperti terlihat pada Tabel 3. Observasi lapang mengindikasikan bahwa 40 % dari


3

volume impor bawang merah digunakan untuk memenuhi kebutuhan benih. Pada

tahun 2010 kebutuhan benih bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan

mencapai 29 ribu ton (Direktorat Perbenihan, 2006). Indonesia adalah net importir

bawang merah. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand,

Philipina, Myanmar, dan Malaysia. Sedangkan negara tujuan ekspornya adalah

Philipina, Belanda, Hongkong, Vietnam, dan Amerika Serikat (Dirjen

Hortikultura, 2005).

Tabel 3. Volume (ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode 2001 -

2005

Tahun Volume (kg) Nilai (US$)


Ekspor Impor Ekspor Impor
2001 6.000.052 60.910.152 1.675.495 15.982.821
2002 6.945.819 45.841.856 2.219.830 12.754.301
2003 5.423.924 54.350.627 2.478.487 16.065.302
2004 4.700.017 66.312.460 1.952.233 19.297.975
2005 4.494.496 75.204.606 1.620.977 22.162.921

Sumber : COMTRADE (2006)

Peran komoditas bawang merah yang cukup penting dan penggunaannya

yang luas membuat komoditas ini memiliki nilai ekonomis yang cukup baik.

Meskipun demikian komoditas ini mempunyai masalah dalam fluktuasi harga

yang cukup besar. Harga bawang merah umumnya berfluktuasi secara musiman.

Perbandingan pola harga bawang merah di tingkat grosir (PIKJ) dengan harga

impor bawang merah pada tahun 2006 diperlihatkan pada Tabel 4. Pada tingkat

nasional, harga impor bawang merah terendah terjadi pada bulan September yaitu

sebesar Rp 1.934,00/ kg sedangkan harga bawang merah pada tingkat grosir

(PIKJ) sebesar Rp 3.698,00/ kg. Harga impor bawang merah tertinggi terjadi pada

bulan Februari yaitu sebesar Rp 3.761,00/ kg sedangkan harga bawang merah


4

yang terjadi pada tingkat grosir sebesar Rp 9.322/ kg. Hal ini mengindikasikan

bahwa harga impor bawang merah mempunyai pengaruh yang cukup besar

terhadap perubahan harga bawang merah yang terjadi di PIKJ. Hal ini dibuktikan

dengan terjadinya peningkatan harga bawang merah di PIKJ yang cukup tajam

yaitu sebesar Rp 5.561,00/ kg ketika harga impor bawang merah mengalami

peningkatan sebesar Rp 1.827,00/ kg.

Tabel 4. Perbandingan Pola Harga Bawang Merah di Tingkat Grosir (PIKJ)

dengan Harga Impor Bawang Merah Tahun 2006

Bulan Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg) Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg)
Grosir Impor
Januari 8.786 3.422
Februari 9.322 3.761
Maret 8.943 3.470
April 9.011 3.461
Mei 8.500 3.403
Juni 8.500 3.105
Juli 7.625 3.070
Agustus 5.097 3.095
September 3.698 1.934

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati dan Departemen Pertanian (2006)

Namun demikian harga impor belum dapat dijadikan satu-satunya faktor

sebagai penentu fluktuasi harga yang terjadi di PIKJ, karena masih banyak faktor

lainnya yang turut dalam mempengaruhi harga yang terjadi di PIKJ. Dalam teori

ekonomi ada dua kekuatan utama yang mempengaruhi harga yaitu permintaan dan

penawaran (Lipsey,1995). Apabila dilihat dari sisi permintaan, maka konsumsi

terhadap bawang merah terus mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel

1, sedangkan dari sisi penawaran, dapat dilihat dari besarnya pasokan yang

mampu disediakan oleh petani bawang selaku produsen. Masalah yang dihadapi
5

dari sisi penawaran bawang merah umumnya adalah fluktuasi pasokan akibat

perbedaan waktu panen antar propinsi penghasil bawang. Periode panen di empat

propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel)

menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Pengamatan lebih lanjut

memberikan gambaran bahwa puncak panen terkonsentrasi antara bulan Juni-

Desember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari

sampai Mei dan November. Tabel 5 menunjukkan produksi bawang merah

berdasarkan propinsi di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama periode 2002-2005

produksi bawang merah tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 766.572 ton,

sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 732.609 ton atau

mengalami penurunan produksi sebesar 3,27 %. Propinsi Jawa memberikan

kontrib usi produksi bawang merah terbesar kemudian diikuti oleh Pulau Bali dan

Nusa Tenggara.

Dengan semakin besarnya fluktuasi harga bawang merah yang

diakibatkan oleh berbagai faktor, maka sangat diperlukan suatu peramalan

terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko

kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga

bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang

berkepentingan seperti petani dan konsumen. Petani selaku produsen

membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam

bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat

jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya
6

konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan

biaya bahan baku mereka dalam proses produksi.

Tabel 5. Produksi Bawang Merah di Indonesia Berdasarkan Propinsi Tahun 2002-


2005 (Ton)
Pertumbuhan
Provinsi 2002 2003 2004 2005 2002-2005 (%)
1. NAD 3.995 6.325 7.885 7.856 - 0,37
2. Sumut 25.144 25.431 19.710 9.226 - 53,20
3. Sumbar 10.736 8.157 13.837 19.118 38,17
4. Riau 0 0 0 0 0
5. Jambi 1.780 1.466 1.180 1.212 2,71
6. Sumsel 26 18 82 84 2,44
7. Bengkulu 652 2.089 352 290 - 17,61
8. Lampung 1.364 715 610 605 - 0,82
9. Bangka Belitung 0 0 0 7 ~
SUMATERA 43.697 44.201 43.656 38.398 - 12,04
10. DKI. Jakarta 0 0 0 0 0
11. Jabar 96.619 120.219 121.194 118.795 - 1,98
12. Jateng 215.601 231.052 230.976 202.692 - 12,25
13. DI. Yogyakarta 27.038 24.810 18.818 21.444 13,96
14. Jatim 223.147 213.818 224.971 233.098 3,61
15. Banten 357 211 222 218 - 1,80
JAWA 562.762 590.110 596.181 576.247 - 3,34
16. Bali 12.502 12.614 12.697 11.294 - 11,05
17. NTB 91.151 82.838 77.237 81.369 5,35
18. NTT 6.524 5.367 5.739 3.837 - 33,14
BALI dan NT 110.177 100.819 95.673 96.500 0,86
19. Kalbar 0 0 0 0 0
20. Kalteng 0 0 0 0 0
21. Kalsel 120 0 0 0 0
22. Kaltim 114 208 223 64 - 71,30
KALIMANTAN 234 208 223 64 - 71.30
23.Sulut 1.506 2.243 2.332 2.587 10,93
24. Sulteng 4.911 4.430 5.041 2.285 - 54,67
25. Sulsel 41.053 18.304 11.056 12.081 9,27
26. Sul. Tenggara 972 158 309 418 35,28
27. Gorontalo 147 332 192 374 94,79
SULAWESI 48.589 25.467 18.930 17.745 - 6,26
28. Maluku 272 524 1.097 2.079 89,52
29. Maluku Utara 117 630 198 209 5,56
30. Papua 724 836 1.163 946 - 18,66
31. Irian Jaya Barat 247 421 70,44
Maluku dan IRJA 1.113 1.990 2.705 3.655 35,12
INDONESIA 766.572 762.795 757.368 732.609 - 3,27

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)


7

1.2 Perumusan Masalah

Pembentukan harga ekuilibrium suatu komoditas terjadi ketika permintaan

sama dengan penawaran dari komoditas tersebut. Dengan asumsi faktor- faktor

lain yang mempengaruhi harga tidak mengalami perubahan (ceteris paribus),

maka harga akan naik apabila penawaran berkurang sementara permintaan tetap

(Lipsey et al 1995). Komoditas pertanian (termasuk bawang merah) umumnya

memiliki elastisitas permintaan yang inelastis dalam jangka pendek, sehingga

peningkatan produksi yang melebihi permintaan pada waktu tertentu akan

mengakibatkan harga turun sebaliknya produksi yang tidak dapat memenuhi

permintaan akan meningkatkan harga secara drastis.

PIKJ memiliki peranan sangat besar dalam memasok sayur-sayuran dan

buah-buahan bagi sebagian besar wilayah Indonesia dan menjadi parameter

pembentukan harga di pasar-pasar yang lain. Daerah pasokan bawang merah

umumya berasal dari propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang menjangkau

wilayah distribusi yang sangat luas meliputi DKI Jakarta, Batam, Bangka Belitung

hingga wilayah Kalimantan dan Sumatera.

Pada Gambar 1 terlihat fluktuasi harga rata-rata bawang merah yang

terjadi di PIKJ periode Januari - Desember Tahun 2006. Dari gambar tersebut

terlihat bahwa fluktuasi harga rata-rata bawang merah tertinggi terjadi pada bulan

Januari 2006 tepatnya pada minggu keempat, yaitu mencapai Rp 10.357,00/ kg,

sedangkan harga rata-rata bawang merah terendah terjadi pada bulan Oktober

2006 tepatnya pada minggu kesatu, yaitu mencapai Rp 2.971,00/ kg. Fluktuasi

harga bawang merah yang besar atau mempunyai fluktuasi harga terbesar kedua

setelah harga cabai merah di PIKJ, dimana perbandingan antara harga tertinggi
8

dengan harga terendah yang mencapai 348,6 % tentunya akan dapat menimbulkan

kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang

merah ini. Petani selaku produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum

mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual, agar keuntungan yang

diperoleh petani dapat menutupi biaya produksi. Biaya produksi total yang harus

dikeluarkan dari suatu usahatani bawang merah yang menghasilkan panen sebesar

10 ton (15 % afkir) bawang merah ialah sebesar Rp 26.214.000 (Litbang

Pertanian, 2006). Keuntungan yang diperoleh petani ketika harga bawang merah

sebesar Rp 10.357,00/ kg adalah sebesar Rp 61.820.500, sedangkan kerugian yang

diperoleh petani ketika harga bawang merah sebesar Rp 2.971,00/ kg sebesar Rp

960.500.

Gambar 1. Harga rata-rata bawang merah di PIKJ

Fluktuasi Harga Bawang Merah


Januari - Desember Tahun 2006

12000
Harga(Rp/Kg)

10000
8000
6000 Harga
4000
2000
0
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51
Minggu

Sumber : Kantor PIKJ, DKI Jakarta

Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya konsumen

industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan


9

baku mereka dalam proses produksi, sehingga peramalan terhadap harga bawang

merah menjadi sangat diperlukan.

Terdapat beberapa metode peramalan yang dapat digunakan untuk

memperkirakan harga bawang merah dimasa depan. Dari beberapa metode

tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik dan sesuai berdasarkan beberapa

hal antara lain akurasi kesalahan peramalan, kemudahan dalam pemakaian,

ketersediaan data yang diperlukan dan kesesuaian metode dengan keperluan atau

tujuan peramalan.

Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, juga

diperlukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang

merah di PIKJ. Faktor-faktor seperti harga impor bawang merah, jumlah pasokan

bawang di PIKJ, jumlah pasokan bawang merah impor, dan harga input produksi

seperti harga pupuk serta faktor lainnya dapat juga mempengaruhi harga bawang

merah di PIKJ, walaupun pengaruh masing- masing faktor belum diketahui secara

pasti. Analisis terhadap masing- masing faktor sangat diperlukan untuk

mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga

bawang merah. Dengan diketahuinya faktor - faktor yang mempengaruhi fluktuasi

harga bawang merah, diharapkan Pemerintah selaku pembuat kebijakan dapat

mengendalikan faktor - faktor tersebut, sehingga fluktuasi harga dapat diperkecil.

Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi

harga bawang merah.


10

Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk Kramat

Jati, DKI Jakarta ?

2. Metode peramalan apa yang terbaik dan sesua i untuk meramalkan harga

bawang merah serta hasil peramalannya di Pasar Induk Kramat Jati, DKI

Jakarta saat ini ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah

di PIKJ ?

4. Upaya – upaya apa yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi

harga bawang merah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk

Kramat Jati, DKI Jakarta.

2. Membandingkan metode peramalan sehingga diperoleh metode yang

terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di Pasar Induk

Kramat Jati, DKI Jakarta saat ini.

3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga

bawang merah di PIKJ.

4. Merekomendasikan upaya-upaya untuk memperkecil fluktuasi harga

bawang merah.
11

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti

petani dan Pemerintah terutama unt uk mengidentifikasi pola harga bawang

merah.

2. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti

petani dan Pemerintah tentang prediksi harga bawang merah di masa yang

akan datang dengan teknik peramalan yang tepat.

3. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti

Pemerintah tentang faktor – faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga

bawang merah yang terjadi di PIKJ, agar Pemerintah selaku pembuat

kebijakan dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut guna memperkecil

fluktuasi harga bawang merah.

4. Memberikan informasi kepada Pemerintah dan petani mengenai upaya-

upaya yang harus dilakukan guna memperkecil fluktuasi harga bawang

merah.

5. Sebagai bahan acuan bagi kalangan akademis dan intelektual yang tertarik

dengan komoditas bawang merah dan ilmu peramalan bisnis dan ekonomi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Produksi Bawang Merah

2.1.1 Syarat Tumbuh Bawang Merah

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi,

yaitu pada ketinggian 0 - 1.000 m dari permukaan laut. Meskipun demikian ketinggian

optimalnya adalah 0 - 400 m dari permukaan laut. Secara umum tanah yang tepat

ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat,

berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6 - 6,5.

Syarat lain, penyinaran matahari minimum 70%, suhu udara harian 25 - 32°C, dan

kelembapan nisbi sedang yaitu 50 - 70%.

2.1.2 Budidaya Bawang Merah

Bibit Bawang merah diperbanyak dengan umbi. Umbi diambil dari tanaman

yang sudah cukup tua. Usianya sekitar 70 hari setelah tanam. Pada umur tersebut

pertumbuhan calon tunas dalam umbi sudah penuh. Umbi sebaiknya tidak terlalu besar

dan juga tidak terlalu kecil. Penampilan umbi harus segar, sehat, dan tidak kisut. Umbi

yang masih baik warnanya mengkilap. Sebaiknya umbi ini sudah melewati masa

penyimpanan 2,5 - 4 bulan. Untuk satu hektar lahan membut uhkan sekitar 600-800 kg

bibit. Penanaman bawang merah paling baik ditanam saat musim kemarau dengan

syarat air cukup untuk irigasi. Awal tanam bisa pada bulan April atau Mei setelah

musim panen padi atau pada bulan Juli atau Agustus. Biasanya petani di Brebes

melakukan penanaman di sawah yang telah ditanami padi. Pada lahan dibuat bedengan-
13

bedengan dengan lebar antara 1,2-1,8 m. Di sela-sela bedengan dibuat parit yang

lebarnya 40-50 cm, kedalaman parit antara 50-60 cm. Parit nantinya berfungsi sebagai

pemasukan air ataupun pengeluaran air yang berlebihan. Sebelum penanaman sawah

dikeringkan, kemudian tanah diolah dan dihaluskan. Bedengan tanam yang belum baik

diperbaiki. Pengolahan manual perlu 2-3 kali. Bila pH lahan kurang 5,5, tambahkan

kapur dolomit atau kaptan sebanyak 1-1,5 ton/ ha. Kapur ini sebaiknya diberikan jauh

sebelum tanam, minimum 2 minggu, Pengapuran bisa bersamaan dengan pengolahan

tanah. Selesai pengolahan tanah dilanjutkan dengan penanaman. Jarak tanam 20 x 15

cm atau 15 x 15 cm. Bibit yang hendak ditanam dirompes ujungnya. Perompesan ujung

bibit berfungsi untuk memecahkan masa dormansi bibit.

2.1.3 Pemeliharaan Bawang Merah

Penyiraman

Penyiraman perlu diperhatikan dalam budi daya bawang merah. Tanaman ini

tidak menyukai banyak hujan, tetapi kebutuhan airnya banyak. Pada saat musim

kemarau kita harus bisa menyiram tanaman setiap hari sejak ditanam hingga satu

minggu sebelum panen. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Kalau sulit

pelaksanaannya paling tidak dilakukan pada pagi hari saja. Sejak awal tanam hingga

tanaman bawang merah berumur 2 minggu, gulma tumbuh dengan cepat sehingga

mengganggu pertumbuhan bawang merah. Untuk itu perlu dilakukan tindakan

penyiangan. Petani di Brebes biasanya melakukan penyiangan secara manual, baik

dengan mencabut langsung atau memakai kored.


14

Pemupukan

Tanaman bawang merah membutuhkan pupuk organik dan pupuk anorganik.

Pupuk organik yang diberikan ialah pupuk kandang. Dosisnya ialah 10-20 ton/ ha,

diberikan sebelum tanam yakni saat melakukan pengolahan. Pupuk organik yang

dibutuhkan adalah TSP sebanyak 150-200 kg/ ha. Pupuk ini dicampur dengan pupuk

kandang dalam aplikasinya . Selain itu kita berikan pupuk tambahan berupa 300 kg

Urea dan 200 kg KCl/ ha. Pupuk ini diberikan dengan cara larikan atau barisan saat

tanaman berumur 10-15 hari.

2.1.4 Panen dan Pasca Panen

Bawang merah di dataran rendah lebih cepat memasuki masa panen

dibandingkan dengan yang di dataran tinggi. Ciri tanaman siap panen ialah leher batang

mengeras dan daun menguning. Bila ciri tersebut sudah mencapai 70 - 80% dari jumlah

tanaman maka panen bisa dilaksanakan. Panen dilakukan saat cuaca cerah dan tanah

kering. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman. Tindakan penjemuran

diperlukan untuk mendapatkan kadar air umbi 80%. Jangan dijemur langsung

menghadap cahaya matahari terik, melainkan cukup di tempat terlindung. Bila memiliki

alat pengering maka bisa dikeringkan sebentar. Setelah itu umbi disimpan di gudang

dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan tadi. Suhu ruang penyimpanan sebaiknya 25

- 30° C dengan kelembaban nisbi 60 - 70%. Perlu diingat bahwa gudang yang dingin

dan lembab dapat menurunkan kualitas bawang merah yang disimpan.


15

2.2 Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah

Aspek yang sangat berpengaruh agar bawang merah yang telah diproduksi

secepatnya sampai ke tangan konsumen ialah aspek pemasaran. Banyak saluran

pemasaran yang dapat digunakan untuk mendistribusikan bawang merah ke pasar,

Rosatiningrum (2004) dalam penelitiannya menjelaskan saluran pemasaran bawang

merah yang terjadi di Desa Banjaranyar, Brebes. Dalam penelitiannya tersebut

dijelaskan bahwa saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar

terdiri dari 3 pola pemasaran, yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Pola I

P. Besar P. Pengecer Konsumen Non


Lokal

Pola II

Petani * P.Pengumpul P. Besar/ P. Pengecer Konsumen


Grosir Non Lokal

Pola III
P. Pengecer Konsumen Lokal

Gambar 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar, Kabupaten


Brebes
Keterangan: * Calo Desa

Dijelaskan pula bahwa pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan

oleh petani disana adalah pola II. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau

keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani
16

dengan pedagang pengumpul dan karena rendahnya modal yang dimiliki petani

sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke

pedagang besar, selain itu petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit

sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar harus dalam

jumlah besar agar menguntungkan. Sedangkan pada pola I, petani langsung menjual ke

pedagang besar dalam hal ini adalah Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, petani tersebut

biasanya mempunyai kendaraan sendiri dan memiliki modal yang besar. Pada pola III,

karena hasil panennya cenderung sedikit, hasil panen tersebut ditujukan langsung untuk

konsumen lokal.

2.3 Penelitian Terdahulu

Sugiharta (2002) dalam penelitiannya tentang peramalan harga cabai merah di

Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, menjelaskan bahwa deret data harga cabai merah

memiliki pola data yang tidak stasioner, mengikuti pola trend yang menurun secara

signifikan dan tidak memiliki pola musiman tertentu. Hal ini dibuktikan setelah

dilakukannya berbagai serangkaian analisa secara visual pada plot data harga terhadap

waktu, analisa statistik menggunakan plot ACF dan uji signifikansi trend melalui uji

regresi. Dari berbagai me tode peramalan yang digunakan, disimpulkan bahwa metode

terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di PIKJ adalah metode Box Jenkins di

mana model ARIMA (2,1,2) merupakan model terbaik bagi harga cabai merah besar

dan model ARIMA (1,1,1) merupakan model ya ng paling baik untuk harga cabai merah

keriting karena nilai MSE nya lebih kecil dibandingkan model lainnya. Bagi peramal

yang mengutamakan kemudahan tetapi tetap menuntut keakuratan peramalan ya ng

tinggi maka model alternatif yang dapat digunakan untuk me ramalkan harga cabai
17

merah besar dan harga cabai merah keriting masing- masing ialah metode Pelicinan

Eksponensial Tunggal dan metode Naive.

Rosatiningrum (2004) dalam penelitiannya tentang analisis efisiensi produksi

dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes, menjelaskan

bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas

lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor

produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang ialah

luas lahan yang ditunjukkan dengan nilai elastisitasnya yang lebih besar dibandingkan

variabel lainnya. Sedangkan faktor produksi yang pengaruhnya relatif kecil ialah

pestisida.

Ariningsih dan Tentamia (2004) dalam penelitiannya tentang analisis faktor-

faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia

dengan menggunakan metode two stages least squares menyimpulkan bahwa produksi

bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak

responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja.

Di sisi lain permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk,

tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita. Ba ik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif

terhadap perubahan produksi bawang merah. Juga disimpulkan bahwa dalam jangka

panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan

penawaran. Untuk meningkatkan produksi bawang merah Indonesia perlu diupayakan

perbaikan teknologi budidaya, sedangkan untuk me ngurangi fluktuasi harga diperlukan

pengaturan pola tanam antar wilayah melalui perbaikan manajemen irigasi.


BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga


3.1.1 Penentuan harga oleh permintaan dan penawaran
Dalam teori ekonomi mikro, harga terbentuk oleh keseimbangan antara

kurva permintaan dan kurva penawaran. Menurut Lipsey (1995), hubungan antara

harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis

dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas,

maka semakin sedikit jumlah komoditas yang diminta, apabila variabel lain

konstan (ceteris paribus), sedangkan hubungan antara harga suatu komoditas

dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti hipotesis dasar ekonomi yang

menyatakan bahwa secara umum, semakin rendah harganya maka semakin rendah

jumlah yang ditawarkan, apabila variabel lain konstan (ceteris paribus).

