Anda di halaman 1dari 145

Tahap Persiapan Bersama

INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN


BALIKPAPAN 2016
ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas berkat rahmat Allah, buku Kalkulus II ini telah tersele-
saikan. Terima kasih kepada Institut Teknologi Kalimantan yang telah mendukung
dan mendanai pembuatan buku ini.
Buku Kalkulus ini mengambil materi dan menerjemahkan dari berbagai sumber
dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada maha-
siswa. Semoga buku ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa
dalam mempelajari Kalkulus.
Buku edisi pertama ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Karenanya, segala
bentuk saran dan kritik untuk kemajuan buku ini sangat diharapkan dan dapat
disampaikan melalui spancahayani@itk.ac.id dan retnowahyu@itk.ac.id.

Balikpapan, April 2016


Penulis
ii
Daftar Isi

Daftar Isi ii

1 Fungsi Transenden 1
1.1 Fungsi Logaritma Alami . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Fungsi Invers dan Turunannya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
1.3 Fungsi Eksponensial Alami . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
1.4 Fungsi Eksponensial dan Logaritma Umum . . . . . . . . . . . . . . . 25
1.5 Pertumbuhan dan Peluruhan Eksponensial . . . . . . . . . . . . . . . 34
1.6 Fungsi Invers Trigonometri dan Turunannya . . . . . . . . . . . . . . 44
1.7 Fungsi Hiperbolik dan Inversnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54

2 Aplikasi Integral 61
2.1 Luas Daerah Bidang Rata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61
2.2 Volume Benda-Pejal: Lempengan, Cakram, Cincin . . . . . . . . . . . 68
2.3 Volume Benda-Pejal Putar: Kulit Silinder . . . . . . . . . . . . . . . 73
2.4 Panjang Kurva . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
2.5 Kerja dan Gaya Fluida . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 86
2.6 Momen dan Pusat Massa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91

3 Teknik Integrasi 97

iii
iv Daftar Isi

3.1 Aturan Dasar Integrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97


3.2 Integrasi Parsial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 102
3.3 Beberapa Integrasi Trigonometri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 112

4 Integral Bentuk Tak Tentu dan Tak Wajar 119


4.1 Bentuk Tak Tentu Tipe 0/0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 119
4.2 Bentuk Fungsi Tak Tentu Lainnya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 122
4.2.1 Bentuk Tak Tentu Tipe ∞/∞ . . . . . . . . . . . . . . . . . . 122
4.2.2 Bentuk Tak Tentu Tipe 0 · ∞ dan ∞ − ∞ . . . . . . . . . . . 124
4.2.3 Bentuk Tak Tentu Tipe 00 , ∞0 , dan 1∞ . . . . . . . . . . . . . 125
4.3 Integral Tak Wajar: Limit Tak Hingga pada Integrasi . . . . . . . . . 127
4.3.1 Limit Tak Hingga pada Integral Tak Wajar . . . . . . . . . . . 127
4.3.2 Integral Tak Wajar dengan Integran yang Memuat Diskonti-
nuitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 131

Daftar Pustaka 137


Bab 1

Fungsi Transenden

1.1 Fungsi Logaritma Alami

Untuk menggali lebih dalam mengenai kalkulus, perlu mengenal lebih banyak
jenis fungsi. Fungsi pertama yang dipilih adalah fungsi logaritma alami.

x2 1 x−2
Dx ( ) = x1 , Dx (x) = x0 , Dx (??) = x−1 , Dx (− ) = x−2 , Dx (− ) = x−3
2 x 2

Definisi 1.1.1. Fungsi Logaritma Alami, dinyatakan oleh ln, didefinisikan oleh
Z x
1
f (x) = ln x = dt, x>0
1 t

Daerah asal fungsi logaritma alami adalah himpunan bilangan real positif.

Gambar 1.1 menunjukkan arti geometri dari ln x. Fungsi logaritma alami meng-
ukur luas di bawah kurva y = 1/t di antara 1 dan x, jika x > 1 maka f (x) bernilai
positif, sedangkan jika 0 < x < 1 maka f (x) bernilai negatif.

