PENDAHULUAN
1
Menurut Poi (2014), Praktik sebagai akuntan publik harus dilakukan pada
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang telah mendapatkan ijin dari Departemen
Keuangan. KAP merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa profesional
yang dituntut memberikan perhatian yang besar untuk meningkatkan sumber daya
manusia. Aset utama yang harus dimiliki oleh sebuah KAP adalah sumber daya
manusia yang professional yang mampu bertanggungjawab kepada publik. Auditor
yang bekerja pada KAP harus memiliki upaya untuk meningkatkan kinerja dalam
menjalankan profesinya. Seorang akuntan yang professional dapat terlihat dari
kinerja akuntan tersebut dalam menjalankan tugas yang diberikan dan fungsinya
(Rahmawati, 2011). Untuk mengetahui kualitas dari audit perlu diperhatikan kinerja
dari masing-masing auditor.
Menurut Kalbers & Fogarty (1995) menyatakan bahwa kinerja merupakan
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan. Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama
(Rivai dan Basri, 2005:50). Kinerja auditor merupakan ukuran hasil yang sesuai
dengan penugasan dari auditee dan menjadi tanggungjawab pada auditor serta dapat
dijadikan ukuran prestasi untuk menilai apakah suatu pekerjaan yang dilaksanakan
sudah baik atau sebaliknya. Kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
kepuasan kerja yang dimiliki. Menurut Fanani, dkk (2008) kondisi kerja yang
kurang kondusif dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap akuntan
publik sebagai pihak yang independen dalam mengaudit laporan keuangan.
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja auditor adalah tekanan anggaran
waktu (time budget pressure) yang diberikan oleh KAP. Berdasarkan teori U
terbalik yang dipaparkan oleh Robbins (2006) dalam Ratnaningtias (2014)
menyebutkan logika yang mendasari teori U terbalik adalah bahwa stress pada
tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan
bereaksi. Tetapi sebaliknya, apabila tingkat stres dianggap berlebihan maka akan
2
menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai, yang mengakibatkan kinerja
menurun.
Menurut Dezoort (2002) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
tekanan waktu adalah persaingan fee antara kantor akuntan publik, kemampuan laba
perusahaan, dan keterbatasan personil. Auditor yang menghadapi tekanan waktu
dapat merespon dalam dua cara yaitu dengan bekerja lebih keras, atau semakin
efisien dalam menggunakan waktu. Tekanan waktu sering dipandang dapat
menurunkan kinerja, namun apabila alokasi waktu dilakukan dengan tepat justru
berfungsi sebagai mekanisme kontrol dan suatu indikator keberhasilan bagi kinerja
auditor dan kantor akuntan publik (Cook & Kelley, 1991).
Tekanan anggaran waktu menyebabkan adanya tuntutan yang muncul akibat
tidak seimbangnya tugas dan waktu yang tersedia serta mempengaruhi etika
professional melalui sikap, nilai, perhatian dan perilaku auditor (Sososutikno,
2003). Time budget pressure disebabkan oleh tingkat persaingan yang semakin
tinggi antar KAP (Simanjuntak, 2008). Tuntutan laporan yang berkualitas dengan
waktu yang terbatas merupakan tekanan tersendiri bagi auditor. Dalam praktiknya
anggaran waktu dapat dijadikan sebagai suatu alat dalam mengukur efisiensi kerja
auditor. Oleh sebab itu, auditor dipaksa untuk melaksanakan tugasnya sesuai
dengan waktu yang telah dianggarkan. Kondisi tersebut cenderung membuat
auditor tertekan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga auditor cenderung
melanggar prosedur audit yang telah ditetapkan.
Selain itu faktor yang mempengaruhi kinerja auditor adalah fee audit.
Menurut Sukrisno Agoes (2012:18) Fee Audit merupakan besarnya biaya
tergantung dari risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat
keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tesebut, struktur biaya KAP
yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainya. Auditor dapat mengalami
tekanan harga (lowballing) dari klien yang selanjutnya dapat mempengaruhi
kualitas audit. Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor
agar mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan
selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya. Bagi
3
pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai sejauh mana akuntan
publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa audit yang diberikannya.