Lipsey (1995) juga menerangkan bahwa kedua kekuatan, permintaan dan

penawaran, berinteraksi dalam menentukan harga dalam suatu pasar yang

bersaing. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama

dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen

maupun konsumen sama-sama diuntungkan. Proses terjadinya kondisi

keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Pada kondisi harga di titik Pd,

ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibanding jumlah yang

diminta konsumen, terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran(excess

demand). Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas

tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan
19

memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi

seperti ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga.

Harga
Penawaran

Pu

Pe

Pd

Permintaan

Jumlah

Gambar 3. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

Selanjutnya jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan

produsen lebih besar dibanding jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini

terjadi kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply). Melihat kondisi ini

para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran

tersebut bisa terjual. Jadi, dalam keadaan excess supply akan ada suatu tekanan ke

bawah terhadap harga.

Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana

jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik

konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Kondisi inilah yang

disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi

sama-sama disetujui oleh kedua pihak.


20

3.1.2 Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga

Fluktuasi produksi akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran. Jika

produksi turun, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Sebaliknya jika

produksi naik, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah.

Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergeseran kurva penawaran

akan mengakibatkan perubahan harga keseimbangan dan jumlah yang diminta.

Kemudian perubahan ini akan mengakibatkan perubahan penerimaan produsen

(Lipsey, 1995).

Harga
S1
S0
P1
S2
P0

P2

Q1 Q0 Q2 Jumlah
Gambar 4. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bila produksi seperti yang

direncanakan (Q 0 ) maka harga yang akan diterima produsen juga akan seperti

yang direncanakan (P0 ). Tetapi pada kenyataannya, seringkali produksi tidak

sesuai dengan yang direncanakan akibat perubahan faktor- faktor yang

mempengaruhi proses produksi. Dalam bidang pertanian, misalnya faktor cuaca

yang buruk, serangan ha ma penyakit yang dapat menyebabkan produksi turun,

jauh di bawah produksi yang direncanakan sehingga menggeser kurva penawaran

ke kiri (S1 ). Akibatnya, harga keseimbangan akan naik ke P1 dan jumlah


21

keseimbangan turun ke Q1 . Tetapi dapat juga terjadi keadaan yang sebaliknya di

mana cuaca sangat menguntungkan sehingga produksi jauh di atas yang

direncanakan. Hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kanan (S2 ) yang pada

akhirnya menyebabkan harga keseimbangan turun ke P2 dan jumlah keseimbangan

naik ke Q2 .

Selain permintaan dan penawaran, masih banyak faktor yang dapat

mempengaruhi fluktuasi harga suatu komoditas. Antara lain faktor harga,

misalnya harga input produksi seperti harga pupuk. Ketika terjadi kecenderungan

peningkatan harga pupuk maka akan berimp likasi terhadap jumlah produksi yang

dihasilkan yaitu jumlah produksi akan cenderung mengalami penurunan. Jumlah

produksi yang turun tersebut akan berimplikasi terhadap harga komoditas di pasar

yaitu harga akan cenderung meningkat akibat penurunan pasokan, sehingga dalam

hal ini faktor harga input produksi dapat memberikan pengaruh secara tidak

langsung terhadap perubahan harga komoditas.

3.1.3 Kecenderungan Harga dan Penerimaan Produsen

Lipsey (1995) menjelaskan bahwa perubahan harga akibat fluktuasi

produksi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan produsen.

Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva

permintaan. Apabila kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi

relatif kecil. Sebaliknya, apabila kurva permintaan inelastis, maka perubahan

harga yang terjadi relatif besar.

Sebagian besar produk pertanian, mempunyai permintaan inelastis. Hal ini

menyebabkan variasi harga produk pertanian yang relatif besar. Saat produksi
22

meningkat akibat panen yang baik, harga cenderung merosot tajam. Sebaliknya

saat panen gagal, produksi merosot dan mengakibatkan harga naik dengan tajam.

Hal ini mengakibatkan, penerimaan petani cenderung berubah berlawanan

arah dengan perubahan hasil panen. Bila hasil panen baik, produksi melimpah,

penerimaan petani cenderung turun. Demikian sebaliknya, jika panen kurang

berhasil, penerimaan petani akan cenderung meningkat. Dalam kasus ini, terlihat

bahwa kepentingan petani berlawanan dengan kepentingan konsumen. Hal ini

semakin terasa pada saat terjadi kegagalan panen dimana harga bahan makanan

melonjak dan penerimaan petani meningkat tetapi konsumen dirugikan.Bila panen

berhasil, harga akan merosot tajam dan konsumen diuntungkan, sedangkan petani

dirugikan karena penerimaannya turun.

3.2 Definisi Peramalan

Peramalan adalah suatu kegiatan untuk memprediksi tentang kejadian

atau kondisi di masa depan (Bowerman dan O’Connell, 1993).

Assauri (1984) dalam Susanti (2006) menjelaskan bahwa ada 3 langkah

peramalan yang dianggap penting :

1) Menganalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi untuk dapat

menemukan pola dari data.

2) Menentukan metode peramalan yang akan digunakan, yang akan

memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi.

3) Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan

yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.


23

3.2.1 Jenis-jenis Peramalan

Menurut Assauri (1984) dalam Susanti (2006) pada umumnya peramalan

dapat dibedakan dari beberapa segi. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya

maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a) Peramalan Subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas

perasaan/intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini

pandangan/judgement dari orang yang menyusunnya sangat menentukan

baik tid aknya hasil ramalan.

b) Peramalan Obyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data relevan

pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode- metode

dalam penganalisaan tersebut.

Jika dilihat dari jangka waktu ramalan, maka peramalan dapat dibedakan atas

2 macam yaitu :

a) Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk

penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu kurang dari 1 1/2 tahun

atau 3 semester.

b) Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk

penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu lebih dari 1 1/2 tahun atau

3 semester.

3.2.2 Teknik Peramalan

Teknik peramalan dibagi menjadi 2 (Bowerman dan O’Connell, 1993):

1. Metode Peramalan Kualitatif : Teknik peramalan ini lebih mengandalkan

judgement dan intuisi manusia dibanding penggunaan data historis, dapat


24

digunakan jika data historis maupun empiris dari variabel yang diramal

tidak ada, tidak cukup, atau kurang dapat dipercaya.

2. Metode Peramalan Kuantitatif : metode yang didasarkan atas data

kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung

pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut.

Metode peramalan kuantitatif digunakan jika terdapat 3 kondisi :

a) Adanya data historis

b) Data bersifat numerik

c) Dapat diasumsikan bahwa pola data masa lalu akan berkelanjutan pada masa

yang akan datang.

Secara garis besar metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan menjadi 2

kelompok, yaitu:

1. Metode Peramalan Model Kausal

Menurut Bowerman (1993), metode peramalan kausal didasarkan atas

penggunaan analisis pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan

variabel lain yang mempengaruhinya. Metode ini juga disebut model regresi.

Model regresi adalah suatu penyederhanaan pola hubungan suatu variabel dengan

satu atau variabel lain. Variabel yang nilainya tergantung atau ditentukan oleh

variabel lain disebut variabel terikat (dependent variabel), sedangkan variabel

yang nilainya mempengaruhi variabel terikat disebut variabel bebas (independent

variabel).

Dalam analisis regresi, pola hubungan antar va riabel diekspresikan dalam

sebuah persamaan regresi yang diduga berdasarkan data sampel. Setelah

parameter-parameter diuji secara statistik dan memenuhi syarat sebagai model


25

yang baik, maka model siap digunakan untuk peramalan jika variabel bebasnya

dapat diketahui nilainya.

Model kausal membutuhkan pengetahuan awal untuk menentukan

variabel- variabel yang akan dimasukkan sebagai variabel independen dan

dependen. Pengaruh dari variabel- variabel tersebut dianalisis satu per satu dimana

satu variabel dibiarkan berubah sementara variabel lainnya dianggap konstan.

Menurut Makridakis et al (1999), bahwa peramalan kausal mengasumsikan

adanya hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependent

dari suatu sistem. Metode ini terdiri atas model regresi dan permodelan

ekonometrik. Metode regresi terdiri atas regresi sederhana (hanya terdapat satu

variabel independen) dan regresi berganda (terdapat lebih dari satu variabel

independen). Permodelan ekonometrik menunjukkan suatu sistem persamaan

regresi yang diestimasikan secara simultan. Baik untuk peramalan jangka panjang

maupun jangka pendek, ketepatan peramalan dengan metode ini cukup baik.

Metode ini dipergunakan untuk peramalan penjualan menurut kelas produk, atau

keadaan ekonomi masyarakat seperti permintaan, harga dan penawaran.

2. Metode Peramalan Time Series

Pada metode peramalan time series, pendugaan masa depan dilakukan

berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel (Bowerman dan O’Coneell, 1999).

Sasaran model time series adalah mengident ifikasi pola data historis dan

mengekstrapolasi pola ini untuk masa mendatang. Dalam model time series nilai

suatu variabel di masa mendatang mengikuti pola data variabel tersebut pada

waktu sebelumnya. Model ini terdiri dari model trend, model naive, model rata-

rata, model eksponensial, model dekomposisi, dan model ARIMA.


26

1. Model Trend

Model trend menggambarkan pergerakan data yang meningkat atau

menurun dalam jangka waktu yang panjang. Model ini menggambarkan hubungan

antara periode waktu dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis

regresi. Model ini cocok untuk peramalan satu periode ke depan.

2.Model Naive

Model ini cocok digunakan untuk deret berkala yang memiliki pola data

horizontal atau stasioner. Model ini menggunakan informasi terakhir tentang nilai

aktual sebagai ramalan. Jika sebuah ramalan disiapkan untuk horison waktu satu

periode, maka nilai aktual yang terakhir akan dipergunakan sebagai ramalan untuk

periode berikutnya (Hanke,2003). Kelemahan utama dari model ini adalah

diabaikannya segala sesuatu yang terjadi sejak tahun lalu termasuk unsur trend.

3. Model Rata-rata

Model ini memberikan pembobotan yang sama untuk semua nilai

pengamatan dan cocok untuk data yang berpola stasioner, yaitu data dengan nilai

yang berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan, dengan kata lain tidak

menunjukkan adanya trend dan musiman.Metode ini terdiri dari (Makridakis et al,

1999) :

(1) Metode rata-rata sederhana (Simple Average)

Cara kerja dari metode ini adalah dengan merata – ratakan seluruh data

yang ada untuk menghasilkan ramalan periode berikutnya. Hasil


27

peramalannya tidak terlalu memperhatikan fluktuasi dari data deret waktu.

Metode ini cocok untuk data time series dengan pola stasioner.

(2) Model rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average)

Dalam model ini setiap muncul nilai pengamatan baru maka nilai rata-rata

baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling lama dan

memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Dengan kata lain model ini

hanya mengikuti beberapa data terakhir untuk dicari nilai tengahnya sebagai

ramalan periode berikutnya. Banyaknya data yang diikutsertakan disebut ordo.

Kelemahan dari metode ini, yaitu :

1. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau

musiman walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata sederhana.

2. Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak karena semua

pengamatan terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya.

4. Model Pemulusan Eksponensial

Model ini memberikan bobot yang berbeda pada setiap data, pembobotan

menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih lama. Dengan

metode ini, data yang paling lama memiliki bobot terendah sehingga tidak terlalu

berpengaruh terhadap data yang baru. Model ini terdiri dari (Makridakis et al,

1999):

(1) Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing)

Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data, karena

biasanya hanya menyimpan data terakhir, yaitu ramalan terakhir dan

pembobot smoothing (a). Model ini cocok untuk data dengan pola horizontal
28

atau stasioner dan hanya mampu memberikan ramalan untuk satu periode ke

depan. Metode ini tidak cukup baik diterapkan jika datanya bersifat tidak

stasioner, karena persamaan yang digunakan dalam metode eksponensial

tunggal tidak terdapat prosedur pemulusan trend yang mengakibatkan data

tidak stasioner menjadi tetap tidak stasioner, tetapi metode ini merupakan

dasar bagi metode- metode pemulusan eksponensial lainnya. Pembobot

smothing yang diberikan pada data akan semakin kecil dengan semakin

lamanya data. (Bowerman dan O’Connell, 1993).

(2) Pemulusan Eksponensial Ganda Brown

Metode ini memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi

masa lalu. Model ini cocok untuk data yang berpola trend linier. Pada metode

ini dilakukan dua kali pemulusan ya itu pemulusan tahap 1 untuk update

intercept, tujuannya untuk menghilangkan komponen error. Pemulusan tahap

2 untuk update slope tujuannya untuk menghilangkan komponen trend.

(3) Pemulusan Eksponensial Ganda Holt

Pada prinsipnya metode ini sama dengan Metode Ganda Brown, kecuali

metode ini menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung.

Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang

berbeda dari parameter yang digunakan pada data asli. Pemulusan

eksponensial Holt menggunakan dua konstanta pemulusan (a dan ß) yang

bernilai antara 0 dan 1 serta memiliki tiga persamaan. Pola data yang sesuai

adalah stasioner, dan pola trend konsisten.


29

(4) Pemulusan Eksponensial Triple Winters

Metode ini dapat digunakan untuk data time series yang mempunyai pola

stasioner, pola trend konsisten, serta faktor musiman. Kelebihan metode ini

adalah kemudahannya dalam update peramalan ketika data baru dihasilkan.

Kelemahan dari metode ini adalah tidak memperhitungkan komponen siklus

sehingga jika ada pengaruh siklus hasil ramalannya menjadi tidak baik. Model

Winters memiliki dua bentuk (Bowerman dan O’Connell,1993), yaitu :

1. Winters Aditif

Digunakan untuk data yang fluktuasi musiman relatif konstan atau

stasioner.

2. Winters Multiplikatif

Digunakan untuk pola data yang memiliki fluktuasi musiman cenderung

semakin besar.

5. Model Dekomposisi

Model Dekomposisi adalah salah satu pendekatan analisis deret waktu

yang berupaya mengidentifikasi faktor- faktor komponen ya ng mempengaruhi

setiap nilai pada deret (Hanke, 2003). Metode tersebut pada dasarnya bekerja

dengan memecah pola deret waktu menjadi unsur trend, siklus, musiman, dan

acak serta mengidentifikasi masing- masing unsur tersebut secara terpisah.

Kelemahan dari metode ini adalah tidak memiliki prosedur formal yang dapat

digunakan untuk meramalkan gerakan komponen siklus di masa mendatang.

Gerakan siklus biasanya ditaksir dengan menggunakan metode peramalan

subjektif (kualitatif) atau pikiran manusia saja. Metode ini cukup efektif dalam
30

mengidentifikasi dan memisahkan unsur musiman dari deret waktu. Penjelasan

dari masing- masing komponen tersebut adalah sebagai berikut (Bowerman and

O’Connell, 1993) :

1. Trend, merupakan komponen yang mencerminkan pertumbuhan atau

penurunan suatu deret waktu.

2. Siklis, merupakan deret dengan bentuk seperti fluktuasi gelombang atau

siklis yang kejadiannya lebih dari satu tahun. Perubahan kondisi ekonomi

umumnya menghasilkan siklis. Mempunyai jangka periode yang panjang

antara dua hingga sepuluh tahun.

3. Musiman, fluktuasi musiman umumnya terjadi triwulan, bulanan, atau

mingguan. Variasi musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang

muncul setiap tahun dan berulang dengan sendirinya di tahun-tahun

berikutnya. Umumnya diakibatkan oleh perubahan cuaca dan kebiasaan.

4. Ketidakteraturan, komponen acak terdiri dari fluktuasi tak terduga atau acak.

Model dekomposisi tersebut terdiri dari :

(1) Model Dekomposisi Aditif, yaitu model yang digunakan untuk deret

waktu yang keragamannya kurang lebih sama sepanjang deret data. Jadi,

semua nilai deret berada pada lebar yang konstan berpusat pada trend.

(2) Model Dekomposisi Multiplikatif, yaitu model yang digunakan untuk

deret waktu yang keragamannya menaik dengan tingkat tertentu. Jadi, nilai

deret tersebar mengikuti trend yang meningkat.


31

6. Metode Box-Jenkins (ARIMA)

ARIMA adalah teknik untuk mencari pola data yang paling cocok dari

sekelompok data. Dengan demikian metode ARIMA memanfaatkan sepenuhnya

data masa lalu dan data sekarang untuk menghasilkan peramalan jangka pendek

yang akurat. Model ARIMA mensyaratkan pola data yang stasioner. Apabila data

tidak stasioner maka dapat dilakukan diferensiasi yaitu untuk mentransformasi

data asli menjadi data stasioner. Proses diferensiasi ini dapat dijelaskan sebagai

berikut. Misalkan Yt non stasioner, setelah dilakukan diferensiasi tingkat 1 (d=1),

Zt = ? Yt = Yt – Yt-1 , jika ternyata diperoleh nilai Zt stasioner, maka Zt dikatakan

first order homogeneous dan Yt dikatakan non stasioner tingkat satu.

Estimasi model peramalan dengan metodologi Box-Jenkins diterapkan

dengan asumsi data sudah stasioner. Suatu data time series Zt dikatakan stasioner

apabila (Firdaus,2006) :

1. Rataan series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat

dituliskan sebagai :

E (Zt ) = µ untuk setiap t

2. Varians atau ragam series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal

ini dapat dituliskan sebagai :

Var (Zt ) = E [(Zt - µ)2 = s x


2
untuk setiap t

3. Kovarians atau koragam dua series konstan untuk setiap periode

pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai :

Cov (Zt , Zt-k ) = E [(Zt - µ)(Zt-k- µ)] = ?k untuk setiap t

Data stasioner dapat juga dikatakan sebagai data yang tidak mengandung

unsur trend.
32

Metode ARIMA dapat dilakukan melalui empat tahap yaitu identifikasi,

estimasi dan pengujian serta penerapan model (Hanke,2003).

(1) Identifikasi Model, pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap 3 hal,

yaitu terhadap pola data, apakah terdapat unsur musiman atau tidak. Kedua,

identifikasi terhadap kestasioneran data dan yang ketiga identifikasi terhadap

pola ACF dan PACF.

(2) Estimasi Model, pada tahap ini, pertama menghitung nilai estimasi awal

untuk parameter-parameter dari model tentatif, kemudian dengan

menggunakan program komputer melalui proses iterasi diperoleh nilai

estimasi akhir. Pemilihan model ARIMA yang digunakan didasarkan pada

nilai MSE terkecil.

(3) Evaluasi Model, setelah diperoleh persamaan untuk model tentatif,

dilakukan uji diagnostik untuk menguji kedekatan model dengan data. Uji

ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan signifikansi serta hubungan-

hubungan antara parameter. Secara umum model sudah memadai apabila

plot residualnya bersifat acak. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima

atau tidak memenuhi syarat, maka model harus diperbaiki.

(4) Peramalan, setelah didapat model yang memadai, ramalan satu atau

beberapa periode dapat dikerjakan. Model ARIMA dibangun berdasarkan 2

batasan berikut :

a. Peramalan bersifat linier untuk observasi yang diamati.

b. Seleksi model didasarkan pada prinsip parsimonious. Artinya model

yang dipilih adalah model dengan parameter yang paling efisien.


33

3.2.3 Pemilihan Teknik Peramalan

Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik-teknik peramalan

adalah identifikasi dan pemahaman akan pola data historis. Jika pola trend, siklus

atau musiman yang tampak, maka teknik-teknik yang mampu digunakan secara

efektif bisa dipilih, teknik-teknik tersebut, yaitu (Hanke, 2003) :

1. Teknik Peramalan untuk Data Stasioner

Data Stasioner adalah data yang nilai meannya tidak berubah sepanjang

waktu. Teknik yang cocok digunakan pada peramalan data stasioner terdiri

dari metode Naive, metode rata-rata sederhana, metode rata-rata bergerak

sederhana, pemulusan eksponensial ganda Holt, dan model ARIMA.

2. Teknik Peramalan untuk Data Trend

Data trend didefinisikan sebagai suatu series yang mengandung komponen

jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau penurunan dalam data

tersebut sepanjang suatu periode waktu. Teknik peramalan yang digunakan

untuk data trend adalah metode rata-rata bergerak sederhana, pemulusan

eksponensial ganda Holt, regresi linier sederhana, kurva pertumbuhan,

pemulusan eksponensial ganda Brown, dan ARIMA.

3. Teknik Peramalan untuk Data Musiman

Data musiman didefinisikan sebagai suatu data time series yang mempunyai

pola perubahan yang berulang secara tahunan. Teknik peramalan yang dapat

digunakan adalah metode dekomposisi, Sensus X-12, regresi berganda deret

waktu, pemulusan eksponensial Winters dan metode Box-Jenkins.

4. Teknik Peramalan untuk Data Siklus


34

Pengaruh siklus didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang di sekitar

garis trend. Pola siklus cenderung berulang setiap dua, tiga tahun atau lebih.

Pola siklus sulit dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Teknik-teknik

peramalan yang dapat dipertimbangkan adalah metode dekomposisi, indikator

ekonomi, model ekonometrik, regresi berganda, dan metode Box-Jenkins.

Pemilihan teknik peramalan juga didasarkan pada faktor- faktor tertentu.

Bowerman dan O’Connell (1993) menyebutkan bahwa ada tujuh faktor utama

yang harus diperhatikan dalam memilih metode peramalan, yaitu :

1. Bentuk hasil ramalan yang diinginkan, apakah berbentuk ramalan interval

atau titik. Karena nantinya hasil ramalan dapat mempengaruhi metode

peramalan yang nantinya digunakan.

2. Horizon waktu, metode peramalan berhubungan denga n dua aspek horison

waktu, yaitu : cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode

ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik dan metode hanya dapat sesuai

untuk peramalan satu atau dua periode dimuka, sedangkan teknik dan metode

lain dapat dipergunakan untuk peramalan beberapa periode di masa depan.

3. Pola data, dasar utama dari metode peramalan adalah mengasumsikan jenis

pola yang terdapat di dalam data yang diramal akan berkelanjutan. Akan tetapi

kemampuan metode peramalan untuk mengidentifikasi pola data berbeda,

sehingga perlu adanya usaha penyesuaian antara pola data yang telah

diperkirakan dengan metode peramalan yang akan digunakan.

4. Biaya, umumnya ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan

suatu prosedur ramalan, yaitu : biaya-biaya pengembangan, penyimpanan


35

data, operasi pelaksanaan dan kesempatan dalam penggunaan teknik-teknik

lainnya.

5. Ketepatan, menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel

yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan.

