Anda di halaman 1dari 33

Tugas Forensik

TENGGELAM

Oleh KELOMPOK 2 :

ASTRINI WULANDARI (1711C2003)

DEVI EKAFITRIA ASRAT (1711C2004)

DIAN RAHMAYANI A. (1711C2006)

ORIANA ANASTASIA SIGILIPU (1711C2021)

RISTHERIA NEBUNTU (1711C2023)

SITI ZAHRA ATQAH RANGKUTI (1711C2027)

SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Analisis Forensik Kasus Tenggelam.
Makalah ini berisi tentang pengertian tenggelam, mekanisme tenggelam,
pemeriksaan korban tenggelam, serta contoh kasus dan analisis forensiknya, kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Rahmi Adelina yang telah
membimbing sehingga terselesainya penyusunan makalah dengan baik. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbansi ilmu bagi pembaca. Kritik dan saran
kami harapan demi perbaikan makalah selanjutnya.

Bandung, Februari 2018

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………… 2
C. Tujuan …………………………………………………….. 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Tenggelam ………………………………………. 4
B. Mekanisme Tenggelam …………………………………… 6
C. Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam …………………….. 8
D. Analisis Diatomae ………………………………………… 13
E. Contoh Kasus …………………………………………….. 13
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 29
B. Saran ……………………………………………………… 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan World Health Organization (WHO), 0,7% kematian didunia
atau 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam.
Tenggelam merupakan penyebab utama kematian didunia diantara anak laki-
laki berusia 5- 14 tahun. Di Amerika Serikat, tenggelam merupakan penyebab
kedua kematian yang disebabkan oleh kecelakaan diantara anak-anak usia 1
sampai 4 tahun, dengan angka kematian rata-rata 3 per 1000 orang.
Berdasarkan definisi terbaru dari WHO pada tahun 2002, tenggelam
merupakan suatu proses gangguan respirasi yang disebabkan subumersi atau
imersi oleh cairan. Sebagian besar korban tenggelam hanya mengisap
sebagian kecil air dan akan baik dengan sendirinya. Kurang dari 6 % dari
korban tenggelam membutuhkan perawatan medis dirumah sakit. Jika korban
tenggelam diselamatkan secepatnya maka proses tenggelam selanjutnya dapat
dicegah yang berarti tidak akan menjadi fatal.
Tenggelam merupakan salah satu kematian yang disebabkan oleh
asfiksia. Kematian karena asfiksia sering terjadi, baik secara wajar maupun
tidak wajar, sehingga tidak jarang dokter diminta bantuannya oleh pihak
polisi/penyidik untuk membantu memecahkan kasus-kasus kematian karena
asfiksia terutama bila ada kecurigaan kematian tidak wajar. Tenggelam
merupakan kematian tipe asfiksia yang disebabkan adanya air yang menutup.
Jalan saluran pernapasan sampai ke paru-paru. Keadaan ini merupakan
penyebab kematian jika kematian terjadi dalam waktu 24 jam dan jika
bertahan lebih dari 24 jam setelah tenggelam memperlihatkan adanya
pemulihan telah terjadi ini disebut near drowning. Penelitian pada akhir tahun
1940-an hingga awal 1950-an menjelaskan bahwa kematian disebabkan
adanya gangguan elekrolit atau terjadinya hipoksia dan asidosis yang
menyebabkan aritmia jantung akibat masuknya air dengan volume besar ke
dalam sirkulasi melalui paru-paru.

1
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan
secara langsung maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang
terserang epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi,
korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi tanpa
sengaja, yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal
hanya pingsan. Untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai,
sehingga mati karena tenggelam. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan
diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati
dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air.
WHO juga mencatat pada tahun 2004 di seluruh dunia terdapat 388.000
orang meninggal karena tenggelam dan menempati urutan ketiga kematian di
dunia akibat cedera tidak disengaja. Menurut Global Burden of Disease
(GBD), angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibandingkan seluruh kasus
kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan
air, dan bencana lainnya. Insiden paling banyak terjadi pada negara
berkembang, terutama pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun. Selain
umur, faktor resiko lain yang berkontribusi meningkatkan terjadinya kasus
tenggelam di antaranya jenis kelamin terutama laki-laki yang memiliki angka
kematian dua kali lipat terhadap perempuan, penggunaan alkohol atau
penyalahgunaan obat pada 50% kasus yang melibatkan remaja maupun
dewasa, anak-anak tanpa pengawasan saat berada di air, perburukan dari
kondisi medis sebelumnya (kejang, sakit jantung, pingsan), dan percobaan
bunuh diri. Kasus tenggelam lebih banyak terjadi di air tawar (danau, sungai,
kolam) sebesar 90% dan sisanya 10% terjadi di air laut.

B. Rumusan Masalah
Berrdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:
1. Apa Definisi dari Tenggelam?
2. Bagaimana Mekanisme dari Tenggelam?

2
3. Bagaimana Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam?
4. Bagaimana Analisis Diatomae?
5. Apa Contoh Kasus dari Tenggelam?

C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Definisi dari Tenggelam.
2. Untuk mengetahui Mekanisme dari Tenggelam.
3. Untuk mengetahui Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam.
4. Untuk mengetahui Analisis Diatomae.
5. Untuk mengetahui Contoh Kasus dari tenggelam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tenggelam
Tenggelam merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagaian
tubuh ke dalam cairan. Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian
asfiksia, di mana bila pada asfiksia yang lain, tidak terjadi perubaan elektrolit
dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada; baik
tenggelam dalam air tawar, maupun tenggelam dalam air asin.
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan
secara langsung berdiri sendiri, maupun tenggelam yang terjadi oleh karena
korban dalam keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat, atau pada
mereka yang terserang epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan
jarang terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak; pada orang dewasa dapat
terjadi tanpa sengaja, yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah
mati, padahal hanya pingsan. Untuk menghilangkan jejak, korban dibuang ke
sungai sehingga mati karena tenggelam. Bunuh diri dengan cara
menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban
sering memberi beban dirinya dengan batu atau besi, baru terjun ke air.
Dengan demikian, di dalam menghadapi kasus tenggelam, selain pemeriksaan
ditunjukkan untuk menentukan sebab kematian, pemeriksaan juga ditujukan
untuk mengetahui cara kematiaannya, kecelakaan, pembunuhan atau bunuh
diri.
Berapa lama orang yang tenggelam akan menemui ajalnya, ditentukan
oleh keadaan lingkungannya, misalnya kondisi fisik dan kesehatan korban,
sifat reaksi korban sewaktu terbenam, serta jumlah air yang terinhalasi.
1. Waktu akan menjadi lebih singkat pada terbenam yang tak terduga,
kondisi fisik yang buruk, serta korban yang tidak bisa berenang.
2. Kematian akan terjadi segera, bila kematiannya disebabkan oleh inhibisi
kardial.
3. Orang yang cepat panik akan lebih cepat tenggelam bila dibandingkan
dengan orang yang tenang, walaupun keduanya perenang yang baik.

