Anda di halaman 1dari 9

19

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini diawali dengan perancangan alat, alat yang

pertama gunakan untuk merancang alat deodorisasi yaitu menggunakan panci

presto yang di tambahkan dengan pengatur suhu, dan vakum dari suat lubang

yang tersedia dalam panci presto, dengan menggunakan panas dari kmpor, namun

alat tersebut tidak akurat digunakan, karena kapasitas yang terlalu besar, suhu

yang ingin dicapai sulit terkontrol.

Kemudian yang kedua alat yang digunakan yaitu menggunakan tabung

fermentor dengan pemanas

Penelitian pendahuluan pada penelitian ini yaitu untuk melihat kemampuan

serta memilih parameter perlakuan yang sesuai dengan kemampuan alat.

Deodorisasi dilakukan terutama untuk menghilangkan komponen-komponen

volatil yang mengakibatkan bau yang tidak dikehendaki . Komponen-komponen ini

adalah senyawa keton, aldehid, alkohol, asam lemak bebas, dsb.

Kondisi proses deodorisasi melibatkan pengaturan suhu, serta tekanan

vakum. Untuk mendapatkan kondisi proses yang baik dan stabil, perlu dilakukan

uji coba proses. Kondisi proses uji coba ini disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi Proses Uji Coba Deodorisasi

Parameter Kondisi Nilai

Tekanan Vakum 0,2- 0,4 bar


20

Kapasias 1 kg

Suhu Deodorisasi 130o C

140o C

150oC

Waktu Deodorisasi 1 Jam

Adapun proses uji coba ini pertama-tama, mempersiapkan bahan (minyak

sawit merah), kemudian dilakukan uji kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar

Karoten , dan warna untuk mengetahui data bahan sebelum diproses deodorisasi.

Setelah itu maka, langkah selanjutnya yaitu tahap deodorisasi. Untuk melakukan

proses deodorisasi melibatkan pengaturan suhu, serta tekanan vakum.

Proses deodorisasi yang umumnya dilakukan di industri minyak makan

terjadi pada suhu lebih dari 180oC dan vakum kurang dari 5 mmHg (Greyt dan

Kellens 2005). Pada kondisi ekstrim tersebut, komponen mikronutrien penting

seperti karoten, tokol, dan sterol mengalami kerusakan atau hilang sehingga

menghasilkan minyak yang memiliki kualitas nutrisi rendah. Hampir sebagian

besar jumlah karoten hilang pada saat deodorisasi pada kondisi praktis tersebut

(Ferrari et al. 1996). Maka Suhu yang kita gunakan untuk uji coba alat deodorisasi

yaitu 130oC, 140oC, dan 150oC dengan tekanan vakum sebesar 0,4 bar.

Penggunaan panas yang digunakan pada uji coba ini yang petama dilakukan

yaitu dengan menggunakan kompor. Namun dengan menggunakan kompor sebagai

sebagai pemanas, suhu yang diinginkan membuat susah dikendalikan sulit dalam

penjagaan suhu, hal dikarenakan suhu panas yang dihantarkan oleh kompor

berlangsung sangat cepat serta menuntut unuk selalu dilakukan pengawasan.

Kemudian beralih menggunakan hot plat sebagai sumber pemanas, dan pada
21

akhirnya suhu yang di inginkan tercapai, dan mudah dikendailikan sehingga suhu

dapat dipertahankan pada kondisi yang ditentukan. Proses deodorisasi kemudian

dikendalikan dengan mempertahankan suhu dan tekanan vakum selama waktu yang

ditentukan. Pada uji coba ini proses deodorisasi dilakukan dengan waktu kontak

selama 1 jam. Setelah waktu deodorisasi tercapai, suhu diturunkan dengan Cara

mematikan hot plate, sampai suhu di bawah 60oC yang diikuti dengan dimatikannya

pompa vakum. Kemudian minyak yang telah dideodorisasi dikeluarkan dan di

proses analisis fisko kimia.

Minyak sawit merah hasil uji coba deodorisasi selanjutnya diuji secara

fisiko kimia yang meliputi kadar air, kadar asam lemak bebas, dan warna. Dalam

uji coba proses deodorisasi, dilakukan 1 kali ulangan dalam 3 perlakuan.

Tabel.1 Hasil uji coba ini disajikan.