Ketepatan tersebut dapat diukur dengan memperhatikan nilai MSE. Semakin

kecil nilai MSE maka metode tersebut makin baik.

6. Kemudahan memperoleh data, terutama ketika menggunakan metode

kuantitatif.

7. Memahami dalam mengoperasikan masing- masing- masing tehnik peramalan

agar nantinya hasil ramalan yang didapat akurat.

3.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda adalah suatu alat yang digunakan untuk melihat

pengaruh berbagai macam variabel (independent variabel) terhadap suatu variabel

(dependent variabel) (Ramanathan,1998). Pengaruh dari setiap variabel bebas

dalam mempengaruhi variabel tak bebas berbeda-beda, dapat dilihat dari nilai p

value atau t hitung masing- masing variabel. Baik tidaknya suatu model regresi

berganda dapat dilihat dari nilai R Sq, Semakin besar nilai dari R Sq model

(mendekati 100 %), maka semakin baik model tersebut, karena semakin besar

variabel model yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya.

3.4 Analisis Korelasi Sederhana

Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan

antar variabel. Analisis korelasi adalah cara untuk mengetahui ada atau tidak
36

adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel (Hasan, 2003).

Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan – perubahan yang

terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada

variabel lainnya.

Korelasi yang terjadi antara dua variabel dapat berupa korelasi positif,

negatif, tidak ada korelasi, atau korelasi sempurna (Hasan, 2003).

1) Korelasi positif, nilai koefisien korelasinya antara 0 < x < 1, perubahan yang

terjadi pada salah satu variabel mengakibatkan variabel lainnya berubah

dengan arah yang sama. Misalkan jika variabel x meningkat maka variabel y

juga ikut meningkat.

2) Korelasi negatif, nilai koefisien korelasinya antara -1 < x < 0, perubahan yang

terjadi pada salah satu variabel mengakibatkan variabel lainnya berubah

dengan arah yang berlawanan.

3) Tidak ada korelasi, terjadi jika nilai koefisien korelasinya 0.

4) Korelasi sempurna, terjadi jika nilai koefisien korelasinya 1.

Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk

mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel. Untuk

menentukan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut berikut

diberikan nilai- nilai dari koefisien korelasi (KK) sebagai patokan (Hasan, 2003) :

1. KK = 0 , tak ada korelasi

2. 0 < KK = 0,2 , korelasi sangat rendah / lemah sekali

3. 0,2 < KK = 0,4 , korelasi rendah / lemah tapi pasti

4. 0,4 < KK = 0,65 , korelasi cukup berarti

5. 0,65 < KK = 0,9 , korelasi yang tinggi, kuat


37

6. 0,9 < KK = 1 , korelasi sangat tinggi, kuat sekali

7. KK = 1 , korelasi sempurna

Jenis – jenis dari koefisien korelasi antara lain adalah (Hasan, 2003) :

1. Pearson : digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 2 variabel

yang datanya berbentuk data interval / rasio.

2. Rank Spearman : digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 2

variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data ranking).

3. Rank Kendall : pengembangan dari koefisien korelasi Spearman

4. Koefisien Korelasi Bersyarat : digunakan untuk data kualitatif

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional

Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) merupakan salah satu pasar terbesar di

DKI Jakarta yang memasok komoditas sayuran dan buah-buahan bagi DKI

Jakarta maupun daerah-daerah lain di Indonesia. Jumlah pasokan rata-rata per hari

terdiri dari sayur-sayuran 1.200 ton, buah-buahan 1.500 ton dan umbi sebanyak

120 ton. Pasar ini memiliki wilayah distribusi mencakup sebagian besar wilayah

DKI Jakarta (70%), Botabek (25%) dan daerah lain (5%). Sesuai dengan

perannya, PIKJ selama ini menjadi parameter harga. Naik dan turunnya harga di

PIKJ memiliki pengaruh yang besar pada pembentukan harga di pasar lainnya

(Susanti, 2006).

Sayuran yang diperdagangkan berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa

dan sebagian dari pulau Sumatera dan Nusa Tenggara. Khusus untuk komoditas

bawang merah umumnya dipasok dari Brebes dan Kuningan. Komoditas bawang

merah merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang besar di PIKJ.
38

Dengan semakin besarnya fluktuasi harganya, maka sangat diperlukan suatu

peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi

harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang

berkepentingan seperti petani dan konsumen. Petani selaku produsen

membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam

bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat

jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya

konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan

biaya bahan baku mereka dalam proses produksi.

Untuk melakukan peramalan dilakukan identifikasi terhadap pola data

harga bawang merah di PIKJ melalui plot data harga dan autokorelasinya. Deret

data dari harga bawang merah akan dibuat dalam bentuk tabel, diplot pada kurva

dengan menggunakan program Excel. Dari hasil plo t data tersebut, maka data

harga bawang merah dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data

tersebut memiliki unsur trend, siklus atau musiman. Hasil tersebut digunakan

untuk menduga sementara metode apa yang akan digunakan dalam penelitian.

Terdapat beberapa metode peramalan yang dapat digunakan untuk

memperkirakan pasokan bawang merah dimasa depan. Beberapa metode yang

dapat digunakan antara lain metode naif (Naive), metode rata-rata sederhana

(Simple Average), metode rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average),

metode pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponential Smoothing), metode

pemulusan eksponensial ganda Holt (Double Exponential Smoothing-Holt),

metode pemulusan ekponensial ganda Brown (Double Exponential Smoothing-


39

Brown), metode Winter, metode dekomposisi, dan metode Box-Jenkins

(ARIMA). Dari beberapa metode tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik

dan sesuai berdasarkan beberapa hal antara lain akurasi kesalahan peramalan,

yaitu dilihat dari nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE maka semakin baik

metodenya karena hasil peramalan semakin mendekati nilai aktualnya.

Analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga

bawang merah sangat diperlukan untuk mengetahui faktor apa saja yang

berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah. Dengan diketahuinya

faktor - faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah, diharapkan

Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan petani sebagai produsen dapat

mengendalikan faktor - faktor tersebut, sehingga fluktuasi harga dapat diperkecil.

Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi

harga bawang merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada

Gambar 5.
40

Produksi Bawang Konsumsi Bawang


Merah: Merah:
- Cuaca -Konsumsi Rumah
- Input Produksi: Pupuk Tangga
- Hama Penyakit - Bibit
- Industri Olahan

Fluktuasi Harga
Bawang Merah di
PIKJ

Analisis pola harga Analisis faktor- faktor yang


berdasarkan data masa mempengaruhi fluktuasi harga
lalu : bawang merah di PIKJ:
- plot data - Pasokan bawang merah PIKJ
- plot Autokorelasi - Harga impor bawang merah
- Pasokan impor bawang merah
- Harga pupuk

Metode peramalan
Time Series
Model Regresi Berganda

Pemilihan metode
peramalan time series
terakurat berdasarkan
MSE Upaya untuk mengendalikan
fluktuasi harga bawang merah

Gambar 5. Kerangka Operasional


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pasar Induk Kramat Jati yang berlokasi di Jalan

Raya Bogor Km. 17, Jakarta Timur. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan

pusat perdagangan sayuran terbesar di DKI Jakarta serta menjadi barometer harga

dalam pembentukan harga di pasar-pasar lainnya. Penelitian ini dilakukan pada

bulan Januari-Februari 2007.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data

sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer

dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara kepada beberapa pedagang

grosir bawang merah dan karyawan di Kantor Pasar Induk Kramat Jati, DKI

Jakarta. Data primer bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan dalam

menginterpretasikan hasil model kuantitatif.

Data sekunder meliputi data perkembangan pasokan (dalam satuan ton),

harga rata-rata (dalam satuan Rp/kg) bawang merah, kedua data berasal dari

kantor PIKJ. Data perkembangan pasokan dan harga rata-rata bawang merah yang

digunakan adalah data mingguan yang diambil dari minggu pertama bulan Januari

2003 hingga minggu ketiga bulan Februari 2007. Jumlah data historis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 214 data. Data tersebut akan dijadikan
42

input untuk meramalkan perkembangan harga bawang merah pada masa yang

akan datang.

Data sekunder lainnya yaitu data perkembangan pasokan impor bawang

merah nasional, harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea. Data - data

tersebut adalah data bulanan yang diambil mulai dari bulan Januari 2003 hingga

September 2006. Jumlah data historis yang digunakan adalah 45 data. Data

tersebut akan digunakan dalam model regresi berganda dengan variabel tak

bebasnya adalah harga bawang merah PIKJ dengan mengkonversinya terlebih

dahulu menjadi data bulanan, sedangkan variabel bebasnya adalah pasokan

bawang PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional, harga impor bawang

merah, dan harga pupuk Urea. Tidak dimasukkan faktor- faktor lainnya, karena

keterbatasan data penelitian.

Data perkembangan pasokan impor bawang merah dan harga impor

bawang merah diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian.

Data harga pupuk Urea diperoleh dari Departemen Sarana Produksi Pangan. Data-

data lainnya diperoleh melalui studi literatur berupa skripsi, internet dan buku-

buku yang berkaitan dengan materi penelitian.

4.3 Pengolahan dan Analisis Data

Data harga bawang merah PIKJ mingguan yang digunakan untuk

peramalan, akan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel, Minitab

dan QSB (Quantitative System for Business). Data harga bawang merah PIKJ

bulanan, pasokan bawang PIKJ bulanan, pasokan impor bawang merah nasional,
43

harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea yang digunakan dalam model

regresi berganda akan diolah dengan menggunakan program Minitab.

4.4 Identifikasi Pola Data Harga Bawang Merah

Pola data harga bawang merah di PIKJ diidentifikasi melalui plot data

harga dan autokorelasinya. Deret data dari harga bawang merah akan dibuat

dalam bentuk tabel, diplot pada kurva dengan menggunakan program Excel. Dari

hasil plo t data tersebut, maka data harga bawang merah dapat diketahui pola

datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklus

maupun unsur musiman. Hasil tersebut digunakan untuk menduga sementara

metode apa yang akan digunakan dalam penelitian.

Selanjutnya, plot autokorelasi (ACF) dan plot autokorelasi parsial (PACF)

dari deret data akan menggunakan program Minitab. Identifikasi pola data melalui

koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai berikut :

1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua atau tiga periode tidak

berbeda nyata dari nol, maka data tersebut sudah stasioner.

2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara

beruntun berbeda nyata dari nol atau mempunyai pola dying down, maka

data tersebut menunjukkan adanya pola trend.

3. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag mempunyai

jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut

menunjukkan pola musiman.


44

4.5 Menerapkan Metode Peramalan Time Series

Setelah pola data harga bawang merah diidentifikasi, kemudian dilakukan

peramalan dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan. Metode yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah metode peramalan time series. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa data harga bawang merah adalah data deret

waktu, artinya data tersebut disajikan berdasarkan waktu terjadinya tanpa

menunjukkan faktor- faktor yang mempengaruhinya.

Metode peramalan time series yang akan diuji dan digunakan dalam

penelitian ini adalah metode rata-rata bergerak sederhana, metode pemulusan

eksponensial tunggal (Single Exponential Smoothing), metode pemulusan

eksponensial ganda Brown ( Double Exponential Smoothing Brown), metode

pemulusan eksponensial ganda Holt, dan metode Winters multiplikatif. Selain

metode tersebut, digunakan juga metode dekomposisi mulplikatif dan aditif, serta

metode Box-Jenkins (ARIMA). Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan

bentuk pola data, dan juga didasarkan pada asumsi-asumsi yang dimiliki oleh

masing- masing metode.

Berikut formulasi masing- masing metode :

A. Metode rata-rata bergerak sederhana

t
Yt+1= ? Yi
i = t-N+1
N
Keterangan : Yt+1= nilai ramalan untuk 1 periode ke depan setelah t

Yt = nilai aktual pada periode ke t

N = ordo
45

B. Single Exponential Smoothing

Yt+1 = a Yt + (1- a)Yt

Keterangan : Yt+1= nilai ramalan untuk 1 periode ke depan setelah t

Yt = nilai aktual pada periode ke t

a = pembobot smoothing (0< a <1)

C. Double Exponential Smoothing (Brown)

Yt+m= at + b t(m)

St = aYt + (1- a) S t-1 Smoothing tahap 1

St(2) = aSt+ (1- a) S (2)t-1 Smoothing tahap 2

at = 2St - St(2) Update Intercept

bt= a (St - St(2) ) Update Slope

1- a

Untuk mencari nilai awalnya digunakan rumus sebagai berikut :

S0= a0 – 1- a b0

S0(2) = a0 –2 1- a b0

a
a0 dan b0 didapat dari koefisien regresi model trend linier

Keterangan : Yt+m = Prediksi Y pada m periode ke depan


St = Smoothing tahap 1
St(2) = Smoothing tahap 2
at = Intercept
bt= Slope
m = jumlah periode ramalan ke depan
46

D. Double Exponential Smoothing (Holt)

Yt+m= a t-1 +(m-1) bt-1+ bt-1


a

at= aYt + (1- a) at-1 Update Intercept

bt= ß(at - at-1) + (1- ß) bt-1 Update Slope

Keterangan : Yt+m= Prediksi Y pada m periode ke depan

a dan ß = Pembobot Smoothing

E. Winter Multiplikatif

Yt+m= (at + bt(m)) Sn t-L+m

at= a Yt + (1- a) (at-1+ bt-1) Update Intercept


Sn t-L

bt= ß(at - at-1) + (1- ß) bt-1 Update Slope

Sn t=d Yt + (1- d) Sn t-L Update Season


at

Keterangan : Yt+m= Prediksi Y pada m periode ke depan

a ,ß,dan d = Pembobot Smoothing

Sn = Season

L = Banyaknya periode dalam 1 putaran musim

F. Dekomposisi Multiplikatif

Langkah-langkahnya :

1. Untuk menghilangkan komponen Snt dan et dari data time series, hitung

Centre Moving Average (CMA t) dengan panjang L ( L = banyaknya periode

dalam 1 tahun), sehingga: CMA t = Trt * Clt


47

2. Dapatkan komponen ( Snt * et ), yakni : Yt / ( Trt * Clt )

3. Hilangkan error dari ( Snt * et ), dengan menghitung rata-rata untuk setiap

musim, sehingga diperoleh: Sn1 , Sn2 ,....., SnL .

4. Seharusnya nilai( Sn1 + Sn2 +...+SnL ) = L, jika tidak normalisasikan agar = L,

yakni dengan cara mengalikan masing- masing rataan musim dengan faktor

korelasi (FK). Sehingga diperoleh indeks musiman, yang berlaku umum

yakni: Sn1 = Sn1 * FK, Sn2 = Sn2 * FK ,...., SnL =SnL * FK, dengan

FK = L

? Snt

5. Hitung deseasonalized data, yakni d t = Yt Snt

6. Gunakan analisis regresi pada deseasonalized data untuk mendapatkan model

trend yang sesuai (linier, kuadratik, eksponensial, semi- log, double- log, dan

lainnya), dengan dt sebagai dependent variable dan periode (t) sebagai

independent variable, dan dari model yang sesuai tersebut, dugalah nilai trend

untuk setiap periode (Trt ).

7. Ramalkan nilai Yt untuk setiap periode, yakni dengan mengalikan berbagai

komponen yang diperoleh tersebut. Yt = Trt * Snt* Clt , jika Clt dianggap tidak

ada maka Clt =1, sehingga menjadi Yt = Trt * Snt* 1 atau Yt = Trt * Snt.

G. Dekomposisi Aditif

Langkah-langkahnya :

1. Untuk menghilangkan komponen Snt dan et dari data time series, hitung

CentreMoving Average (CMA t) dengan panjang L ( L = banyaknya periode

dalam 1 tahun), sehingga: CMA t = Trt + Clt


48

2. Dapatkan komponen ( Snt + et ), yakni : Yt - ( Trt + Clt ) = Yt - CMA t

3. Hilangkan error dari ( Snt + et ), dengan menghitung rata-rata untuk setiap

musim, sehingga diperoleh: Sn1 , Sn2 ,....., SnL .

4. Seharusnya nilai( Sn1 + Sn2 +...+SnL ) = 0, jika tidak normalisasikan agar = 0,

yakni dengan cara mengurangkan masing- masing rataan musim dengan faktor

korelasi (FK), sehingga diperoleh indeks musiman, yang berlaku umum yakni:

Sn1 = Sn1 - FK, Sn2 = Sn2 - FK ,...., SnL =SnL - FK, dengan

FK = ? Snt

5. Hitung deseasonalized data, yakni d t =Yt - Snt .

6. Gunakan analisis regresi pada deseasonalized data untuk mendapatkan model

trend yang sesuai (linier, kuadratik, eksponensial, semi- log, double- log, dan

lainnya), dengan dt sebagai dependent variable dan periode (t) sebagai

independent variable, dan dari model yang sesuai tersebut, dugalah nilai trend

untuk setiap periode (Trt ).

7. Ramalkan nilai Yt untuk setiap periode, yakni dengan menambahkan berbagai

komponen yang diperoleh tersebut. Yt = Trt + Snt+Clt , jika Clt dianggap tidak

ada maka Clt = 0, sehingga menjadi Yt = Trt + Snt +0 atau Yt = Trt + Snt.

H. ARIMA

1. Model Autoregressive (AR)

Model AR murni dipilih bila ACF menunjukkan pola dying down dan

PACF menunjukkan pola yang cut off. Pada model ini Yt adalah fungsi linier dari
49

observasi deret stasioner sebelumnya (Yt-1, Yt-2,...). Dalam bentuk persamaan:

Yt = d + ? 1 Yt-1+ ? 2 Yt-2+...+et

dimana :

Yt = observasi deret stasioner saat ini

Yt-1, Yt-2 = observasi sebelumnya

d, ? 1, ? 2 = parameter-parameter yaitu konstanta dan koefisien

et = residual peramalan acak untuk periode saat ini yang diharapkan nilainya sama

dengan nol

Jumlah observasi masa lalu yang digunakan dalam model AR dikenal dengan orde

p. Model ini harus memenuhi kond isi stasioneritas (stasionerity condition), yaitu

jumlah semua koefisien ? dalam model autoregresif harus kurang dari 1 atau

? 1+? 2 +? p < 1

Persamaan AR di atas dapat ditulis dalam bentuk Back-shift operator notation. B

didefinisikan sebagai berikut: Bj Yt = Yt-j untuk j > 0

Model AR orde p dapat ditulis dalam notasi sebagai berikut:

Yt = d + ? 1 BYt +? 2B2 Yt +? 3 B3 Yt +......+ ? p Bp Yt +et

2. Model Moving Average (MA)

Model MA murni dipilih bila ACF menunjukkan pola yang cut off dan

PACF menunjukkan pola dying down. Pada model ini Yt adalah fungsi linier dari

residual-residual saat ini dan sebelumnya. Bentuk persamaannya ialah:

Yt = f + et – ?1 et-1 – ?2 et-2 – .... – ?qet-q+et

Dimana :

Yt = observasi deret stasioner saat ini


50

et = residual peramalan acak untuk periode saat ini

et-1, et-2 = residual peramalan periode sebelumnya

f, ? 1 , ?2 = konstanta dan koefisien moving average

Jumlah residual masa lalu yang digunakan dalam model MA dikenal sebagai orde

q. Model ini harus memenuhi kondisi invertibilitas (invertibility condition),

artinya semua koefisien dalam model moving average harus kurang dari 1, yaitu

?1 + ?2 + .... + ?q < 1

Model MA orde q dapat ditulis dalam notasi Back-shift sebagai berikut :

(1 – ?1 B – ?2 B2 – ?3 B3 – ...... – ?qBq) et = Yt + f

3. Mode l Gabungan – Autoregresive Moving Average (ARIMA)

Model gabungan ini dipilih bila ACF dan PACF kedua-duanya

menunjukkan pola dying down. Pada model ini Yt adalah kombinasi model

autoregresive dan moving average. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebaga i

berikut:

Yt = d + ? 1 Yt-1+ ? 2 Yt-2+...+et – ?1 et-1 – ?2 et-2 – .... – ?qet-q +et

Dimana :

Yt = observasi deret stasioner saat ini

Yt-1, Yt-2,..., et-1, et-2,... = obsevasi dan residual peramalan periode sebelumnya dari

deret stasioner

et = residual peramalan acak untuk periode saat ini

d, ? 1, ? 2,..., ?1 , ?2 ,... = konstanta dan koefisien-koefisien model


51

I. SARIMA

Penentuan model tentatif dapat diperoleh dari identifikasi terhadap

perilaku ACF dan PACF. Dalam hal ini cut off atau dying down dilihat pada

beberapa beda kala pertama dan juga pada beda kala musimannya (biasanya pada

lag L atau 2L). Dalam menguji signifikansi koefisien tersebut, nilai t- hitung yang

dipergunakan bukan 2 tetapi 1,25. Secara umum model SARIMA dapat ditulis

dalam bentuk:

(ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)L )

dimana p,q, dan P,Q adalah orde parameter-parameter non musiman dan

musiman; sedangkan d dan D mewakili orde pembedaan non musiman dan

musiman.

1. Model Seasonal ARIMA

Yt = d + ? 1L Yt-L-1+ ? 2L Yt-2L-2+...+et – ?1Let-L-1 – ?2Let-2L-2 – .... – ?qLet-qL-q +et

Dimana :

Yt = observasi deret stasioner saat ini

Yt-L-1, Yt-2L-2,..., et-L-1, et-2L-2,... = obsevasi dan residual peramalan periode

musiman sebelumnya dari deret stasioner

et = residual peramalan acak untuk periode saat ini

d, ? 1, ? 2,..., ?1 , ?2 ,... = konstanta dan koefisien-koefisien model

4.6 Pemilihan teknik peramalan

Setelah dilakukan aplikasi terhadap model- model peramalan tersebut maka

langkah selanjutnya ialah mene ntukan model peramalan terbaik. Salah satu faktor

utama yang harus diperhatikan ialah melihat nilai Mean Square Error (MSE).
52

Metode peramalan yang memiliki nilai MSE terkecil, menunjukkan bahwa model

tersebut memiliki kesalahan atau error terkecil dibanding model lainnya, sehingga

dapat dijadikan model terbaik dalam melakukan peramalan.