4
4. Air yang dingin akan mempercepat kematian pada orang yang terbenam
karena terjadi hipotermia; kematian pada kasus ini karena gagal jantung
akibat peningkatan tekanan di dalam vena dan arteri.
5. Biasanya orang akan menjadi tidak sadar setelah terbenam selama 2 atau
3 sampai 10 menit. Sebelum terjadi kematian korban dapat berada dalam
keadaan mati suri sehingga upaya untuk melakukan resusitasi sering
membawa hasil baik.

Pada orang yang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah
posisi. Umumnya korban akan tiga kali tenggelam. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pada waktu pertama kali orang terjun ke air, karena gravitasi ia akan
terbenam untuk yang pertama kali.
2. Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari berat jenis air, korban akan
timbul, dan berusaha untuk bernapas mengambil udara. Namun karena
tidak bisa berenang, air akan masuk tertelan dan terinhalasi sehingga
berat jenis korban sekarang menjadi lebih besar dari berat jenis air.
Dengan demikian, ia tenggelam untuk kedua kalinya.
3. Sewaktu berada di dasar sungai, laut, atau danau, proses pembusukan
akan berlangsung dan terbentuk gas pembusukkan.
4. Waktu yang dibutuhkan agar pembentukkan gas pembusukkan dapat
mengapungkan tubuh korban adalah sekitar 7-14 hari.
5. Pada waktu tubuh mengapung karena terbentuknya gas pembusukan,
tubuh dapat pecah terkena benda di sekitar, digigit binatang, atau karena
proses pembusukkan itu sendiri. Dengan demikian, gas pembusukkan
akan keluar, tubuh korban terbenam untuk ketiga kalinya dan yang
terakhir.

5
B. Mekanisme Tenggelam
Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah afiksia
(berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang berarti “denyut yang berhenti”)
merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernapasan yang bersifat
mengancam jiwa. Mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada
tenggelam adalah karena inhibisi vagal dan spasme laring (kontraksi
involunter otot, sekelompok otot yang secara mendadak nyeri dan gangguan
fungsi). Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada tenggelam
akan memberi warna pada pemeriksaan mayat dan pemeriksaan laboratorium.
Dengan kata lain kelainan yang didapatkan pada kasus tenggelam tergantung
dari mekanisme kematiannya.

Mekanisme pada kasus tenggelam, bukan hanya sekedar masuknya


cairan ke dalam saluran pernapasan, tetapi merupakan hal yang cukup
kompleks. Mekanisme tenggelam dalam air asin berbeda dengan tenggelam
dalam air tawar.

1. Tenggelam pada Air Tawar


Hal-hal yang tejadi jika tenggelam pada air tawar, yaitu:
a) Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar, sehingga
terjadi hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang mengakibatkan
terjadinya hemolisis. Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang
serius, dimana kalium dalam plasma meningkat dan natrium
berkurang, terjadi juga anoksia yang hebat pada miokardium.
b) Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau
sirkulasi menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan systole; dan
dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel.
c) Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah dan
terjadi anoksia serebri yang hebat. Hal ini yang menerangkan
mengapa kematian terjadi dengan cepat.

6
2. Tenggelam pada Air Asin
Hal-hal yang tejadi jika tenggelam pada air asin, yaitu:
a) Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar
sampai sekitar 42 persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru,
sehingga terjadi edema pulmonum yang hebat dalam waktu yang
relatif singkat.
b) Pertukaran elektrolik dari air asin ke dalam darah mengakibatkan
meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma.
c) Fibrilasi ventrikel tidak terjadi; terjadinya anoksia pada miokardium
yang disertai peningkatan viskositas darah akan menyebabkan
terjadinya payah jantung.
d) Tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi. Tekanan
systole akan menetap dalam beberapa menit.

Mekanisme tenggelam ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:


1. Beberapa korban begitu berhubugan dengan air yang dingin terutama
leher atau jatuh horizontal, ia mengalami vagal refleks.
2. Korban saat menghirup air, air yang masuk kelaring, menyebabkan
laringeal spasme. Sebab kematian karena asfiksia tetapi tanda-tanda
drowning pada organ dalam tidak ada oleh karena air tidak masuk
3. Korban pada saat masuk kedalam air, ia berusaha untuk mencapai
permukaaan sehingga panik dan menghisap air, batuk dan berusaha untuk
ekspirasi. Karena kebutuhan oksigen maka ia akan bernafas sehingga air
lebih banyak yang terhisap. Lama-lama korban menjadi sianotik dan
tidak sadar. Selama tidak sadar korban akan terus bernafas dan akhirnya
paru-paru tidak akan berfungsi sehingga pernapasan akan berhenti.
Proses ini berlangsung 3-5 menit kadang-kadang 10 menit

7
C. Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam
Pemeriksaan pada kasus tenggelam terdiri dari:

1. Pemeriksaan Luar pada Kasus Tenggelam


a. Penurunan suhu mayat (algor mortis) berlangsung cepat, rata-rata
5°F per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam
waktu 5 atau 6 jam.
b. Lebam mayat (livor mortis) akan tampak jelas pada dada bagian
depan, leher, dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang yang
perlu dibedakan dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan
CO.
c. Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah
gelap. Pada pembusukan lanjur tampak gelembung pembusukan,
terutama di bagian atas tubuh dan skrotum serta penis pada pria atau
labia mayora pada wanita. Kulit telapak tangan dan kaki dapat
mengelupas.
d. Gambaran kulit angsa (goose-flesh,cutis anserina),sering dijumpai.
Keadaan ini terjadi selama interval antara kematian somatic dan
selular,atau merupakan perubahan post-mortal karena terjadinya
rigor mortis pada otot erector-pili.
e. Kutis anserine tidak mempunyai nilai sebagai criteria diagnostic.
f. Busa halus putih yang terbentuk jamur (mushroom-like mass)
tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.
g. Terbentuknya busa halus tersebut adalah sebagai berikut:
1) masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang
terbentuknya mucus. Substansi ini ketika bercampur dengan air
serta surfaktan dari paru-paru dan terkocok karena adanya upaya
pernapasan yang hebat.
2) Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuk
pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah
dan gas pembusukan.