1
2 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Gambar 1.1:

Turunan Fungsi Algoritma Alami

Berdasarkan Teorema Dasar Kalkulus Pertama, kita dapatkan


Z x
1 1
Dx dt = Dx ln x = , x>0
1 t x

Hasil tersebut dapat dikombinaskan dengan Aturan Rantai. Misalkan u = f (x) > 0
dan f terdeferensialkan, maka

1
Dx ln u = Dx u
u

Contoh 1.1.1. Carilah Dx ln(x2 − x − 2)


Jawab
Soal ini bisa diselesaikan jika x2 − x − 2 > 0. Karena x2 − x − 2 = (x − 2)(x + 1) > 0
maka x < −1 atau x > 2. Jadi daerah asal ln(x2 − x − 2) adalah (−∞, −1) (2, ∞).
S

Pada daerah asal ini

1 2x − 1
Dx ln(x2 − x − 2) = Dx (x2 − x − 2) = 2
x2 −x−2 x −x−2

Teorema 1.1.1.
1
Dx ln |x| = , x 6= 0
x
1.1. FUNGSI LOGARITMA ALAMI 3

Setiap rumus diferensiasi, terdapat rumus integrasi yang berpadanan, yaitu


Z
1
dx = ln |x| + C, x 6= 0
x

Bukti
Pembuktiannya akan terbagi menjadi 2 kasus. Kita mulai dengan kasus I yaitu
x > 0, Dx ln |x| = Dx ln x = x1 .
Selanjutnya, untuk kasus II yakni x < 0,
1 1
Dx ln |x| = Dx ln(−x) = −x
(−1) = x

R
Teorema 1.1.1 ini menjawab xr dx = xr+1 /(r + 1) kecuali untuk pangkat r = −1.

x2 −x
R
Contoh 1.1.2. Carilah x+1
dx
Jawab

x2 − x 2
= (x − 2) +
x+1 x+1
Z 2
x −x
Z Z
1
dx = (x − 2)dx + 2 dx
x+1 x+1
x2
Z
1
= − 2x + 2 dx
2 x+1
x2
= − 2x + 2 ln |x + 1| + C
2

Sifat-Sifat Logaritma Alami

Teorema 1.1.2. Jika a dan b bilangan-bilangan positif dan r sebuah bilangan ra-
sional, maka

(i) ln 1 = 0 (ii) ln ab = ln a + ln b

(iii) ln ab = ln a − ln b (iv) ln ar = r ln a
4 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN
q
3 (x−1
Contoh 1.1.3. Dapatkan turunan dari y = ln x2
x>1
Jawab menggunakan sifat logaritma alami untuk menyederhanakan y.

x − 1 1/3 1 x−1
y = ln( 2
) = ln( 2 )
x 3 x
1 1
y = [ln(x − 1) − ln x2 ] = [ln(x − 1) − 2 ln x]
3 3

jadi,

dy 1 1 2 2−x
= [ − ]=
dx 3 x−1 x 3x(x − 1)

1−x2
Contoh 1.1.4. Dapatkan turunan dari y = (x+1)2/3

Jawab Berdasarkan sifat logaritma alami didapatkan

1 2
ln y = ln(1 − x2 ) − ln(x + 1)
2 3

kemudian kita deferensialkan secara implisit terhadap x

1 dy −2 2 −(x + 2)
= 2
− =
y dx 2(1 − x ) 3(x + 1) 3(1 − x2 )
sehingga

dy y(x + 2) − 1 − x2 (x + 2)
=− =
dx 3(1 − x2 ) 3(x + 1)2/3 (1 − x2 )
−(x + 2)
=
3(x + 1)2/3 (1 − x2 )1/2

Grafik Logaritma Alami

Telah kita ketahui bahwa daerah asal dari f (x) = ln x adalah Df = {x >
1
0|x ∈ R} dan daerah hasilnya adalah Rf = R. Akibatnya, Dx ln x = x
> 0 dan
Dx2 ln x = − x12 < 0 pada (0, ∞). Dengan demikian, Gambar 1.2 menunjukkan bahwa
1.1. FUNGSI LOGARITMA ALAMI 5

fungsi f (x) = ln x bersifat monoton naik dan cekung ke bawah. Sifat limit fungsi di
sekitar 0 dan x membesar

lim ln x = ∞ dan lim ln x = −∞


x→∞ x→0+

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah

Gambar 1.2:

Z
d 1 dx
ln |x| = , x 6= 0; = ln |x| + C, x 6= 0
dx x x
d u0 (x)
ln |u(x)| = , dengan syarat u(x) 6= 0 dan u terdiferensialkan
dx u(x)

Integral Trigonometri

Beberapa Integral Trigonometri dapat dihitung menggunakan fungsi logaritma


alami.
R
Contoh 1.1.5. Hitunglah tan x dx
sinx
Jawab karena tan x = cosx
sehingga dapat membuat substitusi u = cos x, du =
− sin x dx untuk memperoleh

−1
Z Z Z
sin x
tan x dx = dx = (− sin x dx) = − ln | cos x| + C
cos x cos x
6 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Latihan 1.1