MSE = ? et 2
N

4.7 Analisis Regresi Berganda

Dalam model regresi berganda terdapat hubungan antara satu variabel tak

bebas (dependent variabel) dengan beberapa variabel bebas (independent

variabel). Formulasi dari model regresi berganda adalah :

Yt = ß0 + ß1 X 1 + ß2 X 2 + ß3 X 3 + ß4 X4 + µ t

Dimana :

Yt = Harga bawang merah di PIKJ

ß0 = Konstanta

ß1 = Koefisien (X1 ) pasokan bawang merah di PIKJ (Ton)

ß2 = Koefisien (X2 ) pasokan impor bawang merah nasional (Kg)

ß3 = Koefisien (X3 ) harga impor bawang merah nasional (Rp/ Kg)

ß4 = Koefisien (X4 ) harga pupuk Urea (Rp / Kg)

Hipotesis :

1. Pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ mempunyai hubungan yang

negatif dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika jumlah pasokan

bawang merah yang masuk ke PIKJ meningkat maka harga bawang merah di

PIKJ akan menurun.

2. Pasokan impor bawang merah nasional mempunyai hubungan yang positif

dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika pasokan impor bawang
53

merah nasional meningkat maka harga bawang merah di PIKJ akan cenderung

meningkat. Hal ini disebabkan karena pasokan impor masuk ke dalam negeri

ketika musim paceklik panen dimana pada saat bersamaan harga bawang

merah cenderung mengalami peningkatan akibat pasokan lokal yang sedikit.

3. Harga impor bawang merah nasional mempunyai hubungan yang positif

dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika harga impor bawang merah

turun maka harga bawang merah di PIKJ akan menyesua ikan yaitu akan

cenderung turun. Jika tidak menyesuaikan maka bawang merah lokal tidak

akan laku di pasar.

4. Harga pupuk mempunyai hubungan yang positif dengan harga bawang merah

di PIKJ, yaitu ketika harga pupuk meningkat maka harga bawang merah di

PIKJ akan meningkat, karena harga bawang merah di tingkat petani cenderung

meningkat akibat meningkatnya biaya produksi.

Keterbatasan Penelitian :

Penelitian ini hanya membahas faktor – faktor yang mempengaruhi

fluktuasi harga bawang merah dari sisi penawaran sedangkan sisi permintaannya

tidak dibahas mengingat keterbatasan data. Data produksi bulanan bawang merah

tidak dimasukan ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga

bawang merah akibat keterbatasan data namun sudah dapat diwakili oleh faktor

lainnya yaitu pasokan impor bawang merah.

Model regresi yang sudah terbentuk, harus dilakukan pengujian :

1. Pengujian Terhadap Model

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga

yang diajukan sudah layak untuk menjelaskan variabel tak bebasnya yaitu harga
54

bawang merah. Uji ini berguna untuk menguji kelayakan model regresi secara

menyeluruh. Uji statistik yang digunakan adalah Uji F.

F hitung = (ESSR – ESSU) / (DF R – DFU)

ESSU / DFU

Dimana :

ESSR = Jumlah kuadrat error (restricted model)

ESSU = Jumlah kuadrat error (unrestricted model)

DFR = Derajat bebas (restricted model)

DFU = Derajat bebas (unrestricted model)

Dengan hipotesis :

H0 : ßi = 0

H1 : Sekurang – kurangnya ada satu ßi yang tidak sama dengan nol

( i = 1,2,3,4,..., k)

Kriteria uji yang digunakan adalah :

F hitung < F tabel , terima H0

F hitung > F tabel , tolak H0

Apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka ada salah satu dari variabel pasokan

bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah,

dan harga pupuk, yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di PIKJ,

dan sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F tabel, maka semua variabel

bebasnya tersebut tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang

merah di PIKJ.
55

2. Pengukuran Tingkat Akurasi Model

Tingkat akurasi model dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien

determinasi (R2 ), yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keragaman

variabel harga bawang merah di PIKJ dapat diterangkan oleh variabel pasokan

bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah,

dan harga pupuk. Secara matematis rumus untuk menghitung nilai R2 adalah

sebagai berikut (Ramanathan, 1998) :

R2 = RSS
TSS
Dimana :

RSS = Jumlah kuadrat regresi

TSS = Jumlah kuadrat total

3. Pengujian masing -masing parameter

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel bebas mana

saja yang berpengaruh nyata secara parsial terhadap variabel tidak bebas.

Indikator yang digunakan ialah nilai p value setiap variabel bebas.

Dengan hipotesis :

H0 : ßi = 0

H1 : ßi ? 0

Kriteria uji yang digunakan adalah :

p value < taraf nyata ( 5 %), tolak H0

p value > taraf nyata ( 5 %), terima H0

Jika p value lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) maka variabel independen

(variabel pasokan bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional,
56

harga impor bawang merah, dan harga pupuk) berpengaruh nyata terhadap harga

bawang merah di PIKJ. Sebaliknya apabila p value lebih besar dari taraf nyatanya

(5%), maka variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap harga bawang

merah di PIKJ.

4.8 Analisis Korelasi terhadap Variabel Bebas yang signifikan

Setelah didapat variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap harga

bawang merah di PIKJ, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis hubungan

antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Tujuannya adalah untuk

mengukur berapa besar korelasi diantara kedua variabel tersebut. Secara

matematis rumus untuk menghitung nilai korelasi adalah sebagai berikut

(Ramanathan, 1998) :

? xy = s xy = Cov (X,Y)
sx sy [ Var (X) Var (Y) ] 1/2
Dimana :

? xy = Nilai korelasi antara variabel X dan Y

Cov (X,Y) = Covarian antara variabel X dan Y


Var (X) = Varian variabel X ( Pasokan bawang merah PIKJ, Pasokan Impor

bawang merah, Harga Impor bawang merah, Harga pupuk).

Var (Y) = Varian variabel ha rga bawang merah di PIKJ

4.9 Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(a) Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai

lampaunya, dapat dengan tenggang (lag) satu atau lebih. Koefisien


57

autokorelasi berkisar antara -1 dan +1, angka 0 menunjukkan tidak ada

autokorelasi.

(b) Autokorelasi parsial adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan

nilai yang lebih awal dari variabel itu, jika pengaruh nilai- nilai diantara

keduanya dihilangkan. Koefisien autokorelasi parsial berkisar antara-1 dan

+1, angka 0 menunjukkan tidak ada autokorelasi.

(c) Data stasioner adalah data yang nilai- nilai dalam deret datanya memiliki

rata-rata dan varian yang tetap (relatif konstan).

(d) Data Time Series adalah data yang dikump ulkan dari beberapa tahapan

secara kronologis yang didapat dalam interval waktu tertentu misalnya

mingguan, bulanan dan tahunan.

(e) Harga adalah harga nominal rata-rata bawang merah selama satu minggu

dari pedagang grosir ke pedagang pengecer dalam satuan Rp/kg.

(f) Pasokan adalah total volume bawang merah aktual yang dipasok ke PIKJ

dari berbagai daerah produksi selama satu minggu dalam satuan ton.

(g) Pengelola PIKJ adalah semua pihak yang secara organisasi dan

administrasi merupakan bagian dari PD. Pasar Jaya. Yang termasuk di

dalamnya para karyawan, analis pemasaran serta dinas-dinas terkait seperti

Dinas Pertanian.

(h) Pola musiman adalah gerakan naik atau turun dari pola data yang akan

berulang secara teratur dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.

(i) Pola trend adalah pola data observasi yang terlihat meningkat atau menurun

dalam periode waktu yang lebih panjang.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Pasar Induk Kramat Jati

Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) terletak di Jalan Raya Bogor Km. 17,

Jakarta Timur. PIKJ dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah

Khusus Ibukota Republik Indonesia No. D-V-a. 18/1/17/1973 tanggal 28

Desember 1973 tentang pendirian Pasar Induk sayur mayur dan buah-buahan

Kramat Jati, Jakarta Timur dan ketentuan pengurusannya. Mulai beroperasi pada

tahun 1974 dengan menempati areal seluas 14,7 hektar dan mengalami

peremajaan yang dimulai pada tanggal 28 Februari 2002. Latar belakang

didirikannya PIKJ adalah sebagai pusat perdagangan besar sayur mayur dan buah-

buahan untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga sebagai terminal

pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur mayur dan buah-buahan yang

berpengaruh kepada kegiatan perekonomian, baik lokal maupun regional.

Jumlah tempat usaha yang terdapat di PIKJ sebanyak 3.573 kios yang

dikelola oleh 2.000 orang sebagai pedagang tetap dan 250 orang sebagai pedagang

tidak tetap. Ukuran kios bervariasi, untuk grosir dengan luas sebesar 8,4 m2 dan

12,6 m2 , sedangkan subgrosir luasnya sebesar 4 m2 . Pasar dengan luas areal

sekitar 14,7 hektar ini terbagi dalam blok-blok perdagangan yang disebut dengan

Los. Ada delapan Los di PIKJ yang menjual komoditas yang berbeda-beda.

Khusus untuk komoditas bawang merah terdapat pada Los G yang menampung

sekitar 20 pedagang grosir. Pasar ini beroperasi selama 24 jam penuh dengan rata-
59

rata pengunjung per hari sebanyak 20.000 orang, yang melakukan berbagai

aktivitas, baik sebagai pedagang, buruh, sopir, pemulung dan lain sebagainya.

Pasar ini memiliki fasilitas pelayanan umum yang lengkap bagi para

pelaku yang melakukan aktivitas di pasar tersebut. Fasilitas pelayanan umum yang

disediakan terdiri dari Bank di 3 lokasi, 3 lokasi areal parkir dengan daya tampung

lebih dari 3.000 mobil, 1 pusat telekomunikasi, dan toilet di 14 lokasi, bahkan

fasilitas penitipan anak pun tersedia. Pasar ini juga menyediakan fasilitas ibadah

berupa 1 mesjid dan tiga musholla. Layana n keamanan di PIKJ dikelola oleh

perusahaan swasta yaitu PT. Metro 11, sedangkan layanan kebersihan dikelola

oleh PT. Garda Transmos Mandiri. Pasar ini dapat menampung sampah dengan

volume sekitar 300 m3 /hari. Untuk layanan angkutan dikelola oleh armada

“KABAPIN” dengan jumlah angkutan resmi sebanyak 174 unit dan angkutan

omprengan sebanyak 1.026 unit. Badan yang mencatat berapa banyak barang

yang dibongkar dan dimuat serta memfasilitasi terhadap pelayanan bongkar dan

muat barang di pasar dipercayakan kepada “BAPENGKAR” (Badan Pengelola

Pekerja Bongkar Muat).

Para pedagang sayuran dan buah-buahan melakukan usaha dalam bentuk

grosir dan eceran. Usaha dalam bentuk grosir berjumlah 1.835 tempat dan eceran

berjumlah 1.818 tempat. Jumlah pedagang tetap di PIKJ berjumlah lebih dari

2.000 orang yang menempati lebih dari 3.500 kios. Tingkat pendidikan yang

mereka miliki bervariasi dari hanya tingkat sekolah dasar hingga tingkat sarjana.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kantor PIKJ, modal yang mereka

miliki bervariasi dari minimal 10 juta rupiah hingga mencapai milyaran rupiah.
60

Hal itu juga terkait dengan omzet harian mereka yang juga bervariasi dari sekitar

10 juta rupiah hingga milyaran rupiah.

Produk yang dipasarkan di PIKJ terdiri dari 37 jenis sayuran, 32 jenis

buah-buahan dan 3 jenis umbi. Kegiatan-kegiatan yang ada di PIKJ meliputi

kegiatan penjualan grosir sayur mayur dan buah-buahan, pengaturan angkut dan

bongkar muat barang. Selain itu juga mengatur usaha sortasi dan seleksi (khusus

untuk buah-buahan) serta mengadakan pencatatan barang keluar masuk (tonase)

dan harga sebagai laporan bulanan. Skema alur masuk keluar bawang merah yang

berlangsung di PIKJ melibatkan beberapa pihak, hal ini dapat dilihat pada Gambar

7.

Petani Produsen

Pedagang antar
Pedagang daerah
Pengumpul

Pedagang Grosir

Kegiatan
di PIKJ

Pedagang Pengecer

Gambar 6. Alur Masuk Keluar Bawang Merah di PIKJ


61

Para pedagang-pedagang besar yang dalam istilahnya disebut Lapak

memiliki akses yang kuat terhadap informasi pasar karena mereka memiliki anak

buah atau orang suruhan yang bertugas mencari informasi harga dan kondisi

perdagangan di tempat lain. Pada umumnya para lapak sudah memiliki jaringan

distributor di berbagai tempat yang akan memasok komoditas yang mereka

perdagangkan. Pada Gambar 6 terlihat bahwa para pedagang grosir selain

memiliki hubungan langsung dengan pedagang pengumpul dan pedagang antar

daerah namun mereka juga dapat berhubungan langsung dengan petani produsen

di daerah.

Pada awalnya pedagang grosir di PIKJ melakukan transaksi perdagangan,

baik melalui perantara perdagangan maupun berhubungan langsung dengan petani

produsen di daerah. Setelah mencapai kesepakatan harga, kemudian sejumlah

barang yang telah dipesan dikirimkan dengan armada pengangkut. Komoditas

yang masuk ke PIKJ kemudian dibongkar muat oleh suatu badan yang disebut

“BAPENGKAR”. Selain bongkar muat barang, BAPENGKAR juga mempunyai

tugas untuk melakukan penimbangan yang kemudian akan dicatat sebagai laporan

barang masuk (tonase) bulanan yang akan dilaporkan ke kantor PIKJ. Kegiatan

sortasi dan seleksi terhadap barang yang masuk hanya diperuntukkan untuk

komoditas buah-buahan, sedangkan untuk sayur-sayuran termasuk bawang merah

belum dilakukan. Komoditas yang telah mengalami proses tersebut kemudian siap

diperdagangkan. Pada umumnya, pembeli di PIKJ merupakan pedagang pengecer

yang membeli dalam jumlah besar yang kemudian akan dijual kembali ke pasar-

pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Jatinegara, Pasar Minggu dan
62

pasar-pasar lainnya. Pembeli yang datang tidak hanya berasal dari Jakarta tetapi

juga dari luar kota, bahkan juga dari luar Pulau Jawa.

Pendistribusian komoditas dari PIKJ ke konsumen untuk wilayah

Jabotabek umumnya menggunakan jasa angkutan yang dibawa sendiri oleh

konsumen atau pedagang pengecer, sedangkan untuk pendistribusian ke luar

Jabotabek, konsumen atau pedagang pengecer umumnya menggunakan truk dan

yang keluar Pulau Jawa (Medan, Bangka, Batam dan daerah lainnya)

menggunakan kontainer atau penerbangan dengan kargo. Kegiatan lain yang

terdapat di PIKJ selain melakukan pendistribusian sayur-sayuran dan buah-buahan

ialah layanan kepada para pelaku bisnis dan konsumen, dengan dibantu oleh 6

seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Usaha dan Pengembangan, Seksi Keuangan, Seksi

Perawatan, Seksi Akuntansi dan Seksi Keamanan Pasar. Tugas sehari- hari

pengelola adalah memungut jasa atau iuran pengelolaan pasar, menerbitkan surat

izin tempat, balik nama, penanganan kebersihan pasar , pemantauan dan

pencatatan harga serta menjaga keamanan dan ketertiban pasar.

Perkembangan tingkat harga di PIKJ khususnya untuk bawang merah

mengala mi fluktuasi beberapa kali dalam sehari yang disebabkan antara lain

karena supply dan demand yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang

menurun,adanya permintaan dari luar daerah yang tidak signifikan dan petani dari

daerah Jawa Tengah yang memasok ke pasar eceran tidak melalui PIKJ khususnya

menjelang hari raya. Pasokan bawang merah yang terdapat di PIKJ berlimpah

ketika memasuki bulan Agustus, sedangkan pasokan terendah terjadi pada bulan

Maret. Ketika pasokan rendah umumnya pedagang mengimpornya dari luar.

Negara yang menjadi pemasok bawang merah antara lain adalah Thailand dan
63

Philipina. Sedangkan pasokan bawang lokal umumnya berasal dari daerah Brebes,

Losari, dan Patrol. Menurut salah satu pedagang grosir permintaan bawang merah

per harinya bisa mencapai 15 ton / pedagang besar. Di PIKJ terdapat 8 pedagang

besar sehingga total permintaan per hari jika bawang merah terjual semua

mencapai 120 ton/ harinya atau permintaan rata-rata per bulannya mencapai 3600

ton. Jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ per bulannya dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Pasokan Bawang Merah (Ton) yang Masuk ke PIKJ periode

Tahun 2003 - 2005

Bulan 2003 2004 2005

Januari 1.942 3.342 2.960


Februari 2.173 3.158 3.033
Maret 2.036 3.946 3.252
April 2.711 4.581 4.129
Mei 3.120 3.091 3.136
Juni 2.719 2.760 2.859
Juli 2.802 3.630 3.627
Agustus 3.445 2.601 2.470
September 2.769 3.104 3.725
Oktober 3.832 4.082 3.253
Nopember 1.858 3.564 1.986
Desember 2.607 3.680 3.357

Pada Tabel 6 terlihat bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ

berfluktuasi cukup besar. Hal ini disebabkan karena fluktuasi produksi bawang

merah pada berbagai daerah sentra produksi yang banyak dipengaruhi oleh iklim,

mengingat bawang merah merupakan komoditas pertanian yang membutuhkan

cukup air untuk berproduksi secara optimal. Jika dibandingkan dengan permintaan

rata-ratanya yang sebesar 3.600 ton maka terdapat kemungkinan bahwa pada

bulan – bulan tertentu akan terjadi defisit jumlah pasokan bawang merah di PIKJ
64

misalnya pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei dimana bawang

merah memasuki masa kosong panen. Hal ini membuat para pedagang besar

terpaksa mengimpor bawang merah dari luar untuk menutupi defisit tersebut.

5.2 Identifikasi Pola Fluktuasi Harga Bawang Merah

Mengetahui pola data yang akan diramal sangat diperlukan sebelum

menentukan metode peramalan yang akan digunakan. Beberapa metode

peramalan memiliki asumsi yang berbeda-beda untuk pola data tertentu. Ada

metode peramalan yang hanya cocok untuk data ya ng memiliki pola stasioner, dan

metode peramalan yang cocok untuk pola data yang mengandung trend, serta juga

metode peramalan yang dapat digunakan pada kedua pola data di atas.

Data yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah data harga rata-rata

mingguan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati dari minggu pertama bulan

Januari 2003 sampai dengan minggu ketiga bulan Februari 2007 (Lampiran 1).

Identifikasi terhadap pola data harga bawang merah sangat penting untuk mencari

metode peramalan yang sesuai.

Dari Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa pola data harga bawang merah

mengalami fluktuasi yang bersifat acak, sehingga pola data harga bawang merah

tersebut belum bisa dikatakan mengikuti trend atau pola tertentu. Faktor yang

menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang cukup tajam tersebut dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam teori ekonomi mikro terdapat dua faktor

utama yang dapat mempengaruhi terbentuknya harga yaitu penawaran dan

permintaan. Dari kedua faktor tersebut dapat diuraikan menjadi berbagai macam

faktor lainnya yang mempengaruhi terbentuknya harga. Dari sisi penawaran


65

terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga bawang merah secara

langsung maupun tidak langsung, seperti jumlah produksi bawang merah, jumlah

pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, pasokan bawang merah impor,

harga impor bawang merah, dan harga input produksi seperti harga pupuk serta

faktor- faktor lainnya.

Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ

12000
Harga (Rp / Kg)

10000
8000
6000
4000
2000
0
1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205
Minggu

Harga

Gambar 7. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Periode Bulan Januari Tahun

2003 – Februari Tahun 2007

Dari sisi permintaan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

harga bawang merah, seperti permintaan konsumsi rumah tangga, permintaan

industri olahan, dan faktor lainnya. Untuk melihat lebih jauh penyebab terjadinya

fluktuasi harga bawang merah yang cukup tajam, maka akan dilakukan

identifikasi pola data harga bawang merah di PIKJ dengan cara

membandingkannya dengan beberapa faktor yaitu pola pasokan bawang merah

yang masuk ke PIKJ, harga impor dan pasokan impor bawang merah, harga

pupuk, dan produksi bawang merah. Perbandingan ini dilakukan untuk melihat

berapa besar pengaruh yang diberikan oleh masing- masing faktor tersebut dalam

mempengaruhi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ.


66

Pada Gambar 7 terlihat bahwa harga bawang merah pada selang periode

tertentu mengalami peningkatan dan penurunan harga yang cukup tajam. Pada

tahun 2003 tepatnya pada minggu ke 2 dan 3 bulan Januari 2003 terjadi penurunan

harga yang cukup tajam dari Rp 6.286,00/ kg, menjadi Rp 4.357,00/ kg hal ini

diduga karena terjadinya peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ dari

367 ton menjadi 582 ton (Lampiran 1). Pada tahun yang sama tepatnya antara

bulan Mei minggu ke 4 hingga September minggu ke 4 terlihat pula terjadinya

trend penurunan harga bawang merah dari Rp 6.286,00/ kg hingga Rp 2.800,00/

kg, sementara itu jumlah pasokan yang masuk cenderung konstan (Lampiran 1).

Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya

fluktuasi harga bawang merah di PIKJ.

Faktor – faktor tersebut dapat diduga antara lain ialah harga impor bawang

merah, yang pada periode yang sama juga mengalami trend penurunan dari Rp

2.532,00/ kg menjadi Rp 2.056,00/ kg (Lampiran 2). Seperti diketahui bahwa jika

harga impor bawang merah yang masuk mengalami penurunan maka dampaknya

terhadap harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga akan mengalami

penurunan atau berkorelasi positif, menyesuaikan dengan harga impor bawang

merah yang masuk. Selain faktor harga impor bawang merah, faktor lain yang

diduga mempengaruhi harga bawang merah di PIKJ adalah jumlah produksi

bawang merah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penurunan harga bawang

merah terjadi pada periode bulan Mei hingga September, hal ini dapat disebabkan

karena telah terjadi peningkatan produksi bawang merah pada selang periode

tersebut, mengingat pada selang periode tersebut komoditas bawang merah telah

memasuki musim panen, hal ini dapat ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
67

jumlah impor bawang merah yang masuk, dimana pada bulan Mei jumlah impor

bawang merah sebesar 3.358 ton, turun menjadi 231 ton pada bulan September

(Lampiran 2).

Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ

1400
1200
Pasokan (Ton)

1000
800
600
400
200
0
1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205
Minggu

Pasokan

Gambar 8. Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Bulan Januari

Tahun 2003 – Februari Tahun 2007

Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada selang periode tertentu jumlah

pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ mengalami penurunan secara drastis.