Faktor yang juga dapat mempengaruhi kinerja yaitu motivasi auditor. Dalam
menjalani kehidupan setiap individu memiliki banyak kebutuhan yang harus
dipenuhinya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan seorang individu harus
mempunyai motivasi yang besar dalam menjalankan pekerjaannya. Berdasarkan
teori pengharapan yang dikemukakan oleh Vroom (1964) dalam bukunya yang
berjudul “Work and Motivation” yang mengetengahkan suatu teori yang disebut
dengan “Teori Pengharapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu
hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Menurut Siagian (2009) motivasi adalah daya pendorong yang
menyebabkan seorang individu mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan
untuk melakukan yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut Mills (1993) dalam
Nor (2012), motivasi auditor dalam melaksanakan audit pada dasarnya adalah untuk
melanjutkan usaha dan keberlangsungan bisnis yang menguntungkannya. Motivasi
auditor juga timbul karena yakin bahwa dia mampu melakukan audit tersebut,
disamping adanya permintaan pelanggan dan adanya beberapa kebutuhan
komersial. Tan (2000) dalam Nor (2012) menyatakan ada beberapa faktor motivasi
yang dipertimbangkan auditor dalam bekerja yaitu adanya variasi tugas dan
aktivitas, fee audit, peningkatan status, adanya penghargaan yang akan diberikan
dan untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja.
Penelitian terdahulu yang menjadi pedoman dalam penelitian ini yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2014), Wiwi (2015), Purba (2012) dan
Arisinta (2013) menyatakan bahwa fee audit berpengaruh positif terhadap kualitas
audit. Karena dalam penelitian ini kualitas audit diukur dari kinerja auditor tersebut.
Wahyudi Nor (2012) dan Wiwi (2015) menyatakan bahwa adanya pengaruh yang
positif signifikan antara fee audit terhadap motivasi auditor. Penelitian sebelumnya
oleh Nurlely (2010) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa time budget
4
pressure berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit. Secara parsial time
budget pressure memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kualitas audit
dan penelitian yang dilakukan oleh Arisinta (2013) menyebutkan bahwa time
budget pressure berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sedangkan Penelitian
pendahulu terkait kinerja auditor juga telah dilakukan oleh Christiyanto (2011) dan
Sujana (2012) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh
positif terhadap kinerja auditor independen.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat tema ini
dengan memasukan motivasi sebagai variabel intervening. Karena motivasi auditor
dalam bekerja akan sangat mendukung tercapainya suatu tujuan perusahaan atau
organisasi. Semakin tinggi motivasi yang dimiliki oleh seorang auditor akan
membawa keberhasilan kerja bagi auditor dan dapat mendorong tercapainya kinerja
yang lebih baik (Badjuri, 2009).
Sehingga berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengangkat judul
“Motivasi Auditor Sebagai Pemediasi Pengaruh Fee Audit dan Time Budget
Pressure Pada Kinerja Auditor Kantor Akuntan Publik Di Provinsi Bali”.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu terletak pada
motivasi auditor sebagai variabel intervening yang diduga akan memediasi
pengaruh fee audit dan time budget pressure pada kinerja auditor.
5
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk menguji pengaruh fee audit pada kinerja auditor.
2) Untuk menguji pengaruh time budget pressure pada kinerja auditor.
3) Untuk menguji pengaruh fee audit pada motivasi auditor.
4) Untuk menguji pengaruh time budget pressure pada motivasi auditor.
5) Untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh fee audit dan time budget
pressure pada kinerja auditor melalui motivasi auditor.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi, informasi dan
wawasan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan sumbangan
pemikiran yang berarti bagi pengembangan kurikulum mahasiswa akuntansi.
Peneliti juga berharap penelitian ini dapat menjadi bahan kajian dalam penelitian
serta pengembangan dalam ilmu pengetahuan demi kemajuan didunia pendidikan.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
7
cenderung melakukan perilaku yang diinginkannya meskipun bertentangan dengan
prosedur audit. Perilaku tersebut dimotivasi oleh keinginan untuk mempertahankan
dirinya agar dapat mencapai kinerja yang baik di KAP (Suprianto, 2009).
