Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era jaman globalisasi seperti ini, meningkatnya era industri di

Indonesia menyebabkan banyaknya pabrik-pabrik dan mall-mall yang

bermunculan yang mendukung pergerakan perekonomian. Di era sekarang banyak

diperlukannya sumber daya manusia untuk menunjang pekerjaan di pabrik dan

mall tersebut. Manusia merupakan aset hidup yang perlu dipelihara dan

dikembangkan.

Menurut undang-undang UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

memperhatikan upaya kesehatan kerja sangat penting untuk melindungi pekerja

agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang

diakibatkan oleh pekerjaan. Kesehatan kerja diatur dalam bab tersendiri, yaitu Bab

XII yang terdiri dari Pasal 164 sampai dengan Pasal 166. Kesehatan kerja

dimaksud berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan

tempat kerja.

UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 dan 87 mengatur

tentang kesehatan kerja dalam satu paragraf dengan keselamatan kerja. Dalam

pasal tersebut dituliskan, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk melindungi

keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal

1
2

diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen

perusahaan.

Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970 pasal 8 tentang Keselamatan

Kerja pasal 8 ayat 1 bertuliskan Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan

badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan

diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang

diberikan padanya. Pada pasal 8 ayat 2 bertuliskan Pengurus diwajibkan

memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala

pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

Sales Promotion Girl (SPG) adalah salah satu pekerjaan yang muncul

akibat menjamurnya mall-mall di kota besar. Seorang SPG harus bekerja kurang

lebih selama minimal 6 jam berdiri dengan menggunakan sepatu high heels. SPG

sering mengalami nyeri di sekitar daerah tumitnya dan mengalami penurunan pada

fungsional pada bagian tumit. Karyawan harus mendapatkan perhatian yang

khusus dari perusahaan. Terutama dalam bidang kesehatan selama mereka

berkerja, sehingga dapat meningkatkan produktivitas saat bekerja dan mencegah

terjadinya disability akibat kecelakaan kerja.

Bagian tubuh yang sering mengalami gangguan akibat aktivitas fisik yang

tidak seimbang adalah bagian kaki. Kaki merupakan bagian terpenting dalam

melakukan aktivitas, seperti berjalan, berlari, berdiri dan melompat. Biomekanik

dari ankle yang berfungsi sebagai stabilitator dan juga merupakan penggerak dari
3

tubuh manusia. Ankle juga merupakan pusat titik tumpu berat badan pada saat

tubuh berjalan, berlari, dan melakukan aktivitas fisik lainnya. Untuk memberikan

perlindungan terhadap kaki atau ankle ini maka manusia menggunakan sepatu.

Beragam jenis sepatu diciptakan, mulai dari Flat Shoes dan High Heels .

Perlindungan yang diberikan oleh jenis-jenis sepatu tersebut adakalanya

membawa kerugian terhadap kaki, terutama untuk jenis sepatu high heels atau

yang bertumit tinggi, sehingga kaki atau ankle mudah terkena cedera dan

mengalami gangguan fungsional. Bagian ankle sering mengalami nyeri ketika

digerakkan saat melakukan aktivitas (Rica,2013)

Salah satu dari gangguan fungsional di ankle adalah Plantar fasciitis.

Plantar Fasciitis merupakan penyebab utama dari nyeri tumit bagian bawah.

Plantar fascitis merupakan struktur mirip jaringan ikat fibrous, yang terentang

dari tulang tumit hingga tulang jari kaki, yang berfungsi sebagai penyangga

bagian lengkung kaki agar bagian tersebut tidak lunglai (Rica, 2013).

Angka kejadian plantar fascitis secara global di Amerika menunjukkan

10% dari populasinya mengalami nyeri pada tumitnya yang disebabkan oleh

plantar fascitis dan hanya 11%-15% yang melakukan pemeriksaan ketika mereka

menderita sakit plantar fascitis. Selain itu juga, plantar fasciitis sering terjadi pada

usia 40-70 tahun, tapi kebanyakan yang terkena plantar fascitis berjenis kelamin

perempuan. Sebanyak 40% terjadi pada pekerja yang bekerja dengan berdiri lebih

dari 6 jam, 70% terjadi pada orang yang mengalami kegemukan/obesitas dan lebih

dari 30% pada orang berusia diatas 50 tahun. Di Indonesia kasus plantar fasciitis

masih dianggap sepele, sehingga penanganan


4

terhadap kasus ini masih terlambat dan menyebabkan proses penyembuhannya

menjadi sangat lama.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya plantar fasciitis adalah

overweight atau obesitas, over use pada struktur fascia, faktor anatomis dan faktor

degenerasi (Sunarya, 2012). Selain faktor-faktor tersebut, jenis kelamin , usia, ras

atau etnik, dan aktivitas sehari-hari pun juga berpengaruh terhadap plantar

fasciitis. Kondisi kaki yang tidak normal juga dapat menyebabkan plantar fascitis

seperti flat foot dan pes cavus (Saidoff,2002)

Kasus plantar fascitis pasien sering kali mengalami nyeri di daerah

tumitnya. Nyeri ini terjadi pada saat pasien berdiri maupun berjalan. Hal ini sangat

mengganggu fungsional dari pasien yang mengalami plantar fascitis. Pada

beberapa kasus, nyeri muncul ketika mengangkat beban berat karena adanya

penekanan pada fasia plantarisnya (Fadilla Umar, 2013). Menurut International

Classification of Functioning, Disability, and Health, pasien pada kondisi ini akan

merasakan nyeri akibat inflamasi pada fascia, sehingga terjadi penumpukan zat-zat

iritan ynag dapat meningkatkan sensitifitas nosiceptor sehingga pasien merasakan

nyeri hingga ke tungkai bawah.