Penurunan jumlah pasokan bawang tersebut terjadi pada saat minggu di sekitar

hari raya Lebaran tetapi harga tidak terpengaruh untuk naik secara tajam. Hal ini

dapat disebabkan meskipun jumlah pasokan turun tetapi permintaan pedagang

pengecer di PIKJ juga turun. Perlu dicermati bahwa pada minggu saat Hari Raya

berlangsung banyak petani dan pedagang pengumpul yang langsung mengirim

bawang merah ke pasar eceran atau tradisional untuk mengambil marjin

keuntungan yang lebih besar. Hal ini berarti bahwa jumlah pedagang pengecer

yang membeli bawang merah di PIKJ menjadi berkurang karena kebutuhannya

telah dipasok langsung dari petani dan pedagang pengumpul. Hal ini membuat
68

permintaan bawang merah di PIKJ menurun karena mayoritas pembeli di PIKJ

merupakan para pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional. Sehingga dalam hal

ini jumlah pasokan tidak punya pengaruh yang besar terhadap fluktuasi harga

bawang merah yang terjadi di PIKJ.

Pada tahun 2004 harga bawang merah mengalami trend penurunan harga

tepatnya pada bulan Mei minggu ke 1 hingga bulan September minggu ke 4, dari

Rp 6.000,00/ kg menjadi Rp 3.429,00/ kg (Lampiran 1). Trend harga bawang

merah yang menurun pada selang periode bulan Mei hingga September,

mempunyai pola yang sama seperti pada tahun 2003, dimana harga bawang merah

juga mengalami trend yang menurun. Faktor yang menyebabkan penurunan harga

tersebut, dapat diduga sama seperti pada tahun 2003 yaitu akibat peningkatan

produksi bawang merah, mengingat pada selang periode tersebut, komoditas

bawang merah telah memasuki masa musim panen. Hal ini dapat dibuktikan

dengan terjadinya penurunan impor bawang merah pada periode tersebut, dimana

pada bulan Mei jumlah impor bawang me rah mencapai 6.593 ton, turun menjadi

306 ton pada bulan September (Lampiran 2).

Pada tahun 2005 harga bawang merah cenderung mengalami trend

peningkatan harga tepatnya pada bulan Februari minggu ke 2 hingga bulan Mei

minggu ke 2 dari Rp 3.500,00/ kg menj adi Rp 6.400,00/ kg. Faktor yang

menyebabkan terjadinya peningkatan harga tersebut dapat disebabkan karena

terjadinya penurunan produksi bawang merah, karena pada selang periode

tersebut komoditas bawang merah memasuki masa kosong atau paceklik panen.

Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah impor bawang pada periode
69

tersebut, dimana pada bulan Februari impor bawang merah mencapai 1.752 ton,

meningkat tajam menjadi 19.982 ton pada bulan Mei (Lampiran 2).

Pada tahun 2006 terjadi peningkatan harga bawang merah yang cukup

tajam tepatnya pada bulan Januari minggu ke 1 hingga minggu ke 3, dari Rp

6.714,00/ kg menjadi Rp10.143,00/ kg. Faktor yang menyebabkan terjadinya

peningkatan harga yang cukup tajam tersebut diduga karena terjadinya penurunan

pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, dimana pada minggu ke 1 pasokan

sebesar 792 ton turun menjadi 518 ton pada minggu ke 3. Pada tahun 2006 harga

bawang merah relatif tinggi dengan kisaran harga antara Rp 9.714,00/ kg pada

bulan Februari hingga Rp 8.214,00/ kg pada bulan Juni (Lampiran 1). Faktor yang

menyebabkan tingginya harga bawang merah pada periode Februari hingga Juni

dapat diduga karena sedikitnya jumlah produksi bawang merah yang dihasilkan,

karena bertepatan dengan musim paceklik atau kosong panen. Hal ini dibuktikan

dengan meningkatnya jumlah impor bawang merah selama periode tersebut,

dimana pada bulan Februari impor bawang merah mencapai 1.752 ton, meningkat

tajam menjadi 22.432 ton pada bulan Juni (Lampiran 2). Selain faktor jumlah

produksi, terdapat juga faktor lainnya yang menyebabkan tingginya harga bawang

merah selama periode tersebut yaitu terjadinya peningkatan harga impor bawang

pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan kisaran harga

antara Rp 3.105,38/ kg hingga Rp 3.761,47/ kg dan juga terjadinya peningkatan

harga pupuk dibandingkan tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2006

Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi untuk pupuk Urea sebesar Rp

1.200/ kg, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp

1.050,00/ kg (Lampiran 2). Pada tahun 2006 juga terdapat pola yang sama seperti
70

pada tahun 2003 dan tahun 2004 yaitu terjadi trend penurunan harga bawang

merah dari bulan Mei minggu ke 2 hingga bulan Oktober minggu ke 1, dari harga

Rp 8.786,00/ kg menjadi Rp 2.971,00/ kg, diduga faktor penyebab penurunan

harga ini sama seperti yang terjadi pada tahun 2003 dan 2004 yaitu terjadinya

peningkatan produksi nasional bawang merah karena bertepatan dengan masa

panen.

Kesimpulan awal terhadap identifikasi fluktuasi harga bawang merah yaitu

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di

PIKJ. Faktor- faktor tersebut antara lain jumlah produksi bawang merah, jumlah

pasokan impor bawang merah , harga impor bawang merah, dan harga pupuk.

Faktor lainnya seperti jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ,

pengaruhnya belum dapat terlihat secara jelas, karena pada beberapa periode

tertentu seperti pada saat Hari Raya Keagamaan pengaruhnya tidak signifikan

dalam mempengaruhi harga, namun pada beberapa periode tertentu, jumlah

pasokan juga mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam mempengaruhi

harga.

Namun demikian semua faktor- faktor tersebut belum dapat dikatakan

berpengaruh nyata atau tidak pada harga bawang merah di PIKJ. Untuk

memastikan nyata atau tidaknya masing- masing faktor dalam mempengaruhi

fluktuasi harga bawang merah maka akan dilakukan uji regresi pada faktor- faktor

tersebut. Sedangkan pola harga bawang merah yang dapat diidentifikasi ialah

terdapatnya trend penurunan harga bawang merah pada beberapa periode tertentu

tepatnya pada bulan Mei hingga bulan September pada tahun 2003, 2004, dan

2006. Hal ini mengindikasikan terdapatnya unsur musiman pada data harga
71

bawang merah, sedangkan unsur trend keseluruhan belum terlihat secara jelas.

Untuk memastikan trend keseluruhan harga bawang merah apakah menaik atau

menurun maka akan dilakukan uji trend, dan untuk memastikan ada tidaknya

unsur musiman akan dilakukan plot ACF dan PACF pada data harga bawang

merah.

5.2.1 Identifikasi unsur trend dan pola musiman

Untuk melihat ada tidaknya unsur trend maka dilakukan uji regresi antara

harga bawang merah terhadap waktu (Lampiran 3).

Yt = 4297 + 11.3 t

Yt = Harga bawang merah (Rp/kg)

t = Periode (Minggu)

Dengan mengambil taraf nyata, a = 5 % persamaan regresi tersebut dapat

dipastikan memiliki trend yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

probabilitas dari konstanta dan koefisien regresi yang lebih kecil dari dua kali

taraf nyatanya. Dari persamaan regresi tersebut terlihat kecenderungan trend harga

bawang merah yang meningkat, ketika t naik satu satuan waktu maka akan

meningkatkan harga sebesar Rp 11,3 atau setiap 1 minggu harga bawang merah

mengalami peningkatan sebesar Rp 11,3/ kg.

Untuk melihat ada tidaknya unsur musiman pada pola data harga, dapat

dilakukan dengan cara identifikasi pola data secara statistik dengan mengamati

plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Dari plot tersebut terlihat bahwa ACF

memiliki pola dying down atau spike menurun secara lambat, sedangkan pola

PACF nya terlihat mengalami cut off hal ini ditunjukkan pada lag ke 2 dimana

spike langsung mengalami penurunan drastis dibandingkan lag sebelumnya.


72

Unsur musiman tidak terlihat jelas dari plot ACF dan PACF karena tidak adanya

spike yang signifikan pada beberapa time lag tertentu tidak mempunyai jarak yang

sistematis misalnya 4,8,12.

Identifikasi ada tidaknya unsur musiman pada data dapat terlihat secara

jelas apabila data telah distasionerkan. Dari hasil penstasioneran data, kemudian

dilihat kembali pola dari ACF dan PACF nya (Lampiran 5). Hasil dari pola ACF

dan PACF dari data yang telah stasioner tersebut, pola musiman pada data tidak

terlihat secara jelas, hal ini ditunjukkan dengan tidak terdapatnya beberapa paku

yang signifikan pada beberapa lag tertentu, namun demikian pengamatan awal

terhadap pola ACF dan PACF tersebut belum cukup untuk mengatakan bahwa

data tidak mempunyai unsur musiman, karena dari identifikasi awal pola data

dijelaskan bahwa harga bawang merah mempunyai pola tertentu yaitu mempunyai

trend harga yang menurun tepatnya antara bulan Mei hingga bulan September

terutama pada tahun 2003, 2004, dan 2006. Dugaan awal dari penyebab trend

menurunnya harga bawang merah pada periode tersebut ialah karena peningkatan

jumlah produksi nasional bawang merah, karena bertepatan dengan masa panen

bawang merah, hal ini dapat ditunjukkan dengan jumlah impor bawang merah

yang cukup kecil pada selang periode tersebut. Adanya pola musiman pada data

harga bawang merah tentunya sangat sesuai dengan asumsi umum yang sering

digunakan dalam komoditas pertanian yang mengatakan bahwa harga komoditas

pertanian sangat dipengaruhi oleh musim. Namun demikian dari identifikasi awal

terlihat bahwa jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ, nampaknya tidak terlalu

dipengaruhi oleh jumlah produksi bawang merah nasional, hal ini dibuktikan

dengan konstannya jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ pada saat musim kosong
73

panen yaitu pada bulan Mei hingga September. Hal ini disebabkan karena selain

menerima pasokan bawang merah dari daerah-daerah, PIKJ juga mengimpor

bawang merah dari luar, sehingga ketika pasokan bawang yang masuk dari daerah

– daerah sedang sedikit, maka PIKJ akan mengimpornya dari luar, sehingga dalam

hal ini dapat disimpulkan bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ

tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap fluktuasi harga bawang merah

yang masuk ke PIKJ. Kesimpulan akhir yang dapat dihasilkan dari identifikasi

pola data harga bawang merah yaitu harga bawang merah mengandung unsur

trend meningkat secara keseluruhan dan mempunyai unsur musiman.

5.3 Penerapan Metode Peramalan Time Series

Setelah pola fluktuasi harga bawang merah dapat diidentifikasi maka

penerapan metode peramalan dapat dilakukan secara lebih mudah. Metode

peramalan yang akan digunakan nanti akan disesuaikan dengan pola fluktuasi

harganya, karena tiap-tiap metode peramalan mempunyai asumsi yang berbeda

dalam meramalkan berbagai pola data. Metode peramalan yang dipilih di dalam

penelitian adalah metode peramalan time series karena metode ini dianggap paling

tepat dalam kasus harga bawang merah di PIKJ. Seperti yang sudah diterangkan

dalam bab-bab sebelumnya, metode ini tepat digunakan untuk mengetahui apa

yang akan terjadi pada masa depan bukan untuk mengetahui mengapa hal itu

terjadi. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi

pergerakan harga bawang merah tidak dapat diidentifikasi secara mudah,

mengingat juga keterbatasan akan data.


74

Dari identifikasi pola data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa data

memiliki pola yang tidak stasioner, mengikuti suatu trend yang meningkat, dan

mempunyai pola musiman tertentu. Dengan didasarkan pada asumsi-asumsi yang

dimiliki oleh masing- masing metode peramalan maka metode peramalan yang

perlu dipertimbangkan untuk digunakan adalah model rata-rata bergerak

sederhana, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing Holt,

DES Brown, Metode Winters Multiplikatif, Dekomposisi Multiplikatif dan Aditif

serta metode Box Jenkins (ARIMA). Digunakannya beberapa metode peramalan

tersebut dimaksudkan untuk memperoleh perbandingan efektivitas yang lebih baik

antara berbagai metode peramalan time series.

5.3.1 Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average)

Metode ini hanya menggunakan beberapa data terakhir untuk dicari nilai

tengahnya sebagai nilai ramalan periode berikutnya. Banyaknya data yang

diikutsertakan disebut sebagai ordo. Penentuan ordo yang sesuai dan memberikan

nilai MSE terkecil dilakukan dengan coba-coba. Terdapat beberapa ordo yang

dapat dicoba antara lain ordo dua untuk mengantisipasi pola data 2 mingguan,

ordo empat untuk pola bulanan,ordo delapan untuk pola dua bulanan, ordo

duabelas untuk pola tiga bulanan,ordo enam belas untuk pola empat bulanan, ordo

dua puluh empat untuk pola enam bulanan, dan ordo empat puluh delapan serta

lima puluh dua untuk pola tahunan. Metode ini cocok untuk peramalan satu

periode ke depan. Peramal dapat menentukan berapa jumlah data yang akan

diikutkan dalam menghitung nilai tengah sejak awal. Jika terdapat data aktual

terbaru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang data tertua dan

memasukkan data terbaru. Metode ini cocok untuk meramalkan data yang
75

mempunyai perubahan besar terutama pada data akhirnya dan metode ini hanya

mampu untuk meramalkan data satu periode ke depan.

Pada jumlah pasokan bawang merah, MSE terkecil terdapat pada ordo-

ordo yang relatif kecil seperti pada ordo dua dan empat. Hal ini tentunya sangat

sesuai dengan cara kerja dari metode ini yang hanya meramalkan data terakhir

dari data. Karena denga n semakin kecil ordo yang digunakan maka dalam hal ini

semakin besar pula bobot yang diberikan pada data historis terkini sehingga

ramalan yang dihasilkan pun nantinya akan tidak berbeda jauh dari data

sebelumnya. Penggunaan ordo yang besar hanya cocok digunakan apabila

terdapat fluktuasi yang lebar dan jarang pada deret waktu. Pada Tabel 7 dapat

dilihat hasil peramalan masing- masing ordo. MSE terkecil terdapat pada ordo dua

yaitu 481814 yang menghasilkan ramalan sebesar Rp 4.322,00/ kg.

Tabel 7. Hasil Peramalan Metode Simple Moving Average berdasarkan nilai

MAD dan MSE

M MAD MSE Nilai Ramalan


2 498 481814 4.322
4 613 705896 4.318
8 701 887151 4.850
12 854 1268917 4.942
16 939 1578300 4.816
24 1078 2120755 4.387
48 1354 2934202 6.066
52 1385 3021938 6.304

5.3.2 Metode Single Exponential Smoothing

Dalam menggunakan metode peramalan ini diperlukan suatu nilai a yang

sesuai agar hasil ramalan akurat dengan menghasilkan nilai MAD dan MSE

terkecil. Penggunaan program Minitab akan mempermudah proses peramalan

karena mampu mencari nilai a yang optimal. Metode ini menggunakan bobot
76

yang berbeda untuk tiap data yang diikutkan dalam deret data, yaitu memberikan

bobot terbesar pada observasi terbaru, bobot menurun secara eksponensial dengan

semakin lamanya observasi. Metode ini umumnya lebih baik dibandingkan rata-

rata bergerak sederhana yang memberikan bobot yang sama bagi seluruh data.

Metode ini hanya mampu memberikan ramalan satu periode ke depan dan cocok

untuk pola data horizontal atau stasioner. Penerapan metode ini cukup sederhana

yaitu hanya dengan menyimpan nilai a, data dan ramalan terakhir untuk

menghasilkan ramalan berikutnya. Hasil penerapan metode ini menghasilkan nilai

MAD dan MSE sebesar 419 dan 357595 dengan hasil ramalan sebesar Rp

4.535,00/ kg, yaitu dalam 1 minggu ke depan diperkirakan harga bawang merah

berada pada kisaran Rp 4.535,00/ kg. Penerapan metode ini menghasilkan a

optimal sebesar 1,082.

5.3.3 Double Exponential Smoothing Brown

Metode DES Brown memberikan bobot yang makin menurun pada

observasi masa lalu. Metode ini melakukan dua kali tahap smoothing dimana pada

tahap pertama dilakukan untuk menghilangkan komponen error dan smoothing

tahap kedua digunakan untuk menghilangkan komponen trend. Penggunaan

program QSB akan mempermudah proses peramalan karena mampu mencari

pembobot smoothing yang optimal. Metode ini dapat digunakan untuk

meramalkan beberapa periode ke depan. Hasil penerapan metode ini

menghasilkan nilai MAD dan MSE sebesar 421 dan 360655 dengan nilai a

sebesar 0,9 dan nilai ß sebesar 0,9. Hasil peramalan untuk empat periode ke depan

dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai ramalan bawang merah dalam 1 bulan ke depan

cenderung relatif stabil.


77

Tabel 8. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Brown

Periode Bulan Minggu Nilai Ramalan Harga


(Tahun 2007) (Rp / Kg)
215 Februari IV 4.514
216 Maret I 4.536
217 Maret II 4.557
218 Maret III 4.579

5.3.4 Double Exponential Smoothing Holt

Metode DES Holt memberikan bobot yang semakin menurun pada

observasi masa lalu. Metode ini cukup akurat jika diterapkan untuk deret data

yang mengandung trend. Metode ini berusaha mengekstrapolasi atas dasar trend

terakhir pada data, sehingga ramalan akan memperlihatkan kecenderungan ke satu

arah, yaitu sesuai dengan arah trend terakhir pada data. Metode ini juga dapat

menghasilkan ramalan untuk beberapa periode ke depan. Namun penggunaan

metode ini juga memiliki kelemahan yaitu tingkat kerumitan dan kompleksitas

yang cukup tinggi dimana harus menemukan dua parameter a dan ß yang optimal.

Penemuan a dan ß dilakukan dengan coba-coba. Program Minitab membantu

menemukan dua parameter yang optimal. Penggunaan metode ini menghasilkan

nilai MAD dan MSE masing- masing sebesar 440 dan 382465.

Tabel 9. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Holt

Periode Bulan Minggu Nilai Ramalan Harga


(Tahun 2007) (Rp / Kg)
215 Februari IV 4.647
216 Maret I 4.630
217 Maret II 4.614
218 Maret III 4.598
78

Pada Tabel 9 dapat dilihat hasil ramalan dengan menggunakan metode ini.

Dari Tabel 9 terlihat bahwa nilai ramalan harga cenderung menurun dengan

semakin panjangnya periode ramalan. Ini menunjukkan bahwa metode ini

memang mengikuti arah trend terakhir data yang cenderung menurun. Nilai a

(level) dan nilai ß (trend) yang dihasilkan masing- masing sebesar 1,251 dan

0,014.

5.3.5 Metode Winters Multiplikatif

Metode ini relatif komplek dan rumit, diperlukan 3 parameter yaitu a, ß,

dan ? sehingga dibutuhkan perhitungan dan waktu yang cukup lama untuk

menemukan 3 parameter yang optimal. Meskipun demikian, metode ini memiliki

kelebihan yaitu dapat mengantisipasi adanya pola musiman pada deret data.

Metode ini dapat digunakan untuk meramalkan beberapa periode ke depan.

Metode ini cocok untuk meramalkan data dengan pola fluktuasi musiman yang

cenderung makin membesar.

Tabel 10. Hasil Metode Peramalan Winters Multiplikatif berdasarkan nilai MSE

L MSE Ramalan Harga (Rp/ Kg) Periode


1 2 3 4 5
3 1050028 5.073 5.171 4.809 5.089 5.187
4 1105849 5.314 5.179 4.932 5.035 5.355
6 1034403 5.293 5.225 4.879 5.034 5.278
8 1009605 6.055 5.664 5.508 5.264 5.048
10 989636 4.754 4.917 5.730 5.628 5.669
12 1013256 5.030 4.946 4.775 4.980 5.563
16 1048986 5.916 5.620 5.366 5.313 5.298
20 1025534 5.413 5.521 5.910 6.311 6.558
24 1304200 5.566 5.205 4.757 4.976 5.181

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa panjang musim (L) yang menghasilkan

nilai MSE terkecil dihasilkan pada L = 10 atau pola tiga bulanan. Hal ini
79

mengindikasikan bahwa terdapat pola musiman yang bersifat dua hingga tiga

bulanan pada data harga bawang merah di PIKJ. Hal ini tentunya sangat sesuai

dengan identifikasi pola data pada pembahasan di awal, yaitu terjadinya

kecenderungan trend penurunan harga bawang merah antara periode bula n Mei

hingga bulan September, yang cenderung berulang tiap tahunnya, walaupun dari

plot data tidak terlihat jelas pola musimannya (Gambar 7). Tidak terlihatnya pola

musiman pada data dapat disebabkan karena pola musiman dari data harga

bawang merah berupa trend bukan berupa titik, tidak seperti halnya plot data

pasokan bawang merah (Gambar 8) yang pola musimannya berupa titik, dimana

jumlah pasokan mengalami penurunan yang drastis pada satu periode tertentu, dan

berulang tiap tahunnya.

Terdapatnya pola mus iman pada harga bawang merah dapat disebabkan

oleh banyak faktor, antara lain yaitu jumlah pasokan impor bawang merah,

mengingat PIKJ juga mengimpor bawang merah dari luar, ketika produksi dari

berbagai daerah sentra produksi sedang sedikit. Dalam hal ini pasokan impor

bawang merah yang masuk ke dalam negeri umumnya memiliki pola tertentu

yaitu pasokan impor bawang merah umumnya meningkat pada periode bulan

Februari hingga bulan Mei, bertepatan dengan masa kosong panen bawang merah.

Pasokan impor bawang merah umumnya menurun drastis memasuki bulan Juni

hingga Bulan September, bertepatan dengan masa panen bawang merah

(Lampiran 2). Disamping jumlah pasokan impor bawang merah, harga impor

bawang merah juga mempengaruhi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ.

Umumnya ketika harga impor bawang merah meningkat maka harga bawang

merah di PIKJ akan cenderung meningkat (Lampiran 2).


80

MSE yang dihasilkan masing- masing sebesar 989636. Parameter a, ß, dan

? yang dihasilkan sama masing- masing sebesar 0,2; 0,2; dan 0,2 (Lampiran 6).

Nilai MSE yang dihasilkan metode Winters lebih besar dibandingkan dengan

metode- metode sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena belum optimalnya

nilai pembobot masing- masing parameter. Dari hasil ramalan pada Tabel 9 terihat

bahwa terdapat trend harga bawang yang meningkat, hal ini sesuai dengan awal

pembahasan yang mengatakan bahwa trend harga bawang merah cenderung

mengalami peningkatan (Lampiran 3).

