discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/306011578
CITATIONS READS
0 1,351
6 authors, including:
Safri Ishmayana
Universitas Padjadjaran
48 PUBLICATIONS 44 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
The Role of Metal Ions to Improve Yeast Cell Tolerance Against Environmental Stress Factors View
project
All content following this page was uploaded by Safri Ishmayana on 09 August 2016.
ABSTRAK
Riboflavin (vitamin B2) merupakan salah satu komponen vitamin yang ada pada susu dan
memperkaya nilai nutrisinya. Proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat
(BAL), dapat mengubah kadar riboflavin pada yogurt. Selain itu, pada proses fermentasi juga
dihasilkan senyawa antibakteri sebagai metabolit sekunder fermentasi susu menjadi yogurt. Pada
penelitian ini dilakukan fermentasi susu menggunakan bakteri kultur starter yang diisolasi yogurt
komersial. Kadar riboflavin ditentukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) menggunakan kolom C18 dan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm, sedangkan
uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur melawan Eschericia coli dan
Bacillus subtilis. Kadar riboflavin berkurang seiring dengan berjalannya fermentasi sedangkan
aktivitas antibakteri ditunjukkan oleh semua sampel yogurt yang diuji dengan tingkat
penghambatan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riboflavin kemungkinan besar
digunakan oleh BAL sebagai nutrisi dalam proses fermentasi, sehingga terjadi penurunan kadar
riboflavin setelah fermentasi. Selain itu, senyawa antibakteri dihasilkan selama proses fermentasi
susu menjadi yogurt.
Kata Kunci: yogurt, riboflavin, kromatografi cair kinerja tinggi, senyawa antibakteri
ABSTRACT
Riboflavin (vitamin B2) is one of vitamin components in milk that enriched its nutritional value.
Milk fermentation process using lactic acid bacteria (LAB) may change riboflavin content in its
fermentation product (yogurt). Furthermore, in the fermentation process antibacterial compounds
can be produced as secondary metabolite. The present study was conducted to investigate the
change of riboflavin content after milk fermentation process and to examine the presence of
antibacterial compounds in the yogurt at different fermentation time points. In the present study,
milk was fermented using bacterial starter culture isolated from commercial yogurt. Riboflavin
content was determined using high performance liquid chromatography (HPLC) with C18 column
and UV detector at 254 nm. While the presence of antibacterial compounds was assayed with
agar diffusion method against Eschericia coli and Bacillus subtilis. Riboflavin content was found
to decrease in line with fermentation period, while antibacterial compounds was detected in all
tested samples with different inhibition degree. The results of the present study indicate that it is
most likely that riboflavin is used by LAB as nutrition during fermentation process, which lead to
reduction of riboflavin content after fermentation. Furthermore, antibacterial compounds is also
produced during fermentation of milk to yogurt.
I. PENDAHULUAN
Yogurt merupakan suatu minuman yang telah dikenal lama karena nilai nutrisinya yang tinggi. Banyak
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi, kandungan senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas terapi bagi kesehatan serta mempelajari variasi terbaik pada proses pembuatan yogurt, seperti variasi
inkubasi, perbandingan kultur dan suhu pasteurisasi. Pada proses fermentasi yogurt dapat digunakan kultur
Riboflavin (vitamin B2) merupakan vitamin yang berperan pada reaksi teransfer elektron pada sistem
reaksi biologis. Namun manusia tidak bisa menyintesis vitamin ini secara in vivo, sehingga vitamin ini harus
diperoleh dari asupan makanan (Ball 2005; Burgess et al., 2004). Alm (1982) telah melakukan penelitian
mengenai perubahan kandungan vitamin B pada susu setelah proses fermentasi. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar asam folat dan penurunan kadar vitamin B12. Selain itu,
Toluine et al. (2013) menemukan bahwa kadar riboflavin yang difermentasi dengan menggunakan S.
thermophillus dan Lactobacillus delbrueckii tidak berubah signifikan, namun meningkat ketika digunakan
kultur L. acidophilus dan Bifidobacterium lactis. Hal ini menunjukkan bahwa kultur bakteri yang digunakan
pada proses fermentasi yogurt dapat menentukan perubahan kadar vitamin dalam produk akhirnya.
Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba dan dihasilkan pada proses fermentasi yogurt
diantaranya adalah asam lakat, asam asetat, hidrogen peroksida, karbon dioksida, dan bakteriosin. Senyawa-
senyawa tersebut dihasilkan oleh bakteri asam laktat dan dapat menghambat mikroorganisme patogen yang
berperan pada proses pembusukan, sehingga dapat meningkatkan masa simpan dan meningkatkan keamanan
pangan (Cleveland et al., 2001; Aymerich et al., 2000). Selain itu, Nurdiana (2002) melaporkan adanya
aktivitas antibakteri yang dihasilkan pada proses fermentasi yogurt yang menggunakan tiga kultur bakteri (L.
bulgaricus, Streptococcus facealis dan Bifidobacterium bifidum).
Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar riboflavin susu sebelum dan setelah difermentasi dengan
menggunakan BAL yang diisolasi dari yogurt komersial untuk menentukan perubahan kadar ribovlafin.
Selain itu dilakukan analisis pendahuluan untuk menentukan waktu terbaik pembentukan senyawa antibakteri
pada proses fermentasi yogurt dengan BAL hasil isolasi.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah inkubator, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
Hewlett Packard yang dilengkapi detector UV, laminar flow cabinet (Forma Scientific), mikroskop (Nikon),
pH meter (Mettler Toledo MP220), termometer, dan alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium
Isolasi bakteri
Sebanyak satu ose yogurt plain ditumbuhkan pada cawan petri dengan media agar PYG (0,125%
pepton, 0,125% ekstrak ragi, 0,3% glukosa, 2% agar bakto). Koloni yang tumbuh kemudian diambil dengan
menggunakan kawat ose dan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop setelah diwarnai dengan
menggunakan metilen biru. Koloni yang diperoleh dimurnikan dengan cara digores pada media agar PYG
sebanyak 5 generasi.