1. Carilah turunan fungsi ln berikut dengan mengasumsikan dalam setiap fungsi


bahwa x dibatasi sehingga fungsi ln terdefinisi

a. Dx ln x

b. Dx ln(x2 + 3x + π)

c. Dx ln(x − 4)3
dy
d. dx
jika y = sin(ln 2x)
dy
d. dx
jika y = ln(sin 2x)
dy 1−x 2
e. dx
jika y = ln 1+x 2

dy
f. dx
jika y = x2 ln x2 + (ln x)3
dy ln x
g. dx
jika y = + (ln x1 )3
x2 ln x2

dy

h. dx jika y = ln(x + x2 + 1)
dy

i. dx jika y = ln(x + x2 − 1)

j. f 0 (81) jika f (x) = ln 3 x

k. f 0 ( π4 ) jika f (x) = ln cos x

2. Carilah integral-integral berikut

6v+9
R
a. 3v 2 +9v
dv
−1
R
b. x(ln x)2
dx
R3 x4
c. 0 2x5 +π
dx
R π/3
d. 0
tan x dx
R1 t+1
e. 0 2t2 +4t+3
dt
cos x
R
f. 1+sin x
dx
1.1. FUNGSI LOGARITMA ALAMI 7

x2
R
g. x−1
dx
x2 +x
R
h. 2x−1
dx
x4
R
i. x+4
dx
x3 +x2
R
j. x+2
dx

3. Tuliskan ekspresi berikut sebagai logaritma suatu besaran tunggal

a. 2 ln(x + 1) − ln x
1
b. 2
ln(x − 9) + 12 ln x

c. ln(x − 2) − ln(x + 2) + 2 ln x

d. ln(x2 − 9) − 2 ln(x − 3) − ln(x + 3)

dy
4. Carilah dx
dengan menggunakan diferensiasi logaritmik

a. y = √x+11
x3 −4

b. y = (x2 + 3x)(x − 2)(x2 + 1)


(x2 +3)2/3 (3x+2)2
c. y = √
x+1

5. Manfaatkan grafik fungsi y = ln x yang telah diketahui untuk mensketsakan


grafik persamaan-persamaan berikut

a. 2 ln |x|

b. ln x1

c. ln x

d. ln(x − 2)
8 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

1.2 Fungsi Invers dan Turunannya


Salah satu cara mengkonstruksi fungsi baru dari fungsi yang telah ada adalah
mem-”balik” (melakukan inversi) fungsi tersebut. Suatu fungsi f mengambil suatu
nilai x dari daerah asalnya D dan memadankannya dengan nilai tunggal y dari
daerah asalnya R. [!h] Perhatikan bahwa daerah asal f −1 adalah R dan daerah

Gambar 1.3:

hasilnya adalah D. Fungsi ini disebut fungsi invers (fungsi balikan) f . Gambar 1.3
adalah y = f (x) = 2x, maka x = f −1 (y) = 21 y. Begitu pula jika y = f (x) = x3 − 1,

maka x = f −1 (y) = 3 y + 1.

Keberadaan Fungsi Invers

Menjadi sebuah keuntungan apabila kita memiliki kriteria sederhana untuk memu-
tuskan apakah suatu fungsi f memiliki invers. Teorema berikut memberikan syarat
keberadaan suatu fungsi kontinu f mempunyai invers.

Teorema 1.2.1. Jika f monoton murni pada daerah asal, maka f mempunyai
invers.

Bukti Misalkan x1 dan x2 adalah dua bilangan dalam daerah asal f , dengan
x1 < x2 . Karena f monoton, f (x1 ) < f (x2 ) atau f (x1 ) > f (x2 ). Bagaimanapun
1.2. FUNGSI INVERS DAN TURUNANNYA 9

f (x1 ) 6= f (x2 ). Jadi x1 6= x2 berarti f (x1 ) 6= f (x2 ) yang bermakna bahwa f adalah
fungsi satu-satu dan karenanya mempunyai invers.

Berdasarkan Teorema 1.2.1 kita mempunyai cara mudah untuk menentukan


apakah fungsi f monoton murni dengan cukup memeriksa tanda f 0 serta kita perlu
membatasi daerah asal fungsi agar fungsi tersebut monoton murni pada daerah
tersebut, sehingga terdapat fungsi invers.

Contoh 1.2.1. Perhatikan bahwa f (x) = x5 + 2x + 1 memiliki invers.


Jawab f 0 (x) = 5x4 + 2 > 0 untuk semua x. jadi f naik pada seluruh garis real
(domainnya) sehingga f memiliki invers.