5.3.6 Metode Dekomposisi

Metode dekomposisi berusaha mengidentifikasi berbagai komponen yang

mempengaruhi pola perilaku deret data (Lampiran 7). Pemisahan (dekomposisi)

ini bertujuan untuk membantu pemahaman atas perilaku deret data sehingga dapat

dicapai keakuratan peramalan yang baik. Komponen yang mempengaruhi deret

data dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu trend, musiman, siklus,

dan error atau faktor acak. Apabila terdapat komponen-komponen tersebut dalam

suatu deret data maka penggunaan metode dekomposisi akan memberikan hasil

peramalan yang cukup akurat. Kelemahan dari metode ini adalah

ketidakmampuan untuk mengidentifikasi unsur siklis pada data dan kadang kala

dianggap sebagai bagian dari trend dan metode ini dalam melakukan peramalan

umumnya didasarkan pada trend keseluruhan yang terjadi pada data sehingga

nantinya hasil peramalan akan berbeda cukup jauh dari data terakhirnya.. Metode

ini dapat memberikan ramalan untuk beberapa periode ke depan.

Jika metode ini diterapkan dengan menggunakan program Minitab maka

diperlukan nilai L (panjang musim) yang lebih besar dari satu. Hal ini karena dari
81

hasil identifikasi di awal pembahasan, menjelaskan bahwa deret data memiliki

pola musiman dan berdasarkan metode Winters juga didapatkan MSE terkecil

pada L = 10. Untuk tetap dapat menerapkan metode ini, maka nilai L yang

digunakan didasarkan pada hasil penerapan metode Winters yaitu dipilih nilai L

yang lebih besar dari satu yang menghasilkan nilai MSE terkecil dan untuk itu L

yang digunakan pada deret data harga bawang merah yaitu L = 10. Model yang

digunakan adalah model dekomposisi multiplikatif yaitu model yang

memperlakukan nilai- nilai deret waktu sebagai hasil perkalian komponen-

komponen trend, siklus,musiman dan error serta model dekomposisi aditif yaitu

model yang memperlakukan nilai- nilai deret waktu sebagai hasil penjumlahan

komponen-komponen trend, siklus, musiman, dan error. Nilai MSE dari metode

dekomposisi multiplikatif yaitu 2556858 (Lampiran 7), sedangkan nilai MSE dari

metode dekomposisi aditif yaitu 2557356 (Lampiran 8).

Penerapan metode ini justru memberikan nilai MSE yang sangat besar

dibandingkan dengan beberapa metode sebelumnya. Faktor yang menyebabkan

MSE hasil peramalannya besar ialah karena pola musiman harga bawang merah

tidak terlihat begitu jelas, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pola

musiman yang terdapat pada data harga bawang merah berupa trend, yaitu harga

bawang merah mengalami peningkatan atau penurunan secara perlahan, tidak

serta merta meningkat atau menurun secara drastis. Metode dekomposisi dapat

memberikan nilai MSE yang relatif kecil apabila pola musiman pada data terlihat

secara jelas seperti pola pasokan bawang merah (Gambar 8), dimana pasokan

menurun secara drastis pada satu periode tertentu dengan jarak yang sistematis.

Dari hasil peramalan pada Tabel 11 terlihat bahwa harga cenderung mengalami
82

peningkatan yang cukup tajam jika dibanding periode sebelumnya hal ini terkait

dengan trend harga keseluruhan yang terjadi pada deret data yang mengalami

peningkatan.

Tabel 11. Hasil peramalan harga Metode Dekomposisi (L = 10)

Periode Bulan Minggu Nilai Ramalan Harga (Rp / Kg)


(Tahun
2007) Multiplikatif Aditif
215 Februari IV 6.557 6.593
216 Maret I 6.491 6.536
217 Maret II 6.689 6.674
218 Maret III 6.732 6.743
219 Maret IV 6.950 6.905

5.3.7 Metode Box Jenkins

Dalam melakukan peramalan, metode Box Jenkins mensyaratkan agar data

sudah stasioner. Jika data belum stasioner maka data harus distasionerkan terlebih

dahulu dengan cara pembedaan (differencing) data hingga stasioner. Seperti telah

dijelaskan sebelumnya bahwa deret data memiliki pola musiman sehingga dalam

hal ini diperlukan dua kali penstasioneran apabila nantinya data belum stasioner,

yaitu penstasioneran data bagian non musiman dan bagian musimannya. Untuk

mengetahui data pasokan bawang merah sudah stasioner atau belum maka

dilakukan plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Dari hasil plot ACF dan PACF

tersebut terlihat bahwa pola paku-paku pada plot ACF mengalami penurunan

secara lambat (dying down) dan hal ini mengindikasikan bahwa data mengandung

trend atau belum stasioner, sedangkan pola paku-paku pada PACF mengalami cut

off pada lag ke dua.

Data yang belum stasioner tersebut harus di differencing, hasil pembedaan

tahap pertama reguler (Diff 1) tersebut kemudian diplot kembali untuk


83

mengetahui pola ACF dan PACFnya. Hasil plot ACF dan PACF (Diff 1)

(Lampiran 5) memperlihatkan bahwa spike atau paku sudah berada dalam garis

autokorelasi atau nilai dari korelasi dan t hitungnya sudah tidak berbeda nyata dari

nol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bagian non musiman dari deret data

telah stasioner. Implikasi dari digunakannya data dengan pembedaan pertama

adalah model yang digunakan harus mengandung nilai d = 1 menjadi ARIMA

(p,1,q). Tahap selanjutnya adalah melakukan pembedaan musiman pada data

harga bawang merah.

Tahap pertama yang perlu dilakukan untuk menstasionerkan bagian

musiman dari data ialah melakukan pembedaan musiman pada data, dengan

menggunakan panjang musim (L = 20). Panjang musim yang digunakan

merupakan kecenderungan terjadinya trend yang berulang untuk setiap tahunnya,

dimana harga bawang merah cenderung mengalami penurunan antara periode

bulan Mei hingga bulan September, dengan panjang periode 20 minggu.

Pembedaan musiman dengan panjang musim 20 dilakukan hingga data

menyebar secara merata sepanjang rentang waktu. Implikasi pembedaan musiman

dan pembedaan pertama pada bagian non musiman ini adalah model yang

digunakan harus mengandung nilai d = 1, D = 1 dan L = 20 sehingga model

menjadi ARIMA (p,1,q) (P,1,Q)20 . Hasil pembedaan pertama dan pembedaan

musiman dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari hasil pengamatan plot deret waktu

pasokan yang telah dilakukan pembedaan pertama dan pembedaan musiman

(Diff1Diff20 Harga bawang merah) tampak data telah stasioner dan varian

penyebarannya normal sepanjang waktu.


84

Hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi model yang

sesuai. Analisa pengidentifikasian model dilakukan terhadap plot ACF dan plot

PACF data yang telah dilakukan pembedaan pertama dan pembedaan musiman.

Identifikasi plot ACF dan plot PACF bertujuan untuk menentukan nilai p dan q

untuk bagian non musiman dan nilai P dan Q untuk bagian musiman, sedangkan

nilai L (panjang musim) menunjukkan periode musiman data yang nilainya sudah

didapat sebelumnya.

Plot data ACF dan PACF deret data pasokan setelah dilakukan pembedaan

pertama dan pembedaan musiman (Diff1Diff20 Harga bawang merah) dapat

dilihat secara jelas bahwa paku-paku ACF terpotong pada lag ke satu dan

mengalami cut off, sedangkan paku-paku PACF mengalami dying down atau

menurun secara lambat dengan pola eksponensial yang disertai fluktuasi positif

dan negatif (Damped exponential – oscilation). Dengan demikian, berdasarkan

teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

terdapat unsur MA (1) atau q = 1 pada deret data non musiman. Pada deret data

musimannya terlihat paku- paku ACF mengalami cut off hal ini terlihat dari t

hitung lag ke 20 pada pola ACF sebesar – 4,83 dan pada lag ke 40 t hitungnya

sudah tidak signifikan yaitu sebesar – 1,11. Sedangkan pada pola PACF nya

terlihat bahwa paku-pakunya mengalami dying down atau menurun secara lambat

dari lag 20 ke lag 40, yang terlihat dari nilai t hitungnya yaitu pada lag 20 sebesar

– 4,61dan pada lag ke 40 masih signifikan yaitu sebesar – 4,14. Dalam hal ini

dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur MA (1) atau Q = 1 pada deret data

musimannya. Model ARIMA hasil identifikasi awal adalah ARIMA (0,1,1)

(0,1,1)20 . Akan tetapi, untuk meyakinkan bahwa hasil identifikasi tersebut adalah
85

yang terbaik, maka perlu ditentukan model alternatif yang mendekati model yang

telah diidentifikasi.

Dalam menentukan beberapa alternatif model yang akan digunakan dan

menghasilkan MSE dan MAD terkecil dibutuhkan judgement dari peramal. Model

alternatif tersebut antara lain ARIMA (0,1,2) (0,1,1)20 , ARIMA (1,1,2) (0,1,1)20 ,

ARIMA (0,1,2) (0,1,1)10 , ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 , ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 . Nilai

MSE dari beberapa alternatif model ARIMA dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Akurasi Kesalahan Hasil Penerapan Metode ARIMA

Model Alternatif MSE


ARIMA (0,1,1) (0,1,1)20 358142
ARIMA (0,1,2) (0,1,1)20 359818
ARIMA (1,1,2) (0,1,1)20 359328
ARIMA (0,1,2) (0,1,1)10 357578
ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 354140
ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 356734

Berdasarkan hasil penerapan beberapa metode ARIMA baik musiman

maupun non musiman, nilai MSE terkecil dihasilkan oleh model ARIMA (2,1,1)

(1,1,1)10 . Model-model ARIMA yang telah diestimasi harus dievaluasi untuk

melihat apakah model telah layak atau tidak. Dalam tahapan evaluasi (diagnostic

checking) kriteria-kriteria yang digunakan antara lain :

(a) Iterasi harus konvergen, model tersebut telah memenuhi syarat ini, hal ini

ditunjukkan dari terdapatnya pernyataan relative change in each estimate less

than 0,001 pada session (Lampiran 11).

(b) Kondisi invertibilitas dan stasioneritas, ditunjukkan oleh nilai koefisien AR

dan MA yang kurang dari 1 (Lampiran 11).


86

(c) Jumlah parameter yang signifikan, semua parameter yang terdapat pada model

telah signifikan yang ditunjukkan oleh nilai p- value nya yaitu sebesar 0,000

(Lampiran 11).

(d) Prinsip parsimoni (kesederhanaan model), model sudah cukup sederhana

dibandingkan model lainnya.

(e) MSE terkecil, nilai MSE dari model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 relatif lebih

kecil dibandingkan model lainnya (Tabel 12).

(f) Residual peramalan harus bersifat acak atau random. Analisis residual yang

telah menyebar random dapat dilihat dari plot ACF dan PACF residual

(Lampiran 12) atau dengan uji kelayakan dari Box Pierce Q statistik. Pada

Lampiran 12 terlihat bahwa paku-paku pada ACF dan PACF residual tidak

ada yang keluar dari garis, hal ini menunjukkan bahwa residual sudah

menyebar acak. Untuk memastikan bahwa residual benar-benar sudah acak

dapat juga dilihat dari nilai p - value indikator Box – Ljung Statistic. Dari hasil

output (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa nilai p - value untuk uji statistik ini

sudah lebih besar dari taraf nyatanya yaitu 0,05, hal ini menunjukkan bahwa

residual memang sudah acak.

Berdasarkan tahap evaluasi dari beberapa kriteria di atas, model ARIMA

(2,1,1) (1,1,1)10 telah memenuhi semua syarat kelayakan sehingga layak

digunakan untuk peramalan. Hasil dari pengolahan model ARIMA (2,1,1)

(1,1,1)10 dapat dilihat pada Lampiran 11.

Penerapan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 menghasilkan nilai MSE

sebesar 354140. Persamaan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 , yaitu :


87

Yt = d + (1+F 1 ) Yt-1 + F 2 Yt-2 + (1 + F 10 ) Yt-10 – (1- F 1 F 10 )Yt-11 +F 2 F 10 Yt-12 – ?1

e t-1 – ?10 e t-10 + ?1 ?10 e t-11 + µ t

Keterangan : Yt = Harga aktual bawang merah pada periode t ( Rp / kg )

F = parameter AR non musiman (1)

F2 = parameter AR non musiman (2)

F 10 = parameter AR musiman (L = 10)

?1 = parameter MA non musiman (1)

?10 = parameter MA musiman (L = 10)

d = nilai konstanta

Yt-n = Harga aktual bawang merah pada n periode sebelum t (Rp/kg)

e t-n = selisih nilai aktual dengan ramalan pada periode t

µt = error

Pada Lampiran 11 menunjukkan hasil perhitungan berupa nilai- nilai

parameter untuk serial data harga bawang merah, yaitu : d = - 0,3880, F 1 =

0,8515, F2 = - 0,1671, F10 = - 0,1193, ?1 = 0,7553, ?10 = 0,9491. Nilai – nilai

tersebut dimasukkan ke dalam persamaan diatas sehingga diperoleh persamaan :

Yt = - 0,3880 + 1,8515 Yt - 1 – 0,1671Yt - 2 + 0,8807Yt - 10 – 1,1016 Yt - 11 + 0,0199

Yt - 12 – 0,7553 e t - 1 – 0,9491 e t - 10 + 0,7169 e t - 11 + µ t

Tabel 13. Ramalan Harga Bawang Merah Model ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10

Periode Bulan Minggu Nilai Ramalan


(Tahun 2007) (Rp / Kg)
215 Februari IV 4.530
216 Maret I 4.446
217 Maret II 4.478
218 Maret III 4.553
219 Maret IV 4.752
88

Persamaan ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 tersebut dapat digunakan untuk peramalan

harga bawang merah untuk beberapa periode mendatang. Nilai ramalan harga

bawang merah untuk lima periode ke depan dengan menggunakan model ARIMA

(2,1,1) (1,1,1)10 dapat dilihat pada Tabel 13.

5.4 Pemilihan Metode Peramalan Time Series

Setelah menerapkan berbagai metode time series untuk meramalkan harga

bawang merah di PIKJ, langkah selanjutnya adalah memilih metode yang

dianggap paling sesuai. Pemilihan metode peramalan yang paling sesuai

didasarkan pada dua hal utama yaitu nilai kesalahan berdasarkan MSE dan MAD

terkecil (memberikan keakuratan peramalan yang tinggi) dan kedua adalah tingkat

kemudahan dalam penerapan metode tersebut. Dalam Tabel 14 dapat dilihat

perbandingan atau ranking nilai kesalahan model berdasarkan MSE dan MAD

dari yang terkecil hingga terbesar dari masing- masing metode.

Berdasarkan penerapan beberapa model yang disajikan pada Tabel 14,

maka metode yang dianggap cocok untuk menjelaskan pola data yang ada adalah

metode ARIMA. Hal ini didasari bahwa metode ARIMA memberikan hasil

peramalan dengan tingkat kesalahan terkecil sebagai ukuran keakuratan model.

Penerapan metode ARIMA terbaik dengan panjang musim 10 ( L = 10)

adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 dengan nilai MSE 354140. Nilai ramalan harga

untuk lima periode ke depan telah disajikan pada Tabel 13. Meskipun metode

ARIMA mampu memberikan keakuratan yang tinggi dan sesuai dengan pola data

yang ada, namun kelemahannya adalah banyak peramal yang tidak dapat

menggunakannya karena faktor kerumitan dan pengetahuan akan program


89

komputer yang cukup sulit. Apabila dikerjakan secara manual, metode ini

membutuhkan waktu yang lama dan proses yang cukup rumit.

Tabel 14. Hasil Penerapan Metode Time Series Terhadap Harga Bawang Merah

No. Metode Time Series L/M MSE


1 ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 10 354140
2 Single Exponential Smoothing 357595
3 DES - Brown 360655
4 DES - Holt 382465
5 Simple Moving Average 2 481814
6 Winters Multiplikatif 10 989636
7 Dekomposisi Aditif 10 2556858
8 Dekomposisi Multiplikatif 10 2557356

Keterangan : L = panjang musim


M = ordo
Model alternatif terbaik yang dapat digunakan oleh para peramal yang

mengutamakan kemudahan tetapi menuntut tingkat keakuratan yang tinggi selain

metode Box-Jenkins ialah metode Single Exponential Smoothing. Kelebihan dari

metode SES adalah jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan

berjalannya waktu. Kelemahan metode ini adalah memerlukan penyimpanan data

yang lebih banyak dan metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya

trend ataupun musiman. Hasil penerapan metode SES menghasilkan nilai MSE

sebesar 357595, dengan nilai ramalan untuk satu periode ke depan yaitu Februari

minggu ke empat sebesar Rp 4.535,00/ kg.

5.5 Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga

Bawang Merah di PIKJ

Dalam teori ekonomi mikro, harga suatu komoditas terbentuk karena dua

kekuatan utama yaitu permintaan dan penawaran. Dari kedua faktor tersebut dapat
90

diuraikan menjadi berbagai faktor lainnya yang dapat mempengaruhi harga, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Harga bawang merah di PIKJ memiliki

fluktuasi yang cukup besar pada beberapa selang periode tertentu. Banyak faktor

yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang besar pada komoditas bawang

merah. Di awal pembahasan telah dijelaskan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi harga bawang merah, antara lain yaitu harga impor bawang merah,

pasokan impor bawang merah, pasokan bawang yang masuk ke PIKJ, dan harga

pupuk. Data faktor- faktor yang digunakan dalam analisis adalah data bulanan

yaitu dari bulan Januari 2003 hingga bulan September 2006, dengan demikian

jumlah data yang digunakan adalah sebanyak 45 (Lampiran 2). Model yang

digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang

merah di PIKJ yaitu model regresi berganda. Model yang dihasilkan (Lampiran

13), yaitu :

Y = - 9935 – 0,35 X1 + 0,000092 X2 + 2,21 X3 + 9,11 X4

Tabel 15. Hasil Pengujian Masing - Masing Parameter terhadap Harga Bawang

Merah di PIKJ

Nilai t
Variabel Koefisien Regresi hitung p value VIF
Konstanta -9935 -4,13 0,000 -
Pasokan bawang di PIKJ (X1) -0,350 -1,67 0,103 1,1
Pasokan impor bawang (X2) 0,000092 5,63 0,000 1,0
Harga impor bawang (X3) 2,21 5,46 0,000 1,4
Harga pupuk (X4) 9,11 3,43 0,001 1,5
2
Koefisien Determinasi (R ) : 76,1 %
F hitung : 31,88
Tingkat kepercayaan 95 % : F tabel = 2,37 s/d 2,45

Hasil dari uji regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2 )

yang dihasilkan sebesar 76,1 %, yang artinya keempat variabel bebas diatas
91

mampu menerangkan keragaman harga bawang merah sebesar 76,1 %, sedangkan

sisanya diterangkan oleh variabel lainnya yang tidak dapat diidentifikasi akibat

keterbatasan data. Nilai VIF dari keempat variabel bebas lebih kecil dari 5 yang

mengindikasikan bahwa tidak terdapat multikoloniearitas pada model atau tidak

ada hubungan yang kuat antara masing- masing variabel bebas yang diduga. Nilai

F hitung (31,88) lebih besar dari F tabel (2,37 s/d 2,45) yang artinya ada salah satu

dari variabel yang diestimasi yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga

bawang merah.

1. Pasokan bawang merah di PIKJ (X1 )

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pasokan bawang merah yang

masuk ke PIKJ tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan harga

bawang merah yang terjadi di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p value nya yang

lebih besar dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,103. Faktor yang menyebabkan tidak

signifikannya variabel pasokan bawang yang masuk ke PIKJ diduga karena

terdapatnya pasokan bawang impor yang masuk ke PIKJ. Pada bulan-bulan

tertentu ketika pasokan bawang merah yang dipasok ke PIKJ sedikit, maka

pedagang di PIKJ mengimpor bawang merah dari luar, untuk menjaga jumlah

pasokan tetap kontinyu. Dengan jumlah pasokan yang relatif kontinyu tetapi harga

bawang merah tetap berfluktuasi, hal ini mengindikasikan bahwa variabel pasokan

bukanlah faktor yang mempengaruhi secara nyata fluktuasi harga bawang di PIKJ.

2. Pasokan impor bawang merah (X2 )

Pasokan impor bawang merah dalam penelitian ini adalah pasokan impor

nasional. Berdasarkan hasil analisis regresi, pasokan impor bawang berpengaruh

nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p
92

value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,000. Tanda dari

koefisiennya bernilai positif atau berhubungan positif, sesuai dengan pembahasan

awal yang menjelaskan bahwa ketika harga bawang merah mengalami trend

penurunan harga pada periode bulan Mei hingga bulan September tahun 2003,

2004, dan 2006 maka impor bawang yang masuk ke dalam negeri juga akan relatif

turun, karena bertepatan dengan masa panen bawang merah, dimana jumlah

produksi bawang merah dalam negeri menjadi berlimpah pada periode tersebut

sehingga jumlah bawang merah impor yang masuk menjadi dikurangi. Begitu

juga sebaliknya ketika harga bawang merah mengalami trend peningkatan pada

perode bulan Februari hingga Juni, maka impor bawang yang masuk ke dalam

negeri pun menjadi meningkat karena bertepatan dengan masa kosong panen

bawang merah, dimana produksi bawang dalam negeri merosot pada periode

tersebut, sehingga diperlukan impor bawang merah dari luar untuk menutupi

kekurangan produksi (Lampiran 2). Nilai korelasi antara pasokan impor bawang

merah dengan harga bawang sebesar 0,516. Nilai tersebut tidak terlalu besar atau

dapat dikatakan bahwa pengaruh pasokan impor terhadap fluktuasi harga bawang

merah di PIKJ relatif kecil, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien

regresinya sebesar 0,000092 artinya yaitu peningkatan jumlah impor bawang

sebesar 1 satuan hanya meningkatkan harga bawang sebesar 0,000092 satuan.