Suhu Sebelum deodorisasi Suhu Setelah Deodorisasi


Parameter
130oC 140oC 150oC 130oC 140oC 150oC

Kadar Air (%) 0,1 0,1 0,1 0 0 0

Kadar ALB (%) 1,87 1,87 1,87 2,13 2,18 2,21

Warna, sekala lovibond


27,3 27,3 27,3 23,1 16,2 3,8
Tintometer (Red)

Berdasarkan hasil uji coba deodorisasi, dapat dilihat bahwa proses

deodorisasi dapat mereduksi kadar air sampai dengan 0%. Kadar asam lemak bebas

setelah dideodorisasi pada suhu 130-150 oC mengalami perubahan naiknya kadar

asam lemak bebas dibandingkan dengan minyak yang belum dideodorisasi. Uji

warna menyaakan bahwa semakin tinggi suhu semakin hilang pigmen warna
22

merahnya. Dan pada suhu 150oC minyak tersebut mengalami perubahan warna

merah yang sanggat rendah, maka pormulasi pada suhu tersebut tidak dapat kami

gunakan. hasil uji coba deodorisasi ini menyatakan bahwa alat yang digunakan

untuk deodorisasi berjalan dengan baik.

4.2. Proses Deodorisasi

Tahap deodorisasi dilakukan dengan beberapa perlakuan yaitu mengikuti

rancangan acak lengkap dengan dua ulangan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk

mengamati faktor suhu terhadap beberapa parameter kualitas fisiko kimia akibat

proses deodorisasi.Hasil pengamatan terhadap beberapa parameter diuraikan

berikut ini.

4.2.1. Reduksi kadar air

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa tidak adanya beda nyata untuk

setiap perlakuan . Proses deodorisasi pada suhu 120 oC ,130, dan 140 selama 1 ,

ternyata mampu mereduksi kadar air sampai 100% walaupun dengan berbagai

nilai kadar air awal yang berbeda

Tabel. Pengaruh de odorisasi terhadap Kadar air

Suhu Deodorisasi Kadar Air Awal (%) Kadar Air Akhir(%)

120oC 0,09 0

130 oC 0,09 0

140 oC 0,09 0
23

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengaruh deodorisasi pada minyak

sawit merah dapat mengurangi kadar air, bahkan dapat mehilangkan seluruhnya.

Reduksi kadar air ini disebabkan oleh molekul-molekul air yang menguap

ketika berlangsung proses deodorisasi dalam kondisi vakum. Secara teori, tekanan

vakum menyebabkan peningkatan tekanan uap dari molekul-molekul air, sehingga

air lebih mudah menguap pada suhu di bawah titik didih atmosferik. Kombinasi

suhu tinggi dan tekanan rendah (subatmosferik) membantu penguapan molekul air,

yang kemudian dilucuti terutama lewat absorpsi ke dalam gelembung gas nitrogen

(Tsiadi et al. 2001)..Pada kondisi normal (atmosferik), air akan mulai menguap

pada suhu 100oC. Pada tekanan vakum 20 mmHg, air akan mulai menguap pada

suhu 22.1 o C. Titik didih air akan terus berkurang sesuai dengan berkurangnya
o
tekanan. Proses deodorisasi ini dilakukan pada suhu di atas 100 C di bawah

tekanan vakum sekitar 20 mmHg, sehingga residu air dalam minyak akan sangat

berkurang sampai tingkat maksimum.

Titik didih air pada berbagai tekanan subatmosferik

Tekanan (mm Hg) Titik didih ( oC )

760 100

400 83,0

200 66,5

100 51,6

60 41,5

40 34,0

20 22,1
24

10 11,2

5 1,2

1 -17,3

(Liley et al. 1999)

4.2.2. Kadar Asam Lemak Bebas

Suhu (oC) Kadar ALB awal (%) Kadar ALB akhir (%)

120 0,99 1,70

130 1,88 2,08

140 1, 63 2,49

Dapat diketahu Kadar asam lemak bebas setelah dideodorisasi pada suhu

120-140 oC mengalami perubahan dibandingkan dengan minyak yang belum

dideodorisasi (Tabel ). Kadar ALB mengalami peningkatan, yang mungkin disebab

kan terjadinya pemekatan konsentrasi akibat sebagian komponen yang lebih volatil

menguap selama deodorisasi.kadar asam lemak bebas cenderung naik setelah

deodorisasi pada 120oC dan 140oC.