8
h. Perdarahan berbintik (petechial haemmorrbages) dapat ditemukan
pada kedua kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.
i. Pada pria genitalianya dapat mengerut,ereksi, atau semi ereksi; yang
tersering dijumpai adalah semi ereksi.
j. Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang
merupakan tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda
sedang terjadi epilepsy, sebagian akibat dari masukknya korban ke
dalam air.
k. Cadaveric spasm biasanya jarang dijumpai dan dapat diartikan
bahwa berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering
didapatkannya sebagai dahan, batu, atau rumput yang tergenggam.
Adanya cadaveric spasm menuinjukkan bahwa korban masih dalam
keadaan hidup pada saat terbenam.
l. Luka pada daerah wajah, tangan, dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena
benda disekitarnya. Luka tersebut seringkali mengeluarkan “darah”
sehingga tidak jarang member kesan korban dianiaya sebelum di
tenggelamkan.
m. Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun
ke sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras
sehingga menyebabkan kerusakan pada kepala atau patahnya tulang
leher.
n. Bila korban yang tenggelam adalah bayi, dapat dipastikan bahwa
kasusnya merupakan kasus pembunuhan.
o. Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam kolam yang dangkal,
harus dipikirkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana, misalnya
setelah diberi racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan
maksud mengacaukan penyidikan.

9
2. Pemeriksaan Dalam pada Kasus Tenggelam
a. Bila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut,
pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan menjadi sulit
b. Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan. Busa halus
putih terdapat mengisi trakea dan cabang-cabangnya. Air juga dapat
ditemukan. Demikian pula halnya dengan benda asing yang ikut
terinhalasi bersama air.
c. Benda asing dalam trakea dapat tampak secara makroskopis,
misalnya pasir, lumpur, binatang air, dan tumbuhan air. Sedangkan
yang tampak secara mikroskopis di antaranya telur cacing dan
diatomae (ganggang kresik).
d. Untuk mencari diatomae, paru-paru harus didekstruksi dahulu
dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian dilakukan sentrifugasi
dan endapannya dilihat dibawah mikroskop.
e. Diatomae juga dicari dalam darah jantung yang telah diencerkan
dengan air agar terjadi hemolisis dan baru kemudian dilakukan
sentrifugasi dan endapannya diperiksa.
f. Pada keadaan dimana tubuh korban sudah sedemikian busuknya,
yaitu sudah terbenam untuk ketiga kalinya, dan baik kulit maupun
berbagai organ telah hancur, maka pemeriksaan diatomae diambil
dari sumsum tulang panjang dan selanjutnya dilakukan proses yang
sama.
g. Pemeriksaan diatomae dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru
dapat ditemukan diatomae sebanyak 5 per LPB, atau bila dari
sumsum tulang sebanyak 1 per LPB
h. Oleh karena diatomae banyak terdapat di alam tergantung musim,
tidak ditemukannya diatomae tidak dapat menyingkirkan bahwa
korban bukan mati tenggelam. Relevansi diatomae terbatas pada
tenggelam dengan mekanisme asfiksia.
i. Adanya diatomae hanya menunjukan bahwa korban semasa
hidupnya pernah kemasukan ganggang kersik tersebut.

10
j. Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik
perdarahan, perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi
terhadap septum interalveoli, atau karena terjadinya fase konvulsi
akibat kekurangan oksigen.
k. Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 sentimeter) terjadi
karena robeknya partisi interalveolar, dan sering terlihat di bawah
pleura; bercak ini disebut bercak “Paltauf (1882) , sesuai dengan
nama yang pertama mencatat kelainan tersebut
l. Bercak “Paltauf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada
bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan
permukaan antar bagian paru-paru.
m. Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti, paru-paru
biasanya sangat mengembang, sering kali menutupi perikardium dan
permukaan tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan
kenyal.
n. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat sehingga beratnya
dapat mencapai 700-1000gram, dimana berat paru-paru normal
adalah sekitar 250-300gram.
o. Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah diantara
daerah yang berwarna kelabu; pada pengirisan tampak banyak cairan
merah kehitaman bercampur buih keluar dari penampang tersebut,
yang pada keadaan paru-paru normal, keluarnya cairan bercampur
busa tersebut baru tampak setelah dipijat dengan dua jari.
p. Gambaran paru-paru seperti tersebut diatas dikenal dengan nama
“emphysema aquosum” atau “emphysema hydroaerique”
q. Emphysema aquosum dijumpai pada sekitar 80 persen kasus
tenggelam, dan adanya kelainan tersebut merupakan bukti yang kuat
bahwa kematian korban karena tenggelam
r. Mekanisme terjadi emphysema aquosum dan adanya busa dalam
saluran pernapasan, merupakan kelainan yang khusus untuk
tenggelam. Terinhilasinya air akan mengiritasi membran mukosa

11
dari saluran pernapasan dan menstimulasi sekresi mukos. Gerak
pernapasan dari udara yang ada dalam saluran pernapasan mengocok
substansi tersebut sehingga terbentuk busa.
s. Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi
jantung kanan dan pembuluh vena besar dan keduannya penuh berisi
darah yang berwarna gelap dan cair, tidak ada bekuan.

3. Tes Kimiawi pada Kasus Tenggelam


a. Gettler, menunjukkan adanya perbedaan kadar klorida dari darah
yang diambil dari jantung kanan dan jantung kiri.
b. Durlacher, menyatakan tes yang lebih dipercaya adalah penentuan
perbedaan berat jenis plasma dari jantung kiri dan kanan.
c. Polson dan Gee, berpendapat bahwa kedua tes tersebut dapat dipakai
sebagai data konfirmatif dalam tenggelam, dengan catatan
pemeriksaan dilakukan dalam beberapa jam setelah terbenam.

Perubahan yang terjadi dalam tubuh korban tenggelam yang meninggal


dapat dibagi atas :
1. Perubahan yang tak khas : kongesti alat dalam, darah cair, kebiruan,
dilatasi jantung, perdarahan petekie pada serosa alat dalam.
2. Perubahan yang khas : cairan berbusa, sering dengan perwarnaan darah,
pada bronkus, trakea, laring, hidung, dan mulut. Paru – paru umumnya
membesar, terdapat petekie pada pleura viseralis. Pada potongan paru
tampak kongesti, keluar cairan dan busa. Ronggga pleura kadang –
kadang berisi cairan. Pada trakhea, bronkhus dan alveoli dapat ditemukan
partikel pasir dan benda asing yang ada dalam medium tempat
tenggelam. Adanya cairan beserta isinya yang masuk kelambung dan
usus, nilainya terbatas karena cairan ini bisa masuk setelah kematian.