3. Harga impor bawang merah (X3 )

Berdasarkan hasil analisis regresi, harga impor bawang merah berpengaruh

nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p

value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,000. Tanda dari

koefisiennya bernilai positif atau berhubungan positif, sesuai dengan pembahasan


93

awal yang menjelaskan bahwa ketika harga impor bawang merah meningkat maka

harga bawang merah yang terjadi di PIKJ juga akan cenderung meningkat, hal ini

dapat ditunjukkan Lampiran 2, dimana pada tahun 2006 harga impor bawang

merah cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,

misalnya saja pada bulan Mei tahun 2005 dimana harga bawang merah di PIKJ

sebesar Rp 5.939,00/ kg dengan harga impor bawang merah sebesar Rp 2.601,65/

kg dan pada bulan Mei tahun 2006 ketika harga impor bawang merah meningkat

menjadi Rp 3.402,75/ kg maka harga bawang merah di PIKJ pun ikut meningkat

menjadi Rp 8.500,00/ kg. Harga impor bawang merah mempunyai nilai korelasi

yang positif hal ini dikarenakan ketika harga impor bawang merah yang masuk

mengalami penurunan maka harga bawang merah lokalpun akan ikut

menyesuaikan turun tujuannya ialah agar bawang merah lokal dapat bersaing

dengan bawang merah impor dari segi harga jual. Nilai korelasi antara harga

impor bawang merah dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,693. Nilai

tersebut menurut (Hasan,2003) cukup tinggi atau dapat dikatakan bahwa pengaruh

harga impor bawang merah terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ relatif

besar, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien regresinya sebesar 2,21

artinya yaitu peningkatan harga impor bawang sebesar 1 satuan akan

meningkatkan harga bawang merah sebesar 2,21 satuan.

4. Harga Pupuk (X4 )

Harga pupuk dalam penelitian ini adalah Harga Eceran Tertinggi (HET)

pupuk Urea yang ditetapkan Pemerintah. Berdasarkan hasil analisis regresi, harga

pupuk berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ,

ditunjukkan dengan nilai p value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu
94

0,000. Harga pupuk mempunyai nilai korelasi yang positif hal ini dikarenakan

ketika harga pupuk meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani

ikut meningkat mengingat pupuk merupakan salah satu input produksi. Ketika

biaya produksi petani meningkat maka harga jual bawang merah di tingkat petani

pun juga kan ikut meningkat, hal ini dilakukan agar petani tidak mengalami

kerugian akibat peningkatan biaya produksi. Nilai korelasi antara harga pupuk

dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,621. Nilai tersebut artinya korelasi

diantara kedua variabel cukup berarti. Nilai koefisien regresinya sebesar 9,11

artinya yaitu peningkatan harga pupuk sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga

bawang merah sebesar 9,11 satuan.

Kesimpulan dari analisis regresi tersebut adalah faktor- faktor yang

memiliki pengaruh yang nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ

adalah jumlah pasokan impor, harga impor bawang, dan harga pupuk, sedangkan

yang tidak berpengaruh nyata ialah pasokan bawang yang masuk ke PIKJ. Dari

ketiga faktor yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah, faktor yang

pengaruhnya paling besar adalah harga impor bawang merah, yang ditunjukkan

dengan nilai korelasinya sebesar 0,693, paling besar dibandingkan faktor lainnya.

5.6 Upaya-Upaya untuk Memperkecil Fluktuasi Harga Bawang Merah di

PIKJ

Diperlukan upaya- upaya untuk memperkecil fluktuasi harga bawang

merah di PIKJ, dari hasil regresi tersebut terlihat bahwa faktor yang berpengaruh

besar terhadap fluktuasi harga bawang merah adalah harga impor bawang merah,

oleh karena itu diperlukan usaha-usaha tertentu untuk mengendalikan faktor


95

tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah melakukan pengaturan pola

tanam bawang merah pada daerah-daerah sentra produksi, melalui perbaikan

sistem irigasi, mengingat bawang merah merupakan komoditas pertanian yang

butuh cukup air untuk berproduksi secara optimal. Pengaturan pola tanam ini

bertujuan untuk menjaga agar pasokan bawang merah tetap kontinyu dari bulan ke

bulan, karena selama ini pola produksi bawang merah selalu fluktuatif, dimana

pada saat musim panen jumlah produksi yang dihasilkan melimpah, dan pada saat

musim kosong panen, produksinya sedikit. Dengan kontinyunya pasokan bawang

merah dari bulan ke bulan maka impor bawang merah dari luar pun dapat

dikurangi jumlahnya, dengan semakin kecilnya impor bawang merah diharapkan

pengaruh dari harga impor bawang pun akan semakin kecil, sehingga fluktuasi

harga bawang merah dapat diperkecil.

Pada Tabel 16 dapat dilihat pola produksi bawang merah dari bulan ke

bulan dalam periode tahun 2000 hingga 2003. Dari Tabel 16 dapat disimpulkan

bahwa pola produksi bawang merah dalam 4 tahun terakhir mencapai puncak

panen pada selang periode bulan Juni hingga September, dan Januari, dengan rata-

rata produksi antara 600 – 900 ribu kuintal, sedangkan musim paceklik panen

terjadi pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei, dan Nopember,

dengan rata-rata produksi 200 – 400 ribu kuintal. Produksi bawang merah optimal

terjadi pada bulan-bulan memasuki awal dan akhir musim hujan, sedangkan

produksinya akan turun pada saat musim kemarau dan musim hujan.
96

Tabel 16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 - 2003

(Kuintal)

Bulan 2000 2001 2002 2003

Januari 896.131 664.021 667.073 706.355


Februari 414.587 696.268 419.286 553.012
Maret 311.313 1.150.548 586.290 314.403
April 425.853 521.359 595.811 602.572
Mei 383.250 699.454 570.191 805.518
Juni 929.914 920.555 948.372 856.635
Juli 705.646 778.735 941.548 722.507
Agustus 974.109 953.674 870.772 882.854
September 589.039 966.042 930.454 876.455
Oktober 609.934 643.026 489.645 276.252
Nopember 490.117 262.584 362.226 474.615
Desember 998.267 355.235 284.052 556.771
Total 7.728.160 8.611.501 7.665.120 7.627.949

Sumber : Dirjen Hortikultura (2004)

Pengaturan pola tanam terutama ditujukan pada daerah – daerah sentra

produksi bawang merah antara lain Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimana kedua

propinsi itu memberikan kontribusi sebesar 58,32 % produksi bawang merah

nasional pada tahun 2003. Pada Lampiran 14 dapat dilihat pola produksi bawang

merah kedua propinsi tersebut. Pola produksi bawang merah pada kedua propinsi

tersebut relatif sama yaitu puncak panen dicapai pada selang periode bulan Juni

hingga bulan September, dan Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada

bulan Februari hingga bulan Mei, dan November. Dengan cenderung samanya

pola produksi antara kedua propinsi sentra bawang merah tersebut maka

diperlukan suatu pengaturan pola tanam dengan mengubah musim panen di antara

kedua propinsi tersebut, salah satunya melalui perbaikan sistem irigasi. Tujuannya

adalah menjaga kontinuitas pasokan bawang merah dalam negeri dan mengurangi

jumlah impor bawang merah, sehingga dengan semakin kecilnya jumlah impor
97

bawang, maka pengaruh harga impor bawang pun akan semakin kecil. Seperti

dijelaskan sebelumnya bahwa harga impor bawang merupakan faktor yang

berpengaruh cukup besar terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ,

diharapkan dengan semakin kecilnya pengaruh harga impor bawang maka

fluktuasi harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga dapat diperkecil.

Selain pengaturan pola tanam, upaya yang harus dilakukan untuk

memperkecil fluktuasi harga bawang merah antara lain memberikan bimbingan

pelatihan kepada petani bawang merah guna meningkatkan hasil produksinya

misalnya melalui PPL, tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi bawang

merah, mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah,

dimana pada selang periode tahun 2001-2005 produktivitasnya berkisar antara

8,5-10,5 ton/ha atau lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas bawang

merah impor yang produktivitasnya rata-rata mencapai 20 ton/ha. Tujuan dari

peningkatan produktivitas lahan ialah agar jumlah bawang merah impor yang

masuk dapat dikurangi.

Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar

harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)

yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dinas

Pertanian seperti Departemen Sarana Produksi Pertanian. Jika hal tersebut tidak

dapat dilakukan, maka petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk

secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan

membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi harga

bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang merah

di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak di sekitar garis

trend tersebut. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola

musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah

dalam selang periode bulan Mei hingga bulan September, dan trend

peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga

bulan Mei yang berulang tiap tahunnya.. Trend penurunan dan peningkatan

harga bawang merah tersebut berkaitan dengan pola produksi bawang merah

yang mengalami panen puncak pada selang periode bulan Juni hingga bulan

September, dan mengalami masa kosong panen pada selang periode bulan

Februari hingga bulan Mei.

2. Metode peramalan yang paling sesuai unt uk memperkirakan harga bawang

merah di masa depan adalah metode time series. Dari metode peramalan time

series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan

sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode

ARIMA terbaik dengan panjang musiman 10 (L = 10) adalah ARIMA (2,1,1)

(1,1,1)10 . Nilai ramalan harga bawang merah lima periode ke depan dengan
99

menggunakan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 berfluktuasi antara Rp 4.466,00/

kg hingga Rp 4.752,00/ kg. Sela in metode Box-Jenkins, metode Single

Exponential Smoothing merupakan pilihan yang terbaik bagi para peramal

yang mengutamakan kemudahan dan kesederhanaan penerapan tetapi tetap

menuntut tingkat keakuratan yang tinggi. Nilai ramalan harga bawang merah

dengan menggunakan metode Single Exponential Smoothing adalah Rp

4.535,00/ kg

3. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap

fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor bawang merah dan harga

impor bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang

memberikan pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah

yaitu harga impor bawang merah, ditunjukkan dengan nilai korelasinya

sebesar 0,693.

4. Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang

merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah

sentra produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang musim panennya

cenderung bersamaan yaitu pada periode Juni - September, memberikan

bimbingan pelatihan kepada petani guna meningkatan produksinya misalnya

melalui PPL, dan melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga

pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)

yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh

Lembaga Dinas Pertanian misalnya oleh Departemen Sarana Produksi

Pertania n. Usaha lainnya antara lain petani bawang merah dapat melakukan

pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat
100

lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok

tani.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, maka saran yang dapat

diberikan adalah :

1. Model ARIMA yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan

masukan dan pertimbangan untuk meramalkan harga bawang merah pada

periode yang akan datang. Model ARIMA yang diperoleh sebaiknya perlu

diperbaharui (up date) setiap tahunnya dengan memasukkan data periode

terakhir. Hal ini untuk menjaga keakuratan peramalan dalam meramalkan

harga bawang merah pada periode berikutnya.

2. Pemerintah selaku pembuat kebijakan hendaknya dapat bekerjasama

dengan petani dalam mengatur pola tanam antar wilayah penghasil bawang

merah agar pasokan bawang merah yang dipasok ke pasar selalu kontinyu

dan stabil dari bulan ke bulan, dengan stabilnya jumlah produksi bawang

merah diharapkan fluktuasi harga bawang merah dapat diperkecil. Selain

itu Pemerintah juga harus memberikan bimbingan pelatihan kepada petani

bawang merah guna meningkatkan hasil produksinya terutama dalam hal

intensifikasi lahan mengingat produktivitas bawang merah Indonesia

masih lebih rendah dibandingkan produktivitas bawang merah impor

dimana produktivitas bawang merah Indonesia mencapai 8,5-10 ton/ha,

sedangkan produktivitas bawang merah impor mencapai 20 ton/ha,

misalnya bimbingan melalui PPL. Tujuannya adalah untuk meningkatkan


101

produksi bawang merah agar jumlah bawang merah impor yang masuk

dapat dikurangi.

3. Pemerintah hendaknya dapat melakukan pengawasan terhadap harga

pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga

Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Dari sisi petani, petani hendaknya dapat

melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang

mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga

tertentu misalnya kelompok tani.


DAFTAR PUSTAKA

Bowerman, Bruce L. dan Richard T. O’ Connell. 1993. Forecasting and Time


Series an Applied Approach (Third Edition). California : Duxbury Press.

BPS. 2006. Statistik Impor Indonesia. BPS. Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2004. Departemen Pertanian.


Jakarta.

Direktorat Jendral Sarana Produksi Pangan. 2006. Departemen Petanian. Jakarta

Firdaus, Muhammad. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam, Arima, Sarima,
Arch-Garch. Bogor: IPB Press.

Franses, P. H. 1998.Time Series Models for Business and Economic Forecasting.


Cambridge : University Press.

Hanke, John E. Dan Arthur W. Wichern. 2003. Peramalan Bisnis (Edisi ke


Tujuh). Jakarta : PT. Prehalindo.

Hasan, M. Iqbal . 2003. Pokok-pokok materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif) Edisi


kedua. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Lipsey, Richard G dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh. Jakarta :


Binarupa Aksara.

Makridakis et al, 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid 1. Ed ke 2.


Terjemahan Hari Sumito. PT Interaksara, Jakarta.

Ramanathan, R. 1998. Introductory Econometrics With A Applications. Fourth


Edition. The Dryden Press Harcourt Brace College Publisher. Orlando.

Rosatiningrum, Ratna. 2004. Analisis efisiensi produksi dan pemasaran usahatani


bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes. Skripsi. Program Sarjana
(Ekstensi) Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

Sugiharta, Febrian. 2002. Aplikasi Metode Peramalan terhadap Harga Komoditas


Cabai Merah sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Para Pelaku
Perdagangan (Studi Kasus di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta).
Skripsi. Program Sarjana Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
103

Sukmawati, Gina. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi


The Hitam serta Peramalan Harga Jenis BOPF, PF dan DUST pada
PTPN VIII Perebunan Goalpara. Skripsi. Program Sarjana Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Susanti, Nila. 2006. Peramalan Permintaan Cabai Merah : Studi Kasus Pasar
Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Skripsi. Program Sarjana Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Tentamia, Mari K. Dan Ening Ariningsih. 2004. Faktor- faktor yang


mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di Indonesia.
Tesis. Program Pasca Sarjana. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

United Nations. Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE).


http://unstats.un.org/unsd/comtrade/
LAMPIRAN
105

Lampiran 1

HARGA BAWANG
TAHUN BULAN MINGGU PERIODE PASOKAN MERAH
(TON) (Rp/Kg)
2003 JANUARI I 1 367 6.286
II 2 541 6.000
III 3 582 4.357
IV 4 452 4.500
FEBRUARI I 5 511 4.529
II 6 594 4.929
III 7 538 5.500
IV 8 530 5.571
MARET I 9 488 6.357
II 10 513 6.500
III 11 530 5.571
IV 12 505 5.786
APRIL I 13 506 6.500
II 14 553 6.000
III 15 766 5.700
IV 16 886 5.057
MEI I 17 729 5.143
II 18 826 5.086
III 19 734 5.357
IV 20 831 6.286
JUNI I 21 825 6.714
II 22 540 6.943
III 23 637 5.971
IV 24 717 5.000
JULI I 25 685 4.571
II 26 693 4.500
III 27 712 4.229
IV 28 712 4.000
AGUSTUS I 29 705 3.500
II 30 677 3.214
III 31 708 3.286
IV 32 685 3.229
V 33 670 3.143
SEPTEMBER I 34 724 3.000
II 35 731 3.000
III 36 663 3.086
IV 37 651 2.800
OKTOBER I 38 731 2.957
II 39 707 3.471
III 40 792 3.586
IV 41 853 4.000
V 42 749 4.086
NOVEMBER I 43 732 4.286
II 44 546 4.186
III 45 441 4.129
106

IV 46 139 3.860
DESEMBER I 47 607 3.957
II 48 771 3.757
III 49 559 4.086
IV 50 670 3.829
2004 JANUARI I 51 638 3.686
II 52 795 3.757
III 53 562 3.357
IV 54 639 3.486
V 55 708 3.943
FEBRUARI I 56 730 3.714
II 57 834 3.500
III 58 727 3.886
IV 59 867 4.400
MARET I 60 1049 4.614
II 61 804 5.000
III 62 1156 5.000
IV 63 937 5.000
APRIL I 64 939 4.143
II 65 939 4.729
III 66 975 5.357
IV 67 768 5.886
V 68 960 4.286
MEI I 69 717 6.000
II 70 763 5.929
III 71 785 5.357
IV 72 754 5.429
JUNI I 73 726 5.000
II 74 677 5.086
III 75 700 5.114
IV 76 657 4.614
JULI I 77 676 4.943
II 78 762 4.186
III 79 820 4.143
IV 80 663 2.829
V 81 709 2.800
AGUSTUS I 82 749 3.500
II 83 606 3.686
III 84 642 3.000
IV 85 604 3.043
SEPTEMBER I 86 756 3.529
II 87 749 3.500
III 88 753 3.743
IV 89 846 3.429
OKTOBER I 90 942 3.914
II 91 897 4.557
III 92 826 4.429
IV 93 712 3.957
V 94 705 3.971
NOVEMBER I 95 781 4.471
107

II 96 435 4.500
III 97 174 4.333
IV 98 649 4.000
DESEMBER I 99 674 5.143
II 100 681 5.500
III 101 784 6.571
IV 102 842 7.000
V 103 699 6.357
2005 JANUARI I 104 725 7.000
II 105 732 6.571
III 106 747 5.571
IV 107 756 4.214
FEBRUARI I 108 811 4.171
II 109 699 3.500
III 110 732 3.929
IV 111 791 5.143
MARET I 112 683 6.314
II 113 875 6.571
III 114 853 6.643
IV 115 841 6.500
APRIL I 116 904 6.429
II 117 868 6.643
III 118 784 6.357
IV 119 885 5.929
V 120 688 6.086
MEI I 121 747 6.214
II 122 810 6.400
III 123 755 6.071
IV 124 824 5.071
JUNI I 125 724 4.857
II 126 717 5.943
III 127 662 6.929
IV 128 756 7.471
JULI I 129 791 7.586
II 130 698 6.571
III 131 651 6.643
IV 132 662 6.057
V 133 825 6.043
AGUSTUS I 134 682 6.000
II 135 479 6.129
III 136 625 6.000
IV 137 684 6.288
SEPTEMBER I 138 738 6.129
II 139 698 6.214
III 140 656 6.857
IV 141 743 6.400
V 142 890 6.286
OKTOBER I 143 818 6.329
II 144 640 6.000
III 145 926 5.971
108

IV 146 869 6.043


NOVEMBER I 147 99 6.620
II 148 411 6.957
III 149 823 7.500
IV 150 653 7.286
DESEMBER I 151 856 7.357
II 152 565 7.143
III 153 522 5.714
IV 154 629 6.214
V 155 785 6.286
2006 JANUARI I 156 792 6.714
II 157 714 7.929
III 158 518 10.143
IV 159 585 10.357
FEBRUARI I 160 695 9.714
II 161 725 9.357
III 162 720 8.929
IV 163 775 9.286
MARET I 164 994 9.429
II 165 819 9.429
III 166 809 8.500
IV 167 846 8.571
V 168 982 8.786
APRIL I 169 870 9.143
II 170 897 9.214
III 171 765 9.000
IV 172 925 8.686
MEI I 173 979 8.357
II 174 852 8.786
III 175 890 8.500
IV 176 760 8.357
JUNI I 177 982 8.429
II 178 845 8.500
III 179 908 8.571
IV 180 817 8.643
V 181 812 8.357
JULI I 182 714 8.214
II 183 751 8.786
III 184 817 7.071
IV 185 820 6.429
AGUSTUS I 186 807 6.071
II 187 590 6.357
III 188 875 4.571
IV 189 785 4.100
V 190 711 4.386
SEPTEMBER I 191 790 3.886
II 192 919 3.957
III 193 923 3.593
IV 194 933 3.357
OKTOBER I 195 858 2.971
109

II 196 906 3.029


III 197 434 3.386
IV 198 265 4.060
NOVEMBER I 199 576 4.443
II 200 695 4.357
III 201 694 4.457
IV 202 854 4.500
V 203 836 4.786
DESEMBER I 204 793 4.571
II 205 758 3.757
III 206 789 4.086
IV 207 831 6.857
2007 JANUARI I 208 608 6.143
II 209 878 6.357
III 210 692 5.471
IV 211 843 3.786
FEBRUARI I 212 846 4.843
II 213 913 4.143
III 214 871 4.500
110

Lampiran 2

Harga Pasokan Harga impor Harga


PIKJ PIKJ Pasokan bawang pupuk
Bulan (Tahun) Periode (Rp/ Kg) (Ton) impor (Kg) (Rp/ Kg) (Rp/Kg)
Januari (2003) 1 5.286 1.942 2.040.643 2.702, 06 1.050
Februari 2 5.132 2.173 5.762.343 2.699, 56 1.050
Maret 3 6.054 2.036 17.645.972 2.684, 36 1.050
April 4 5.814 2.711 10.334.339 2.532, 48 1.050
Mei 5 5.468 3.120 3.358.277 2.583, 09 1.050
Juni 6 6.157 2.719 1.380.798 2.671, 12 1.050
Juli 7 4.325 2.802 306.000 2.397, 41 1.050
Agustus 8 3.274 3.445 174.570 2.056, 21 1.050
September 9 2.972 2.769 231.078 2.684, 83 1.050
Oktober 10 3.620 3.832 131.089 2.356, 21 1.050
Nopember 11 4.115 1.858 82.311 2.498, 12 1.050
Desember 12 3.907 2.607 95.643 2.345, 21 1.050
Januari (2004) 13 3.646 3.342 1.327.897 2.710, 80 1.050
Februari 14 3.875 3.158 7.781.583 2.650, 98 1.050
Maret 15 4.904 3.946 15.132.036 2.643, 39 1.050
April 16 4.880 4.581 11.108.593 2.596, 21 1.050
Mei 17 5.679 3.091 6.592.689 2.521, 83 1.050
Juni 18 4.954 2.760 1.793.270 2.567, 13 1.050
Juli 19 3.780 3.630 849.049 2.748, 05 1.050
Agustus 20 3.307 2.601 407.526 2.777, 92 1.050
September 21 3.550 3.104 305.907 2.632, 45 1.050
Oktober 22 4.166 4.082 218.146 3.072, 76 1.050
Nopember 23 4.326 3.564 156.432 3.165, 23 1.050
Desember 24 6.114 3.680 102.465 3.365, 24 1.050
Januari (2005) 25 5.839 2.960 4.766.067 2.585, 93 1.050
Februari 26 4.186 3.033 1.751.551 2.611, 22 1.050
Maret 27 6.507 3.252 19.094.021 2.559, 29 1.050
April 28 6.289 4.129 15.292.962 2.601, 40 1.050
Mei 29 5.939 3.136 19.982.274 2.601, 65 1.050
Juni 30 6.300 2.859 22.432.858 2.578, 63 1.050
Juli 31 6.580 3.627 23.427.374 2.580, 62 1.050
Agustus 32 6.104 2.470 24.496.976 2.583, 91 1.050
September 33 6.377 3.725 24.496.976 2.583, 91 1.050
Oktober 34 6.086 3.253 231.709 2.938, 11 1.050
Nopember 35 7.091 1.986 311.069 3.098, 61 1.050
Desember 36 6.543 3.357 2.072.082 3.428, 01 1.050
Januari (2006) 37 8.786 2.609 5.989.937 3.422, 10 1.200
Februari 38 9.322 2.915 13.597.341 3.761, 47 1.200
Maret 39 8.943 4.450 21.317.842 3.469, 52 1.200
April 40 9.011 3.457 20.976.360 3.460, 83 1.200
Mei 41 8.500 3.481 7.326.787 3.402, 75 1.200
Juni 42 8.500 4.364 4.202.325 3.105, 38 1.200
Juli 43 7.625 3.102 7.252.152 3.070, 21 1.200
Agustus 44 5.097 3.768 7.664.317 3.095, 36 1.200
September 45 3.698 3.565 935.219 1.933, 56 1.200
111

