presto yang di tambahkan dengan pengatur suhu, dan vakum dari suat lubang
yang tersedia dalam panci presto, dengan menggunakan panas dari kmpor, namun
alat tersebut tidak akurat digunakan, karena kapasitas yang terlalu besar, suhu
vakum. Untuk mendapatkan kondisi proses yang baik dan stabil, perlu dilakukan
uji coba proses. Kondisi proses uji coba ini disajikan dalam Tabel 2.
Kapasias 1 kg
140o C
150oC
sawit merah), kemudian dilakukan uji kadar air, kadar asam lemak bebas, kadar
Karoten , dan warna untuk mengetahui data bahan sebelum diproses deodorisasi.
Setelah itu maka, langkah selanjutnya yaitu tahap deodorisasi. Untuk melakukan
terjadi pada suhu lebih dari 180oC dan vakum kurang dari 5 mmHg (Greyt dan
seperti karoten, tokol, dan sterol mengalami kerusakan atau hilang sehingga
besar jumlah karoten hilang pada saat deodorisasi pada kondisi praktis tersebut
(Ferrari et al. 1996). Maka Suhu yang kita gunakan untuk uji coba alat deodorisasi
yaitu 130oC, 140oC, dan 150oC dengan tekanan vakum sebesar 0,4 bar.
Penggunaan panas yang digunakan pada uji coba ini yang petama dilakukan
sebagai pemanas, suhu yang diinginkan membuat susah dikendalikan sulit dalam
penjagaan suhu, hal dikarenakan suhu panas yang dihantarkan oleh kompor
Kemudian beralih menggunakan hot plat sebagai sumber pemanas, dan pada
21
akhirnya suhu yang di inginkan tercapai, dan mudah dikendailikan sehingga suhu
dikendalikan dengan mempertahankan suhu dan tekanan vakum selama waktu yang
ditentukan. Pada uji coba ini proses deodorisasi dilakukan dengan waktu kontak
selama 1 jam. Setelah waktu deodorisasi tercapai, suhu diturunkan dengan Cara
mematikan hot plate, sampai suhu di bawah 60oC yang diikuti dengan dimatikannya
Minyak sawit merah hasil uji coba deodorisasi selanjutnya diuji secara
fisiko kimia yang meliputi kadar air, kadar asam lemak bebas, dan warna. Dalam
deodorisasi dapat mereduksi kadar air sampai dengan 0%. Kadar asam lemak bebas
asam lemak bebas dibandingkan dengan minyak yang belum dideodorisasi. Uji
warna menyaakan bahwa semakin tinggi suhu semakin hilang pigmen warna
22
merahnya. Dan pada suhu 150oC minyak tersebut mengalami perubahan warna
merah yang sanggat rendah, maka pormulasi pada suhu tersebut tidak dapat kami
gunakan. hasil uji coba deodorisasi ini menyatakan bahwa alat yang digunakan
rancangan acak lengkap dengan dua ulangan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mengamati faktor suhu terhadap beberapa parameter kualitas fisiko kimia akibat
berikut ini.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa tidak adanya beda nyata untuk
setiap perlakuan . Proses deodorisasi pada suhu 120 oC ,130, dan 140 selama 1 ,
ternyata mampu mereduksi kadar air sampai 100% walaupun dengan berbagai
120oC 0,09 0
130 oC 0,09 0
140 oC 0,09 0
23
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengaruh deodorisasi pada minyak
sawit merah dapat mengurangi kadar air, bahkan dapat mehilangkan seluruhnya.
Reduksi kadar air ini disebabkan oleh molekul-molekul air yang menguap
ketika berlangsung proses deodorisasi dalam kondisi vakum. Secara teori, tekanan
air lebih mudah menguap pada suhu di bawah titik didih atmosferik. Kombinasi
suhu tinggi dan tekanan rendah (subatmosferik) membantu penguapan molekul air,
yang kemudian dilucuti terutama lewat absorpsi ke dalam gelembung gas nitrogen
(Tsiadi et al. 2001)..Pada kondisi normal (atmosferik), air akan mulai menguap
pada suhu 100oC. Pada tekanan vakum 20 mmHg, air akan mulai menguap pada
suhu 22.1 o C. Titik didih air akan terus berkurang sesuai dengan berkurangnya
o
tekanan. Proses deodorisasi ini dilakukan pada suhu di atas 100 C di bawah
tekanan vakum sekitar 20 mmHg, sehingga residu air dalam minyak akan sangat
760 100
400 83,0
200 66,5
100 51,6
60 41,5
40 34,0
20 22,1
24
10 11,2
5 1,2
1 -17,3
Suhu (oC) Kadar ALB awal (%) Kadar ALB akhir (%)
140 1, 63 2,49
Dapat diketahu Kadar asam lemak bebas setelah dideodorisasi pada suhu
kan terjadinya pemekatan konsentrasi akibat sebagian komponen yang lebih volatil
deodorisasi 1 L minyak biji bunga matahari pada suhu di 25-150 oC dengan gas
Yusoff et al. (1996) mengamati bahwa penurunan asam lemak bebas mulai
terjadi pada 170 o C untuk minyak netral yang dideodorisasi pada kondisi vakum.
memiliki berat molekul kecil seperti senyawa aldehid dan keton, dan dalam minyak
makan biasanya terdapat dalam konsentrasi beberapa ppm. Oleh karena senyawa
volatil dapat dideteksi secara organoleptik, evaluasi sensori umum dilakukan untuk
AROMA
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
120oC 130oC 140oC
Keterangan:
Dapat diketahui bahwa dilihat dari pengujian warna, semakin tinggi suhu
yang digunkan pada proses deodorisasi yang ditentukan maka aroma yang
26
dihasilkan semakin rendah. Akan tetapi, hal ini akan jauh mengurangi tingkat
retensi karoten yang diperoleh. Maka pemilihan kondisi deodorisasi terbaik adalah
intensitas odor secara signifikan. Hal ini ditentukan oleh odor dan pigmen warna
merah yang tinggi proses deodorisasi pada suhu 130o C selama 1 jam adalah kondisi
kerbaik.
Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen karoten yang larut
dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. (Ketaren
2005). Warna merah pekat yang muncul pada CPO diakibatkan oleh kandungan
β-karoten merupakan komponen utama (sekitar 90% dari total karotenoid) (Ooi
etal. 1996). Inilah yang membedakannya dengan minyak inti sawit (PKO).
Perbedaan kedua jenis minyak ini terutama terletak pada kandungan karotenoid,
red yelow
deodorisasi. Warna diukur dengan nilai R (merah), nilai R pada skala Lovibond
bervariasi antara 6,1-23,1. Reduksi terbesar yaitu pada perlakuan suhu 140oC,
hingga nilai wana R 6,1. Semakin tinggi suhu proses deodorisasi maka semakin
tinggi kerusakan betakaroten, dan secara fisik warna minyak akan terlihat semakin
pucat.
minyak sawit. Kadar karoten yang rendah ditunjukkan dengan warna minyak yang
lebih pucat. Pemucatan warna pada minyak merah terkait dengan produk-produk
terjadi selama proses deodorisasi telah diamati oleh Ouyang et al. (1980)