Terdapat cara untuk membuat suatu fungsi memiliki invers dari suatu fungsi
yang awalnya tidak memiliki invers dalam daerah asalnya karena tidak monoton,
kita cukup membatasi daerah asalnya pada suatu himpunan sehingga fungsi tersebut
pada selang daerah asal yang baru akan turun atau akan naik saja (monoton).
Misalnya untuk y = f (x) = x2 kita dapat membatasi pada daerah asal x ≥ 0
atau x ≤ 0 sedangkan untuk y = g(x) = sin x, kita dapat membatasi pada interval
[−π/2, π/2]. Maka kedua fungsi memiliki invers seperti yang terlihat pada gambar
1.4. [!h] Jika f memiliki invers f −1 maka f −1 juga memiliki invers, yakni f . Kita

Gambar 1.4:

boleh menyebut f dan f −1 merupakan pasangan fungsi-fungsi invers.

f −1 (f (x)) = x dan f (f −1 (y)) = y


10 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Contoh 1.2.2. Perhatikan bahwa f (x) = 2x + 6 memiliki invers, cari rumus untuk
f −1 (y) dan periksa kebenarannya.
Jawab oleh karena f fungsi naik, maka mempunyai invers. Untuk mencari f −1 (y),
kita memecahkan f (x) = 2x + 6 untuk x, sehingga x = (y − 6)/2 = f −1 (y).

(2x + 6) − 6 y−6 y−6


f −1 (f (x)) = f −1 (2x+6) = = x dan f (f −1 (y)) = f ( ) = 2( )+6 = y
2 2 2

Grafik Fungsi Invers

Misalkan f memiliki invers, maka

x = f −1 (y) ⇔ y = f (x).

Akibatnya y = f (x) dan x = f −1 (y) menentukan pasangan (x, y) yang sama, se-
hingga memiliki grafik yang identik. Dapat kita bayangkan bahwa dengan menukar
peranan x dan y pada grafik tidak lain merupakan hasil pencerminan grafik ter-
hadap garis y = x. Jadi grafik y = f −1 (x) adalah gambar cermin grafik y = f (x)
terhadap garis y = x (Gambar 1.5) [!h] Dari y = f (x) ⇔ x = f −1 (y), aturan fungsi

Gambar 1.5:

invers dapat ditentukan dengan tiga langkah berikut

Langkah 1 Selesaikan persaman y = f (x) untuk x dalam bentuk y.


1.2. FUNGSI INVERS DAN TURUNANNYA 11

Langkah 2 Gunakan f −1 (y) untuk menamai ekpresi yang dihasilkan dalam y.

Langkah 3 Gantikan y dengan x untuk mendapat rumus untuk f −1 (x)


Perhatikan bahwa pada saat y = f (x) = x2 didapatkan x = ± y, yang segera
memperlihatkan bahwa f −1 tidak ada, tentu saja terkecuali kita membatasi daerah
asal untuk menghilangkan salah satu tanda (+) atau (-)

Contoh 1.2.3. Carilah f −1 jika y = f (x) = x


1−x

Jawab

Langkah 1
x
y=
1−x
(1 − x)y = x

y − xy = x

x + xy = y

x(1 + y) = y
y
x=
1+y

Langkah 2
y
f −1 (y) =
1+y

Langkah 3
x
f −1 (x) =
1+x

Turunan Fungsi Invers


b−d
Misalkan gradien garis g1 yang melalui titik (a, b) dan (c, d) adalah mg1 = a−c
.
Jika g1 dicerminkan terhadap y = x sehingga diperoleh g2 , maka gradien g2 yang
12 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

a−c
melalui titik (b, a) dan (d, c) adalah mg2 = b−d
. Dari sini diperoleh hubungan

a−c 1 1
mg2 = = b−d =
b−d a−c
mg1

Teorema 1.2.2. Teorema Fungsi Invers


Misalkan f adalah fungsi yang dapat diturunkan dan monoton murni pada interval
I. Jika f 0 (x) 6= 0 di suatu x tertentu dalam I, maka f −1 dapat diturunkan di titik
yang berpadanan y = f (x) dalam daerah hasil f dan

1
(f −1 )0 (y) =
f 0 (x)

Kesimpulan Teorema 1.2.2 seringkali dituliskan dalam

dx 1
=
dy dy/dx

Contoh 1.2.4. Tentukan turunan dari invers y = x3


Jawab Gunakan relasi

y = x3 ⇔ x = 3
y = y 1/3

maka
dx 1 1 1 1 1
= dy = 2 = 1/3 2
= 2/3 = p
dy dx
3x 3(y ) 3y 3 y2
3

Contoh 1.2.5. Misalkan y = f (x) = x5 + 2x + 1, carilah (f −1 )0 (4)


Jawab perhatikan bahwa y = 4 berpadanan dengan x = 1, dan karena f 0 (x) =
5x4 + 2
Berdasarkan Teorema Fungsi Invers maka,

