Oleh :
HAPTO STATO
A14103020
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi
masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam
sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna
menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan
penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah
satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi
terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya ragam masakan yang
menggunakan bawang merah, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap nilai
gizi, dan berkembangnya industri pengolahan. Meskipun demikian komoditas ini
mempunyai masalah dalam fluktuasi harga yang cukup besar. Harga bawang
merah umumnya berfluktuasi secara musiman. Dengan semakin besarnya
fluktuasi harga bawang merah yang diakibatkan oleh berbagai faktor, maka
sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang
merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat
merugikan berbagai pihak yang berkepentingan seperti petani dan konsumen.
Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, diperlukan juga
analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah
di PIKJ beserta upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya.
Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi
harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang
merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak disekitar garis
trend. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu,
yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan
Mei hingga bulan September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada
selang periode bulan Februari hingga bulan Mei yang berulang tiap tahunnya..
Trend penurunan dan peningkatan harga bawang merah tersebut berkaitan dengan
pola produksi bawang merah yang mengalami panen puncak pada selang periode
bulan Juni hingga bulan September, dan mengalami masa kosong panen pada
selang periode bulan Februari hingga bulan Mei. Dari metode peramalan time
series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan sesuai
untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode ARIMA
terbaik dengan panjang musiman 10 (L = 10) adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 .
Metode Single Exponential Smoothing merupakan pilihan yang terbaik bagi para
peramal yang mengutamakan kemudahan dan kesederhanaan penerapan tetapi
tetap menuntut tingkat keakuratan yang tinggi.
Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata
terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor dan harga impor
bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu harga impor
bawang merah, ditunjukkan dengan nilai korelasinya sebesar 0,693.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga
bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar
wilayah sentra produksi utama bawang merah di Jawa Tengah dan Jawa Timur
yang mempunyai pola musim panen yang cenderung bersamaan yaitu pada bulan
Juni – September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna
meningkatkan produksinya misalnya melalui program intensifikasi pertanian
mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah
dibandingkan produktivitas bawang merah impor dimana produktivitas bawang
merah Indonesia mencapai 8,5 – 10 ton/ha sedangkan produktivitas bawang merah
impor rata-rata mencapai 20 ton/ha. Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan
terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan
Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini
dapat dilakukan oleh Lembaga Dinas Pertanian misalnya oleh Departemen Sarana
Produksi Petanian. Usaha yang harus dilakukan oleh petani ialah petani bawang
merah dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang
mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu
misalnya kelompok tani.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI
HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA
(STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)
Oleh :
HAPTO STATO
A14103020
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Menyetujui
Dosen Pembimbing Skripsi
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian IPB
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
HAPTO STATO
A14103020
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah swt dan Nabi Muhammad SAW, pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan
HAPTO STATO
A14103020
vii
RIWAYAT HIDUP
pasangan Wahono dan Mugiati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama 232 Jakarta Timur pada tahun 1997 hingga tahun 2000.
Timur dari tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003 hingga sekarang.
Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2005 – 2006, dengan jabatan sebagai staf
mengikuti berbagai lomba karya tulis. Pada tahun 2006 penulis berhasil menjadi
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah swt dan Nabi
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Tujuan
dibuatnya skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai salah satu
merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta karena fluktuasi harga yang dialami
oleh komoditas ini umumnya relatif cukup besar. Selain itu penelitian ini juga
fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ dan menganalisis faktor- faktor
sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada skripsi ini. Mudah- mudahan
HAPTO STATO
A14103020
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 10
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 11
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi
sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna
menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan
penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah
satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi bawang merah dari tahun 2001
konsumsi per kapitanya terus mengalami peningkatan, terutama dari tahun 2003
meningkatnya kebutuhan bawang merah dari tahun ke tahun salah satunya akibat
yang meningkat tajam. Sementara itu petani menyukai benih varietas impor
karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga
perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan benih bawang merah pada tahun
2002 – 2005.
Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah Tahun 2002 - 2005
Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari tahun 2002 hingga tahun 2005 terjadi
defisit kebutuhan benih dimana ketersediaan benih selalu lebih kecil dibandingkan
kebutuhan benih tercermin dari meningkatnya jumlah impor bawang merah yaitu
dari 60.910 ton pada tahun 2001 meningkat menjadi 75.205 ton pada tahun 2005,
volume impor bawang merah digunakan untuk memenuhi kebutuhan benih. Pada
tahun 2010 kebutuhan benih bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan
mencapai 29 ribu ton (Direktorat Perbenihan, 2006). Indonesia adalah net importir
bawang merah. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand,
Hortikultura, 2005).
Tabel 3. Volume (ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode 2001 -
2005
yang luas membuat komoditas ini memiliki nilai ekonomis yang cukup baik.
yang cukup besar. Harga bawang merah umumnya berfluktuasi secara musiman.
Perbandingan pola harga bawang merah di tingkat grosir (PIKJ) dengan harga
impor bawang merah pada tahun 2006 diperlihatkan pada Tabel 4. Pada tingkat
nasional, harga impor bawang merah terendah terjadi pada bulan September yaitu
(PIKJ) sebesar Rp 3.698,00/ kg. Harga impor bawang merah tertinggi terjadi pada
yang terjadi pada tingkat grosir sebesar Rp 9.322/ kg. Hal ini mengindikasikan
bahwa harga impor bawang merah mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap perubahan harga bawang merah yang terjadi di PIKJ. Hal ini dibuktikan
dengan terjadinya peningkatan harga bawang merah di PIKJ yang cukup tajam
Bulan Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg) Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg)
Grosir Impor
Januari 8.786 3.422
Februari 9.322 3.761
Maret 8.943 3.470
April 9.011 3.461
Mei 8.500 3.403
Juni 8.500 3.105
Juli 7.625 3.070
Agustus 5.097 3.095
September 3.698 1.934
sebagai penentu fluktuasi harga yang terjadi di PIKJ, karena masih banyak faktor
lainnya yang turut dalam mempengaruhi harga yang terjadi di PIKJ. Dalam teori
ekonomi ada dua kekuatan utama yang mempengaruhi harga yaitu permintaan dan
terhadap bawang merah terus mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel
1, sedangkan dari sisi penawaran, dapat dilihat dari besarnya pasokan yang
mampu disediakan oleh petani bawang selaku produsen. Masalah yang dihadapi
5
dari sisi penawaran bawang merah umumnya adalah fluktuasi pasokan akibat
perbedaan waktu panen antar propinsi penghasil bawang. Periode panen di empat
propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel)
berdasarkan propinsi di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005.
produksi bawang merah tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 766.572 ton,
sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 732.609 ton atau
kontrib usi produksi bawang merah terbesar kemudian diikuti oleh Pulau Bali dan
Nusa Tenggara.
terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko
kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga
bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang
bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat
jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya
6
sama dengan penawaran dari komoditas tersebut. Dengan asumsi faktor- faktor
maka harga akan naik apabila penawaran berkurang sementara permintaan tetap
umumya berasal dari propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang menjangkau
wilayah distribusi yang sangat luas meliputi DKI Jakarta, Batam, Bangka Belitung
terjadi di PIKJ periode Januari - Desember Tahun 2006. Dari gambar tersebut
terlihat bahwa fluktuasi harga rata-rata bawang merah tertinggi terjadi pada bulan
Januari 2006 tepatnya pada minggu keempat, yaitu mencapai Rp 10.357,00/ kg,
sedangkan harga rata-rata bawang merah terendah terjadi pada bulan Oktober
2006 tepatnya pada minggu kesatu, yaitu mencapai Rp 2.971,00/ kg. Fluktuasi
harga bawang merah yang besar atau mempunyai fluktuasi harga terbesar kedua
setelah harga cabai merah di PIKJ, dimana perbandingan antara harga tertinggi
8
dengan harga terendah yang mencapai 348,6 % tentunya akan dapat menimbulkan
merah ini. Petani selaku produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum
mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual, agar keuntungan yang
diperoleh petani dapat menutupi biaya produksi. Biaya produksi total yang harus
dikeluarkan dari suatu usahatani bawang merah yang menghasilkan panen sebesar
Pertanian, 2006). Keuntungan yang diperoleh petani ketika harga bawang merah
960.500.
12000
Harga(Rp/Kg)
10000
8000
6000 Harga
4000
2000
0
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51
Minggu
baku mereka dalam proses produksi, sehingga peramalan terhadap harga bawang
tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik dan sesuai berdasarkan beberapa
ketersediaan data yang diperlukan dan kesesuaian metode dengan keperluan atau
tujuan peramalan.
merah di PIKJ. Faktor-faktor seperti harga impor bawang merah, jumlah pasokan
bawang di PIKJ, jumlah pasokan bawang merah impor, dan harga input produksi
seperti harga pupuk serta faktor lainnya dapat juga mempengaruhi harga bawang
merah di PIKJ, walaupun pengaruh masing- masing faktor belum diketahui secara
mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga
Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk Kramat
2. Metode peramalan apa yang terbaik dan sesua i untuk meramalkan harga
bawang merah serta hasil peramalannya di Pasar Induk Kramat Jati, DKI
di PIKJ ?
terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di Pasar Induk
bawang merah.
11
merah.
petani dan Pemerintah tentang prediksi harga bawang merah di masa yang
merah.
5. Sebagai bahan acuan bagi kalangan akademis dan intelektual yang tertarik
dengan komoditas bawang merah dan ilmu peramalan bisnis dan ekonomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi,
yaitu pada ketinggian 0 - 1.000 m dari permukaan laut. Meskipun demikian ketinggian
optimalnya adalah 0 - 400 m dari permukaan laut. Secara umum tanah yang tepat
ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat,
berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6 - 6,5.
Syarat lain, penyinaran matahari minimum 70%, suhu udara harian 25 - 32°C, dan
Bibit Bawang merah diperbanyak dengan umbi. Umbi diambil dari tanaman
yang sudah cukup tua. Usianya sekitar 70 hari setelah tanam. Pada umur tersebut
pertumbuhan calon tunas dalam umbi sudah penuh. Umbi sebaiknya tidak terlalu besar
dan juga tidak terlalu kecil. Penampilan umbi harus segar, sehat, dan tidak kisut. Umbi
yang masih baik warnanya mengkilap. Sebaiknya umbi ini sudah melewati masa
penyimpanan 2,5 - 4 bulan. Untuk satu hektar lahan membut uhkan sekitar 600-800 kg
bibit. Penanaman bawang merah paling baik ditanam saat musim kemarau dengan
syarat air cukup untuk irigasi. Awal tanam bisa pada bulan April atau Mei setelah
musim panen padi atau pada bulan Juli atau Agustus. Biasanya petani di Brebes
melakukan penanaman di sawah yang telah ditanami padi. Pada lahan dibuat bedengan-
13
bedengan dengan lebar antara 1,2-1,8 m. Di sela-sela bedengan dibuat parit yang
lebarnya 40-50 cm, kedalaman parit antara 50-60 cm. Parit nantinya berfungsi sebagai
pemasukan air ataupun pengeluaran air yang berlebihan. Sebelum penanaman sawah
dikeringkan, kemudian tanah diolah dan dihaluskan. Bedengan tanam yang belum baik
diperbaiki. Pengolahan manual perlu 2-3 kali. Bila pH lahan kurang 5,5, tambahkan
kapur dolomit atau kaptan sebanyak 1-1,5 ton/ ha. Kapur ini sebaiknya diberikan jauh
cm atau 15 x 15 cm. Bibit yang hendak ditanam dirompes ujungnya. Perompesan ujung
Penyiraman
Penyiraman perlu diperhatikan dalam budi daya bawang merah. Tanaman ini
tidak menyukai banyak hujan, tetapi kebutuhan airnya banyak. Pada saat musim
kemarau kita harus bisa menyiram tanaman setiap hari sejak ditanam hingga satu
minggu sebelum panen. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Kalau sulit
pelaksanaannya paling tidak dilakukan pada pagi hari saja. Sejak awal tanam hingga
tanaman bawang merah berumur 2 minggu, gulma tumbuh dengan cepat sehingga
Pemupukan
Pupuk organik yang diberikan ialah pupuk kandang. Dosisnya ialah 10-20 ton/ ha,
diberikan sebelum tanam yakni saat melakukan pengolahan. Pupuk organik yang
dibutuhkan adalah TSP sebanyak 150-200 kg/ ha. Pupuk ini dicampur dengan pupuk
kandang dalam aplikasinya . Selain itu kita berikan pupuk tambahan berupa 300 kg
Urea dan 200 kg KCl/ ha. Pupuk ini diberikan dengan cara larikan atau barisan saat
dibandingkan dengan yang di dataran tinggi. Ciri tanaman siap panen ialah leher batang
mengeras dan daun menguning. Bila ciri tersebut sudah mencapai 70 - 80% dari jumlah
tanaman maka panen bisa dilaksanakan. Panen dilakukan saat cuaca cerah dan tanah
diperlukan untuk mendapatkan kadar air umbi 80%. Jangan dijemur langsung
menghadap cahaya matahari terik, melainkan cukup di tempat terlindung. Bila memiliki
alat pengering maka bisa dikeringkan sebentar. Setelah itu umbi disimpan di gudang
- 30° C dengan kelembaban nisbi 60 - 70%. Perlu diingat bahwa gudang yang dingin
Aspek yang sangat berpengaruh agar bawang merah yang telah diproduksi
dijelaskan bahwa saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar
Pola I
Pola II
Pola III
P. Pengecer Konsumen Lokal
Dijelaskan pula bahwa pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan
oleh petani disana adalah pola II. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau
keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani
16
dengan pedagang pengumpul dan karena rendahnya modal yang dimiliki petani
sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke
pedagang besar, selain itu petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit
sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar harus dalam
jumlah besar agar menguntungkan. Sedangkan pada pola I, petani langsung menjual ke
pedagang besar dalam hal ini adalah Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, petani tersebut
biasanya mempunyai kendaraan sendiri dan memiliki modal yang besar. Pada pola III,
karena hasil panennya cenderung sedikit, hasil panen tersebut ditujukan langsung untuk
konsumen lokal.
Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, menjelaskan bahwa deret data harga cabai merah
memiliki pola data yang tidak stasioner, mengikuti pola trend yang menurun secara
signifikan dan tidak memiliki pola musiman tertentu. Hal ini dibuktikan setelah
dilakukannya berbagai serangkaian analisa secara visual pada plot data harga terhadap
waktu, analisa statistik menggunakan plot ACF dan uji signifikansi trend melalui uji
regresi. Dari berbagai me tode peramalan yang digunakan, disimpulkan bahwa metode
terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di PIKJ adalah metode Box Jenkins di
mana model ARIMA (2,1,2) merupakan model terbaik bagi harga cabai merah besar
dan model ARIMA (1,1,1) merupakan model ya ng paling baik untuk harga cabai merah
keriting karena nilai MSE nya lebih kecil dibandingkan model lainnya. Bagi peramal
tinggi maka model alternatif yang dapat digunakan untuk me ramalkan harga cabai
17
merah besar dan harga cabai merah keriting masing- masing ialah metode Pelicinan
bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas
lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor
produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang ialah
luas lahan yang ditunjukkan dengan nilai elastisitasnya yang lebih besar dibandingkan
variabel lainnya. Sedangkan faktor produksi yang pengaruhnya relatif kecil ialah
pestisida.
dengan menggunakan metode two stages least squares menyimpulkan bahwa produksi
bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak
responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja.
Di sisi lain permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk,
tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita. Ba ik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif
terhadap perubahan produksi bawang merah. Juga disimpulkan bahwa dalam jangka
KERANGKA PEMIKIRAN
kurva permintaan dan kurva penawaran. Menurut Lipsey (1995), hubungan antara
harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis
dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas,
maka semakin sedikit jumlah komoditas yang diminta, apabila variabel lain
menyatakan bahwa secara umum, semakin rendah harganya maka semakin rendah
bersaing. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama
dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen
keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Pada kondisi harga di titik Pd,
ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibanding jumlah yang
demand). Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas
tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan
19
Harga
Penawaran
Pu
Pe
Pd
Permintaan
Jumlah
Selanjutnya jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan
produsen lebih besar dibanding jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini
terjadi kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply). Melihat kondisi ini
tersebut bisa terjual. Jadi, dalam keadaan excess supply akan ada suatu tekanan ke
Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana
jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik
disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi
produksi turun, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Sebaliknya jika
(Lipsey, 1995).
Harga
S1
S0
P1
S2
P0
P2
Q1 Q0 Q2 Jumlah
Gambar 4. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga
direncanakan (Q 0 ) maka harga yang akan diterima produsen juga akan seperti
direncanakan. Hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kanan (S2 ) yang pada
naik ke Q2 .
misalnya harga input produksi seperti harga pupuk. Ketika terjadi kecenderungan
peningkatan harga pupuk maka akan berimp likasi terhadap jumlah produksi yang
produksi yang turun tersebut akan berimplikasi terhadap harga komoditas di pasar
yaitu harga akan cenderung meningkat akibat penurunan pasokan, sehingga dalam
hal ini faktor harga input produksi dapat memberikan pengaruh secara tidak
Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva
permintaan. Apabila kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi
menyebabkan variasi harga produk pertanian yang relatif besar. Saat produksi
22
meningkat akibat panen yang baik, harga cenderung merosot tajam. Sebaliknya
saat panen gagal, produksi merosot dan mengakibatkan harga naik dengan tajam.
arah dengan perubahan hasil panen. Bila hasil panen baik, produksi melimpah,
berhasil, penerimaan petani akan cenderung meningkat. Dalam kasus ini, terlihat
semakin terasa pada saat terjadi kegagalan panen dimana harga bahan makanan
berhasil, harga akan merosot tajam dan konsumen diuntungkan, sedangkan petani
1) Menganalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi untuk dapat
memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi.
dapat dibedakan dari beberapa segi. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya
Jika dilihat dari jangka waktu ramalan, maka peramalan dapat dibedakan atas
2 macam yaitu :
penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu kurang dari 1 1/2 tahun
atau 3 semester.
penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu lebih dari 1 1/2 tahun atau
3 semester.
digunakan jika data historis maupun empiris dari variabel yang diramal
kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung
c) Dapat diasumsikan bahwa pola data masa lalu akan berkelanjutan pada masa
kelompok, yaitu:
penggunaan analisis pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan
variabel lain yang mempengaruhinya. Metode ini juga disebut model regresi.
Model regresi adalah suatu penyederhanaan pola hubungan suatu variabel dengan
satu atau variabel lain. Variabel yang nilainya tergantung atau ditentukan oleh
variabel).
yang baik, maka model siap digunakan untuk peramalan jika variabel bebasnya
dependen. Pengaruh dari variabel- variabel tersebut dianalisis satu per satu dimana
adanya hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependent
dari suatu sistem. Metode ini terdiri atas model regresi dan permodelan
ekonometrik. Metode regresi terdiri atas regresi sederhana (hanya terdapat satu
variabel independen) dan regresi berganda (terdapat lebih dari satu variabel
regresi yang diestimasikan secara simultan. Baik untuk peramalan jangka panjang
maupun jangka pendek, ketepatan peramalan dengan metode ini cukup baik.
Metode ini dipergunakan untuk peramalan penjualan menurut kelas produk, atau
berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel (Bowerman dan O’Coneell, 1999).
Sasaran model time series adalah mengident ifikasi pola data historis dan
mengekstrapolasi pola ini untuk masa mendatang. Dalam model time series nilai
suatu variabel di masa mendatang mengikuti pola data variabel tersebut pada
waktu sebelumnya. Model ini terdiri dari model trend, model naive, model rata-
1. Model Trend
menurun dalam jangka waktu yang panjang. Model ini menggambarkan hubungan
antara periode waktu dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis
2.Model Naive
Model ini cocok digunakan untuk deret berkala yang memiliki pola data
horizontal atau stasioner. Model ini menggunakan informasi terakhir tentang nilai
aktual sebagai ramalan. Jika sebuah ramalan disiapkan untuk horison waktu satu
periode, maka nilai aktual yang terakhir akan dipergunakan sebagai ramalan untuk
diabaikannya segala sesuatu yang terjadi sejak tahun lalu termasuk unsur trend.
3. Model Rata-rata
pengamatan dan cocok untuk data yang berpola stasioner, yaitu data dengan nilai
yang berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan, dengan kata lain tidak
menunjukkan adanya trend dan musiman.Metode ini terdiri dari (Makridakis et al,
1999) :
Cara kerja dari metode ini adalah dengan merata – ratakan seluruh data
Metode ini cocok untuk data time series dengan pola stasioner.
Dalam model ini setiap muncul nilai pengamatan baru maka nilai rata-rata
baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling lama dan
memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Dengan kata lain model ini
hanya mengikuti beberapa data terakhir untuk dicari nilai tengahnya sebagai
1. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau
Model ini memberikan bobot yang berbeda pada setiap data, pembobotan
menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih lama. Dengan
metode ini, data yang paling lama memiliki bobot terendah sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap data yang baru. Model ini terdiri dari (Makridakis et al,
1999):
pembobot smoothing (a). Model ini cocok untuk data dengan pola horizontal
28
atau stasioner dan hanya mampu memberikan ramalan untuk satu periode ke
depan. Metode ini tidak cukup baik diterapkan jika datanya bersifat tidak
tidak stasioner menjadi tetap tidak stasioner, tetapi metode ini merupakan
smothing yang diberikan pada data akan semakin kecil dengan semakin
masa lalu. Model ini cocok untuk data yang berpola trend linier. Pada metode
ini dilakukan dua kali pemulusan ya itu pemulusan tahap 1 untuk update
Pada prinsipnya metode ini sama dengan Metode Ganda Brown, kecuali
bernilai antara 0 dan 1 serta memiliki tiga persamaan. Pola data yang sesuai
Metode ini dapat digunakan untuk data time series yang mempunyai pola
stasioner, pola trend konsisten, serta faktor musiman. Kelebihan metode ini
sehingga jika ada pengaruh siklus hasil ramalannya menjadi tidak baik. Model
1. Winters Aditif
stasioner.
2. Winters Multiplikatif
semakin besar.
5. Model Dekomposisi
setiap nilai pada deret (Hanke, 2003). Metode tersebut pada dasarnya bekerja
dengan memecah pola deret waktu menjadi unsur trend, siklus, musiman, dan
Kelemahan dari metode ini adalah tidak memiliki prosedur formal yang dapat
subjektif (kualitatif) atau pikiran manusia saja. Metode ini cukup efektif dalam
30
dari masing- masing komponen tersebut adalah sebagai berikut (Bowerman and
O’Connell, 1993) :
siklis yang kejadiannya lebih dari satu tahun. Perubahan kondisi ekonomi
4. Ketidakteraturan, komponen acak terdiri dari fluktuasi tak terduga atau acak.
(1) Model Dekomposisi Aditif, yaitu model yang digunakan untuk deret
waktu yang keragamannya kurang lebih sama sepanjang deret data. Jadi,
semua nilai deret berada pada lebar yang konstan berpusat pada trend.
deret waktu yang keragamannya menaik dengan tingkat tertentu. Jadi, nilai
ARIMA adalah teknik untuk mencari pola data yang paling cocok dari
data masa lalu dan data sekarang untuk menghasilkan peramalan jangka pendek
yang akurat. Model ARIMA mensyaratkan pola data yang stasioner. Apabila data
data asli menjadi data stasioner. Proses diferensiasi ini dapat dijelaskan sebagai
dengan asumsi data sudah stasioner. Suatu data time series Zt dikatakan stasioner
apabila (Firdaus,2006) :
1. Rataan series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat
dituliskan sebagai :
2. Varians atau ragam series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal
Data stasioner dapat juga dikatakan sebagai data yang tidak mengandung
unsur trend.
32
(1) Identifikasi Model, pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap 3 hal,
yaitu terhadap pola data, apakah terdapat unsur musiman atau tidak. Kedua,
(2) Estimasi Model, pada tahap ini, pertama menghitung nilai estimasi awal
dilakukan uji diagnostik untuk menguji kedekatan model dengan data. Uji
ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan signifikansi serta hubungan-
plot residualnya bersifat acak. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima
(4) Peramalan, setelah didapat model yang memadai, ramalan satu atau
batasan berikut :
adalah identifikasi dan pemahaman akan pola data historis. Jika pola trend, siklus
atau musiman yang tampak, maka teknik-teknik yang mampu digunakan secara
Data Stasioner adalah data yang nilai meannya tidak berubah sepanjang
waktu. Teknik yang cocok digunakan pada peramalan data stasioner terdiri
Data musiman didefinisikan sebagai suatu data time series yang mempunyai
pola perubahan yang berulang secara tahunan. Teknik peramalan yang dapat
garis trend. Pola siklus cenderung berulang setiap dua, tiga tahun atau lebih.
Pola siklus sulit dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Teknik-teknik
Bowerman dan O’Connell (1993) menyebutkan bahwa ada tujuh faktor utama
waktu, yaitu : cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode
ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik dan metode hanya dapat sesuai
untuk peramalan satu atau dua periode dimuka, sedangkan teknik dan metode
3. Pola data, dasar utama dari metode peramalan adalah mengasumsikan jenis
pola yang terdapat di dalam data yang diramal akan berkelanjutan. Akan tetapi
sehingga perlu adanya usaha penyesuaian antara pola data yang telah
4. Biaya, umumnya ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan
lainnya.
yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan.
kuantitatif.