12
D. Analisis Diatomae
Diatomae (Tumbuhan air) pada air yang terhirup ketika korban
tenggelam masuk melalui alveoli dan pembuluh darah tersebar ke seluruh
tubuh. Adanya diatomae pada jenazah yang diduga mati tenggelam
menunjukkan bahwa korban masih sempat bernafas saat masih di dalam air.
Pemeriksaan diatomae merupakan pemeriksaan yang pada akhir-akhir ini
banyak dikerjakan karena cukup relevan dengan pengertian bahwa pada
tenggelam dapat ditemukan diatomae, tidak diketemukannya diatomae tidak
dapat menyingkirkan bahwa kematian korban bukan karena tenggelam.
Terdapat beberapa cara pemeriksaan diatomae, dari yang paling
sederhana menggunakan sediaan basah mikroskopis, hingga tingkat
molekuler (DNA). Tiap jenis pemeriksaan memiliki akurasi dan tingkat
keberhasilan yang berbeda-beda.
Syarat pemeriksaan diatomae, yaitu:
1. Paru harus segar
2. Paru yang diperiksa harus bagian kanan perifer
3. Jenis diatom yang ditemukan harus sama dengan diatom di perairan
tersebut
4. Jumlah diatomae di paru-paru > 5/LPB
5. Sumsum tulang > 1/LPB

E. Contoh Kasus
1. Kasus 1
a. Ilustrasi Kasus
Jenazah berjenis kelamin perempuan berusia kurang lebih 19
tahun dengan warna kulit sawo matang, diterima di Instalasi
Kedokteran Forensik tanggal 29 maret 2017. Saat ditemukan jenazah
dalam posisi terlentang didalam kamar mandi sebuah hotel. Penyidik
meminta untuk dilakukan pemeriksaan luar dan dalam terhadap
tubuh jenazah tersebut untuk mengetahui penyebab dari kematian.

13
Pada pemeriksaan luar diperoleh hasil pemeriksaan :
1) Perempuan usia kurang lebih sembilan belas tahun, panjang
badan seratus lima puluh lima sentimeter, berat badan kurang
lebih empat puluh lima kilogram, warna kulit sawo matang,
Warna rambut coklat kehitaman, ukuran panjang empat puluh
lima sentimeter, bentuk lurus, tidak mudah dicabut, kesan gizi
cukup.
2) Terdapat lebam mayat pada tubuh bagian belakang, warna
merah keunguan dan tidak hilang dengan penekanan, terdapat
kaku pada rahang, anggota gerak atas dan bawah yang mudah
dilawan.
3) Pada kepala terdapat sebuah luka lecet pada puncak kepala
berada tepat di titik tengah tubuh dan lima belas sentimeter di
atas garis tumbuh rambut terbawah belakang, dengan ukuran
panjang lima sentimeter dan lebar dua sentimeter, pada perabaan
lebih cekung dari kulit sekitar, warna merah kehitaman, batas
luka tidak tegas, tepi luka tidak rata.
4) Pada wajah terdapat luka terbuka pada pelipis kiri berada pada
tiga sentimeter sebelah kiri dari garis tengah tubuh dan dua
sentimeter diatas alis kiri, bentuk tidak teratur, dengan panjang
luka tiga sentimeter, lebar satu koma lima sentimeter,
kedalaman nol koma tiga sentimeter, perabaan lebih cekung dari
daerah sekitar, warna merah kecoklatan, batas luka tidak tegas,
sudut luka tumpul, tepi luka tidak rata, tebing luka tidak rata,
terdiri dari kulit, jaringan ikat, dan otot, diantara tebing luka
terdapat jembatan jaringan, dasar luka otot, bila luka dirapatkan
tidak dapat rapat sempurna dan daerah sekitar luka terdapat
memar.
5) Pada leher Terdapat luka memar dengan ukuran panjang dua
puluh tujuh sentimeter, lebar lima sentimeter, bentuk tidak

14
beraturan, pada perabaan sama dengan kulit sekitar, warna
merah kebiruan.
6) Telapak tangan kanan dan kiri pucat, jaringan di bawah kuku
tampak biru keunguan.
7) Telapak kaki kanan dan kiri pucat dan jaringan dibawah kuku
tampak biru keunguan.
8) Selaput kelopak mata kanan dan kiri tampak pucat, selaput biji
mata kanan dan kiri tampak keruh.
9) Bentuk hidung tidak simetris, terdapat memar pada bagian
hidung kanan berada pada dua sentimeter dari garis tengah
tubuh, satu koma dua sentimeter dari tepi kanan bibir dengan
ukuran panjang lima sentimeter dan lebar tiga koma delapan
sentimeter bentuk tidak beraturan, pada perabaan sama dengan
kulit sekitar, warna merah kebiruan.
10) Terdapat busa putih halus pada lubang hidung dan mulut.

Pada pemeriksaan dalam diperoleh hasil pemeriksaan:


1) Paru kanan terdiri dari tiga bagian, berat empat ratus lima puluh
gram, panjang dua puluh sentimeter, lebar sepuluh sentimeter,
tebal tiga sentimeter, warna merah pucat, perabaan seperti karet
busa, pada pengirisan dan penekanan keluar busa halus, dan
bercak-bercak perdarahan pada permukaan paru.
2) Paru kiri terdiri dari dua bagian, berat empat ratus gram, panjang
sembilan belas sentimeter, lebar sepuluh sentimeter, tebal tiga
sentimeter, warna merah pucat, perabaan seperti karet busa,
pada pengirisan dan penekanan keluar keluar busa halus dan
bercak-bercak perdarahan pada permukaan paru.
3) Berat lambung dan isinya empat ratus gram, ukuran panjang
lengkung besar dua puluh delapan sentimeter, panjang lengkung
kecil dua puluh sentimeter,lebar delapan belas sentimeter, tebal