1 1 1
(f −1 )0 (4) = = =
f 0 (1) 5+2 7
1.2. FUNGSI INVERS DAN TURUNANNYA 13

Latihan 1.2

1. Dalam setiap kasus dalam gambar 1.6, tentukan apakah f mempunyai invers.
[!h]

Gambar 1.6:

2. Perlihatkan bahwa f memiliki invers dengan memperlihatkan f monoton murni.

a. f (x) = −x5 − x3

b. cos θ, 0≤θ≤π
cos x π
c. cot x = sin x
, 0<x≤ 2

d. f (z) = (z − 1)2 , z≥1


14 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

e. f (x) = x7 + x5

f. f (x) = x2 + x − 6, x≥2

3. Carilah rumus untuk f −1 (x)

a. f (x) = x + 1

b. f (x) = − x3 + 1

c. f (x) = x + 1

d. f (x) = − 1 − x
1
e. f (x) = − x−3
q
1
f. f (x) = x−2

g. f (x) = 4x2 , x≤0

h. f (x) = (x − 3)2 , x≥3

i. f (x) = (x − 1)3
5
j. f (x) = x 2
x−1
k. f (x) = x+1

l. f (x) = ( x−1
x+1
)3
x3 +2
m. f (x) = x3 +1
3
n. f (x) = ( xx3 +2
+1
)5

4. Batasi daerah asal f , agar f memiliki invers, tetapi tetap mempertahankan


daerah hasil seluas mungkin. Kemudian carilah f −1 (x) dengan menggambar
f terlebih dahulu

a. f (x) = 2x2 + x − 4

b. f (x) = x2 − 3x + 1
1.2. FUNGSI INVERS DAN TURUNANNYA 15

5. Hitunglah (f −1 )0 (b) jika f (x) = x3 + x + 1 dan b = 1

6. Sketsakan grafik y = f −1 (x)dan estimasi nilai (f −1 )0 (3). [!h]

Gambar 1.7:
16 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

1.3 Fungsi Eksponensial Alami


Gambar 1.8 menunjukkan grafik y = f (x) = ln x. Fungsi logaritma alami adalah
fungsi yang diferensiabel (karenanya ia kontinu) dan naik pada domain D = (0, ∞);
dengan daerah hasil R = (−∞, ∞). Fungsi yang demikian telah kita pelajari pada
subbab 2.2, dan karenanya y = f (x) = ln x memiliki invers ln−1 dengan domain
(−∞, ∞) dan daerah hasil (0, ∞).

Gambar 1.8:

[!h]

Definisi 1.3.1. Invers dari ln disebut fungsi eksponensial alami dan dinotasikan
sebagai exp. Dengan demikian,

x = exp y ⇔ y = ln x

Berdasarkan definisi tersebut, kita dapatkan

1. exp(ln x) = x, x > 0

2. ln(exp y) = y, untuk semua y

Karena exp dan ln adalah fungsi yang saling invers, maka grafik dari y = exp x
adalah grafik y = ln x yang dicerminkan terhadap garis y = x, seperti terlihat pada
Gambar 1.9.
[!h]
1.3. FUNGSI EKSPONENSIAL ALAMI 17

Gambar 1.9:

Sifat-Sifat Fungsi Eksponensial


Sebelum mempelajari lebih lanjut tentang fungsi eksponensial, pertama kita
perkenalkan suatu bilangan baru, seperti halnya π, yang sangat berguna dalam
matematika. Bilangan tersebut diperkenalkan oleh Leonhard Euler dan disimbolkan
dengan e.

Definisi 1.3.2. Huruf e menotasikan suatu bilangan real positif dan tunggal sedemikian
sehingga terpenuhi ln e = 1.

Pendefinisian bilangan Euler e sering muncul dalam banyak versi, di antaranya


adalah

• e = ln−1 1

1
• e = limh→0 (1 + h) h

1 1 1

• e = limn→∞ 1 + 1!
+ 2!
+ ··· + n!

[!h]
Gambar 1.10 mengilustrasikan definisi bilangan Euler. Area di bawah kurva
y = 1/x antara x = 1 dan x = e. Karena ln e = 1, maka benar juga bahwa
exp 1 = e. Bilangan e, sepertihalnya π, adalah bilangan irasional. Bilangan e telah
18 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Gambar 1.10:

dihitung hingga ribuan digit angka di belakang koma, beberapa angka pertama di
belakang koma adalah
e ≈ 2, 718281828459045.

Berdasarkan fakta-fakta yang telah didemonstrasikan pada Teorema 1.1.2. Jika r


adalah sebarang bilangan rasional,

er = exp(ln er ) = exp(r ln e) = exp r

Dengan demikian, untuk sebarang bilangan rasional r, exp r identik dengan er yang
merupakan invers dari logaritma alami. Namun, bagaimana jika r adalah bilangan
irasional? Tidak pernah ada pangkat irasional yang didefinisikan dengan pendekatan
atau cara tertentu.