Analisis regresi berganda adalah suatu alat yang digunakan untuk melihat
dalam mempengaruhi variabel tak bebas berbeda-beda, dapat dilihat dari nilai p
value atau t hitung masing- masing variabel. Baik tidaknya suatu model regresi
berganda dapat dilihat dari nilai R Sq, Semakin besar nilai dari R Sq model
(mendekati 100 %), maka semakin baik model tersebut, karena semakin besar
antar variabel. Analisis korelasi adalah cara untuk mengetahui ada atau tidak
36
adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel (Hasan, 2003).
terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada
variabel lainnya.
Korelasi yang terjadi antara dua variabel dapat berupa korelasi positif,
1) Korelasi positif, nilai koefisien korelasinya antara 0 < x < 1, perubahan yang
dengan arah yang sama. Misalkan jika variabel x meningkat maka variabel y
2) Korelasi negatif, nilai koefisien korelasinya antara -1 < x < 0, perubahan yang
mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel. Untuk
diberikan nilai- nilai dari koefisien korelasi (KK) sebagai patokan (Hasan, 2003) :
7. KK = 1 , korelasi sempurna
Jenis – jenis dari koefisien korelasi antara lain adalah (Hasan, 2003) :
Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) merupakan salah satu pasar terbesar di
DKI Jakarta yang memasok komoditas sayuran dan buah-buahan bagi DKI
Jakarta maupun daerah-daerah lain di Indonesia. Jumlah pasokan rata-rata per hari
terdiri dari sayur-sayuran 1.200 ton, buah-buahan 1.500 ton dan umbi sebanyak
120 ton. Pasar ini memiliki wilayah distribusi mencakup sebagian besar wilayah
DKI Jakarta (70%), Botabek (25%) dan daerah lain (5%). Sesuai dengan
perannya, PIKJ selama ini menjadi parameter harga. Naik dan turunnya harga di
PIKJ memiliki pengaruh yang besar pada pembentukan harga di pasar lainnya
(Susanti, 2006).
dan sebagian dari pulau Sumatera dan Nusa Tenggara. Khusus untuk komoditas
bawang merah umumnya dipasok dari Brebes dan Kuningan. Komoditas bawang
merah merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang besar di PIKJ.
38
peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi
harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang
bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat
jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya
harga bawang merah di PIKJ melalui plot data harga dan autokorelasinya. Deret
data dari harga bawang merah akan dibuat dalam bentuk tabel, diplot pada kurva
dengan menggunakan program Excel. Dari hasil plo t data tersebut, maka data
harga bawang merah dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data
tersebut memiliki unsur trend, siklus atau musiman. Hasil tersebut digunakan
untuk menduga sementara metode apa yang akan digunakan dalam penelitian.
dapat digunakan antara lain metode naif (Naive), metode rata-rata sederhana
(ARIMA). Dari beberapa metode tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik
dan sesuai berdasarkan beberapa hal antara lain akurasi kesalahan peramalan,
yaitu dilihat dari nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE maka semakin baik
bawang merah sangat diperlukan untuk mengetahui faktor apa saja yang
Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi
harga bawang merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada
Gambar 5.
40
Fluktuasi Harga
Bawang Merah di
PIKJ
Metode peramalan
Time Series
Model Regresi Berganda
Pemilihan metode
peramalan time series
terakurat berdasarkan
MSE Upaya untuk mengendalikan
fluktuasi harga bawang merah
METODE PENELITIAN
Raya Bogor Km. 17, Jakarta Timur. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja
pusat perdagangan sayuran terbesar di DKI Jakarta serta menjadi barometer harga
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data
grosir bawang merah dan karyawan di Kantor Pasar Induk Kramat Jati, DKI
harga rata-rata (dalam satuan Rp/kg) bawang merah, kedua data berasal dari
kantor PIKJ. Data perkembangan pasokan dan harga rata-rata bawang merah yang
digunakan adalah data mingguan yang diambil dari minggu pertama bulan Januari
2003 hingga minggu ketiga bulan Februari 2007. Jumlah data historis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 214 data. Data tersebut akan dijadikan
42
input untuk meramalkan perkembangan harga bawang merah pada masa yang
akan datang.
merah nasional, harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea. Data - data
tersebut adalah data bulanan yang diambil mulai dari bulan Januari 2003 hingga
September 2006. Jumlah data historis yang digunakan adalah 45 data. Data
tersebut akan digunakan dalam model regresi berganda dengan variabel tak
bawang PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional, harga impor bawang
merah, dan harga pupuk Urea. Tidak dimasukkan faktor- faktor lainnya, karena
bawang merah diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian.
Data harga pupuk Urea diperoleh dari Departemen Sarana Produksi Pangan. Data-
data lainnya diperoleh melalui studi literatur berupa skripsi, internet dan buku-
dan QSB (Quantitative System for Business). Data harga bawang merah PIKJ
bulanan, pasokan bawang PIKJ bulanan, pasokan impor bawang merah nasional,
43
harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea yang digunakan dalam model
Pola data harga bawang merah di PIKJ diidentifikasi melalui plot data
harga dan autokorelasinya. Deret data dari harga bawang merah akan dibuat
dalam bentuk tabel, diplot pada kurva dengan menggunakan program Excel. Dari
hasil plo t data tersebut, maka data harga bawang merah dapat diketahui pola
datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklus
dari deret data akan menggunakan program Minitab. Identifikasi pola data melalui
1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua atau tiga periode tidak
2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara
beruntun berbeda nyata dari nol atau mempunyai pola dying down, maka
jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut
peramalan dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan. Metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode peramalan time series. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa data harga bawang merah adalah data deret
Metode peramalan time series yang akan diuji dan digunakan dalam
metode tersebut, digunakan juga metode dekomposisi mulplikatif dan aditif, serta
bentuk pola data, dan juga didasarkan pada asumsi-asumsi yang dimiliki oleh
t
Yt+1= ? Yi
i = t-N+1
N
Keterangan : Yt+1= nilai ramalan untuk 1 periode ke depan setelah t
N = ordo
45
Yt+m= at + b t(m)
1- a
S0= a0 – 1- a b0
S0(2) = a0 –2 1- a b0
a
a0 dan b0 didapat dari koefisien regresi model trend linier
E. Winter Multiplikatif
Sn = Season
F. Dekomposisi Multiplikatif
Langkah-langkahnya :
1. Untuk menghilangkan komponen Snt dan et dari data time series, hitung
yakni dengan cara mengalikan masing- masing rataan musim dengan faktor
yakni: Sn1 = Sn1 * FK, Sn2 = Sn2 * FK ,...., SnL =SnL * FK, dengan
FK = L
? Snt
trend yang sesuai (linier, kuadratik, eksponensial, semi- log, double- log, dan
independent variable, dan dari model yang sesuai tersebut, dugalah nilai trend
komponen yang diperoleh tersebut. Yt = Trt * Snt* Clt , jika Clt dianggap tidak
ada maka Clt =1, sehingga menjadi Yt = Trt * Snt* 1 atau Yt = Trt * Snt.
G. Dekomposisi Aditif
Langkah-langkahnya :
1. Untuk menghilangkan komponen Snt dan et dari data time series, hitung
yakni dengan cara mengurangkan masing- masing rataan musim dengan faktor
korelasi (FK), sehingga diperoleh indeks musiman, yang berlaku umum yakni:
Sn1 = Sn1 - FK, Sn2 = Sn2 - FK ,...., SnL =SnL - FK, dengan
FK = ? Snt
trend yang sesuai (linier, kuadratik, eksponensial, semi- log, double- log, dan
independent variable, dan dari model yang sesuai tersebut, dugalah nilai trend
komponen yang diperoleh tersebut. Yt = Trt + Snt+Clt , jika Clt dianggap tidak
ada maka Clt = 0, sehingga menjadi Yt = Trt + Snt +0 atau Yt = Trt + Snt.
H. ARIMA
Model AR murni dipilih bila ACF menunjukkan pola dying down dan
PACF menunjukkan pola yang cut off. Pada model ini Yt adalah fungsi linier dari
49
Yt = d + ? 1 Yt-1+ ? 2 Yt-2+...+et
dimana :
et = residual peramalan acak untuk periode saat ini yang diharapkan nilainya sama
dengan nol
Jumlah observasi masa lalu yang digunakan dalam model AR dikenal dengan orde
p. Model ini harus memenuhi kond isi stasioneritas (stasionerity condition), yaitu
jumlah semua koefisien ? dalam model autoregresif harus kurang dari 1 atau
? 1+? 2 +? p < 1
Model MA murni dipilih bila ACF menunjukkan pola yang cut off dan
PACF menunjukkan pola dying down. Pada model ini Yt adalah fungsi linier dari
Dimana :
Jumlah residual masa lalu yang digunakan dalam model MA dikenal sebagai orde
artinya semua koefisien dalam model moving average harus kurang dari 1, yaitu
?1 + ?2 + .... + ?q < 1
(1 – ?1 B – ?2 B2 – ?3 B3 – ...... – ?qBq) et = Yt + f
menunjukkan pola dying down. Pada model ini Yt adalah kombinasi model
autoregresive dan moving average. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebaga i
berikut:
Dimana :
Yt-1, Yt-2,..., et-1, et-2,... = obsevasi dan residual peramalan periode sebelumnya dari
deret stasioner
I. SARIMA
perilaku ACF dan PACF. Dalam hal ini cut off atau dying down dilihat pada
beberapa beda kala pertama dan juga pada beda kala musimannya (biasanya pada
lag L atau 2L). Dalam menguji signifikansi koefisien tersebut, nilai t- hitung yang
dipergunakan bukan 2 tetapi 1,25. Secara umum model SARIMA dapat ditulis
dalam bentuk:
dimana p,q, dan P,Q adalah orde parameter-parameter non musiman dan
musiman.
Dimana :
langkah selanjutnya ialah mene ntukan model peramalan terbaik. Salah satu faktor
utama yang harus diperhatikan ialah melihat nilai Mean Square Error (MSE).
52
Metode peramalan yang memiliki nilai MSE terkecil, menunjukkan bahwa model
tersebut memiliki kesalahan atau error terkecil dibanding model lainnya, sehingga
MSE = ? et 2
N
Dalam model regresi berganda terdapat hubungan antara satu variabel tak
Yt = ß0 + ß1 X 1 + ß2 X 2 + ß3 X 3 + ß4 X4 + µ t
Dimana :
ß0 = Konstanta
Hipotesis :
negatif dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika jumlah pasokan
bawang merah yang masuk ke PIKJ meningkat maka harga bawang merah di
dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika pasokan impor bawang
53
merah nasional meningkat maka harga bawang merah di PIKJ akan cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan karena pasokan impor masuk ke dalam negeri
ketika musim paceklik panen dimana pada saat bersamaan harga bawang
dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika harga impor bawang merah
turun maka harga bawang merah di PIKJ akan menyesua ikan yaitu akan
cenderung turun. Jika tidak menyesuaikan maka bawang merah lokal tidak
4. Harga pupuk mempunyai hubungan yang positif dengan harga bawang merah
di PIKJ, yaitu ketika harga pupuk meningkat maka harga bawang merah di
PIKJ akan meningkat, karena harga bawang merah di tingkat petani cenderung
Keterbatasan Penelitian :
fluktuasi harga bawang merah dari sisi penawaran sedangkan sisi permintaannya
tidak dibahas mengingat keterbatasan data. Data produksi bulanan bawang merah
tidak dimasukan ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga
bawang merah akibat keterbatasan data namun sudah dapat diwakili oleh faktor
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga
yang diajukan sudah layak untuk menjelaskan variabel tak bebasnya yaitu harga
54
bawang merah. Uji ini berguna untuk menguji kelayakan model regresi secara
ESSU / DFU
Dimana :
Dengan hipotesis :
H0 : ßi = 0
( i = 1,2,3,4,..., k)
Apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka ada salah satu dari variabel pasokan
bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah,
dan harga pupuk, yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di PIKJ,
dan sebaliknya apabila F hitung lebih kecil dari F tabel, maka semua variabel
bebasnya tersebut tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang
merah di PIKJ.
55
variabel harga bawang merah di PIKJ dapat diterangkan oleh variabel pasokan
bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah,
dan harga pupuk. Secara matematis rumus untuk menghitung nilai R2 adalah
R2 = RSS
TSS
Dimana :
saja yang berpengaruh nyata secara parsial terhadap variabel tidak bebas.