Menurut Otley & Pierce (1996) bahwa perilaku disfungsional auditor
dipengaruhi oleh tingkat time budget pressure yang dihadapi dalam penugasan
audit. Semakin besar time budget pressure maka akan semakin besar pula auditor
akan melakukan perilaku disfungsional. Perilaku disfungsional tersebut menurut
Otley dan Pierce (1996) terdiri dari audit quality reduction behaviour (AQRB), dan
under reporting of time (URT).
8
banyak dukungan secara empiris. Tetapi, teori U terbalik dinyatakan sesuai dengan
kondisi ketika auditor berada dalam suatu tekanan anggaran waktu.
Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat besar akan
menyebabkan tingkat stres yang tinggi yang berpengaruh terhadap reduced audit
quality maupun under reporting of time. Sebaliknya jika tekanan anggaran waktu
yang rendah berpengaruh terhadap penurunan kemungkinan terjadinya perilaku
reduced audit quality maupun under reporting of time.
2.1.3 Auditing
Menurut Mulyadi (2002:9), auditing secara umum merupakan proses
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan dengan kriteria yang telah
ditentukan, serta menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Agoes (2008:3), auditing adalah suatu pemeriksaan
yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Kompetensi orang-orang
yang melakukan audit akan tidak ada nilainya jika mereka tidak independen dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti (Arens, et.al, 2008:5).
9
diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tesebut,
struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainya.
Menurut Poi (2014) menyatakan terdapat beberapa indikator dari fee audit
yaitu :
a. Risiko penugasan
b. Kompleksitas jasa yang diperlukan
c. Struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesi lainnya
d. Ukuran KAP
Berdasarkan hasil keputusan lnstitut Akuntan Publik lndonesia (IAPl)
No.KEP/024/IAPI/VII/2008, menyebutkan bahwa akuntan publik harus
menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa profesional yang diberikan.
Elder (201l:80) menyatakan bahwa imbalan audit atas kontrak kerja audit
merefleksikan nilai wajar pekerjaan yang dilakukan secara khusus auditor harus
menghindari ketergantungan ekonomi tanpa batas pada pendapatan dari setiap
klien. Menurut Nor (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi fee yang akan
diterima oleh auditor maka motivasi auditor dalam menyelesaikan tugasnya akan
semakin tinggi. Fee yang akan diterima oleh auditor ini tentu saja dapat menunjang
motivasi auditor dalam bekerja. Apabila fee yang diterima auditor semakin tinggi
maka semakin besar pula tanggungjawab auditor dalam menyelesaikan tugasnya.
Menurut Putri (2012) menyatakan imbalan yang terlalu rendah atau secara
signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor akan menimbulkan
keraguan mengenai kemampuan anggota dalam menerapkan standar teknis dan
standar professional yang berlaku.
10
dapat memenuhi anggaran waktu tersebut. Menurut Ahituv dan Igbaria (1998)
menyatakan bahwa ini berpengaruh pada kualitas kerja maupun kinerja auditor
tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi laporan audit yang dihasilkan.
Dengan adanya tekanan untuk menyelesaikan audit sesuai dengan anggaran waktu
yang telah ditetapkan dapat memberikan pengaruh kepada seorang auditor dalam
pengambilan keputusan.
Tekanan anggaran waktu adalah keadaan yang menunjukkan auditor
dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun
atau terdapat pembahasan waktu anggaran yang sangat ketat dan kaku
(Sososutikno, 2005:3) serta sangat diperlukan bagi auditor dalam melaksanakan
tugasnya untuk dapat memenuhi permintaan klien secara tepat waktu dan menjadi
salah satu kunci keberhasilan karir auditor di masa depan. Akhir-akhir ini tuntutan
tersebut semakin besar dan menimbulkan time pressure (Lestari, 2010:17). Tekanan
anggaran waktu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang.
Dalani hal ini tekanan anggaran waktu merupakan suatu kondisi dimana auditor
diberikan batasan waktu dalam mengaudit.
