DATA
A. Penghitungan Berat Kasar Protein
Ulangan Perlakuan
--gram--
kontrol 0,5 ml/L 1 ml/L 1,5 ml/L 2 ml/L
1 20,7 63,4 70,9 89,7 98,7
2 20,3 61,7 70,6 76,2 93,1
3 19,0 65,1 70,1 82,6 94,3
4 21,8 60,2 70,0 85,7 98,5
5 20,5 63,0 72,1 89,1 98,4
total 102,3 313,4 353,7 423,3 483
Rata-rata 20,46 62,68 70,74 84,66 96,6
Parameter Aroma
Ulangan Parameter Aroma
Kontrol 0,5 ml/L 1 ml/L 1,5 ml/L 2 ml/L
1 7 8 9 8 6
2 5 8 9 9 7
3 7 6 9 8 7
4 7 7 10 7 7
5 6 8 7 7 7
Parameter Tekstur
Ulangan Parameter Tekstur
Kontrol 0,5 ml/L 1 ml/L 1,5 ml/L 2 ml/L
1 3 9 9 8 5
2 5 9 7 9 6
3 5 8 9 10 7
4 7 8 8 10 3
5 4 8 10 10 3
Parameter Warna
Ulangan Parameter Warna
Kontrol 0,5 ml/L 1 ml/L 1,5 ml/L 2 ml/L
1 6 7 8 8 7
2 8 8 7 9 8
3 7 8 9 10 9
4 8 8 7 8 8
5 8 8 10 10 9
2. ANALISIS DATA
1. Analisis Data Berat Kasar Protein
100
80
60
Berat Kasar Protein pada Keju
40
20
0
kontrol 0,5 ml/L 1 ml/L 1,5 ml/L 2 ml/L
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa berat kasar protein yang
paling tinggi ke rendah adalah pada penambahan enzim rennet sebesar 2 ml/L yaitu
96,6 g, kemudian penambahan enzim rennet sebesar 1,5 ml/L yaitu 84,66 g,
penambahan enzim rennet sebesar 1 ml yaitu 70,74 g, penambahan enzim rennet
sebesar o,5 ml/L yaitu 62,68 g, dan yang tidak ditambahi enzim rennet sebesar 20,46 g.
Tabel untuk analisis statistik
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
1 2 3 4 5
Kontrol 20,7 20,3 19 21,8 20,5 102,3 20,46
0,5 ml/L 63,4 61,7 65,1 60,2 63 313,4 62,68
1 ml/L 70,9 70,6 70,1 70 72,1 353,7 70,74
1,5 ml/L 89,7 76,2 82,6 85,7 89,1 423,3 84,66
2 ml/L 98,7 93,1 94,3 98,5 98,4 483 96,6
Total 1675,7
𝜎2 1675,72
FK= 𝑟 𝑥 𝑛 = = 112318,8
5𝑥5
= 129423,4 - 112318,8
= 17104,53
102,32 + 313,42 + ...+ 4832
JK Perlakuan = - FK
5
= 16933,27
= 17104,53 - 16933,27
= 171,264
Tabel ANOVA
SK db JK KT Fhitung FTabel 5%
Perlakuan 4 16933,27 4233,317 494,3615 2,87
Galat 20 171,264 8,5632
Total 24 17104,53
Fhitung (=494,3615) > F0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari berat kasar
protein akibat perlakuan konsentrasi rennet. Perbedaan ini ada pada taraf 5%. Untuk
mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dan adanya perbedaan nyata dari tiap
perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut BNT.
2 𝐾𝑇 𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡
BNT0,05= t0,05x √
𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
= 2,086 x 1,850751198837921
= 3, 861
Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
skor rasa 25 4.4400 2.94505 1.00 10.00
Penambahan rennet 25 1.000 .7217 .0 2.0
Kruskal-Wallis
Ranks
Penam
bahan
rennet N Mean Rank
skor rasa P3 5 10.50
P2 5
P4 5
P0 5
P1 5 3.00
Total 25
Test Statisticsa,b
skor rasa
Chi-Square 9.598
df 1
Asymp.
.002
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Penambahan rennet
Berdasarkan hasil uji kruskal-wallis P3 (penambahan rennet 1.5 ml/L) menghasilkan rangking
mean tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keju hasil P3 memiliki rasa yang paling
disukai. Selain itu uji sattistik menunjukkan P value atau nilai sig (0.002)<0.05, maka dapat
disimpulan bahwa konsentrasi penambahan rennet mempengaruhi rasa dari keju.
Parameter Aroma
Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
skor aroma 25 7.4400 1.15758 5.00 10.00
Penambahan rennet 25 1.000 .7217 .0 2.0
Kruskal-Wallis
Ranks
Penam
bahan
rennet N Mean Rank
skor aroma P2 5 9.90
P3 5
P1 5
P4 5
P0 5 4.20
Total 25
Test Statisticsa,b
skor aroma
Chi-Square 6.151
df 1
Asymp.
.013
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Penambahan rennet
Berdasarkan hasil uji kruskal-wallis P2 (penambahan rennet 1.0 ml/L) menghasilkan rangking
mean tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keju hasil P2 memiliki aroma yang paling
disukai. Selain itu uji statistik menunjukkan P value atau nilai sig (0.013)<0.05, maka dapat
disimpulan bahwa konsentrasi penambahan rennet mempengaruhi aroma dari keju.