Dengan hipotesis :
H0 : ßi = 0
H1 : ßi ? 0
Jika p value lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) maka variabel independen
(variabel pasokan bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional,
56
harga impor bawang merah, dan harga pupuk) berpengaruh nyata terhadap harga
bawang merah di PIKJ. Sebaliknya apabila p value lebih besar dari taraf nyatanya
(5%), maka variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap harga bawang
merah di PIKJ.
antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Tujuannya adalah untuk
(Ramanathan, 1998) :
? xy = s xy = Cov (X,Y)
sx sy [ Var (X) Var (Y) ] 1/2
Dimana :
(a) Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai
autokorelasi.
(b) Autokorelasi parsial adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan
nilai yang lebih awal dari variabel itu, jika pengaruh nilai- nilai diantara
(c) Data stasioner adalah data yang nilai- nilai dalam deret datanya memiliki
(d) Data Time Series adalah data yang dikump ulkan dari beberapa tahapan
(e) Harga adalah harga nominal rata-rata bawang merah selama satu minggu
(f) Pasokan adalah total volume bawang merah aktual yang dipasok ke PIKJ
dari berbagai daerah produksi selama satu minggu dalam satuan ton.
(g) Pengelola PIKJ adalah semua pihak yang secara organisasi dan
Dinas Pertanian.
(h) Pola musiman adalah gerakan naik atau turun dari pola data yang akan
berulang secara teratur dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.
(i) Pola trend adalah pola data observasi yang terlihat meningkat atau menurun
Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) terletak di Jalan Raya Bogor Km. 17,
Desember 1973 tentang pendirian Pasar Induk sayur mayur dan buah-buahan
Kramat Jati, Jakarta Timur dan ketentuan pengurusannya. Mulai beroperasi pada
tahun 1974 dengan menempati areal seluas 14,7 hektar dan mengalami
didirikannya PIKJ adalah sebagai pusat perdagangan besar sayur mayur dan buah-
pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur mayur dan buah-buahan yang
Jumlah tempat usaha yang terdapat di PIKJ sebanyak 3.573 kios yang
dikelola oleh 2.000 orang sebagai pedagang tetap dan 250 orang sebagai pedagang
tidak tetap. Ukuran kios bervariasi, untuk grosir dengan luas sebesar 8,4 m2 dan
sekitar 14,7 hektar ini terbagi dalam blok-blok perdagangan yang disebut dengan
Los. Ada delapan Los di PIKJ yang menjual komoditas yang berbeda-beda.
Khusus untuk komoditas bawang merah terdapat pada Los G yang menampung
sekitar 20 pedagang grosir. Pasar ini beroperasi selama 24 jam penuh dengan rata-
59
rata pengunjung per hari sebanyak 20.000 orang, yang melakukan berbagai
aktivitas, baik sebagai pedagang, buruh, sopir, pemulung dan lain sebagainya.
Pasar ini memiliki fasilitas pelayanan umum yang lengkap bagi para
pelaku yang melakukan aktivitas di pasar tersebut. Fasilitas pelayanan umum yang
disediakan terdiri dari Bank di 3 lokasi, 3 lokasi areal parkir dengan daya tampung
lebih dari 3.000 mobil, 1 pusat telekomunikasi, dan toilet di 14 lokasi, bahkan
fasilitas penitipan anak pun tersedia. Pasar ini juga menyediakan fasilitas ibadah
berupa 1 mesjid dan tiga musholla. Layana n keamanan di PIKJ dikelola oleh
perusahaan swasta yaitu PT. Metro 11, sedangkan layanan kebersihan dikelola
oleh PT. Garda Transmos Mandiri. Pasar ini dapat menampung sampah dengan
volume sekitar 300 m3 /hari. Untuk layanan angkutan dikelola oleh armada
“KABAPIN” dengan jumlah angkutan resmi sebanyak 174 unit dan angkutan
omprengan sebanyak 1.026 unit. Badan yang mencatat berapa banyak barang
yang dibongkar dan dimuat serta memfasilitasi terhadap pelayanan bongkar dan
grosir dan eceran. Usaha dalam bentuk grosir berjumlah 1.835 tempat dan eceran
berjumlah 1.818 tempat. Jumlah pedagang tetap di PIKJ berjumlah lebih dari
2.000 orang yang menempati lebih dari 3.500 kios. Tingkat pendidikan yang
mereka miliki bervariasi dari hanya tingkat sekolah dasar hingga tingkat sarjana.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kantor PIKJ, modal yang mereka
miliki bervariasi dari minimal 10 juta rupiah hingga mencapai milyaran rupiah.
60
Hal itu juga terkait dengan omzet harian mereka yang juga bervariasi dari sekitar
kegiatan penjualan grosir sayur mayur dan buah-buahan, pengaturan angkut dan
bongkar muat barang. Selain itu juga mengatur usaha sortasi dan seleksi (khusus
dan harga sebagai laporan bulanan. Skema alur masuk keluar bawang merah yang
berlangsung di PIKJ melibatkan beberapa pihak, hal ini dapat dilihat pada Gambar
7.
Petani Produsen
Pedagang antar
Pedagang daerah
Pengumpul
Pedagang Grosir
Kegiatan
di PIKJ
Pedagang Pengecer
memiliki akses yang kuat terhadap informasi pasar karena mereka memiliki anak
buah atau orang suruhan yang bertugas mencari informasi harga dan kondisi
perdagangan di tempat lain. Pada umumnya para lapak sudah memiliki jaringan
daerah namun mereka juga dapat berhubungan langsung dengan petani produsen
di daerah.
yang masuk ke PIKJ kemudian dibongkar muat oleh suatu badan yang disebut
tugas untuk melakukan penimbangan yang kemudian akan dicatat sebagai laporan
barang masuk (tonase) bulanan yang akan dilaporkan ke kantor PIKJ. Kegiatan
sortasi dan seleksi terhadap barang yang masuk hanya diperuntukkan untuk
belum dilakukan. Komoditas yang telah mengalami proses tersebut kemudian siap
yang membeli dalam jumlah besar yang kemudian akan dijual kembali ke pasar-
pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Jatinegara, Pasar Minggu dan
62
pasar-pasar lainnya. Pembeli yang datang tidak hanya berasal dari Jakarta tetapi
juga dari luar kota, bahkan juga dari luar Pulau Jawa.
yang keluar Pulau Jawa (Medan, Bangka, Batam dan daerah lainnya)
ialah layanan kepada para pelaku bisnis dan konsumen, dengan dibantu oleh 6
seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Usaha dan Pengembangan, Seksi Keuangan, Seksi
Perawatan, Seksi Akuntansi dan Seksi Keamanan Pasar. Tugas sehari- hari
pengelola adalah memungut jasa atau iuran pengelolaan pasar, menerbitkan surat
mengala mi fluktuasi beberapa kali dalam sehari yang disebabkan antara lain
karena supply dan demand yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang
menurun,adanya permintaan dari luar daerah yang tidak signifikan dan petani dari
daerah Jawa Tengah yang memasok ke pasar eceran tidak melalui PIKJ khususnya
menjelang hari raya. Pasokan bawang merah yang terdapat di PIKJ berlimpah
ketika memasuki bulan Agustus, sedangkan pasokan terendah terjadi pada bulan
Negara yang menjadi pemasok bawang merah antara lain adalah Thailand dan
63
Philipina. Sedangkan pasokan bawang lokal umumnya berasal dari daerah Brebes,
Losari, dan Patrol. Menurut salah satu pedagang grosir permintaan bawang merah
per harinya bisa mencapai 15 ton / pedagang besar. Di PIKJ terdapat 8 pedagang
besar sehingga total permintaan per hari jika bawang merah terjual semua
mencapai 120 ton/ harinya atau permintaan rata-rata per bulannya mencapai 3600
ton. Jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ per bulannya dapat
Tabel 6. Jumlah Pasokan Bawang Merah (Ton) yang Masuk ke PIKJ periode
Pada Tabel 6 terlihat bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ
berfluktuasi cukup besar. Hal ini disebabkan karena fluktuasi produksi bawang
merah pada berbagai daerah sentra produksi yang banyak dipengaruhi oleh iklim,
cukup air untuk berproduksi secara optimal. Jika dibandingkan dengan permintaan
rata-ratanya yang sebesar 3.600 ton maka terdapat kemungkinan bahwa pada
bulan – bulan tertentu akan terjadi defisit jumlah pasokan bawang merah di PIKJ
64
misalnya pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei dimana bawang
merah memasuki masa kosong panen. Hal ini membuat para pedagang besar
terpaksa mengimpor bawang merah dari luar untuk menutupi defisit tersebut.
peramalan memiliki asumsi yang berbeda-beda untuk pola data tertentu. Ada
metode peramalan yang hanya cocok untuk data ya ng memiliki pola stasioner, dan
metode peramalan yang cocok untuk pola data yang mengandung trend, serta juga
metode peramalan yang dapat digunakan pada kedua pola data di atas.
Data yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah data harga rata-rata
mingguan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati dari minggu pertama bulan
Januari 2003 sampai dengan minggu ketiga bulan Februari 2007 (Lampiran 1).
Identifikasi terhadap pola data harga bawang merah sangat penting untuk mencari
Dari Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa pola data harga bawang merah
mengalami fluktuasi yang bersifat acak, sehingga pola data harga bawang merah
tersebut belum bisa dikatakan mengikuti trend atau pola tertentu. Faktor yang
disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam teori ekonomi mikro terdapat dua faktor
permintaan. Dari kedua faktor tersebut dapat diuraikan menjadi berbagai macam
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga bawang merah secara
langsung maupun tidak langsung, seperti jumlah produksi bawang merah, jumlah
pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, pasokan bawang merah impor,
harga impor bawang merah, dan harga input produksi seperti harga pupuk serta
12000
Harga (Rp / Kg)
10000
8000
6000
4000
2000
0
1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205
Minggu
Harga
Gambar 7. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Periode Bulan Januari Tahun
industri olahan, dan faktor lainnya. Untuk melihat lebih jauh penyebab terjadinya
fluktuasi harga bawang merah yang cukup tajam, maka akan dilakukan
yang masuk ke PIKJ, harga impor dan pasokan impor bawang merah, harga
pupuk, dan produksi bawang merah. Perbandingan ini dilakukan untuk melihat
berapa besar pengaruh yang diberikan oleh masing- masing faktor tersebut dalam
Pada Gambar 7 terlihat bahwa harga bawang merah pada selang periode
tertentu mengalami peningkatan dan penurunan harga yang cukup tajam. Pada
tahun 2003 tepatnya pada minggu ke 2 dan 3 bulan Januari 2003 terjadi penurunan
harga yang cukup tajam dari Rp 6.286,00/ kg, menjadi Rp 4.357,00/ kg hal ini
diduga karena terjadinya peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ dari
367 ton menjadi 582 ton (Lampiran 1). Pada tahun yang sama tepatnya antara
kg, sementara itu jumlah pasokan yang masuk cenderung konstan (Lampiran 1).
Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya
Faktor – faktor tersebut dapat diduga antara lain ialah harga impor bawang
merah, yang pada periode yang sama juga mengalami trend penurunan dari Rp
harga impor bawang merah yang masuk mengalami penurunan maka dampaknya
terhadap harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga akan mengalami
merah yang masuk. Selain faktor harga impor bawang merah, faktor lain yang
merah terjadi pada periode bulan Mei hingga September, hal ini dapat disebabkan
karena telah terjadi peningkatan produksi bawang merah pada selang periode
tersebut, mengingat pada selang periode tersebut komoditas bawang merah telah
memasuki musim panen, hal ini dapat ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
67
jumlah impor bawang merah yang masuk, dimana pada bulan Mei jumlah impor
bawang merah sebesar 3.358 ton, turun menjadi 231 ton pada bulan September
(Lampiran 2).
1400
1200
Pasokan (Ton)
1000
800
600
400
200
0
1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205
Minggu
Pasokan
pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ mengalami penurunan secara drastis.