15
lima sentimeter, di dalam lambung terdapat air, serta tidak
terdapat sisa makanan.
Pada pemeriksaan penunjang tidak ditemukan diatom di dalam
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan aliran darah.
b. Diskusi
Perkiraan waktu kematian (post mortem interval) dapat
ditentukan dari tanda-tanda kematian yang terdapat pada jenazah
seperti livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), dan
dekomposisi (tanda pembusukan). Pada ilustrasi kasus di atas dari
pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat pada tubuh bagian
belakang berwarna merah gelap dan hilang dengan penekanan serta
kaku mayat pada bagian rahang, anggota gerak atas dan bawah di
mana kaku mayat tersebut mudah dilawan tanpa ditemukan tanda
pembusukan. Lebam mayat (hipostasis postmortem) adalah
perubahan warna merah keunguan pada daerah tubuh yang terjadi
karena akumulasi darah dari pembuluh darah kecil yang dipengaruhi
oleh gravitasi. Lebam mayat biasanya muncul antara 30 menit
sampai 2 jam setelah kematian, biasanya mencapai perubahan warna
yang maksimal dan menetap dalam 8-12 jam. Sementara rigor mortis
atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian terjadi karena
menghilangnya adenosine triphosphate (ATP) dari otot. Kaku mayat
biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian dimulai dari otot-otot
yang lebih kecil seperti rahang, dan berurutan menyebar ke
kelompok otot besar seperti pada ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah, lengkap dalam 6-12 jam. Kaku dipertahankan selama 12 jam
dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Pada kematian
karena tenggelam, rigor mortis dapat muncul menyeluruh hanya
dalam 2 sampai 3 jam. Pembusukan (dekomposisi) terbentuk oleh
dua proses yaitu autolisis (penghancuran sel dan organ oleh enzim
intraseluler) dan putrefaction (disebabkan oleh bakteri dan
fermentasi), akan tampak kira-kira 24 jam pasca kematian, berupa

16
warna kehijauan pada perut kanan bawah, secara bertahap akan
menyebar keseluruh perut dan dada serta menimbulkan bau busuk.
Menurut hukum Casper, media tempat mayat berada juga berperan
dalam proses pembusukan. Perbandingan kecepatan pembusukan
mayat yang berada dalam udara, air, dan tanah adalah 1:2:8. Dari
lebam mayat yang ditemukan menunjukkan waktu perkiraan
kematiannya antara 2-8 jam sebelum pemeriksaan luar dilakukan,
sedangkan dari kaku mayat yang ditemukan menunjukkan waktu
kematiannya sekitar 4-6 jam sebelum dilakukan pemeriksaan luar
sehingga dapat ditarik irisan waktu kematian antara 4-6 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan luar terhadap jenazah.
Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit
ditegakkan bila tidak dijumpai tanda yang yang khas baik pada
pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam. Pada ilustrasi kasus,
dari pemeriksaan luar ditemukan jenazah masih memakai baju dan
celana dalam keadaan basah dan terdapat pasir di sekitar tubuhnya.
Hal tersebut bisa terjadi kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.
Pada jenazah juga ditemukan adanya busa halus berwarna putih yang
keluar dari kedua lubang hidung dan mulut. Busa dihasilkan dari
campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang terkocok-kocok
saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Hal ini menjadi penanda
bahwa korban masih hidup waktu berada dalam air. Selain busa
halus, ditemukan juga selaput lendir bibir dan jaringan di bawah
kuku jari-jari tangan dan kaki tampak kebiruan menunjukkan
terjadinya sianosis yang menandakan adanya hipoksia pada jaringan.
Kulit telapak tangan dan kaki tampak keriput menunjukkan adanya
washer woman’s hand, dimana warna putih dan keriput tersebut
disebabkan oleh inhibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya
membutuhkan waktu lama. Selain itu pada korban meninggal karena
tenggelam biasanya ditemukan adanya cadaveric spasm, yaitu tanda
intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan

17
diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain
dalam air, ataupun luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, dan
kaki akibat gesekan benda-benda dalam air tetapi pada jenazah ini
tidak ditemukan luka-luka, tidak tampak dan tidak teraba patah
tulang.
Dari pemeriksaan dalam, pada jenazah ditemukan batang
tenggorok berisi busa halus warna putih sampai percabangan pipa
udara (carina) dan juga keluar dari kedua paru tanpa dilakukan
penekanan. Busa yang keluar berupa cairan edema dari paru
mengandung eksudat, protein, dan surfaktan yang bercampur dengan
air dari media tempat korban tenggelam. Biasanya berwarna putih,
terkadang merah atau merah muda, karena bercampur dengan darah
akibat terjadinya perdarahan intrapulmonal. Busa tersebar dari
trakea, bronkus utama, dan saluran napas yang lebih kecil. Temuan
lainnya adalah adanya cairan pada kedua rongga dada di mana ini
dapat diakibatkan oleh perembesan dari pleura atau akibat
disintegrasi postmortem antara paru dan pleura. Pada pemeriksaan
organ paru-paru ditemukan adanya bercak-bercak pendarahan
permukaan depan lobus bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk
bulat pada permukaan bawah lobus bawah pada paru kanan; serta
ditemukan adanya bintik pendarahan pada sela antar lobus, bercak-
bercak pendarahan pada permukaan depan lobus bawah, bercak-
bercak kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah baga
bawah pada paru kiri. Bercak-bercak ini disebut sebagai bercak
paltauf, bercak pendarahan yang terjadi akibat peningkatan tekanan
yang menyebabkan pecahnya dinding alveolar, ditemukan paling
sering di permukaan anterior dan batas dari paru tetapi dapat pula
ditemukan di subpleura apabila telah terjadi perembesan atau ruptur
yang lebih lanjut. Setelah dilakukan penimbangan, berat paru kanan
800 gram dan paru kiri sebesar 750 gram. Umumnya massa paru

18
korban tenggelam antara 700-1000 gram akibat edema dan kongesti
paru yang berat dimana berat paru normal sekitar 250-300 gram.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosis kematian akibat tenggelam yaitu pemeriksaan diatom dan
pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan diatom ini dilakukan pada
jaringan paru jenazah yang masih segar, dan dilakukan pada jaringan
ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha apabila jenazah sudah
membusuk. Jika seseorang meninggal karena tenggelam, maka
cairan bersama diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau
pencernaan dan menuju aliran darah melewati dinding kapiler yang
rusak pada waktu korban masih hidup. Diatom merupakan alga
uniseluler mikroskopik yang mempunyai ukuran bervariasimulai dari
5 sampai lebih dari 500 μm. Pada kasus, dalam pemeriksaan getah
paru ditemukan ganggang hijau berinti banyak dan ganggang merah.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah
pada jantung dilakukan dengan menentukan berat jenis dan kadar
elektrolit dalam darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan kanan.
Apabila berat jenis dan kadar elektrolit pada darah di jantung kiri
lebih rendah dari jantung kanan maka disimpulkan korban tenggelam
di air tawar. Sedangkan pada korban yang tenggelam di air asin akan
ditemukan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah di jantung
kanan lebih rendah dari jantung kiri.
Penyebab dari kejadian tenggelam sangat beraneka ragam.
Konsumsi alkohol masih menjadi faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tenggelam. Dari kasus dilakukan pemeriksaan toksikologi
dengan mengukur kadar alkohol, baik metanol dan etanol dalam
darah dan urin. Pemeriksaan ini dilakukan karena korban merupakan
ahli dalam olahraga selancar dan ditemukan meninggal saat
melakukan olahraga tersebut. Hasilnya ditemukan kadar metanol
dalam sampel darah adalah 239,36 ppm dan dalam urinadalah 200,8
ppm, sedangkan untuk kadar etanol dalam sampel darah adalah