Menurut De Zoort dan Lord (1997), menyebutkan bahwa saat menghadapi
tekanan anggaran waktu, auditor akan memberikan respon dengan dua cara yaitu,
fungsional dan disfungsional. Tipe fungsional adalah perilaku auditor untuk bekerja
lebih baik dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Sedangkan, tipe disfungsional
adalah perilaku auditor yang membuat penurunan kualitas audit.
11
aktivitas yang harus dilakukan untuk menumbuhkan dorongan kepada auditor untuk
bekerja sejalan dengan tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (2007:6) berpendapat
bahwa motivasi merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan, mendukung
prilaku manusia, agar mau bekerja dengan giat dan antusias mencapai hasil yang
optimal.
Ardana, dkk (2012:193) menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang
mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan secara positif atau negatif
untuk mengarahkan sangat tergantung kepada ketangguhan sang pemimpin.
Motivasi disini mengarahkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi
bawahan agar mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Motivasi muncul karena adanya kebutuhan dan motivasi mendorong
munculnya tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Motivasi dalam
diri manusia dapat berupa motivasi internal diri dan eksternal.
Menurut Simanjuntak, dkk (2012) menyatakan terdapat 4 (empat) indikator
motivasi kerja, yaitu :
1) Rasa nyaman dan aman adalah keamanan dan kenyamanan yang dirasakan
karyawan dalam bekerja.
2) Penghargaan atau reward atau pemberian apresiasi dari pihak perusahaan
kepada karyawan yang memiliki prestasi kerja.
3) Kesempatan berkarir adalah kesempatan yang diberikan perusahaan dalam
mengembangkan karirnya.
4) Kelengkapan perlengkapan kerja adalah fasilitas yang diberikan perusahaan
kepada perusahaan yang berguna untuk kelengkapan kerjadan menunjang
dalam penyelesaian pekerjaan.
12
diukur dalam tampilan kerja dari sumber daya manusia yang dimiliki suatu
perusahaan.
Menurut Handoko dalam Tika (2006:121) kinerja merupakan sebagai
proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.
Menurut Bastian (2001:329) memberikian definisi kinerja sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan
tujuan dari organisasi atau perusahaan tersebut. Dapat diketahui bahwa unsur-unsur
yang terdapat dalam kinerja yaitu :
1) Hasil-hasil fungsi pekerjaan
2) Pencapaian tujuan organisasi
3) Periode waktu tertentu
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
suatu hasil karya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kemampuan, pengalaman dan
kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kualitas, kuantitas
dan ketepatan waktu. Kinerja dapat diukur melalui pengukuran tertentu, dimana
kualitas merupakan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas merupakan
jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, ketepatan waktu
merupakan kesesuaian waktu yang telah direncanakan.
Dalam meningkatkan kinerja auditor dibutuhkannya suatu penilaian kinerja.
Penilaian kinerja merupakan proses mengevaluasi seberapa baik auditor melakukan
pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar (Mathis dan
Jackson, 2009:382). Tujuan dari penilaian kinerja auditor, yaitu dapat mengetahui
keterampilan dan kemampuan dari masing-masing auditor, dapat mengetahui
kondisi organisasi atau perusahaan secara keseluruhan dari bidang kepegawaian
khususnya kinerja auditor serta sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian
khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
13
Menurut Sekaran dan Bougie (2016: 128), kerangka konseptual adalah
model tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka konseptual yang baik akan
menjelaskan secara teoritis pertautan variabel yang akan diteliti. Berdasarkan
landasan teori yang telah dipaparkan, kerangka konseptual yang menyajikan
hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1
Model Kerangka Konseptual
H1
Fee Audit(X1) H3
Motivasi H5 Kinerja
Auditor (X3) Auditor (Y)
Time Budget
H4
Pressure (X2)
H2
14
Nugraha (2014) yang menyatakan bahwa fee audit berpengaruh positif terhadap
kualitas auditor. Dari pemaparan diatas dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai
berikut.
H1 : Fee audit berpengaruh positif pada kinerja auditor
15
maka motivasi auditor dalam menyelesaikan tugasnya akan semakin tinggi pula.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut.