Penurunan jumlah pasokan bawang tersebut terjadi pada saat minggu di sekitar
hari raya Lebaran tetapi harga tidak terpengaruh untuk naik secara tajam. Hal ini
pengecer di PIKJ juga turun. Perlu dicermati bahwa pada minggu saat Hari Raya
keuntungan yang lebih besar. Hal ini berarti bahwa jumlah pedagang pengecer
telah dipasok langsung dari petani dan pedagang pengumpul. Hal ini membuat
68
ini jumlah pasokan tidak punya pengaruh yang besar terhadap fluktuasi harga
Pada tahun 2004 harga bawang merah mengalami trend penurunan harga
tepatnya pada bulan Mei minggu ke 1 hingga bulan September minggu ke 4, dari
merah yang menurun pada selang periode bulan Mei hingga September,
mempunyai pola yang sama seperti pada tahun 2003, dimana harga bawang merah
juga mengalami trend yang menurun. Faktor yang menyebabkan penurunan harga
tersebut, dapat diduga sama seperti pada tahun 2003 yaitu akibat peningkatan
bawang merah telah memasuki masa musim panen. Hal ini dapat dibuktikan
dengan terjadinya penurunan impor bawang merah pada periode tersebut, dimana
pada bulan Mei jumlah impor bawang me rah mencapai 6.593 ton, turun menjadi
peningkatan harga tepatnya pada bulan Februari minggu ke 2 hingga bulan Mei
tersebut komoditas bawang merah memasuki masa kosong atau paceklik panen.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah impor bawang pada periode
69
tersebut, dimana pada bulan Februari impor bawang merah mencapai 1.752 ton,
meningkat tajam menjadi 19.982 ton pada bulan Mei (Lampiran 2).
Pada tahun 2006 terjadi peningkatan harga bawang merah yang cukup
peningkatan harga yang cukup tajam tersebut diduga karena terjadinya penurunan
pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, dimana pada minggu ke 1 pasokan
sebesar 792 ton turun menjadi 518 ton pada minggu ke 3. Pada tahun 2006 harga
bawang merah relatif tinggi dengan kisaran harga antara Rp 9.714,00/ kg pada
bulan Februari hingga Rp 8.214,00/ kg pada bulan Juni (Lampiran 1). Faktor yang
menyebabkan tingginya harga bawang merah pada periode Februari hingga Juni
dapat diduga karena sedikitnya jumlah produksi bawang merah yang dihasilkan,
karena bertepatan dengan musim paceklik atau kosong panen. Hal ini dibuktikan
dimana pada bulan Februari impor bawang merah mencapai 1.752 ton, meningkat
tajam menjadi 22.432 ton pada bulan Juni (Lampiran 2). Selain faktor jumlah
produksi, terdapat juga faktor lainnya yang menyebabkan tingginya harga bawang
merah selama periode tersebut yaitu terjadinya peningkatan harga impor bawang
pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan kisaran harga
1.200/ kg, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp
1.050,00/ kg (Lampiran 2). Pada tahun 2006 juga terdapat pola yang sama seperti
70
pada tahun 2003 dan tahun 2004 yaitu terjadi trend penurunan harga bawang
merah dari bulan Mei minggu ke 2 hingga bulan Oktober minggu ke 1, dari harga
harga ini sama seperti yang terjadi pada tahun 2003 dan 2004 yaitu terjadinya
panen.
PIKJ. Faktor- faktor tersebut antara lain jumlah produksi bawang merah, jumlah
pasokan impor bawang merah , harga impor bawang merah, dan harga pupuk.
Faktor lainnya seperti jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ,
pengaruhnya belum dapat terlihat secara jelas, karena pada beberapa periode
tertentu seperti pada saat Hari Raya Keagamaan pengaruhnya tidak signifikan
harga.
berpengaruh nyata atau tidak pada harga bawang merah di PIKJ. Untuk
fluktuasi harga bawang merah maka akan dilakukan uji regresi pada faktor- faktor
tersebut. Sedangkan pola harga bawang merah yang dapat diidentifikasi ialah
terdapatnya trend penurunan harga bawang merah pada beberapa periode tertentu
tepatnya pada bulan Mei hingga bulan September pada tahun 2003, 2004, dan
2006. Hal ini mengindikasikan terdapatnya unsur musiman pada data harga
71
bawang merah, sedangkan unsur trend keseluruhan belum terlihat secara jelas.
Untuk memastikan trend keseluruhan harga bawang merah apakah menaik atau
menurun maka akan dilakukan uji trend, dan untuk memastikan ada tidaknya
unsur musiman akan dilakukan plot ACF dan PACF pada data harga bawang
merah.
Untuk melihat ada tidaknya unsur trend maka dilakukan uji regresi antara
Yt = 4297 + 11.3 t
t = Periode (Minggu)
dipastikan memiliki trend yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
probabilitas dari konstanta dan koefisien regresi yang lebih kecil dari dua kali
taraf nyatanya. Dari persamaan regresi tersebut terlihat kecenderungan trend harga
bawang merah yang meningkat, ketika t naik satu satuan waktu maka akan
meningkatkan harga sebesar Rp 11,3 atau setiap 1 minggu harga bawang merah
Untuk melihat ada tidaknya unsur musiman pada pola data harga, dapat
dilakukan dengan cara identifikasi pola data secara statistik dengan mengamati
plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Dari plot tersebut terlihat bahwa ACF
memiliki pola dying down atau spike menurun secara lambat, sedangkan pola
PACF nya terlihat mengalami cut off hal ini ditunjukkan pada lag ke 2 dimana
Unsur musiman tidak terlihat jelas dari plot ACF dan PACF karena tidak adanya
spike yang signifikan pada beberapa time lag tertentu tidak mempunyai jarak yang
Identifikasi ada tidaknya unsur musiman pada data dapat terlihat secara
jelas apabila data telah distasionerkan. Dari hasil penstasioneran data, kemudian
dilihat kembali pola dari ACF dan PACF nya (Lampiran 5). Hasil dari pola ACF
dan PACF dari data yang telah stasioner tersebut, pola musiman pada data tidak
terlihat secara jelas, hal ini ditunjukkan dengan tidak terdapatnya beberapa paku
yang signifikan pada beberapa lag tertentu, namun demikian pengamatan awal
terhadap pola ACF dan PACF tersebut belum cukup untuk mengatakan bahwa
data tidak mempunyai unsur musiman, karena dari identifikasi awal pola data
dijelaskan bahwa harga bawang merah mempunyai pola tertentu yaitu mempunyai
trend harga yang menurun tepatnya antara bulan Mei hingga bulan September
terutama pada tahun 2003, 2004, dan 2006. Dugaan awal dari penyebab trend
menurunnya harga bawang merah pada periode tersebut ialah karena peningkatan
jumlah produksi nasional bawang merah, karena bertepatan dengan masa panen
bawang merah, hal ini dapat ditunjukkan dengan jumlah impor bawang merah
yang cukup kecil pada selang periode tersebut. Adanya pola musiman pada data
harga bawang merah tentunya sangat sesuai dengan asumsi umum yang sering
pertanian sangat dipengaruhi oleh musim. Namun demikian dari identifikasi awal
terlihat bahwa jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ, nampaknya tidak terlalu
dipengaruhi oleh jumlah produksi bawang merah nasional, hal ini dibuktikan
dengan konstannya jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ pada saat musim kosong
73
panen yaitu pada bulan Mei hingga September. Hal ini disebabkan karena selain
bawang merah dari luar, sehingga ketika pasokan bawang yang masuk dari daerah
– daerah sedang sedikit, maka PIKJ akan mengimpornya dari luar, sehingga dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ
tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap fluktuasi harga bawang merah
yang masuk ke PIKJ. Kesimpulan akhir yang dapat dihasilkan dari identifikasi
pola data harga bawang merah yaitu harga bawang merah mengandung unsur
peramalan yang akan digunakan nanti akan disesuaikan dengan pola fluktuasi
dalam meramalkan berbagai pola data. Metode peramalan yang dipilih di dalam
penelitian adalah metode peramalan time series karena metode ini dianggap paling
tepat dalam kasus harga bawang merah di PIKJ. Seperti yang sudah diterangkan
dalam bab-bab sebelumnya, metode ini tepat digunakan untuk mengetahui apa
yang akan terjadi pada masa depan bukan untuk mengetahui mengapa hal itu
Dari identifikasi pola data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa data
memiliki pola yang tidak stasioner, mengikuti suatu trend yang meningkat, dan
dimiliki oleh masing- masing metode peramalan maka metode peramalan yang
Metode ini hanya menggunakan beberapa data terakhir untuk dicari nilai
diikutsertakan disebut sebagai ordo. Penentuan ordo yang sesuai dan memberikan
nilai MSE terkecil dilakukan dengan coba-coba. Terdapat beberapa ordo yang
dapat dicoba antara lain ordo dua untuk mengantisipasi pola data 2 mingguan,
ordo empat untuk pola bulanan,ordo delapan untuk pola dua bulanan, ordo
duabelas untuk pola tiga bulanan,ordo enam belas untuk pola empat bulanan, ordo
dua puluh empat untuk pola enam bulanan, dan ordo empat puluh delapan serta
lima puluh dua untuk pola tahunan. Metode ini cocok untuk peramalan satu
periode ke depan. Peramal dapat menentukan berapa jumlah data yang akan
diikutkan dalam menghitung nilai tengah sejak awal. Jika terdapat data aktual
terbaru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang data tertua dan
memasukkan data terbaru. Metode ini cocok untuk meramalkan data yang
75
mempunyai perubahan besar terutama pada data akhirnya dan metode ini hanya
Pada jumlah pasokan bawang merah, MSE terkecil terdapat pada ordo-
ordo yang relatif kecil seperti pada ordo dua dan empat. Hal ini tentunya sangat
sesuai dengan cara kerja dari metode ini yang hanya meramalkan data terakhir
dari data. Karena denga n semakin kecil ordo yang digunakan maka dalam hal ini
semakin besar pula bobot yang diberikan pada data historis terkini sehingga
ramalan yang dihasilkan pun nantinya akan tidak berbeda jauh dari data
terdapat fluktuasi yang lebar dan jarang pada deret waktu. Pada Tabel 7 dapat
dilihat hasil peramalan masing- masing ordo. MSE terkecil terdapat pada ordo dua
sesuai agar hasil ramalan akurat dengan menghasilkan nilai MAD dan MSE
karena mampu mencari nilai a yang optimal. Metode ini menggunakan bobot
76
yang berbeda untuk tiap data yang diikutkan dalam deret data, yaitu memberikan
bobot terbesar pada observasi terbaru, bobot menurun secara eksponensial dengan
semakin lamanya observasi. Metode ini umumnya lebih baik dibandingkan rata-
rata bergerak sederhana yang memberikan bobot yang sama bagi seluruh data.
Metode ini hanya mampu memberikan ramalan satu periode ke depan dan cocok
untuk pola data horizontal atau stasioner. Penerapan metode ini cukup sederhana
yaitu hanya dengan menyimpan nilai a, data dan ramalan terakhir untuk
MAD dan MSE sebesar 419 dan 357595 dengan hasil ramalan sebesar Rp
4.535,00/ kg, yaitu dalam 1 minggu ke depan diperkirakan harga bawang merah
observasi masa lalu. Metode ini melakukan dua kali tahap smoothing dimana pada
menghasilkan nilai MAD dan MSE sebesar 421 dan 360655 dengan nilai a
sebesar 0,9 dan nilai ß sebesar 0,9. Hasil peramalan untuk empat periode ke depan
dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai ramalan bawang merah dalam 1 bulan ke depan
observasi masa lalu. Metode ini cukup akurat jika diterapkan untuk deret data
yang mengandung trend. Metode ini berusaha mengekstrapolasi atas dasar trend
arah, yaitu sesuai dengan arah trend terakhir pada data. Metode ini juga dapat
metode ini juga memiliki kelemahan yaitu tingkat kerumitan dan kompleksitas
yang cukup tinggi dimana harus menemukan dua parameter a dan ß yang optimal.
nilai MAD dan MSE masing- masing sebesar 440 dan 382465.
Pada Tabel 9 dapat dilihat hasil ramalan dengan menggunakan metode ini.
Dari Tabel 9 terlihat bahwa nilai ramalan harga cenderung menurun dengan
memang mengikuti arah trend terakhir data yang cenderung menurun. Nilai a
(level) dan nilai ß (trend) yang dihasilkan masing- masing sebesar 1,251 dan
0,014.
dan ? sehingga dibutuhkan perhitungan dan waktu yang cukup lama untuk
kelebihan yaitu dapat mengantisipasi adanya pola musiman pada deret data.