19
2634,82 ppm (1 ppm = 1 mg/L). Kadar alkohol (etanol) dalam darah
sangat mempengaruhi berbagai sistem organ dalam tubuh. Dari
semua sistem organ dalam tubuh, yang paling dipengaruhi oleh
alkohol adalah sistem saraf pusat. Gangguan pada sistem saraf pusat
akan menyebabkan gangguan koordinasi pada sistem sensorik dan
motorik. Kadar alkohol (etanol) dalam darah 0,2-0,3 g/100mL akan
menyebabkan jalan yang sempoyongan, gangguan pada sensorik dan
motorik, atau bisa juga letargi dan tertidur. Kadar alkohol dalam
darah antara 0,3-0,4 g/100mL akan menyebabkan gangguan
keadaran, stupor hingga tidak sadarkan diri, dan jika di atas 0,4
g/100mL menyebabkan korban tidak sadar, koma, bahkan
kematian.2 Metanol lebih beracun dari etanol. Efek toksiknya
biasanya akan timbul setelah 8-36 jam dengan tanda-tanda seperti
pusing, sakit perut, pandangan kabur dan kebutaan permanen, setelah
itu menyebabkan koma dan kematian. Mengkonsumsi 30 ml metanol
sudah dapat menyebabkan kematian. Kadar metanol di dalam darah
di atas 100 ppm sudah menyebabkan keracunan.
c. Ringkasan
Dilaporkan satu kasus tenggelam dengan waktu perkiraan 6-12
jam sebelum pemeriksaan luar jenazah dilakukan. Dari pemeriksaan
luar dan pemeriksaan dalam yang dilakukan terhadap jenazah
tersebut sangat mendukung bahwa kematiannya disebabkan oleh
tenggelam. Meskipun pemeriksaan diatom hasilnya negatif. Kejadian
tenggelam pada kasus ini disebabkan karena tindakan kekerasan.

2. Kasus 2
a. Ilustrasi Kasus
Jenazah berjenis kelamin laki-laki, berusia sekitar 22 tahun
dengan kewarganegaraan Portugal, diterima di Instalasi Kedokteran
Forensik tanggal 11 Agustus 2012. Dari keterangan yang didapatkan
saat itu, korban merupakan seorang peselancar dan sedang

20
melakukan kegiatan olahraga selancar sebelumnya. Saaat diterima,
jenazah tersebut masih memakai pakaian berupa baju lengan panjang
dan celana pendek dalam keadaan basah serta terdapat pasir halus
berwarna putih di sekitar tubuhnya. Jenazah tersebut telah dilakukan
pemeriksaan luar jenazah, pemeriksaan dalam jenazah, pemeriksaan
diatom, dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan toksikologi.
Pada pemeriksaan luar jenazah, ditemukan tanda kematian
berupa lebam mayat pada tubuh bagian belakang dengan warna
merah gelap dan hilang pada penekanan; ditemukan pula kaku mayat
pada rahang, anggota gerak atas dan bawah yang mudah dilawan.
Untuk tanda kematian lainnya berupa tanda pembusukan tidak
ditemukan. Selain tanda kematian, pada jenazah ditemukan
pelebaran pembuluh darah pada selaput lendir kedua bola mata dan
pada selaput lendir kedua kelopak mata. Ditemukan juga busa halus
berwarna putih yang keluar dari kedua lubang hidung dan mulut.
Pada selaput lendir bibir dan jaringan di bawah kuku jari-jari tangan
dan kaki tampak kebiruan. Kulit telapak tangan dan telapak kaki
tampak keriput. Pada jenazah tidak ditemukan luka-luka, tidak
tampak dan tidak teraba patah tulang.
Pada pemeriksaan dalam jenazah ditemukan busa halus warna
putih pada batang tenggorok sampai percabangan pipa udara
(carina). Dalam rongga dada ditemukan cairan berwarna merah
kehitaman, masing-masing sebanyak 250 mL dalam rongga dada
kanan dan 120 mL dalam rongga dada kiri. Pada pemeriksaan organ
paru-paru ditemukan adanya bercak-bercak pendarahan permukaan
depan baga bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk bulat pada
permukaan bawah baga bawah pada paru kanan; serta ditemukan
adanya bintik pendarahan pada sela antar baga, bercak-bercak
pendarahan pada permukaan depan baga bawah, bercak-bercak
kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah baga bawah pada
paru kiri. Kedua paru mengeluarkan darah bercampur buih halus

21
berwarna putih tanpa dilakukan penekanan. Berat paru kanan 800
gram dan paru kiri sebesar 750 gram. Pada paru juga ditemukan
adanya perdarahan luas pada hampir seluruh parenkim paru, alveoli
yang melebar, pada beberapa tempat tampak kerusakan dinding
alveoli disertai dengan eritrosit, di dalam lumen alveoli dan jaringan
interstitial berisi bahan amorf eosinofilik serta pelebaran pembuluh
darah.
Pada pemeriksaan diatom ditemukan ganggang hijau berinti
banyak dan ganggang merah pada getah paru. Pemeriksaan
tambahan pada jenazah yang berupa pemeriksaan toksikologi
dilakukan dengan mengukur kadar metanol dan etanol. Kadar
metanol dalam sampel darah adalah 239,36 ppm, kadar metanol
dalam urin adalah 200,8 ppm, dan kadar etanol dalam sampel darah
adalah 2634,82 ppm.
b. Diskusi
Perkiraan waktu kematian (post mortem interval) dapat
ditentukan dari tanda-tanda kematian yang terdapat pada jenazah
seperti livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), dan
dekomposisi (tanda pembusukan). Pada ilustrasi kasus di atas dari
pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat pada tubuh bagian
belakang berwarna merah gelap dan hilang dengan penekanan serta
kaku mayat pada bagian rahang, anggota gerak atas dan bawah di
mana kaku mayat tersebut mudah dilawan tanpa ditemukan tanda
pembusukan. Lebam mayat (hipostasis postmortem) adalah
perubahan warna merah keunguan pada daerah tubuh yang terjadi
karena akumulasi darah dari pembuluh darah kecil yang dipengaruhi
oleh gravitasi. Lebam mayat biasanya muncul antara 30 menit
sampai 2 jam setelah kematian, biasanya mencapai perubahan warna
yang maksimal dan menetap dalam 8-12 jam. Sementara rigor
mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian terjadi
karena menghilangnya adenosine triphosphate (ATP) dari otot.