2.3.5 Pengaruh Fee Audit dan Time Budget Pressure pada Kinerja Auditor
melalui Motivasi Auditor
Schei, dkk (2002) dalam Nor (2012), dalam penelitiannya menemukan
bahwa terdapat pengaruh yang positif antara outcome (fee audit) yang diterima
dengan adanya motivasi. Menurut Fitriani (2013) menyatakan bahwa dalam
penelitiannya fee audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dengan arah
positif. Hubungan positif menunjukkan bahwa ketika fee audit yang diterima tinggi
maka kualitas yang dihasilkan akan baik. Penelitian Alderman dan Deitrick (1982)
16
dalam Maya (2011) menyatakan bahwa lebih dari 51% auditor setuju time budget
pressure memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Menurut Rustiarini
(2013) menyatakan bahwa adanya respon yang positif dalam menghadapi tekanan
waktu yang tinggi, sehingga digunakan sebagai alat untuk memotivasi auditor
dalam meningkatkan kualitas pekerjaannya. Menurut Edy (2012) menyatakan
bahwa motivasi audit berpengaruh posistif signifikan terhadap kinerja auditor,
karena apabila dorongan seseorang untuk berkinerja adalah tinggi maka kinerja
yang dicapai oleh orang tersebut akan tinggi pula. Dorongan berkinerja tinggi
disebabkan oleh keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan
pemaparan diatas dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut.
H5 : Fee audit dan time budget pressure berpengaruh pada kinerja auditor melalui
motivasi auditor.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
Komitmen
Organisasi (X2)
Lotus of Control
(X3)
18
dari kuesioner yang diberikan kepada SKPD kabupaten Badung hingga tingkat
kecamatan yang dimana setiap SKPD yang menjadi responden adalah kepala SKPD
dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD dengan rincian yaitu 20 dinas
daerah, 5 badan daerah, 1 inspektorat, 2 sekretariat, 1 RSUD, dan 6 kecamatan.
19
dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Adapun definisi
operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Budgetary Slack (Y)
Menurut Hansen dan Mowen (2013: 448) menyatakan bahwa
Senjangan anggaran (budgetary slack) muncul ketika seorang manajer
memperkirakan pendapatan rendah atau meninggikan biaya dengan sengaja.
Indikator budgetary slack (Y) oleh Karsam (2013) Citra (2013) adalah a)
Produktivitas produksi tidak meningkat karena standar dalam anggaran
yang kurang tepat, b) Standar dalam anggaran mudah dicapai, c) Tidak
terdapatnya batasan-batasan yang harus di perhatikan terutama batasan yang
ditetapkan untuk biaya, d) Anggaran tidak menuntut hal khusus, e)
Anggaran tidak mendorong terjadinya efisiensi, dan f) Target umum yang
ditetapkan dalam anggaran mudah untuk dicapai.
Masing-masing diukur dengan menggunakan skala likert 1-5. Skala
likert 1-5 dipakai dengan tujuan untuk mengukur respon dari responden.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukkan semakin tingginya
budgetary slack yang tinggi. Skala tersebut menunjukkan, yaitu: 1) Sangat
tidak setuju (STS), 2) Tidak setuju (TS), 3) Kurang Setuju (KS), 4) Setuju
(S), 5) Sangat setuju (SS).
2) Partisipatif Anggaran (X1)
Menurut Hansen dan Women (2013: 223) mendefinisikan partisipatif
anggaran sebagai pendekatan penganggaran yang memungkinkan para
manajer yang akan bertanggungjawab atas kinerja anggaran, untuk
berpartisipasi dalam pengembangan anggaran, partisipasi anggaran
mengkomunikasikan rasa tanggung jawab kepada para manajer tingkat
bawah dan mendorong kreativitas. Indikator partisipatif anggaran (X2) oleh
Milani (1975) diukur dengan indikator, yaitu: a) Keikutsertaan ketika
anggaran sedang disusun, b) Kemampuan memberikan pendapat dalam
penyusunan anggaran, c) Frekuensi memberikan pendapat/usulan tentang
anggaran kepada atasan, d) Frekuensi atasan meminta pendapat ketika
20
anggaran disusun, e) Memiliki pengaruh terhadap anggaran final, dan f)
Kontribusi dalam penyusunan anggaran.