Metode ini cocok untuk meramalkan data dengan pola fluktuasi musiman yang
Tabel 10. Hasil Metode Peramalan Winters Multiplikatif berdasarkan nilai MSE
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa panjang musim (L) yang menghasilkan
nilai MSE terkecil dihasilkan pada L = 10 atau pola tiga bulanan. Hal ini
79
mengindikasikan bahwa terdapat pola musiman yang bersifat dua hingga tiga
bulanan pada data harga bawang merah di PIKJ. Hal ini tentunya sangat sesuai
kecenderungan trend penurunan harga bawang merah antara periode bula n Mei
hingga bulan September, yang cenderung berulang tiap tahunnya, walaupun dari
plot data tidak terlihat jelas pola musimannya (Gambar 7). Tidak terlihatnya pola
musiman pada data dapat disebabkan karena pola musiman dari data harga
bawang merah berupa trend bukan berupa titik, tidak seperti halnya plot data
pasokan bawang merah (Gambar 8) yang pola musimannya berupa titik, dimana
jumlah pasokan mengalami penurunan yang drastis pada satu periode tertentu, dan
Terdapatnya pola mus iman pada harga bawang merah dapat disebabkan
oleh banyak faktor, antara lain yaitu jumlah pasokan impor bawang merah,
mengingat PIKJ juga mengimpor bawang merah dari luar, ketika produksi dari
berbagai daerah sentra produksi sedang sedikit. Dalam hal ini pasokan impor
bawang merah yang masuk ke dalam negeri umumnya memiliki pola tertentu
yaitu pasokan impor bawang merah umumnya meningkat pada periode bulan
Februari hingga bulan Mei, bertepatan dengan masa kosong panen bawang merah.
Pasokan impor bawang merah umumnya menurun drastis memasuki bulan Juni
(Lampiran 2). Disamping jumlah pasokan impor bawang merah, harga impor
bawang merah juga mempengaruhi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ.
Umumnya ketika harga impor bawang merah meningkat maka harga bawang
? yang dihasilkan sama masing- masing sebesar 0,2; 0,2; dan 0,2 (Lampiran 6).
Nilai MSE yang dihasilkan metode Winters lebih besar dibandingkan dengan
metode- metode sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena belum optimalnya
nilai pembobot masing- masing parameter. Dari hasil ramalan pada Tabel 9 terihat
bahwa terdapat trend harga bawang yang meningkat, hal ini sesuai dengan awal
ini bertujuan untuk membantu pemahaman atas perilaku deret data sehingga dapat
data dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu trend, musiman, siklus,
dan error atau faktor acak. Apabila terdapat komponen-komponen tersebut dalam
suatu deret data maka penggunaan metode dekomposisi akan memberikan hasil
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi unsur siklis pada data dan kadang kala
dianggap sebagai bagian dari trend dan metode ini dalam melakukan peramalan
umumnya didasarkan pada trend keseluruhan yang terjadi pada data sehingga
nantinya hasil peramalan akan berbeda cukup jauh dari data terakhirnya.. Metode
diperlukan nilai L (panjang musim) yang lebih besar dari satu. Hal ini karena dari
81
pola musiman dan berdasarkan metode Winters juga didapatkan MSE terkecil
pada L = 10. Untuk tetap dapat menerapkan metode ini, maka nilai L yang
digunakan didasarkan pada hasil penerapan metode Winters yaitu dipilih nilai L
yang lebih besar dari satu yang menghasilkan nilai MSE terkecil dan untuk itu L
yang digunakan pada deret data harga bawang merah yaitu L = 10. Model yang
komponen trend, siklus,musiman dan error serta model dekomposisi aditif yaitu
model yang memperlakukan nilai- nilai deret waktu sebagai hasil penjumlahan
komponen-komponen trend, siklus, musiman, dan error. Nilai MSE dari metode
dekomposisi multiplikatif yaitu 2556858 (Lampiran 7), sedangkan nilai MSE dari
Penerapan metode ini justru memberikan nilai MSE yang sangat besar
MSE hasil peramalannya besar ialah karena pola musiman harga bawang merah
tidak terlihat begitu jelas, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pola
musiman yang terdapat pada data harga bawang merah berupa trend, yaitu harga
serta merta meningkat atau menurun secara drastis. Metode dekomposisi dapat
memberikan nilai MSE yang relatif kecil apabila pola musiman pada data terlihat
secara jelas seperti pola pasokan bawang merah (Gambar 8), dimana pasokan
menurun secara drastis pada satu periode tertentu dengan jarak yang sistematis.
Dari hasil peramalan pada Tabel 11 terlihat bahwa harga cenderung mengalami
82
peningkatan yang cukup tajam jika dibanding periode sebelumnya hal ini terkait
dengan trend harga keseluruhan yang terjadi pada deret data yang mengalami
peningkatan.
sudah stasioner. Jika data belum stasioner maka data harus distasionerkan terlebih
dahulu dengan cara pembedaan (differencing) data hingga stasioner. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa deret data memiliki pola musiman sehingga dalam
hal ini diperlukan dua kali penstasioneran apabila nantinya data belum stasioner,
yaitu penstasioneran data bagian non musiman dan bagian musimannya. Untuk
mengetahui data pasokan bawang merah sudah stasioner atau belum maka
dilakukan plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Dari hasil plot ACF dan PACF
tersebut terlihat bahwa pola paku-paku pada plot ACF mengalami penurunan
secara lambat (dying down) dan hal ini mengindikasikan bahwa data mengandung
trend atau belum stasioner, sedangkan pola paku-paku pada PACF mengalami cut
mengetahui pola ACF dan PACFnya. Hasil plot ACF dan PACF (Diff 1)
(Lampiran 5) memperlihatkan bahwa spike atau paku sudah berada dalam garis
autokorelasi atau nilai dari korelasi dan t hitungnya sudah tidak berbeda nyata dari
nol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bagian non musiman dari deret data
musiman dari data ialah melakukan pembedaan musiman pada data, dengan
dan pembedaan pertama pada bagian non musiman ini adalah model yang
musiman dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari hasil pengamatan plot deret waktu
(Diff1Diff20 Harga bawang merah) tampak data telah stasioner dan varian
sesuai. Analisa pengidentifikasian model dilakukan terhadap plot ACF dan plot
PACF data yang telah dilakukan pembedaan pertama dan pembedaan musiman.
Identifikasi plot ACF dan plot PACF bertujuan untuk menentukan nilai p dan q
untuk bagian non musiman dan nilai P dan Q untuk bagian musiman, sedangkan
nilai L (panjang musim) menunjukkan periode musiman data yang nilainya sudah
didapat sebelumnya.
Plot data ACF dan PACF deret data pasokan setelah dilakukan pembedaan
dilihat secara jelas bahwa paku-paku ACF terpotong pada lag ke satu dan
mengalami cut off, sedangkan paku-paku PACF mengalami dying down atau
menurun secara lambat dengan pola eksponensial yang disertai fluktuasi positif
teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
terdapat unsur MA (1) atau q = 1 pada deret data non musiman. Pada deret data
musimannya terlihat paku- paku ACF mengalami cut off hal ini terlihat dari t
hitung lag ke 20 pada pola ACF sebesar – 4,83 dan pada lag ke 40 t hitungnya
sudah tidak signifikan yaitu sebesar – 1,11. Sedangkan pada pola PACF nya
terlihat bahwa paku-pakunya mengalami dying down atau menurun secara lambat
dari lag 20 ke lag 40, yang terlihat dari nilai t hitungnya yaitu pada lag 20 sebesar
– 4,61dan pada lag ke 40 masih signifikan yaitu sebesar – 4,14. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur MA (1) atau Q = 1 pada deret data
(0,1,1)20 . Akan tetapi, untuk meyakinkan bahwa hasil identifikasi tersebut adalah
85
yang terbaik, maka perlu ditentukan model alternatif yang mendekati model yang
telah diidentifikasi.
menghasilkan MSE dan MAD terkecil dibutuhkan judgement dari peramal. Model
alternatif tersebut antara lain ARIMA (0,1,2) (0,1,1)20 , ARIMA (1,1,2) (0,1,1)20 ,
ARIMA (0,1,2) (0,1,1)10 , ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 , ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 . Nilai
MSE dari beberapa alternatif model ARIMA dapat dilihat pada Tabel 12.
maupun non musiman, nilai MSE terkecil dihasilkan oleh model ARIMA (2,1,1)
melihat apakah model telah layak atau tidak. Dalam tahapan evaluasi (diagnostic
(a) Iterasi harus konvergen, model tersebut telah memenuhi syarat ini, hal ini
(c) Jumlah parameter yang signifikan, semua parameter yang terdapat pada model
telah signifikan yang ditunjukkan oleh nilai p- value nya yaitu sebesar 0,000
(Lampiran 11).
(e) MSE terkecil, nilai MSE dari model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 relatif lebih
(f) Residual peramalan harus bersifat acak atau random. Analisis residual yang
telah menyebar random dapat dilihat dari plot ACF dan PACF residual
(Lampiran 12) atau dengan uji kelayakan dari Box Pierce Q statistik. Pada
Lampiran 12 terlihat bahwa paku-paku pada ACF dan PACF residual tidak
ada yang keluar dari garis, hal ini menunjukkan bahwa residual sudah
dapat juga dilihat dari nilai p - value indikator Box – Ljung Statistic. Dari hasil
output (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa nilai p - value untuk uji statistik ini
sudah lebih besar dari taraf nyatanya yaitu 0,05, hal ini menunjukkan bahwa
d = nilai konstanta
µt = error
Tabel 13. Ramalan Harga Bawang Merah Model ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10
harga bawang merah untuk beberapa periode mendatang. Nilai ramalan harga
bawang merah untuk lima periode ke depan dengan menggunakan model ARIMA
didasarkan pada dua hal utama yaitu nilai kesalahan berdasarkan MSE dan MAD
terkecil (memberikan keakuratan peramalan yang tinggi) dan kedua adalah tingkat
perbandingan atau ranking nilai kesalahan model berdasarkan MSE dan MAD
maka metode yang dianggap cocok untuk menjelaskan pola data yang ada adalah
metode ARIMA. Hal ini didasari bahwa metode ARIMA memberikan hasil
adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 dengan nilai MSE 354140. Nilai ramalan harga
untuk lima periode ke depan telah disajikan pada Tabel 13. Meskipun metode
ARIMA mampu memberikan keakuratan yang tinggi dan sesuai dengan pola data
yang ada, namun kelemahannya adalah banyak peramal yang tidak dapat
komputer yang cukup sulit. Apabila dikerjakan secara manual, metode ini
Tabel 14. Hasil Penerapan Metode Time Series Terhadap Harga Bawang Merah
metode SES adalah jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan
yang lebih banyak dan metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya
trend ataupun musiman. Hasil penerapan metode SES menghasilkan nilai MSE
sebesar 357595, dengan nilai ramalan untuk satu periode ke depan yaitu Februari
Dalam teori ekonomi mikro, harga suatu komoditas terbentuk karena dua
kekuatan utama yaitu permintaan dan penawaran. Dari kedua faktor tersebut dapat
90
diuraikan menjadi berbagai faktor lainnya yang dapat mempengaruhi harga, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Harga bawang merah di PIKJ memiliki
fluktuasi yang cukup besar pada beberapa selang periode tertentu. Banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang besar pada komoditas bawang
mempengaruhi harga bawang merah, antara lain yaitu harga impor bawang merah,
pasokan impor bawang merah, pasokan bawang yang masuk ke PIKJ, dan harga
pupuk. Data faktor- faktor yang digunakan dalam analisis adalah data bulanan
yaitu dari bulan Januari 2003 hingga bulan September 2006, dengan demikian
jumlah data yang digunakan adalah sebanyak 45 (Lampiran 2). Model yang
merah di PIKJ yaitu model regresi berganda. Model yang dihasilkan (Lampiran
13), yaitu :
Tabel 15. Hasil Pengujian Masing - Masing Parameter terhadap Harga Bawang
Merah di PIKJ
Nilai t
Variabel Koefisien Regresi hitung p value VIF
Konstanta -9935 -4,13 0,000 -
Pasokan bawang di PIKJ (X1) -0,350 -1,67 0,103 1,1
Pasokan impor bawang (X2) 0,000092 5,63 0,000 1,0
Harga impor bawang (X3) 2,21 5,46 0,000 1,4
Harga pupuk (X4) 9,11 3,43 0,001 1,5
2
Koefisien Determinasi (R ) : 76,1 %
F hitung : 31,88
Tingkat kepercayaan 95 % : F tabel = 2,37 s/d 2,45
Hasil dari uji regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2 )
yang dihasilkan sebesar 76,1 %, yang artinya keempat variabel bebas diatas
91
sisanya diterangkan oleh variabel lainnya yang tidak dapat diidentifikasi akibat
keterbatasan data. Nilai VIF dari keempat variabel bebas lebih kecil dari 5 yang
ada hubungan yang kuat antara masing- masing variabel bebas yang diduga. Nilai
F hitung (31,88) lebih besar dari F tabel (2,37 s/d 2,45) yang artinya ada salah satu
dari variabel yang diestimasi yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga
bawang merah.
masuk ke PIKJ tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan harga
bawang merah yang terjadi di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p value nya yang
lebih besar dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,103. Faktor yang menyebabkan tidak
tertentu ketika pasokan bawang merah yang dipasok ke PIKJ sedikit, maka
pedagang di PIKJ mengimpor bawang merah dari luar, untuk menjaga jumlah
pasokan tetap kontinyu. Dengan jumlah pasokan yang relatif kontinyu tetapi harga
bawang merah tetap berfluktuasi, hal ini mengindikasikan bahwa variabel pasokan
bukanlah faktor yang mempengaruhi secara nyata fluktuasi harga bawang di PIKJ.