Fermentasi yogurt
Sebanyak 50 mL susu sapi murni yang telah dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 menit
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL yang telah disterilisasi. Ke dalam Erlenmeyer tersebut
Gambar 1 Morfologi bakteri yang diisolasi dari yogurt komersial dan diwarnai dengan metilen biru.
Kadar riboflavin
Kadar riboflavin ditentukan dengan menggunakan metode KCKT sesuai dengan metode yang
disarankan oleh Barna & Dworschák (1994) dengan beberapa modifikasi. Hasil analisis kadar riboflavin
ditunjukkan pada Tabel 2. Hanya 2 waktu fermentasi yang ditentukan kadar riboflavinnya pada penelitian ini,
yaitu 5 dan 7 jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar riboflavin berkurang seiring dengan
meningkatnya waktu fermentasi. Hal ini sesuai dengan hasil yang diungkapkan oleh Alm (1982), yaitu terjadi
penurunan kadar riboflavin setelah proses fermentasi. Meskipun penurunan kadar riboflavin yang teramati
oleh Alm (1982) tidak terlalu drastis. Penurunan kadar riboflavin dapat terjadi karena riboflavin digunakan
oleh bakteri sebagai salah satu nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan baketri tersebut. Meskipun pada
umumnya BAL menurunkan kadar riboflavin ketika digunakan untuk fermentasi susu, namun ada juga BAL
yang mampu meningkatkan kadar riboflavin (Kneifel et al. 1992). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan
kemampuan sintesis riboflavin yang tergantung jenis bakteri yang digunakan.
Tabel 2 Kadar riboflavin yogurt hasil fermentasi dengan perbedaan waktu inkubasi.
Aktivitas antibakteri
Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Gambar 2A (B. subtillis) dan Gambar 2B (E. coli). B .
subtilis mewakili bakteri Gram positif, sedangkan E. coli mewakili bakteri Gram negatif. Hasil uji
menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri tertinggi ditunjukkan pada yogurt setelah inkubasi selama 7 jam.
Pada yogurt yang diinkubasi selama 9 jam, aktivitas antibakteri terdeteksi turun. Hal ini kemungkinan terjadi
karena senyawa antibakteri yang dihasilkan sebelumnya mulai mengalami degradasi sehingga aktivitas
antibakterinya berkurang.
(A) (B)
Gambar 2 Hasil uji aktivitas antibakteri yogurt yang difermentasi dengan bakteri hasil isolasi dari yogurt
komersial selama 5, 7 dan 9 jam terhadap (A) B. subtilis dan (B) E. coli. Tanda (+) menunjukkan
kontrol positif menggunakan ampisilin 10 µg/mL dan (-) menunjukkan susu murni.
IV. KESIMPULAN
Bakteri yang berhasil diisolasi pada penelitian ini berbentuk bulat, namun untuk menentukan
taksonominya lebih lanjut diperlukan penelitian lebih lanjut. Bakteri yang berhasil diisolasi menghasilkan
yogurt dengan pH yang lebih tinggi dari yang diharapkan.
Kadar riboflavin yogurt hasil fermentasi dengan menggunakan bakteri yang diisolasi berkurang seiring
dengan meningkatnya waktu fermentasi, yang menunjukkan kemungkinan digunakannya riboflavin sebagai
nutrisi untuk pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri paling tinggi terdeteksi pada sampel yogurt yang
diinkubasi selama 7 jam.
Kami mengucapkan terima kasih kepada U. Juharia dan Maman Tardi sebagai teknisi Laboratorium
Biokimia FMIPA Unpad yang telah membantu terlaksananya penelitan ini.
Alm, L. 1982. Effect of Fermentation on B-Vitamin Content of Milk in Sweden. Journal of Dairy Science.
65(3): 353–359.
Askar, S. & Sugiarto. 2005. Uji kimiawi dan organoleptik sebagai uji mutu yogurt. Prosiding Temu Teknis
Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor,
13-14 September 2005. 108-113.
Aymerich, T., Artigas, M.T., Monfort, J.M. & Hugas, M. 2000. Effect of sausage ingredients and additives
on the production of enterocins A and B by Enterococcus faecium CTC492. Optimization of in
vitro production and anti-listerial effect in dry fermented sausages. Journal of Applied
Microbiology. 88: 686 - 694.
Ball, G.F.M. 2005. Vitamins in foods: analysis, bioavailability, and stability. CRC Press; New York.
Barna, É. & Dworschák, E. 1994. Determination of thiamine (vitamin B1) and riboflavin (vitamin B2) in
meat and liver by high-performance liquid chromatography. Journal of Chromatography A.
668(2): 359–363.
Burgess, C., O'connell-Motherway, M., Sybesma, W., Hugenholtz, J. & van Sinderen, D. 2004. Riboflavin
production in Lactococcus lactis: potential for in situ production of vitamin-enriched foods.
Applied and Environmental Microbiology. 70: 5769 - 5777.
Cleveland, J., Montville, T.J., Nes, I.F. & Chikindas, M.L. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials
for food preservation. International Journal of Food Microbiology. 71: 1 – 20.
Gemechu, T., Beyene, F. & Eshetu, M. 2015. Physical and chemical quality of raw cow's milk produced and
marketed in Shashemene Town, Southern Ethiopia. ISABB-Journal of Food and Agricultural
Sciences. 5(2): 7 – 13.