Masing-masing diukur dengan menggunakan skala likert 1-5. Skala
likert 1-5 dipakai dengan tujuan untuk mengukur respon dari responden.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukkan semakin tingginya
partisipatif anggaran dan skala rendah menunjukkan partisipatif anggaran
yang rendah. Skala tersebut menunjukkan, yaitu: 1) Sangat tidak setuju
(STS), 2) Tidak setuju (TS), 3) Kurang Setuju (KS), 4) Setuju (S), 5) Sangat
setuju (SS).
3) Komitmen Organisasi (X2)
Robbins dan Judge (2015: 116) menyatakan bahwa komitmen
organisasi merupakan tingkat sejauh mana seorang manajer memihak dan
mengutamakan kepentingan suatu organisasinya dibandingkan dengan
kepentingan pribadi yang bertujuan untuk memelihara keanggotaan dalam
suatu organisasi. Indikator komitmen organisasi (X2) oleh Dianthi (2016)
diukur dengan indikator, yaitu: a) Usaha keras untuk menyukseskan
organisasi, b) Pernyataan kebanggaan bekerja didalam organisasi, c)
Kesedian menerima tugas demi organisasi, dan d) Mempunyai keinginan
yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Masing-masing diukur dengan menggunakan skala likert 1-5. Skala
likert 1-5 dipakai dengan tujuan untuk mengukur respon dari responden.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukkan semakin tingginya
komitmen organisasi. Skala tersebut menunjukkan, yaitu: 1) Sangat tidak
setuju (STS), 2) Tidak setuju (TS), 3) Kurang Setuju (KS), 4) Setuju (S), 5)
Sangat setuju (SS).
4) Lotus of Control (X3)
Locus of Control didefinisikan sebagai persepsi tingkat dimana
individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins
dan Judge., 2015: 122). Menurut Kreitner & Kinichi (2005: 179)
menyatakan bahwa lotus of control dibagi menjadi dua kategori yaitu lotus
of control internal dan lotus of control eksternal. Indikator lotus of control
21
(X3) diukur dengan indikator, yaitu: a) Keberhasilan yang terjadi adalah
hasil perbuatannya sendiri, b) Pemimpin yang baik mengharapkan pegawai
memutuskan sendiri apa yang sebaiknya mereka lakukan, c) Membuat
perencanaan yang terlalu jauh ke depan adalah pekerjaan sia- sia, dan d) Hal
yang terbaik adalah menutupi kesalahan orang lain.
Masing-masing diukur dengan menggunakan skala likert 1-5. Skala
likert 1-5 dipakai dengan tujuan untuk mengukur respon dari responden.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukkan semakin tingginya lotus
of control. Skala tersebut menunjukkan, yaitu: 1) Sangat tidak setuju (STS),
2) Tidak setuju (TS), 3) Kurang Setuju (KS), 4) Setuju (S), 5) Sangat setuju
(SS).
22
(1) Dinas Pariwisata
(2) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
(3) Dinas Kebudayaan
(4) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu
(5) Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
(6) Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan
Perdagangan
(7) Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olah Raga
(8) Dinas Pertanian dan Pangan
(9) Dinas Komunikasi dan Informatika
(10) Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga
Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
(11) Dinas Kearsipan dan Perpustakaan
(12) Dinas Kesehatan
(13) Dinas Sosial
(14) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
(15) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(16) Dinas Perikanan
(17) Dinas Perhubungan
(18) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(19) Dinas Kebakaran dan Penyelamatan
(20) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
4 Badan Daerah; 5
(1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(2) Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung
(3) Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia
(4) Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
23
(5) Badan Penelitian dan Pengembangan
5 Kecamatan; 6
(1) Kecamatan Petang
(2) Kecamatan Abiansemal
(3) Kecamatan Mengwi
(4) Kecamatan Kuta Utara
(5) Kecamatan Kuta
(6) Kecamatan Kuta Selatan
7 Situs Instansi (RSUD Kabupaten Badung Mangusada) 1
Total 35
Sumber: http://jdih.badungkab.go.id
3.6.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2013: 116). Sampel penelitian yang diambil berdasarkan dari populasi
penelitian yaitu jumlah perangkat daerah Kabupaten Badung. Semua perangkat
daerah Kabupaten Badung yang dipilih karena dalam pembentukan dan susunan
perangkat daerah Kabupaten Badung dapat meningkatkan dan melancarkan
penyelenggaraan Pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan
kepada masyarakat.