Pasokan impor bawang merah dalam penelitian ini adalah pasokan impor
nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p
92
value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,000. Tanda dari
awal yang menjelaskan bahwa ketika harga bawang merah mengalami trend
penurunan harga pada periode bulan Mei hingga bulan September tahun 2003,
2004, dan 2006 maka impor bawang yang masuk ke dalam negeri juga akan relatif
turun, karena bertepatan dengan masa panen bawang merah, dimana jumlah
produksi bawang merah dalam negeri menjadi berlimpah pada periode tersebut
sehingga jumlah bawang merah impor yang masuk menjadi dikurangi. Begitu
juga sebaliknya ketika harga bawang merah mengalami trend peningkatan pada
perode bulan Februari hingga Juni, maka impor bawang yang masuk ke dalam
negeri pun menjadi meningkat karena bertepatan dengan masa kosong panen
bawang merah, dimana produksi bawang dalam negeri merosot pada periode
tersebut, sehingga diperlukan impor bawang merah dari luar untuk menutupi
kekurangan produksi (Lampiran 2). Nilai korelasi antara pasokan impor bawang
merah dengan harga bawang sebesar 0,516. Nilai tersebut tidak terlalu besar atau
dapat dikatakan bahwa pengaruh pasokan impor terhadap fluktuasi harga bawang
merah di PIKJ relatif kecil, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien
nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p
value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,000. Tanda dari
awal yang menjelaskan bahwa ketika harga impor bawang merah meningkat maka
harga bawang merah yang terjadi di PIKJ juga akan cenderung meningkat, hal ini
dapat ditunjukkan Lampiran 2, dimana pada tahun 2006 harga impor bawang
misalnya saja pada bulan Mei tahun 2005 dimana harga bawang merah di PIKJ
kg dan pada bulan Mei tahun 2006 ketika harga impor bawang merah meningkat
menjadi Rp 3.402,75/ kg maka harga bawang merah di PIKJ pun ikut meningkat
menjadi Rp 8.500,00/ kg. Harga impor bawang merah mempunyai nilai korelasi
yang positif hal ini dikarenakan ketika harga impor bawang merah yang masuk
menyesuaikan turun tujuannya ialah agar bawang merah lokal dapat bersaing
dengan bawang merah impor dari segi harga jual. Nilai korelasi antara harga
impor bawang merah dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,693. Nilai
tersebut menurut (Hasan,2003) cukup tinggi atau dapat dikatakan bahwa pengaruh
harga impor bawang merah terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ relatif
besar, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien regresinya sebesar 2,21
Harga pupuk dalam penelitian ini adalah Harga Eceran Tertinggi (HET)
pupuk Urea yang ditetapkan Pemerintah. Berdasarkan hasil analisis regresi, harga
ditunjukkan dengan nilai p value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu
94
0,000. Harga pupuk mempunyai nilai korelasi yang positif hal ini dikarenakan
ketika harga pupuk meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani
ikut meningkat mengingat pupuk merupakan salah satu input produksi. Ketika
biaya produksi petani meningkat maka harga jual bawang merah di tingkat petani
pun juga kan ikut meningkat, hal ini dilakukan agar petani tidak mengalami
kerugian akibat peningkatan biaya produksi. Nilai korelasi antara harga pupuk
dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,621. Nilai tersebut artinya korelasi
diantara kedua variabel cukup berarti. Nilai koefisien regresinya sebesar 9,11
artinya yaitu peningkatan harga pupuk sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga
memiliki pengaruh yang nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ
adalah jumlah pasokan impor, harga impor bawang, dan harga pupuk, sedangkan
yang tidak berpengaruh nyata ialah pasokan bawang yang masuk ke PIKJ. Dari
ketiga faktor yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah, faktor yang
pengaruhnya paling besar adalah harga impor bawang merah, yang ditunjukkan
dengan nilai korelasinya sebesar 0,693, paling besar dibandingkan faktor lainnya.
PIKJ
merah di PIKJ, dari hasil regresi tersebut terlihat bahwa faktor yang berpengaruh
besar terhadap fluktuasi harga bawang merah adalah harga impor bawang merah,
tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah melakukan pengaturan pola
butuh cukup air untuk berproduksi secara optimal. Pengaturan pola tanam ini
bertujuan untuk menjaga agar pasokan bawang merah tetap kontinyu dari bulan ke
bulan, karena selama ini pola produksi bawang merah selalu fluktuatif, dimana
pada saat musim panen jumlah produksi yang dihasilkan melimpah, dan pada saat
merah dari bulan ke bulan maka impor bawang merah dari luar pun dapat
pengaruh dari harga impor bawang pun akan semakin kecil, sehingga fluktuasi
Pada Tabel 16 dapat dilihat pola produksi bawang merah dari bulan ke
bulan dalam periode tahun 2000 hingga 2003. Dari Tabel 16 dapat disimpulkan
bahwa pola produksi bawang merah dalam 4 tahun terakhir mencapai puncak
panen pada selang periode bulan Juni hingga September, dan Januari, dengan rata-
rata produksi antara 600 – 900 ribu kuintal, sedangkan musim paceklik panen
terjadi pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei, dan Nopember,
dengan rata-rata produksi 200 – 400 ribu kuintal. Produksi bawang merah optimal
terjadi pada bulan-bulan memasuki awal dan akhir musim hujan, sedangkan
produksinya akan turun pada saat musim kemarau dan musim hujan.
96
Tabel 16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 - 2003
(Kuintal)
produksi bawang merah antara lain Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimana kedua
nasional pada tahun 2003. Pada Lampiran 14 dapat dilihat pola produksi bawang
merah kedua propinsi tersebut. Pola produksi bawang merah pada kedua propinsi
tersebut relatif sama yaitu puncak panen dicapai pada selang periode bulan Juni
hingga bulan September, dan Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada
bulan Februari hingga bulan Mei, dan November. Dengan cenderung samanya
pola produksi antara kedua propinsi sentra bawang merah tersebut maka
diperlukan suatu pengaturan pola tanam dengan mengubah musim panen di antara
kedua propinsi tersebut, salah satunya melalui perbaikan sistem irigasi. Tujuannya
adalah menjaga kontinuitas pasokan bawang merah dalam negeri dan mengurangi
jumlah impor bawang merah, sehingga dengan semakin kecilnya jumlah impor
97
bawang, maka pengaruh harga impor bawang pun akan semakin kecil. Seperti
fluktuasi harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga dapat diperkecil.
peningkatan produktivitas lahan ialah agar jumlah bawang merah impor yang
harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)
yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dinas
Pertanian seperti Departemen Sarana Produksi Pertanian. Jika hal tersebut tidak
dapat dilakukan, maka petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk
secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan
6.1 Kesimpulan
disimpulkan bahwa :
1. Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi harga
bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang merah
di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak di sekitar garis
trend tersebut. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola
dalam selang periode bulan Mei hingga bulan September, dan trend
peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga
bulan Mei yang berulang tiap tahunnya.. Trend penurunan dan peningkatan
harga bawang merah tersebut berkaitan dengan pola produksi bawang merah
yang mengalami panen puncak pada selang periode bulan Juni hingga bulan
September, dan mengalami masa kosong panen pada selang periode bulan
merah di masa depan adalah metode time series. Dari metode peramalan time
series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan
(1,1,1)10 . Nilai ramalan harga bawang merah lima periode ke depan dengan
99
menuntut tingkat keakuratan yang tinggi. Nilai ramalan harga bawang merah
4.535,00/ kg
3. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap
fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor bawang merah dan harga
impor bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang
sebesar 0,693.
merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah
sentra produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang musim panennya
melalui PPL, dan melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga
pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)
Pertania n. Usaha lainnya antara lain petani bawang merah dapat melakukan
pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat
100
tani.
6.2 Saran
diberikan adalah :
periode yang akan datang. Model ARIMA yang diperoleh sebaiknya perlu
dengan petani dalam mengatur pola tanam antar wilayah penghasil bawang
merah agar pasokan bawang merah yang dipasok ke pasar selalu kontinyu
dan stabil dari bulan ke bulan, dengan stabilnya jumlah produksi bawang
produksi bawang merah agar jumlah bawang merah impor yang masuk
dapat dikurangi.
pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga
Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Dari sisi petani, petani hendaknya dapat
Firdaus, Muhammad. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam, Arima, Sarima,
Arch-Garch. Bogor: IPB Press.
Susanti, Nila. 2006. Peramalan Permintaan Cabai Merah : Studi Kasus Pasar
Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Skripsi. Program Sarjana Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1
HARGA BAWANG
TAHUN BULAN MINGGU PERIODE PASOKAN MERAH
(TON) (Rp/Kg)
2003 JANUARI I 1 367 6.286
II 2 541 6.000
III 3 582 4.357
IV 4 452 4.500
FEBRUARI I 5 511 4.529
II 6 594 4.929
III 7 538 5.500
IV 8 530 5.571
MARET I 9 488 6.357
II 10 513 6.500
III 11 530 5.571
IV 12 505 5.786
APRIL I 13 506 6.500
II 14 553 6.000
III 15 766 5.700
IV 16 886 5.057
MEI I 17 729 5.143
II 18 826 5.086
III 19 734 5.357
IV 20 831 6.286
JUNI I 21 825 6.714
II 22 540 6.943
III 23 637 5.971
IV 24 717 5.000
JULI I 25 685 4.571
II 26 693 4.500
III 27 712 4.229
IV 28 712 4.000
AGUSTUS I 29 705 3.500
II 30 677 3.214
III 31 708 3.286
IV 32 685 3.229
V 33 670 3.143