Tsiadi et al. (2001) mengamati kecenderungan yang sama pada proses

deodorisasi 1 L minyak biji bunga matahari pada suhu di 25-150 oC dengan gas

nitrogen pada tekanan vakum 3 mbar (2.25 mmHg).

Yusoff et al. (1996) mengamati bahwa penurunan asam lemak bebas mulai

terjadi pada 170 o C untuk minyak netral yang dideodorisasi pada kondisi vakum.

4.2.3. Aroma (Odor)


25

Aroma minyak sawit tersusun atas campuran berbagai macam senyawa

organik yang kompleks. Deodorisasi merupakan proses yang berfungsi terutama

untuk menghilangkan komponen aroma (odor) yang tidak diinginkan dalam

minyak. Komponen-komponen odor merupakan molekul-molekul volatil, yang

memiliki berat molekul kecil seperti senyawa aldehid dan keton, dan dalam minyak

makan biasanya terdapat dalam konsentrasi beberapa ppm. Oleh karena senyawa

volatil dapat dideteksi secara organoleptik, evaluasi sensori umum dilakukan untuk

menguji aroma (odor) dari minyak.

AROMA
3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
120oC 130oC 140oC

Keterangan:

1.tidak bau khas minyak sawit

2. agak bau khas minyak sawit

3. bau khas minyak sawit

4. sangat bau khas minyak sawit

5. amat sangat bau khas minyak sawit

Dapat diketahui bahwa dilihat dari pengujian warna, semakin tinggi suhu

yang digunkan pada proses deodorisasi yang ditentukan maka aroma yang
26

dihasilkan semakin rendah. Akan tetapi, hal ini akan jauh mengurangi tingkat

retensi karoten yang diperoleh. Maka pemilihan kondisi deodorisasi terbaik adalah

dengan mempertimbangkan retensi karoten yang tinggi serta berkurangnya

intensitas odor secara signifikan. Hal ini ditentukan oleh odor dan pigmen warna

merah yang tinggi proses deodorisasi pada suhu 130o C selama 1 jam adalah kondisi

kerbaik.

4.2.4. Perubahan warna

Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen karoten yang larut

dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. (Ketaren

2005). Warna merah pekat yang muncul pada CPO diakibatkan oleh kandungan

komponen karotenoidnya yang tinggi (500-2000 ppm). α-karoten dan terutama

β-karoten merupakan komponen utama (sekitar 90% dari total karotenoid) (Ooi

etal. 1996). Inilah yang membedakannya dengan minyak inti sawit (PKO).

Perbedaan kedua jenis minyak ini terutama terletak pada kandungan karotenoid,

dimana CPO mengandung pigmen karotenoid sehingga berwarna jingga

kemerahan, sedangkan PKO tidak mengandung karotenoid (Muchtadi 1992).


27

diagram uji warna minyak sawit merah


35
30
9
25
20
10.8
15
23.1 12.2
10
5 11.6
6.1
0
120 130 140

red yelow

Dapat dilihat dari hasil pengukuran warna dengan menggunakan lovibond

tintometer menunjuan bahwa penurunan warna terhadap minyak setelah proses

deodorisasi. Warna diukur dengan nilai R (merah), nilai R pada skala Lovibond

bervariasi antara 6,1-23,1. Reduksi terbesar yaitu pada perlakuan suhu 140oC,

hingga nilai wana R 6,1. Semakin tinggi suhu proses deodorisasi maka semakin

tinggi kerusakan betakaroten, dan secara fisik warna minyak akan terlihat semakin

pucat.

Eskin (1979) mengemukakan pengaruh suhu terhadap karotenoid.

Karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi sehingga terjadi

dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karotenoid

atau terjadi pemucatan.

Pigmen jingga-kemerahan sangat berkaitan dengan kadar karoten dalam

minyak sawit. Kadar karoten yang rendah ditunjukkan dengan warna minyak yang

lebih pucat. Pemucatan warna pada minyak merah terkait dengan produk-produk

dekomposisi β-karoten. Produk dekomposisi β-karoten pada minyak sawit yang

terjadi selama proses deodorisasi telah diamati oleh Ouyang et al. (1980)

Anda mungkin juga menyukai