24
1) Data Kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang terbentuk angka-angka yang dapaat
dihitung dengan satuan hitung (Sugiyono, 2007: 13). Data kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data-data hasil kuesioner yang
disajikan dalam bentuk Skala Likert.
2) Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka dan
tidak dapat dihitung dengan satuan hitung yaitu berupa penjelasan,
keterangan-keterangan yang berbentuk kalimat, skema dan gambar
mengenai variabel diteliti (Sugiyono, 2007: 13). Data kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data-data mengenai SKPD, teori-teori
yang terkait dan gambaran umum serta pembentukan dan susunan perangkat
daerah Kabupaten Badung.
25
kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013:l99). Dalam penelitian ini
pernyataan yang disebarkan mengenai budgetary slack, partisipatif anggaran,
komitmen organisasi, dan lotus of control.
26
atau pernyataan dengan total skor sehingga didapat nilai pearson correlation. Suatu
instrument dikatakan valid apabila nilai r pearson correlation terhadap skor total
diatas 0,30 (Sugiyono,2009:178). Untuk menguji validitas dalam pengujian ini
dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistic Package of Social Science) for
Windows.
27
lebih besar dari level ofsignificant yang di pakai (5%), maka data tersebut
dianalisis berdistribusi normal.
b) Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas digunakan bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi linear terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas
dan apabila berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik
adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Deteksi
heterokedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser (Ghozali, 2006: l05),
dengan cara regresi nilai absolute residual dari model yang diestimasi
terhadap variabel independen. Kriterianya tidak ada variabel bebas yang
signifikan secara statistik maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model
regresitidak terjadi heterokedastisitas.
c) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Penelitian ini menggunakan Uji
Durbin-Watson (DW Test) untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi
(Ghozali, 2011: 110-111).
d) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan bertujuan untuk mengetahui hubungan
yang bermakna antara setiap variabel bebas dalam suatu model regresi.
Model regresi yang baik adalah tidak adanya korelasi di antara variabel
bebas. Jika dalam sebuah model regresi terdapat multikolinier dan
dipaksakan untuk digunakan, maka akan menghasilkan hasil prediksi yang
menyimpang. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai lolerance atau
variance inflation factor (VIP). Jika nilai tolerance lebih besar dari 10%
atau VIP kurang dari 10 maka dapat dikatakan model telah bebas dari
masalah multikolinearitas (Ghozali, 2007: 93).
e) Uji Linearitas
28
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terdapat hubungan yang linear atau tidak antara variabel bebas dengan
variabel terikatnya. Dalam penelitian ini, pengujian linearitas menggunakan
Test of Linearity yang terdapat dalam menu compare means dalam SPSS
for windows (Monika Palupi Murniati, dkk, 2013: 62).
29
3.10.7 Uji Kelayakan Model (Uji F)
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2011: 98). Uji ini dilakukan
dengan bantuan komputer dengan program SPSS, yaitu dengan membandingkan
tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas secara bersama-sama dengan
taraf signifikannya α = 0,05.
30
DAFTAR RUJUKAN
Ahituv, Niv dan Magid, Igbaria.1998. The Effect of Time Budget Pressure and
Completeness of Information on Decision Making. Journal Management
Information System, 15(2), pp: 153-172.
Anwar, Ahmad Nugraha Syaiful.2014. Pengaruh Fee Audit dan Tekanan Anggaran
Waktu Terhadap Kualitas Audit. Jurnal.Fakultas Ekonomi Universitas
Komputer Indonesia.
Dezoort, T. (2002). Time pressure research in auditing implication for practice. The
Auditor’s Report, 22, 1-5.
31
Dezoort, F.T., & Lord,A.T.1997. A Review and Synthesis of Presure Effects
Research in Accounting. Journal of Accounting Literature, 16,28-85.