SEPTEMBER I 34 724 3.000
II 35 731 3.000
III 36 663 3.086
IV 37 651 2.800
OKTOBER I 38 731 2.957
II 39 707 3.471
III 40 792 3.586
IV 41 853 4.000
V 42 749 4.086
NOVEMBER I 43 732 4.286
II 44 546 4.186
III 45 441 4.129
106
IV 46 139 3.860
DESEMBER I 47 607 3.957
II 48 771 3.757
III 49 559 4.086
IV 50 670 3.829
2004 JANUARI I 51 638 3.686
II 52 795 3.757
III 53 562 3.357
IV 54 639 3.486
V 55 708 3.943
FEBRUARI I 56 730 3.714
II 57 834 3.500
III 58 727 3.886
IV 59 867 4.400
MARET I 60 1049 4.614
II 61 804 5.000
III 62 1156 5.000
IV 63 937 5.000
APRIL I 64 939 4.143
II 65 939 4.729
III 66 975 5.357
IV 67 768 5.886
V 68 960 4.286
MEI I 69 717 6.000
II 70 763 5.929
III 71 785 5.357
IV 72 754 5.429
JUNI I 73 726 5.000
II 74 677 5.086
III 75 700 5.114
IV 76 657 4.614
JULI I 77 676 4.943
II 78 762 4.186
III 79 820 4.143
IV 80 663 2.829
V 81 709 2.800
AGUSTUS I 82 749 3.500
II 83 606 3.686
III 84 642 3.000
IV 85 604 3.043
SEPTEMBER I 86 756 3.529
II 87 749 3.500
III 88 753 3.743
IV 89 846 3.429
OKTOBER I 90 942 3.914
II 91 897 4.557
III 92 826 4.429
IV 93 712 3.957
V 94 705 3.971
NOVEMBER I 95 781 4.471
107
II 96 435 4.500
III 97 174 4.333
IV 98 649 4.000
DESEMBER I 99 674 5.143
II 100 681 5.500
III 101 784 6.571
IV 102 842 7.000
V 103 699 6.357
2005 JANUARI I 104 725 7.000
II 105 732 6.571
III 106 747 5.571
IV 107 756 4.214
FEBRUARI I 108 811 4.171
II 109 699 3.500
III 110 732 3.929
IV 111 791 5.143
MARET I 112 683 6.314
II 113 875 6.571
III 114 853 6.643
IV 115 841 6.500
APRIL I 116 904 6.429
II 117 868 6.643
III 118 784 6.357
IV 119 885 5.929
V 120 688 6.086
MEI I 121 747 6.214
II 122 810 6.400
III 123 755 6.071
IV 124 824 5.071
JUNI I 125 724 4.857
II 126 717 5.943
III 127 662 6.929
IV 128 756 7.471
JULI I 129 791 7.586
II 130 698 6.571
III 131 651 6.643
IV 132 662 6.057
V 133 825 6.043
AGUSTUS I 134 682 6.000
II 135 479 6.129
III 136 625 6.000
IV 137 684 6.288
SEPTEMBER I 138 738 6.129
II 139 698 6.214
III 140 656 6.857
IV 141 743 6.400
V 142 890 6.286
OKTOBER I 143 818 6.329
II 144 640 6.000
III 145 926 5.971
108
Lampiran 2
Lampiran 3
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 103711776 103711776 39.79 0.000
Residual Error 212 552599461 2606601
Total 213 656311237
Unusual Observations
Obs t Harga Fit SE Fit Residual St Resid
158 158 10143 6078 143 4065 2.53R
159 159 10357 6089 144 4268 2.65R
160 160 9714 6100 145 3614 2.25R
161 161 9357 6111 146 3246 2.02R
164 164 9429 6145 150 3284 2.04R
165 165 9429 6156 151 3273 2.04R
195 195 2971 6495 191 -3524 -2.20R
196 196 3029 6506 193 -3477 -2.17R
Lampiran 4
2 12 22 32 42 52
Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
1 0.94 13.75 191.79 13 0.47 1.93 1368.23 25 0.17 0.65 1617.92 37 0.03 0.13 1642.29 49 0.08 0.28 1659.41
2 0.87 7.66 357.14 14 0.43 1.73 1411.48 26 0.16 0.58 1623.84 38 0.04 0.15 1642.69 50 0.07 0.25 1660.73
3 0.81 5.71 500.29 15 0.40 1.56 1447.89 27 0.14 0.52 1628.75 39 0.04 0.16 1643.17 51 0.06 0.21 1661.62
4 0.75 4.65 624.85 16 0.37 1.44 1479.63 28 0.12 0.46 1632.58 40 0.04 0.17 1643.70 52 0.05 0.18 1662.34
5 0.71 4.02 737.20 17 0.34 1.30 1506.25 29 0.11 0.42 1635.80 41 0.05 0.19 1644.43 53 0.04 0.15 1662.82
6 0.68 3.58 839.95 18 0.31 1.18 1528.35 30 0.09 0.34 1637.95 42 0.06 0.23 1645.47
7 0.66 3.26 936.02 19 0.28 1.06 1546.77 31 0.07 0.27 1639.27 43 0.08 0.28 1647.07
8 0.64 3.021027.03 20 0.27 1.01 1563.67 32 0.06 0.22 1640.19 44 0.09 0.32 1649.06
9 0.61 2.791111.83 21 0.25 0.94 1578.39 33 0.04 0.17 1640.70 45 0.09 0.34 1651.45
10 0.58 2.551187.97 22 0.23 0.87 1591.30 34 0.04 0.15 1641.12 46 0.09 0.34 1653.84
11 0.55 2.341256.58 23 0.21 0.78 1601.86 35 0.04 0.16 1641.58 47 0.09 0.33 1656.00
12 0.51 2.131316.73 24 0.19 0.70 1610.52 36 0.04 0.14 1641.97 48 0.08 0.30 1657.81
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
2 12 22 32 42 52
Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T
1 0.94 13.75 13 -0.04 -0.61 25 0.02 0.25 37 0.01 0.16 49 -0.01 -0.14
2 -0.11 -1.63 14 -0.05 -0.72 26 -0.02 -0.27 38 0.09 1.39 50 -0.05 -0.78
3 0.03 0.40 15 0.01 0.13 27 0.01 0.14 39 0.03 0.39 51 -0.09 -1.32
4 0.01 0.18 16 0.03 0.38 28 -0.04 -0.64 40 -0.03 -0.41 52 0.05 0.79
5 0.11 1.57 17 -0.08 -1.18 29 0.04 0.58 41 0.08 1.14 53 -0.02 -0.28
6 0.02 0.27 18 -0.00 -0.03 30 -0.10 -1.50 42 0.02 0.29
7 0.07 0.96 19 0.00 0.07 31 0.01 0.14 43 0.05 0.76
8 0.03 0.48 20 0.12 1.70 32 0.03 0.43 44 -0.04 -0.58
9 -0.03 -0.42 21 -0.08 -1.18 33 -0.05 -0.67 45 0.01 0.20
10 -0.08 -1.11 22 0.04 0.62 34 0.09 1.25 46 -0.06 -0.90
11 0.04 0.57 23 -0.07 -0.99 35 0.05 0.68 47 -0.05 -0.69
12 -0.07 -0.97 24 0.04 0.62 36 -0.07 -1.03 48 -0.01 -0.13
113
Lampiran 5
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
2 12 22 32 42 52
Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
1 0.08 1.13 1.30 13 0.01 0.20 10.06 25 0.03 0.42 18.92 37 -0.08 -1.07 27.46 49 0.03 0.43 31.98
2 -0.03 -0.46 1.51 14 -0.03 -0.46 10.31 26 -0.03 -0.37 19.11 38 0.01 0.16 27.50 50 0.05 0.61 32.60
3 -0.07 -1.02 2.59 15 -0.07 -1.01 11.52 27 0.04 0.61 19.60 39 0.00 0.05 27.50 51 -0.06 -0.76 33.57
4 -0.12 -1.72 5.70 16 0.03 0.47 11.79 28 -0.05 -0.64 20.16 40 -0.05 -0.60 28.06 52 0.03 0.36 33.79
5 -0.05 -0.71 6.25 17 -0.02 -0.27 11.87 29 0.09 1.25 22.31 41 -0.02 -0.26 28.17 53 -0.02 -0.32 33.96
6 -0.08 -1.18 7.77 18 -0.04 -0.50 12.18 30 0.00 0.01 22.31 42 -0.04 -0.57 28.67
7 -0.03 -0.48 8.02 19 -0.14 -1.90 16.62 31 -0.04 -0.54 22.72 43 0.06 0.77 29.60
8 -0.01 -0.08 8.03 20 0.05 0.69 17.23 32 0.02 0.21 22.78 44 0.01 0.15 29.63
9 0.08 1.11 9.43 21 -0.02 -0.21 17.28 33 -0.09 -1.16 24.70 45 0.07 0.91 30.95
10 -0.00 -0.06 9.44 22 0.07 0.90 18.32 34 -0.05 -0.64 25.29 46 0.04 0.48 31.32
11 0.05 0.66 9.95 23 -0.01 -0.13 18.35 35 0.04 0.54 25.72 47 0.02 0.30 31.47
12 0.02 0.23 10.01 24 -0.04 -0.51 18.69 36 0.01 0.16 25.76 48 -0.03 -0.35 31.67
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
2 12 22 32 42 52
Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T Lag PAC T
1 0.08 1.13 13 0.02 0.35 25 0.00 0.02 37 -0.10 -1.53 49 0.06 0.85
2 -0.04 -0.55 14 -0.03 -0.51 26 -0.02 -0.28 38 -0.03 -0.50 50 0.09 1.25
3 -0.07 -0.95 15 -0.05 -0.70 27 0.04 0.61 39 0.01 0.20 51 -0.07 -1.01
4 -0.11 -1.62 16 0.05 0.72 28 -0.04 -0.60 40 -0.09 -1.30 52 0.01 0.11
5 -0.04 -0.55 17 -0.02 -0.33 29 0.09 1.38 41 -0.02 -0.36 53 0.02 0.25
6 -0.09 -1.33 18 -0.05 -0.68 30 -0.01 -0.13 42 -0.06 -0.87
7 -0.04 -0.61 19 -0.14 -2.09 31 -0.03 -0.45 43 0.05 0.67
8 -0.03 -0.41 20 0.06 0.89 32 0.03 0.37 44 -0.01 -0.15
9 0.06 0.85 21 -0.06 -0.85 33 -0.09 -1.31 45 0.05 0.77
10 -0.04 -0.62 22 0.05 0.70 34 -0.05 -0.80 46 0.04 0.63
11 0.04 0.58 23 -0.05 -0.79 35 0.07 1.01 47 0.01 0.14
12 0.00 0.06 24 -0.03 -0.42 36 -0.03 -0.40 48 0.00 0.01
114
Lampiran 6
Data Harga
Length 214.000
NMissing 0
Smoothing Constants
Alpha (level): 0.2
Gamma (trend): 0.2
Delta (seasonal): 0.2
Accuracy Measures
MAPE: 16
MAD: 788
MSD: 989636
Actual
10000 Predicted
Forecast
Actual
8000 Predicted
Forecast
Harga
6000
Smoothing Constants
Alpha (level): 0.200
Gamma (trend): 0.200
4000 Delta (season): 0.200
MAPE: 16
MAD: 788
2000 MSD: 989636
0 100 200
Time
115
Lampiran 7
Data Harga
Length 214.000
NMissing 0
Yt = 4297.06 + 11.2691*t
Seasonal Indices
Period Index
1 1.02670
2 1.03037
3 1.00296
4 0.952444
5 0.975827
6 0.964387
7 0.992004
8 0.996796
9 1.02731
10 1.03120
Accuracy of Model
MAPE: 26
MAD: 1314
MSD: 2556858
Forecasts
Row Period Forecast
1 215 6557.47
2 216 6491.46
3 217 6688.54
4 218 6732.08
5 219 6949.73
Actual
10000 Predicted
Forecast
9000
Actual
8000 Predicted
Forecast
Harga
7000
6000
5000
4000
MAPE: 26
3000 MAD: 1314
MSD: 2556858
0 100 200
Time
116
Lampiran 8
Yt = 4297.06 + 11.2691*t
Seasonal Indices
Period Index
1 189.387
2 143.963
3 14.0125
4 -261.312
5 -126.463
6 -194.937
7 -68.1375
8 -10.7375
9 140.312
10 173.912
Accuracy of Model
MAPE: 26
MAD: 1314
MSD: 2557356
Forecasts
Row Period Forecast
1 215 6593.45
2 216 6536.24
3 217 6674.31
4 218 6742.98
5 219 6905.30
Actual
10000 Predicted
Forecast
9000
Actual
8000 Predicted
Forecast
Harga
7000
6000
5000
4000
MAPE: 26
3000 MAD: 1314
MSD: 2557356
0 100 200
Time
117
Lampiran 9
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
5 15 25 35 45
Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
1 0.20 2.76 7.72 13 0.08 1.05 13.79 25 0.04 0.42 61.62 37 -0.14 -1.55 74.06
2 -0.05 -0.62 8.14 14 0.04 0.50 14.11 26 -0.04 -0.40 61.91 38 0.00 0.01 74.06
3 -0.06 -0.84 8.92 15 -0.05 -0.70 14.73 27 0.04 0.42 62.24 39 0.04 0.40 74.40
4 -0.08 -1.01 10.08 16 0.06 0.79 15.51 28 0.00 0.01 62.24 40 -0.10 -1.11 77.03
5 -0.05 -0.62 10.51 17 0.07 0.85 16.42 29 0.02 0.21 62.32 41 -0.00 -0.00 77.03
6 -0.04 -0.55 10.87 18 -0.02 -0.32 16.56 30 -0.05 -0.50 62.79 42 -0.07 -0.76 78.30
7 -0.06 -0.84 11.69 19 -0.19 -2.50 24.74 31 -0.03 -0.29 62.96 43 0.08 0.81 79.77
8 -0.02 -0.21 11.74 20 -0.39 -4.83 57.41 32 -0.02 -0.18 63.02 44 0.07 0.69 80.86
9 0.02 0.25 11.82 21 -0.07 -0.74 58.38 33 -0.11 -1.17 65.67 45 0.06 0.67 81.88
10 0.01 0.12 11.84 22 0.10 1.12 60.61 34 -0.04 -0.42 66.02 46 0.11 1.14 84.90
11 0.03 0.42 12.05 23 -0.01 -0.09 60.62 35 0.11 1.21 68.94 47 0.07 0.72 86.13
12 0.04 0.57 12.45 24 -0.06 -0.61 61.30 36 -0.03 -0.32 69.15 48 -0.05 -0.53 86.80
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
5 15 25 35 45
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
1.0
0.8
0.6
Autocorrelation
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Lag
1.0
0.8
Partial Autocorrelation
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Lag
121
Lampiran 13
Regression Analysis: Harga PIKJ versus Pasokan PIKJ, Pasokan impor, ...
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 4 98573532 24643383 31.88 0.000
Residual Error 40 30916726 772918
Total 44 129490258
Source DF Seq SS
Pasokan 1 1415673
Pasokan 1 33119641
Harga im 1 54946948
h pupuk 1 9091270
Unusual Observations
Obs Pasokan Harga PI Fit SE Fit Residual St Resid
42 4364 8500 6711 363 1789 2.23R
44 3768 5097 7216 303 -2119 -2.57R
45 3565 3698 4105 603 -407 -0.64 X
Lampiran 14
Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2000 -
2003 (Kuintal)
Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 2000 -
2003 (Kuintal)