Apabila kita ingin membicarakan Dx ex , secara sederhana kita definisikan ex un-


tuk setiap x (baik rasional maupun irasional) sebagai

ex = exp x

Perhatikan bahwa persamaan (1) dan (2) pada awal subbab ini berubah menjadi

(1)’ eln x = x, x > 0


1.3. FUNGSI EKSPONENSIAL ALAMI 19

(2)’ ln(ey ) = y, untuk setiap y

Dengan demikian kita sekarang dapat dengan mudah membuktikan dua dari sifat-
sifat eksponen yang terkenal.

Teorema 1.3.1. Misalkan a dan b adalah sebarang bilangan real, maka ea eb = ea+b
dan ea /eb = ea−b .

Bukti Untuk membuktikannya, pertama kita tulis

ea eb = exp(ln ea eb ) persamaan (1)


= exp(lnea + ln eb ) Teorema 1.1.2
= exp(a + b) persamaan (2)’
= ea+b karena exp x = ex
Bagian kedua dibuktikan dengan cara yang hampir sama.

Turunan dari ex
Karena exp dan ln adalah dua buah fungsi yang saling invers, maka berdasarkan
Teorema 1.2.2, exp x = ex dapat diturunkan. Untuk mendapatkan rumus Dx ex , kita
bisa menggunakan teorema tersebut. Namun, kita juga bisa menggunakan alternatif
lain dengan memisalkan y = ex sehingga

x = ln y

Sekarang kita turunkan kedua sisi terhadap x. Dengan menggunakan Aturan Rantai,
kita peroleh:
1
1 = Dx y
y
Dengan demikian,
Dx y = y = ex
20 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Kita telah membuktikan fakta bahwa ex adalah turunan bagi dirinya sendiri; yaitu

Dx ex = ex

Dengan demikian, y = ex adalah solusi bagi persamaan diferensial y 0 = y. Jika


u = f (x) dapat diturunkan, maka Aturan Rantai menghasilkan

Dx eu = eu Dx u


x
Contoh 1.3.1. Dapatkan Dx e

Jawab Dengan memisalkan u = x, kita dapatkan

√ √ √ √ 1 e x
Dx e x
=e x
Dx x = e x
· x−1/2 = √
2 2 x

2
Contoh 1.3.2. Dapatkan Dx ex ln x

Jawab

2 2
Dx ex ln x
= ex ln x
Dx (x2 ln x)
 
x2 ln x 2 1
=e x · + 2x ln x)
x
2
= xex ln x
(1 + ln x2 )

Contoh 1.3.3. Misalkan f (x) = xex/2 . Dapatkan selang di mana f naik dan turun.
Dapatkan pula dimana ia cekung atas dan cekung bawah. Selanjutnya, identifikasi
nilai-nilai ekstrim dan titik beloknya. Kemudian sketsakan grafiknya.
Jawab
xex/2
 
0 x+2
f (x) = + ex/2 = ex/2
2 2
1.3. FUNGSI EKSPONENSIAL ALAMI 21

dan
ex/2 ex/2
   
x+2 x+4
f ”(x) = + = ex/2
2 2 2 4

Perhatikan bahwa ex/2 untuk setiap x dan f 0 (x) < 0 untuk x < −2, f (−2) = 0,
sedangkan f 0 (x) > 0 untuk setiap x > −2. Dengan demikian, f turun pada [−2, ∞),
dan titik maksimumnya terjadi pada saat x = −2, yaitu f (−2) = −2/e ≈ −0, 7.
Perhatikan pula, bahwa f 00 (x) < 0 untuk setiap x < −4, f 00 (−4) = 0 dan f 00 (x) > 0
untuk x > −4. Dengan demikian, grafik f cekung bawah pada (−∞, −4) dan cekung
atas pada (−4, ∞) dan titik belok terjadi pada (−4, −4e−2 ) ≈ (−4, −0, 54). Karena
limx→−∞ xex/2 = 0, maka garis y = 0 adalah asimptot datar bagi f . Gambar 1.11
memberikan sketsa grafik f = xex/2

Gambar 1.11:

[!h]
R
Formula Dx ex = ex secara otomatis memberikan formula integral ex dx =
ex + C, atau dengan menggantikan x dengan u, kita peroleh
Z
eu du = eu + C.
22 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

e−4x dx
R
Contoh 1.3.4. Hitung
Jawab Misalkan u = −4x, maka du = −4 dx. Selanjutnya kita peroleh
Z Z
−4x 1 1 1
e dx = − eu du = − eu + C = − e−4x + C
4 4 4
R2 6e1/x
Contoh 1.3.5. Hitung 1 x2
dx
Jawab Dengan memisalkan u = 1/x, kita dapatkan du = (−1/x2 )dx. Selanjutnya,
u = 1 untuk x = 1 dan u = 1/2 untuk x = 2. Kemudian,