Parameter Tekstur
Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
skor tekstur 25 7.2000 2.32737 3.00 10.00
Penambahan rennet 25 1.000 .7217 .0 2.0
Kruskal-Wallis
Ranks
Penam
bahan
rennet N Mean Rank
skor tekstur P3 5 10.45
P2 5
P1 5
P4 5
P0 5 3.10
Total 25
Test Statisticsa,b
skor tekstur
Chi-Square 9.286
df 1
Asymp.
.002
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Penambahan rennet
Berdasarkan hasil uji kruskal-wallis P3 (penambahan rennet 1.5 ml/L) menghasilkan rangking
mean tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keju hasil P3 memiliki tekstur yang paling
disukai. Selain itu uji statistik menunjukkan P value atau nilai sig (0.002)<0.05, maka dapat
disimpulan bahwa konsentrasi penambahan rennet mempengaruhi tekstur dari keju.
Parameter Warna
Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
skor warna 25 8.1200 1.01325 6.00 10.00
Penambahan rennet 25 1.000 .7217 .0 2.0
Kruskal-wallis
Ranks
Penam
bahan
rennet N Mean Rank
skor warna P3 5 8.50
P2 5
P4 5
P1 5
P0 5 7.00
Total 25
Test Statisticsa,b
skor warna
Chi-Square .402
df 1
Asymp.
.526
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Penambahan rennet
Berdasarkan hasil uji kruskal-wallis P3 (penambahan rennet 1.5 ml/L) menghasilkan rangking
mean tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa keju hasil P3 memiliki warna yang paling
disukai. Selain itu uji statistik menunjukkan P value atau nilai sig (0.526)>0.05, maka dapat
disimpulan bahwa konsentrasi penambahan rennet tidak mempengaruhi warna dari keju.
Pembahasan
Praktikum kali ini dengan topik pengaruh konsentrasi enzim rennet dan penggunakan
bakteri lactobacillus bulgaricus dan streptococcus thermophillus terhadap kualitas dan berat
kasar protein keju. Keju merupakan produk olahan susu dengan gizi tinggi. Masa simpan
selama 5 hari-15 hari tergantung pada jenisnya. Keju berasal dari hasil kumpulan dadih yang
diberi garam dan diperas membentuk padatan yang massif. Dengan penyaringan gumpalan
susu menggunakan kain saring, maka cairan terbentuk terbentuk keju yang kaya akan protein.
Dengan adanya penambahan starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococous lactis
dapat mempercepat gumpalan keju yang menjadi padatan masif. Dan sebagian dapat bereaksi
dengan membentuk protein yang terdapat asam amino yang memberi cita rasa dan tekstur keju
(Geantaresa dan Titin, 2010)
Pada praktikum ini digunakan enzim rennet sebagai koagulan, untuk perlakuanya
dilakuan 5 macam perlakuan yaitu kontrol, enzim rennet dengan dosis 0,5 ml/L, 1 ml/L, 1,5
ml/L, dan 2 ml/L. Digunakanya enzim rennet sebagai koagulan karena enzim rennet memiliki
kemampuan yang besar dalam mengkoagulasikan susu (Fox dan Stepaniak,2000). Proses
koagulasi dalam pembuatan keju terjadi melalui dua macam reaksi yaitu terjadinya perubahan
keasaman dan proses proteolisis (Adnan 1984). Kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1.
1. Penambahan enzim rennet sebesar 2 ml/L menghasilkan berat protein kasar keju
yang paling tinggi yaitu 96,6 g dan memiliki perbedaan nyata dengan perlakuan
lainnya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tingkat penambahan
dosis rennet akan berpengaruh pada penurunan pH sehingga menyebabkan
keasaman yang tinggi dan dapat menyebabkan asam sitrat lebih banyak
mendenaturasi protein susu.
2. Kualitas keju diukur dengan menggunakan uji organoleptik yangmemunyai 4
parameter, meliputi parameter rasa, parameter warna, parameter tekstur dan
parameter aroma. Dari keempat parameter yang ada perlakuan p3 dengan
pemberian enzim rennet sebesar 1,5 ml/L menunjukkan yang paling disukai oleh
panelis.
Daftar Rujukan
Geantaresa, E. dan FM. Titin. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain sebagai Koagulan pada
Pembuatan Keju Cottage Menggunakan Bakteri. Jurnal Saines dan Teknologi Kimia 1
(1):38-43.
Fox, P. F., and L. Stepaniak. 2000. Enzymes in Cheese Technology. International Dairy Journal
3: 509-530.
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu . Fakultas Pertanian, UGM :
Yogyakarta.
Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Walther, B., A. Schmid, R. Sieber, and K. Wehrmüller. 2008. Cheese in Nutrition and Health.
Dairy Science and Technology 88: 389-405.
SCOTT, R. 1978. ‘Rennets’ and Cheese. Di dalam Topics in Enzyme and Fermentation
Biotechnology. Vol. 3. Edited by: A. Wiseman. John Wiley & Sons. New-York
.
Esti, Waluyaningrum. 2005. Produksi Keju dari Susu Kedelai (Glicine max) dengan
Penambahan Lactococcus lactis. Palembang: Universitas Bina Darma.
Dadang, Gusyana. 2006. Fungsi Lemak pada Pangan. Manado. MIPA UNPAD.
Kapoor, R., and L. E. Metzger. 2008. Process Cheese: Scientific and Technological
Aspects—A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety
7: 194-214.