Nyeri yang muncul tersebut menyebabkan immobilisasi pada pasien

sehingga berdampak terjadinya disuse atrophy dan menyebabkan penurunan

produktivitas pada pasien tersebut. Pada penelitian ini peneliti mengukur intensitas

nyeri dengan menggunakan instrumen penggukuran menggunakan Verb Rating

Scale (VRS). Plantar fascitis juga menyebabkan menurunnya fleksibilitas otot

ankle dan menurunnya kekuatan dari otot ankle. Aktivitas sehari-hari pun
5

terganggu, fungsional ankle pun menjadi menurun. Untuk mengukur fungsional

ankle peneliti menggunakan Foot Ankle Ability Measure (FAAM) (Ayu,2014).

Seseorang yang mengalami cedera plantar fascitis masa pemulihannya

kurang lebih 3-4 minggu (J Orthop Sports Phys Ther, 2008). Dikatakan pulih dari

cedera plantar fascitis apabila pasien tersebut pola jalannya tidak antalgic gait

dan tidak merasa nyeri apabila berjalan, berlari, melompat pada saat beraktivitas.

Penatalaksanaan untuk kasus Plantar Fascitis ada beberapa cara yaitu dengan

dengan obat-obatan Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), Cortison

acetat, Methylprednisolon topical, melakukan operasi, dan yang terakhir dengan

fisioterapi.

Kasus plantar fascitis sering mengalami nyeri dan penurunan fungsional

ankle, maka diutamakanlah pendekatan fisioterapi. Penatalaksanaan yang

digunakan dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsional ankle pada

kasus plantar fascitis dapat menggunakan intervensi berupa modalitas, manual

terapi, dan terapi latihan.

Modalitas yang digunakan oleh peneliti adalah ultrasound. Ultrasound

merupakan modalitas fisioterapi yang memberikan efek mekanik dan efek heating

dan juga memberikan efek biologi. Gelombang suara yang digunakan dalam

ultrasound antara 2 sampai 10 MHz (2 sampai 10 000 000 siklus per detik) (Adam

Brooks et al, 2004). Ultrasound berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri,

peningkatan fungsional ankle dan ultrasound memberikan efek dalam

meregenerasi jaringan yang rusak.


6

Latihan calf raises merupakan latihan penguatan otot di bagian ankle.

Latihan ini sangat mudah dilakukan karena tidak memerlukan alat ketika latihan,

melainkan hanya menggunakan beban tubuh sendiri. Latihan calf raises dapat

mengativasi saraf sehingga proprioceptif juga meningkat (Ayu, 2014). Latihan

calf raises dapat meningkatkan fungsional, memulihkan fleksibilitas otot , daya

tahan otot dan stabilitas dari otot-otot ankle.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti akan memberikan kombinasi

modalitas ultrasound dan latihan Calf raises pada kasus plantar fascitis dan akan

memaparkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “ Kombinasi Modalitas

Ultrasound dan Latihan Calf Raises Efektif dalam Menurunkan Nyeri dan

Meningkatkan Fungsional Ankle pada Kasus Plantar Fascitis pada SPG di

Matahari Departement Store Lippo Mall Kuta dan Matahari Departement Store

Kuta Square.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan urutan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

dirumuskan adalah sebagai berikut :

Apakah penggunaan Pemberian kombinasi modalitas ultrasound dan

latihan calf raises efektif dalam menurunkan nyeri dan meningkatkan fungsional

ankle pada kasus plantar fascitis pada Sales Promotion Girl (SPG) di Matahari

Departement Store Lippo Mall Kuta dan Matahari Departement Store Kuta

Square?
7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah:

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk pengetahuan gambaran tentang

pemberian modalitas ultrasound dan latihan calf raises terhadap penurunan nyeri

dan peningkatan fungsional ankle pada kasus plantar fascitis.

1.3.2 Tujuan Khusus

Melihat penurunan nyeri dan peningkatan fungsional ankle sebelum dan

setelah diberikannya kombinasi modalitas ultrasound dan latihan calf raises pada

kasus plantar fascitis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai gambaran

tentang pemberian modalitas ultrasound dan latihan calf raises

terhadap penurunan nyeri dan peningkatan fungsional ankle pada

kasus plantar fascitis.

2. Dapat menjadi acuan di penelitian selanjutnya.


8

1.4.2 Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu:

1. Sebagai bahan informasi terhadap masyarakat yang mengalami

kasus plantar fascitis untuk menentukan intervensi yang cocok

untuk penyembuhan plantar fascitis.

2. Sebagai acuan pelayanan fisioterapi di masyarakat terutama

sebagai langkah promotif dan preventif untuk menurunkan nyeri

dan meningkatkan fungsional ankle pada kasus plantar fascitis.

Anda mungkin juga menyukai