2 1/2
6e1/x
Z Z
dx = −6eu du
1 x2
Z1 1
= 6eu du
1/2

= [6eu ]11/2

= 6(e − e)

R3 2
Contoh 1.3.6. Hitung 1
xe−3x dx
Jawab Misalkan u = −3x2 , maka du = −6x dx, sehingga u = −3 untuk x = 1 dan
u = −27 untuk x = 3. Dengan demikian

3
1 −27 u
Z Z
−3x2
xe dx = − e du
1 6 −3
1
= [eu ]−3
6  −27 
1 1 1
= −
6 e3 e27
1.3. FUNGSI EKSPONENSIAL ALAMI 23

Latihan 1.3.1.

1. Dengan menggunakan kalkulator, dapatkan nilai-nilai berikut:


(a) e3 (b) e2,1

2
(c) e (d) ecos(ln 4)

2. Sederhanakan ekspresi berikut:


(a) e3 ln x (b) e−2 ln x
(c) ln ecos x (d) ln(x3 e−3x )
2 −y ln x
(e) eln 3+2 ln x (f) eln x

3. Dapatkan Dx y
2
(a) y = ex+2 (b) y = e2x −x
√ √ √
2
x+2
(c) y = e (d) y = ex2 + e x
2 2 3
(e) y = e1/x + 1/ex (f) y = ex ln x

(g) exy + xy = 2 Hint: Gunakan turunan implisit

4. Dapatkan daerah asal fungsi f yang diberikan. Kemudian tentukan selang di


mana daerah asal naik, turun, cekung ke atas, dan cekung ke bawah. Identi-
fikasi semua nilai ekstrim dan titik beloknya. Kemudian sketsakan grafiknya
(a) f (x) = e2x (b) f (x) = ln(x2 + 1)
2
(c) f (x) = ln(2x − 1) (d) f (x) = e1−x
Rx 2 Rx
(e) f (x) = 0 e−t dt (f) f (x) = 0 te−t dt

5. Hitung masing-masing integral berikut:


2
(a) e3x+1 dx (b) xex −3 dx
R R
R x R −1/x
(c) exe−1 dx (d) e x2 dx
R x+ex R 2
(e) e dx (f) (x + 3)ex +6x dx
R1 R 2 3/x
(g) 0 e2x+3 dx (h) 1 ex2 dx

6. Dapatkan volume benda padat yang didapatkan dengan cara memutar daerah
yang dibatasi kurva y = ex , y = 0, x = 0, dan x = ln 3 terhadap sumbu−x
24 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

2
7. Daerah yang dibatasi oleh y = e−x , y = 0, x = 0, dan x = 1 diputar terhadap
sumbu−y. Dapatkan volume benda padat yang dihasilkan.

8. Dapatkan luas daerah yang dibatasi oleh kurva y = e−x dan garis yang melalui
titik (0, 1) dan (1, 1/e).

9. Tunjukkan bahwa f (x) = x


ex −1
− ln(1 − e−x ) turun pada x > 0.
1.4. FUNGSI EKSPONENSIAL DAN LOGARITMA UMUM 25

1.4 Fungsi Eksponensial dan Logaritma Umum


Pada bagian ini kita akan memberikan definisi bagi ax untuk a > 0 dan sebarang
bilangan real x. Misalkan r = p/q adalah sebuah bilangan rasional, maka ar =

( q a)p . Namun, kita juga telah tahu bahwa

ar = exp(ln ar ) = exp(r ln a) = er ln a

Hasil inilah yang akan mengantarkan kita pada definisi berikut:

Definisi 1.4.1. Untuk sebarang a > 0 dan sebarang bilangan real x,

ax = ex ln a

Tentu pendefinisian ini akan lebih tepat jika sifat-sifat yang berlaku pada ekspo-
nen juga valid dengan definisi tersebut. Selanjutnya, berdasarkan definisi di atas,
kita dapatkan sifat sebagai berikut:

ln(ax ) = ln(ex ln a ) = x ln a

Sifat-Sifat ax
Pada bagian ini, kita akan mengetahui sifat-sifat eksponen dan bagaimana cara
menurunkan dan mengintegralkan ax .

Teorema 1.4.1. Sifat-sifat eksponen


Misalkan a > 0, b > 0 dan x dan y adalah bilangan real, maka

(i) ax ay = ax+y

ax
(ii) ay
= ax−y
26 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

(iii) (ax )y = axy

(iv) (ab)x = ax bx

a x ax

(v) b
= bx

Bukti
Kita akan membuktikan (ii) dan (iii), selebihnya ditinggalkan untuk latihan.