22
Kaku mayat biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian dimulai dari
otot-otot yang lebih kecil seperti rahang, dan berurutan menyebar ke
kelompok otot besar seperti pada ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah, lengkap dalam 6-12 jam. Kaku dipertahankan selama 12 jam
dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Pada kematian
karena tenggelam, rigor mortis dapat muncul menyeluruh hanya
dalam 2 sampai 3 jam. Pembusukan (dekomposisi) terbentuk oleh
dua proses yaitu autolisis (penghancuran sel dan organ oleh enzim
intraseluler) dan putrefaction (disebabkan oleh bakteri dan
fermentasi), akan tampak kira-kira 24 jam pasca kematian, berupa
warna kehijauan pada perut kanan bawah, secara bertahap akan
menyebar ke seluruh perut dan dada serta menimbulkan bau busuk.
Menurut hukum Casper, media tempat mayat berada juga berperan
dalam proses pembusukan. Perbandingan kecepatan pembusukan
mayat yang berada dalam udara, air, dan tanah adalah 1:2:8.1,2 Dari
lebam mayat yang ditemukan menunjukkan waktu perkiraan
kematiannya antara 2-8 jam sebelum pemeriksaan luar dilakukan,
sedangkan dari kaku mayat yang ditemukan menunjukkan waktu
kematiannya sekitar 4-6 jam sebelum dilakukan pemeriksaan luar
sehingga dapat ditarik irisan waktu kematian antara 4-6 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan luar terhadap jenazah.
Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit
ditegakkan bila tidak dijumpai tanda yang yang khas baik pada
pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam. Pada ilustrasi kasus,
dari pemeriksaan luar ditemukan jenazah masih memakai baju dan
celana dalam keadaan basah dan terdapat pasir di sekitar tubuhnya.
Hal tersebut bisa terjadi kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.
Pada jenazah juga ditemukan adanya busa halus berwarna putih yang
keluar dari kedua lubang hidung dan mulut. Busa dihasilkan dari
campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang terkocok-kocok
saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Hal ini menjadi penanda

23
bahwa korban masih hidup waktu berada dalam air. Selain busa
halus, ditemukan juga selaput lendir bibir dan jaringan di bawah
kuku jari-jari tangan dan kaki tampak kebiruan menunjukkan
terjadinya sianosis yang menandakan adanya hipoksia pada jaringan.
Kulit telapak tangan dan kaki tampak keriput menunjukkan adanya
washer woman’s hand, dimana warna putih dan keriput tersebut
disebabkan oleh inhibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya
membutuhkan waktu lama. Selain itu pada korban meninggal karena
tenggelam biasanya ditemukan adanya cadaveric spasm, yaitu tanda
intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan
diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain
dalam air, ataupun luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, dan
kaki akibat gesekan benda-benda dalam air, tetapi pada jenazah ini
tidak ditemukan luka-luka, tidak tampak dan tidak teraba patah
tulang.
Dari pemeriksaan dalam, pada jenazah ditemukan batang
tenggorok berisi busa halus warna putih sampai percabangan pipa
udara (carina) dan juga keluar dari kedua paru tanpa dilakukan
penekanan. Busa yang keluar berupa cairan edema dari paru
mengandung eksudat, protein, dan surfaktan yang bercampur dengan
air dari media tempat korban tenggelam. Biasanya berwarna putih,
terkadang merah atau merah muda, karena bercampur dengan darah
akibat terjadinya perdarahan intrapulmonal. Busa tersebar dari
trakea, bronkus utama, dan saluran napas yang lebih kecil. Temuan
lainnya adalah adanya cairan pada kedua rongga dada di mana ini
dapat diakibatkan oleh perembesan dari pleura atau akibat
disintegrasi postmortem antara paru dan pleura. Pada pemeriksaan
organ paru-paru ditemukan adanya bercak-bercak pendarahan
permukaan depan lobus bawah, bercak-bercak kemerahan berbentuk
bulat pada permukaan bawah lobus bawah pada paru kanan; serta
ditemukan adanya bintik pendarahan pada sela antar lobus, bercak-

24
bercak pendarahan pada permukaan depan lobus bawah, bercak-
bercak kemerahan berbentuk bulat pada permukaan bawah baga
bawah pada paru kiri. Bercak-bercak ini disebut sebagai bercak
paltauf, bercak pendarahan yang terjadi akibat peningkatan tekanan
yang menyebabkan pecahnya dinding alveolar, ditemukan paling
sering di permukaan anterior dan batas dari paru tetapi dapat pula
ditemukan di subpleura apabila telah terjadi perembesan atau ruptur
yang lebih lanjut. Setelah dilakukan penimbangan, berat paru kanan
800 gram dan paru kiri sebesar 750 gram. Umumnya massa paru
korban tenggelam antara 700-1000 gram akibat edema dan kongesti
paru yang berat dimana berat paru normal sekitar 250-300 gram.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosis kematian akibat tenggelam yaitu pemeriksaan diatom dan
pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan diatom ini dilakukan pada
jaringan paru jenazah yang masih segar, dan dilakukan pada jaringan
ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha apabila jenazah sudah
membusuk. Jika seseorang meninggal karena tenggelam, maka
cairan bersama diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau
pencernaan dan menuju aliran darah melewati dinding kapiler yang
rusak pada waktu korban masih hidup. Diatom merupakan alga
uniseluler mikroskopik yang mempunyai ukuran bervariasi mulai
dari 5 sampai lebih dari 500 μm. Pada kasus, dalam pemeriksaan
getah paru ditemukan ganggang hijau berinti banyak dan ganggang
merah. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
darah pada jantung dilakukan dengan menentukan berat jenis dan
kadar elektrolit dalam darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan
kanan. Apabila berat jenis dan kadar elektrolit pada darah di jantung
kiri lebih rendah dari jantung kanan maka disimpulkan korban
tenggelam di air tawar. Sedangkan pada korban yang tenggelam di
air asin akan ditemukan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah di
jantung kanan lebih rendah dari jantung kiri.