Lampiran 3

Regression Analysis: Harga versus t

The regression equation is


Harga = 4297 + 11.3 t

Predictor Coef SE Coef T P


Constant 4297.1 221.5 19.40 0.000
t 11.269 1.787 6.31 0.000

S = 1614 R-Sq = 15.8% R-Sq(adj) = 15.4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 1 103711776 103711776 39.79 0.000
Residual Error 212 552599461 2606601
Total 213 656311237

Unusual Observations
Obs t Harga Fit SE Fit Residual St Resid
158 158 10143 6078 143 4065 2.53R
159 159 10357 6089 144 4268 2.65R
160 160 9714 6100 145 3614 2.25R
161 161 9357 6111 146 3246 2.02R
164 164 9429 6145 150 3284 2.04R
165 165 9429 6156 151 3273 2.04R
195 195 2971 6495 191 -3524 -2.20R
196 196 3029 6506 193 -3477 -2.17R

R denotes an observation with a large standardized residual


112

Lampiran 4

Autocorrelation Function for Harga


1.0
A utoc orrelation
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

2 12 22 32 42 52

Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
1 0.94 13.75 191.79 13 0.47 1.93 1368.23 25 0.17 0.65 1617.92 37 0.03 0.13 1642.29 49 0.08 0.28 1659.41
2 0.87 7.66 357.14 14 0.43 1.73 1411.48 26 0.16 0.58 1623.84 38 0.04 0.15 1642.69 50 0.07 0.25 1660.73
3 0.81 5.71 500.29 15 0.40 1.56 1447.89 27 0.14 0.52 1628.75 39 0.04 0.16 1643.17 51 0.06 0.21 1661.62
4 0.75 4.65 624.85 16 0.37 1.44 1479.63 28 0.12 0.46 1632.58 40 0.04 0.17 1643.70 52 0.05 0.18 1662.34
5 0.71 4.02 737.20 17 0.34 1.30 1506.25 29 0.11 0.42 1635.80 41 0.05 0.19 1644.43 53 0.04 0.15 1662.82
6 0.68 3.58 839.95 18 0.31 1.18 1528.35 30 0.09 0.34 1637.95 42 0.06 0.23 1645.47
7 0.66 3.26 936.02 19 0.28 1.06 1546.77 31 0.07 0.27 1639.27 43 0.08 0.28 1647.07
8 0.64 3.021027.03 20 0.27 1.01 1563.67 32 0.06 0.22 1640.19 44 0.09 0.32 1649.06
9 0.61 2.791111.83 21 0.25 0.94 1578.39 33 0.04 0.17 1640.70 45 0.09 0.34 1651.45
10 0.58 2.551187.97 22 0.23 0.87 1591.30 34 0.04 0.15 1641.12 46 0.09 0.34 1653.84
11 0.55 2.341256.58 23 0.21 0.78 1601.86 35 0.04 0.16 1641.58 47 0.09 0.33 1656.00
12 0.51 2.131316.73 24 0.19 0.70 1610.52 36 0.04 0.14 1641.97 48 0.08 0.30 1657.81

Partial Autocorrelation Function for Harga


Partial Autocorrelation

1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

2 12 22 32 42 52

Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T

1 0.94 13.75 13 -0.04 -0.61 25 0.02 0.25 37 0.01 0.16 49 -0.01 -0.14
2 -0.11 -1.63 14 -0.05 -0.72 26 -0.02 -0.27 38 0.09 1.39 50 -0.05 -0.78
3 0.03 0.40 15 0.01 0.13 27 0.01 0.14 39 0.03 0.39 51 -0.09 -1.32
4 0.01 0.18 16 0.03 0.38 28 -0.04 -0.64 40 -0.03 -0.41 52 0.05 0.79
5 0.11 1.57 17 -0.08 -1.18 29 0.04 0.58 41 0.08 1.14 53 -0.02 -0.28
6 0.02 0.27 18 -0.00 -0.03 30 -0.10 -1.50 42 0.02 0.29
7 0.07 0.96 19 0.00 0.07 31 0.01 0.14 43 0.05 0.76
8 0.03 0.48 20 0.12 1.70 32 0.03 0.43 44 -0.04 -0.58
9 -0.03 -0.42 21 -0.08 -1.18 33 -0.05 -0.67 45 0.01 0.20
10 -0.08 -1.11 22 0.04 0.62 34 0.09 1.25 46 -0.06 -0.90
11 0.04 0.57 23 -0.07 -0.99 35 0.05 0.68 47 -0.05 -0.69
12 -0.07 -0.97 24 0.04 0.62 36 -0.07 -1.03 48 -0.01 -0.13
113

Lampiran 5

Autocorrelation Function for Diff 1


1.0
Autocorrelation

0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

2 12 22 32 42 52

Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
1 0.08 1.13 1.30 13 0.01 0.20 10.06 25 0.03 0.42 18.92 37 -0.08 -1.07 27.46 49 0.03 0.43 31.98
2 -0.03 -0.46 1.51 14 -0.03 -0.46 10.31 26 -0.03 -0.37 19.11 38 0.01 0.16 27.50 50 0.05 0.61 32.60
3 -0.07 -1.02 2.59 15 -0.07 -1.01 11.52 27 0.04 0.61 19.60 39 0.00 0.05 27.50 51 -0.06 -0.76 33.57
4 -0.12 -1.72 5.70 16 0.03 0.47 11.79 28 -0.05 -0.64 20.16 40 -0.05 -0.60 28.06 52 0.03 0.36 33.79
5 -0.05 -0.71 6.25 17 -0.02 -0.27 11.87 29 0.09 1.25 22.31 41 -0.02 -0.26 28.17 53 -0.02 -0.32 33.96
6 -0.08 -1.18 7.77 18 -0.04 -0.50 12.18 30 0.00 0.01 22.31 42 -0.04 -0.57 28.67
7 -0.03 -0.48 8.02 19 -0.14 -1.90 16.62 31 -0.04 -0.54 22.72 43 0.06 0.77 29.60
8 -0.01 -0.08 8.03 20 0.05 0.69 17.23 32 0.02 0.21 22.78 44 0.01 0.15 29.63
9 0.08 1.11 9.43 21 -0.02 -0.21 17.28 33 -0.09 -1.16 24.70 45 0.07 0.91 30.95
10 -0.00 -0.06 9.44 22 0.07 0.90 18.32 34 -0.05 -0.64 25.29 46 0.04 0.48 31.32
11 0.05 0.66 9.95 23 -0.01 -0.13 18.35 35 0.04 0.54 25.72 47 0.02 0.30 31.47
12 0.02 0.23 10.01 24 -0.04 -0.51 18.69 36 0.01 0.16 25.76 48 -0.03 -0.35 31.67

Partial Autocorrelation Function for Diff 1


Partial Autocorrelation

1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

2 12 22 32 42 52

Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T

1 0.08 1.13 13 0.02 0.35 25 0.00 0.02 37 -0.10 -1.53 49 0.06 0.85
2 -0.04 -0.55 14 -0.03 -0.51 26 -0.02 -0.28 38 -0.03 -0.50 50 0.09 1.25
3 -0.07 -0.95 15 -0.05 -0.70 27 0.04 0.61 39 0.01 0.20 51 -0.07 -1.01
4 -0.11 -1.62 16 0.05 0.72 28 -0.04 -0.60 40 -0.09 -1.30 52 0.01 0.11
5 -0.04 -0.55 17 -0.02 -0.33 29 0.09 1.38 41 -0.02 -0.36 53 0.02 0.25
6 -0.09 -1.33 18 -0.05 -0.68 30 -0.01 -0.13 42 -0.06 -0.87
7 -0.04 -0.61 19 -0.14 -2.09 31 -0.03 -0.45 43 0.05 0.67
8 -0.03 -0.41 20 0.06 0.89 32 0.03 0.37 44 -0.01 -0.15
9 0.06 0.85 21 -0.06 -0.85 33 -0.09 -1.31 45 0.05 0.77
10 -0.04 -0.62 22 0.05 0.70 34 -0.05 -0.80 46 0.04 0.63
11 0.04 0.58 23 -0.05 -0.79 35 0.07 1.01 47 0.01 0.14
12 0.00 0.06 24 -0.03 -0.42 36 -0.03 -0.40 48 0.00 0.01
114

Lampiran 6

Winters' multiplicative model

Data Harga
Length 214.000
NMissing 0

Smoothing Constants
Alpha (level): 0.2
Gamma (trend): 0.2
Delta (seasonal): 0.2

Accuracy Measures
MAPE: 16
MAD: 788
MSD: 989636

Row Period Forecast Lower Upper

1 215 4753.50 2823.64 6683.35


2 216 4917.18 2947.11 6887.24
3 217 5730.69 3717.33 7744.06
4 218 5627.66 3568.09 7687.23
5 219 5669.30 3560.82 7777.78

Winters' Multiplicative Model for Harga

Actual
10000 Predicted
Forecast
Actual
8000 Predicted
Forecast
Harga

6000
Smoothing Constants
Alpha (level): 0.200
Gamma (trend): 0.200
4000 Delta (season): 0.200

MAPE: 16
MAD: 788
2000 MSD: 989636

0 100 200
Time
115

Lampiran 7

Time Series Decomposition

Data Harga
Length 214.000
NMissing 0

Trend Line Equation

Yt = 4297.06 + 11.2691*t

Seasonal Indices
Period Index

1 1.02670
2 1.03037
3 1.00296
4 0.952444
5 0.975827
6 0.964387
7 0.992004
8 0.996796
9 1.02731
10 1.03120

Accuracy of Model

MAPE: 26
MAD: 1314
MSD: 2556858

Forecasts
Row Period Forecast

1 215 6557.47
2 216 6491.46
3 217 6688.54
4 218 6732.08
5 219 6949.73

Decomposition Fit for Harga

Actual
10000 Predicted
Forecast
9000
Actual
8000 Predicted
Forecast
Harga

7000

6000

5000
4000
MAPE: 26
3000 MAD: 1314
MSD: 2556858

0 100 200
Time
116

Lampiran 8

Time Series Decomposition


Data Harga
Length 214.000
NMissing 0

Trend Line Equation

Yt = 4297.06 + 11.2691*t

Seasonal Indices
Period Index

1 189.387
2 143.963
3 14.0125
4 -261.312
5 -126.463
6 -194.937
7 -68.1375
8 -10.7375
9 140.312
10 173.912
Accuracy of Model
MAPE: 26
MAD: 1314
MSD: 2557356

Forecasts
Row Period Forecast

1 215 6593.45
2 216 6536.24
3 217 6674.31
4 218 6742.98
5 219 6905.30

Decomposition Fit for Harga

Actual
10000 Predicted
Forecast
9000
Actual
8000 Predicted
Forecast
Harga

7000

6000

5000
4000
MAPE: 26
3000 MAD: 1314
MSD: 2557356

0 100 200
Time
117

Lampiran 9

Autocorrelation Function for Diff1 Diff20


1.0
A utocorrelation

0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

5 15 25 35 45

Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
1 0.20 2.76 7.72 13 0.08 1.05 13.79 25 0.04 0.42 61.62 37 -0.14 -1.55 74.06
2 -0.05 -0.62 8.14 14 0.04 0.50 14.11 26 -0.04 -0.40 61.91 38 0.00 0.01 74.06
3 -0.06 -0.84 8.92 15 -0.05 -0.70 14.73 27 0.04 0.42 62.24 39 0.04 0.40 74.40
4 -0.08 -1.01 10.08 16 0.06 0.79 15.51 28 0.00 0.01 62.24 40 -0.10 -1.11 77.03
5 -0.05 -0.62 10.51 17 0.07 0.85 16.42 29 0.02 0.21 62.32 41 -0.00 -0.00 77.03
6 -0.04 -0.55 10.87 18 -0.02 -0.32 16.56 30 -0.05 -0.50 62.79 42 -0.07 -0.76 78.30
7 -0.06 -0.84 11.69 19 -0.19 -2.50 24.74 31 -0.03 -0.29 62.96 43 0.08 0.81 79.77
8 -0.02 -0.21 11.74 20 -0.39 -4.83 57.41 32 -0.02 -0.18 63.02 44 0.07 0.69 80.86
9 0.02 0.25 11.82 21 -0.07 -0.74 58.38 33 -0.11 -1.17 65.67 45 0.06 0.67 81.88
10 0.01 0.12 11.84 22 0.10 1.12 60.61 34 -0.04 -0.42 66.02 46 0.11 1.14 84.90
11 0.03 0.42 12.05 23 -0.01 -0.09 60.62 35 0.11 1.21 68.94 47 0.07 0.72 86.13
12 0.04 0.57 12.45 24 -0.06 -0.61 61.30 36 -0.03 -0.32 69.15 48 -0.05 -0.53 86.80

Partial Autocorrelation Function for Diff1 Diff20


Partial A utocorrelation

1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

5 15 25 35 45

Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T

1 0.20 2.76 13 0.07 0.98 25 0.02 0.27 37 -0.12 -1.73


2 -0.09 -1.24 14 0.01 0.19 26 -0.09 -1.31 38 -0.03 -0.38
3 -0.04 -0.51 15 -0.05 -0.71 27 0.02 0.31 39 -0.10 -1.37
4 -0.06 -0.86 16 0.11 1.49 28 -0.03 -0.39 40 -0.30 -4.14
5 -0.03 -0.36 17 0.04 0.62 29 0.04 0.57 41 0.05 0.64
6 -0.04 -0.56 18 -0.03 -0.43 30 -0.08 -1.17 42 -0.06 -0.90
7 -0.06 -0.85 19 -0.18 -2.49 31 0.02 0.30 43 -0.00 -0.03
8 -0.00 -0.05 20 -0.33 -4.61 32 0.04 0.49 44 -0.09 -1.27
9 0.01 0.10 21 0.05 0.73 33 -0.09 -1.21 45 0.08 1.10
10 -0.01 -0.13 22 0.05 0.76 34 -0.02 -0.30 46 0.08 1.11
11 0.02 0.33 23 -0.10 -1.33 35 0.11 1.49 47 0.07 0.93
12 0.03 0.40 24 -0.11 -1.55 36 -0.01 -0.21 48 -0.08 -1.12
118

Lampiran 10

ARIMA Model: Harga

ARIMA model for Harga

Estimates at each iteration


Iteration SSE Parameters
0 120084898 0.100 0.100 3.805
1 104663775 0.030 0.250 -0.916
2 93829530 -0.022 0.400 -2.537
3 85933970 -0.060 0.550 -2.140
4 79995206 -0.086 0.700 -0.685
5 75549429 -0.100 0.850 0.869
6 75344512 -0.106 0.870 -1.118
7 75340344 -0.106 0.871 -2.455
8 75340239 -0.105 0.872 -2.589
9 75340239 -0.105 0.872 -2.591

Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters


Type Coef SE Coef T P
MA 1 -0.1054 0.0723 -1.46 0.147
SMA 20 0.8717 0.0626 13.94 0.000
Constant -2.59 10.86 -0.24 0.812

Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 20


Number of observations: Original series 214, after differencing 193
Residuals: SS = 68046976 (backforecasts excluded)
MS = 358142 DF = 190

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic


Lag 12 24 36 48
Chi-Square 6.0 15.3 24.5 39.7
DF 9 21 33 45
P-Value 0.742 0.809 0.858 0.696

Forecasts from period 214


95 Percent Limits
Period Forecast Lower Upper Actual
215 4482.39 3309.19 5655.59
216 4385.36 2636.60 6134.12
217 4596.28 2419.15 6773.42
218 4835.37 2301.26 7369.48
219 5064.88 2218.22 7911.55
119

Lampiran 11

ARIMA Model: Harga

ARIMA model for Harga

Estimates at each iteration


Iteration SSE Parameters
0 137312410 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 2.356
1 123990560 -0.032 0.083 0.044 -0.050 0.156 4.031
2 120199959 -0.087 0.081 0.158 -0.107 0.306 3.541
3 115125339 -0.156 0.078 0.256 -0.179 0.456 2.941
4 108173311 -0.239 0.073 0.330 -0.266 0.606 2.256
5 98351376 -0.328 0.065 0.357 -0.360 0.756 1.620
6 84885210 -0.378 0.050 0.285 -0.422 0.906 1.420
7 78551682 -0.374 0.036 0.135 -0.432 0.919 0.958
8 74677822 -0.296 0.011 -0.015 -0.375 0.945 0.605
9 74050562 -0.152 -0.014 -0.089 -0.250 0.949 0.581
10 73976762 -0.002 -0.035 -0.100 -0.105 0.951 0.501
11 73914858 0.148 -0.055 -0.105 0.043 0.952 0.376
12 73835191 0.298 -0.075 -0.109 0.193 0.952 0.226
13 73717965 0.448 -0.095 -0.111 0.343 0.952 0.071
14 73531159 0.596 -0.114 -0.114 0.493 0.951 -0.076
15 73251280 0.744 -0.135 -0.117 0.643 0.950 -0.202
16 73055418 0.889 -0.162 -0.118 0.793 0.949 -0.319
17 73019442 0.852 -0.167 -0.120 0.756 0.949 -0.358
18 73019268 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.385
19 73019268 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.387
20 73019267 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.388
21 73019267 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.388

Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters


Type Coef SE Coef T P
AR 1 0.8515 0.2180 3.91 0.000
AR 2 -0.1671 0.0724 -2.31 0.022
SAR 10 -0.1193 0.0835 -1.43 0.154
MA 1 0.7553 0.2175 3.47 0.001
SMA 10 0.9491 0.0413 22.99 0.000
Constant -0.3880 0.9223 -0.42 0.674

Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 10


Number of observations: Original series 214, after differencing 203
Residuals: SS = 69765537 (backforecasts excluded)
MS = 354140 DF = 197

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic


Lag 12 24 36 48
Chi-Square 5.3 13.4 24.2 35.1
DF 6 18 30 42
P-Value 0.501 0.765 0.765 0.767

Forecasts from period 214


95 Percent Limits
Period Forecast Lower Upper Actual
215 4530.29 3363.67 5696.91
216 4445.71 2714.70 6176.73
217 4478.06 2383.45 6572.67
218 4552.58 2197.77 6907.39
219 4751.63 2191.51 7311.74
120

Lampiran 12

ACF of Residuals for Harga


(with 95% confidence limits for the autocorrelations)

1.0
0.8

0.6
Autocorrelation

0.4

0.2
0.0

-0.2

-0.4
-0.6

-0.8
-1.0

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Lag

PACF of Residuals for Harga


(with 95% confidence limits for the partial autocorrelations)

1.0

0.8
Partial Autocorrelation

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Lag
121

Lampiran 13
Regression Analysis: Harga PIKJ versus Pasokan PIKJ, Pasokan impor, ...

The regression equation is


Harga PIKJ = - 9935 - 0.350 Pasokan PIKJ +0.000092 Pasokan impor
+ 2.21 Harga impor bawang + 9.11 h pupuk

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant -9935 2403 -4.13 0.000
Pasokan -0.3498 0.2095 -1.67 0.103 1.1
Pasokan 0.00009207 0.00001636 5.63 0.000 1.0
Harga im 2.2055 0.4038 5.46 0.000 1.4
h pupuk 9.114 2.657 3.43 0.001 1.5

S = 879.2 R-Sq = 76.1% R-Sq(adj) = 73.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 4 98573532 24643383 31.88 0.000
Residual Error 40 30916726 772918
Total 44 129490258

Source DF Seq SS
Pasokan 1 1415673
Pasokan 1 33119641
Harga im 1 54946948
h pupuk 1 9091270

Unusual Observations
Obs Pasokan Harga PI Fit SE Fit Residual St Resid
42 4364 8500 6711 363 1789 2.23R
44 3768 5097 7216 303 -2119 -2.57R
45 3565 3698 4105 603 -407 -0.64 X

R denotes an observation with a large standardized residual


X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1.29

Correlations: Harga PIKJ, Pasokan impor

Pearson correlation of Harga PIKJ and Pasokan impor = 0.516


P-Value = 0.000

Correlations: Harga PIKJ, Harga impor bawang

Pearson correlation of Harga PIKJ and Harga impor bawang = 0.693


P-Value = 0.000

Correlations: Harga PIKJ, h pupuk

Pearson correlation of Harga PIKJ and h pupuk = 0.621


P-Value = 0.000
122

Lampiran 14

Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2000 -

2003 (Kuintal)

Bulan 2000 2001 2002 2003

Januari 328.266 257.917 189.274 409.134


Februari 97.195 103.667 100.087 137.311
Maret 52.730 86.378 49.064 66.032
April 88.621 187.833 90.929 152.412
Mei 110.295 221.882 126.099 108.912
Juni 559.335 280.484 399.043 338.016
Juli 216.299 178.414 367.888 217.461
Agustus 203.003 279.320 201.068 217.461
September 162.417 282.396 350.893 283.599
Oktober 68.741 42.761 43.486 41.497
Nopember 111.096 88.425 72.602 99.227
Desember 380.497 40.733 165.575 239.458
Total 2.387.495 1.950.210 2.156.008 2.310.520

Sumber : Dirjen Hortikultura (2004)

Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 2000 -

2003 (Kuintal)

Bulan 2000 2001 2002 2003

Januari 164.485 122.608 140.961 101.111


Februari 97.632 371.754 85.970 94.735
Maret 81.007 916.670 320.207 55.866
April 102.456 174.154 286.513 186.462
Mei 100.698 186.570 99.827 213.687
Juni 204.158 215.641 174.831 147.761
Juli 268.203 339.604 316.584 289.997
Agustus 501.707 318.020 352.882 351.551
September 181.194 334.277 116.937 249.912
Oktober 278.435 236.531 130.772 109.295
Nopember 136.505 80.840 140.271 266.814
Desember 103.032 149.748 65.716 70.988
Total 2.219.582 3.446.417 2.231.471 2.138.179

Sumber : Dirjen Hortikultura (2004)

Anda mungkin juga menyukai