Elder, Randal J, Mark S. Beasley, Alvin A Arens, dan Amir Abdi Jusuf.20l1.Jasa
Audit dan Assurance. Pendekatan Terpadu. Jakarta: Salemba Empat.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Indawati, Wiwi.2015. Effect of Audit Rotation, Audit Fee and Auditor Competence
to Motivation Auditor and Implications on Audit Quality (Case Study of
Registered Public). Journal of Economics and Sustainable.No.6, ISSN
2222-2855.
32
Indra Pratama, I Made.2014.Pengaruh Time Budget Pressure.Risiko
KesalahanAudit dan Masa Perikatan Audit Terhadap Kualitas Audit Pada
KantorAkuntan Publik Di Daerah Bali.Skripsi.Fakultas Ekonomi dan
BisnisUniversitas Udayana, Bali.
Nor, Wahyudi. 2012. Pengaruh Fee Audit, Kompetensi Auditor dan Perubahan
Kewenangan Terhadap Motivasi Auditor.Jurnal. Fakultas Ekonomi
Universitas Palangkaraya.
33
Prasita, Andin dan Priyo Adi.2007. Pengaruh Kompleksitas Audit Dan Tekanan
Anggaran Dan Waktu Terhadap Kualitas Audit Dengan Moderasi
Pemahaman Terhadap Sistem Informasi. Jurnal. Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen satya wacana, Semarang.
Purba, Fitriani Kartika (2013). Pengaruh Fee Audit dan Pengalaman Auditor
Eksternal Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Ilmiah Akuntansi.Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Sering Perusahaan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sekaran, Uma. dan Bougie, Roger. 2016. Research Methods for Business A Skill
Building Approach Fifth Edition. United Kingdom: Jhon Willey and Sons
Ltd.
34
Sososutikno, Christina.2015. “Hubungan Tekanan Anggaran Waktu dengan
Perilaku Disfungsional serta Pengaruhnya terhadap kualitas Audit”. Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
Vroom, Victor H.1964.Worl And Motivation.New York: John Wiley & Son,Inc.
158 VRO.
35
Winidiantari, Nita, 20l4. Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, Struktur
Audit, Motivasi dan Kerja Terhadap Kinerja Aauditor Pada Kantor Akuntan
Publik di Bali. Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
LAMPIRAN
I. PERTANYAAN UMUM
Identitas Responden
Mohon Bapak/Ibu mengisi data berikut dan berikan tanda checklist (√) sesuai
dengan identitas.
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Masa Kerja :
II. KUESIONER
Untuk menjawab pertanyaan yang tertera, Bapak/Ibu/Saudara/i dimohon untuk
memilih salah satu dari pilihan jawaban atas pernyataan berikut sesuai dengan
persepsi atau pilihan Bapak/Ibu, dengan memberi tanda checklist (√) pada
jawaban yang Bapak/Ibu anggap paling sesuai dengan kriteria jawaban :
36
(S) = Setuju = Skor 4
DAFTAR PERTANYAAN
1. FEE AUDIT
Pernyataan berikut menggambarkan besarnya fee yang diterima berdasarkan
pekerjaan audit yang disesuaikan dengan kebutuhan klien, tugas dan
tanggungjawab yang diemban, indenpendensi yang dimilikinya, tingkat
keahlian, risiko penugasan dan kompleksitas pekerjaan, serta besarnya waktu
yang digunakan. Beri tanda checklist (√) pada jawaban yang Bapak/Ibu anggap
paling sesuai dengan kriteria jawaban :
Tanggapan
No Uraian
SS S N TS STS
37
kantor akuntan publik menentukan
besarnya fee yang diterima
Tanggapan
No Uraian
SS S N TS STS
38
audit yang saya lakukan dianggap baik
oleh atasan
3. MOTIVASI AUDITOR
Tanggapan
No Uraian
SS S N TS STS
39
2 Saya mendapat penghargaan dari KAP
saya bekerja atas prestasi yang telah saya
capai
40
4. KINERJA AUDITOR
Tanggapan
No Uraian
SS S N TS STS
41
8 Mempertahankan dan memperbaiki
hubungan dengan klien adalah bagian
penting dari pekerjaan saya.
42