25
Penyebab dari kejadian tenggelam sangat beraneka ragam.
Konsumsi alkohol masih menjadi faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tenggelam. Dari kasus dilakukan pemeriksaan toksikologi
dengan mengukur kadar alkohol, baik metanol dan etanol dalam
darah dan urin. Pemeriksaan ini dilakukan karena korban merupakan
ahli dalam olahraga selancar dan ditemukan meninggal saat
melakukan olahraga tersebut. Hasilnya ditemukan kadar metanol
dalam sampel darah adalah 239,36 ppm dan dalam urin adalah 200,8
ppm, sedangkan untuk kadar etanol dalam sampel darah adalah
2634,82 ppm (1ppm=1mg/L). Kadar alkohol (etanol) dalam darah
sangat mempengaruhi berbagai sistem organ dalam tubuh. Dari
semua sistem organ dalam tubuh, yang paling dipengaruhi oleh
alkohol adalah sistem saraf pusat. Gangguan pada sistem saraf pusat
akan menyebabkan gangguan koordinasi pada sistem sensorik dan
motorik. Kadar alkohol (etanol) dalam darah 0,2-0,3 g/100mL akan
menyebabkan jalan yang sempoyongan, gangguan pada sensorik dan
motorik, atau bisa juga letargi dan tertidur. Kadar alkohol dalam
darah antara 0,3-0,4 g/100mL akan menyebabkan gangguan
keadaran, stupor hingga tidak sadarkan diri, dan jika di atas 0,4
g/100mL menyebabkan korban tidak sadar, koma, bahkan kematian.
Metanol lebih beracun dari etanol. Efek toksiknya biasanya akan
timbul setelah 8-36 jam dengan tanda-tanda seperti pusing, sakit
perut, pandangan kabur dan kebutaan permanen, setelah itu
menyebabkan koma dan kematian. Mengkonsumsi 30 mL, metanol
sudah dapat menyebabkan kematian. Kadar metanol di dalam darah
di atas 100 ppm sudah menyebabkan keracunan.
c. Ringkasan
Dilaporkan satu kasus tenggelam dengan waktu perkiraan
kematian 4-6 jam sebelum pemeriksaan luar jenazah dilakukan. Dari
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam yang dilakukan terhadap
jenazah tersebut sangat mendukung bahwa kematiannya disebabkan

26
oleh tenggelam. Ini diperkuat lagi dengan pemeriksaan diatom, di
mana ditemukan adanya ganggang hijau berinti banyak dan
ganggang merah pada pemeriksaan getah paru. Kejadian tenggelam
pada kasus ini disebabkan karena menurunnya fungsi saraf pusat
akibat konsumsi alkohol (metanol dan etanol) yang berlebihan.

3. Kasus 3
Mati mendadak segera setelah seseorang masuk kedalam air yang
dingin sering disinggung, walaupun tanpa penyebab langsung disebabkan
oleh spasme laring atau vagal reflex yang menyebabkan cardiac arrest.
Keadaan tersebut, yaitu yang mendadak tadi, hanya dapat dijelaskan
disebabkan oleh terjadinya fibrilasi ventrikal pada korban, dan dapat
dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air yang dingin atau
tersiram air yang dingin, dapat timbul ventricular ectopic beat.
Seorang pemuda umur 18 tahun yang dalam kondisi fisik prima, dan
perenang yang pandai, sedang berjemur di tepi kolam renang, yang
temperaturnya 16°C. Ia kemudian menyelam dan berenang sejauh 15
meter, ia kemudian naik tapi tiba-tiba ia jatuh dan tidak sadar. Setelah
diberikan pertolongan 20 menit pemuda tadi tewas.
Pemeriksaan mayat tidak mendapatkan adanya kelainan, pembuluh
koroner, jantung, paru-paru dan SSP baik. Pada eksperimen terhadap
pemuda yang fisiknya prima dan berumur 20 tahun yang “dibenamkan”
sampai batas leher dalam air yang suhunya 29°C terjadi hal sebagai
berikut:
a. Setelah 90 menit denyut jantung naik dari 61 ke 67 per menit dalam
irama sinus.
b. Air dengan suhu 29°C tersebut kemudian disiramkan ke kepala, agar
tercipta keadaan seperti terbenam sebagian, tanpa melindungi
pernafasan.
c. Denyut jantung (HR) lambat 52 per menit dan 9 detik setelah
disiram, terjadi ventricular ectopic beat, arrythmia berlangsung

27
selama 25 detik, ketika jantung kembali ke irama normal pads 56 per
menit.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tenggelam merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagaian
tubuh ke dalam cairan. Pada tenggelam perubahan elektrolit dalam darah ada;
baik tenggelam dalam air tawar, maupun tenggelam dalam air asin.
Mekanisme tenggelam dalam air asin berbeda dengan tenggelam dalam air
tawar. Pada air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar,
sehingga terjadi hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang
mengakibatkan terjadinya hemolisis. Sedangkan pada air asin tidak terjadi
hemolisis melainkan hemokonsentrasi, sehingga memerlukan waktu yang
relatif singkat.
Pemeriksaan Kasus Tenggelam terdiri dari 3, yaitu Pemeriksaan Luar,
Pemeriksaan Dalam, dan Pemeriksaan Kimiawi. Pada pemeriksaan Dalam
kasus tenggelam dapat ditegakkan dengan perubahan patologis/anatomis,
histologis, kimiawi darah jantung kanan dan kiri, pemeriksaan diatomae dan
algae, dan pemeriksaan darah jantung kiri.
Diatomae pada air yang terhirup ketika korban tenggelam masuk melalui
alveoli dan pembuluh darah tersebar ke seluruh tubuh. Adanya diatomae pada
jenazah yang diduga mati tenggelam menunjukkan bahwa korban masih
sempat bernafas saat masih di dalam air.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap agar setiap penanganan kasus
pada korban tenggelam dapat dianalisis dengan baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

Idries. A. M . Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara Publisher.


Tangerang Selatan. Hal.197-212

Putra. A. A. G. A. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan Kasus. Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah. Denpasar-Bali

Hidayatullah. S. (2012). Laporan Kasus Forensik Patologi Korban Tenggelam.


Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit Bhayangkara.
Hal.1-26

Ainurrofiq. M, Stemia. O. Kematian Akibat Tenggelam. Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Anda mungkin juga menyukai