(ii)
ax ln(ax /ay ) ln ax −ln ay
= e = e
ay
= ex ln a−y ln a = e(x−y) ln a = ax−y

(iii) (ax )y = ey ln a = eyx ln a = ayx = axy


x

Teorema 1.4.2. Aturan Fungsi Eksponen

Dx ax = ax ln a
Z  
x 1
a dx = ax + C, a 6= 1
ln a
bukti
Dx ax = Dx (ex ln a ) = ex ln a Dx (x ln a) = ax ln a

Pembuktian formula integral secara langsung mengikuti dari formula turunan

Contoh 1.4.1.

x
1. Dapatkan Dx (3 )

4 +2
2. Dapatkan dy/dx jika y = (x4 + 2)5 + 5x
R 3
3. dapatkan 2x x2 dx
1.4. FUNGSI EKSPONENSIAL DAN LOGARITMA UMUM 27

Jawab


1. Dengan Aturan Rantai dan misalkan u = x,


x

x

Dx (3 )=3 ln 3 · Dx x

x
3 ln 3
= √
2 x

2. h i
4 5 x4 +2
dy d (x + 2) + 5
=
dx dx
4
= 5(x + 2) · 4x3 + 5x +2 ln 5 · 4x3
4 4

h i
3 4 4 x4 +1
= 20x (x + 2) + 5 ln 5

3. Misalkan u = x3 maka du = 3x2 dx, sehingga


Z Z
x3 2 1 u
2 x dx = 2 du
3
 
1 1
= 2u + C
3 ln 2
 
1 1 3
= 2x + C
3 ln 2
3
2x
= +C
3 ln 2

Fungsi loga

Perhatikan bahwa jika 0 < a < 1 maka f (x) = ax merupakan fungsi turun
dan menjadi fungsi naik jika a > 1. f (x) = ax sebagaimana pemeriksaan dengan
menggunakan turunan. Di lain pihak, f memiliki invers yang kita sebut sebagai
fungsi logaritma dengan basis a. Hal ini ekuivalen dengan definisi berikut.
28 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Definisi 1.4.2. Misalkan a adalah bilangan positif selain 1. Maka

y = loga x ⇔ x = ay

Secara umum, jika logaritma tersebut memiliki basis 10, maka kita sebut sebagai
logaritma biasa. Namun, dalam kalkulus maupun ilmu matematika lanjut, basis
signifikan yang dipakai adalah e. Perhatikan bahwa loge adalah invers dari f (x) = ex
yang merupakan bentuk lain dari ln; yaitu

loge x = ln x

Misalkan y = loga x, sehingga x = ay , maka

ln x = y ln a

Dengan demikian, kita simpulkan bahwa

ln x
loga x =
ln a

Dari bentuk di atas, terlihat bahwa loga memenuhi sifat-sifat yang berhubungan
dengan logaritma. Akibatnya, kita peroleh

1
Dx loga x =
x ln a

dy
Contoh 1.4.2. jika y = log10 (x4 + 13), dapatkan dx

Jawab Misalkan u = x4 + 13, maka du = 4x3 dx dan dengan Aturan Rantai,

dy 1 4x3
= 4 · 4x3 = 4
dx (x + 13) ln 10 (x + 13) ln 10
1.4. FUNGSI EKSPONENSIAL DAN LOGARITMA UMUM 29

Fungsi ax, xa, dan xx

Gambar 1.12:

[!h]
Bermula dari membandingkan tiga buah grafik y = ax , y = xa , dan y = xx pada
Gambar 1.12. Lebih umum, misalkan a adalah sebuah konstanta. Turunan dari
fungsi eksponensial y = ax dan fungsi pangkat y = xa masing- masing adalah

Dx (ax ) = ax ln a

dan
a a a
Dx (xa ) = Dx (eln x ) = ea ln x · = xa · = axa−1
x x
Formula di atas berlaku untuk a rasional maupun irasional. Aturan integral pun
berlaku untuk a irasional, yaitu

xa+1
Z
xa dx = + C, a 6= −1
a+1

Akhirnya, perhatikan f (x) = xx , fungsi variabel pangkat variabel. Untuk men-


30 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

dapatkan formula Dx (xx ) perhatikan ilustrasi berikut

Contoh 1.4.3. Jika y = xx , x > 0, dapatkan Dx y dengan dua metode yang berbeda.

Jawab
Metode 1 Pertama, kita tulis

y = xx = ex ln x

Dengan Aturan Rantai dan Aturan Perkalian,


 
x ln x x 1
Dx y = e Dx (x ln x) = x x · + ln x = xx (1 + ln x)
x

Metode 2 Ingat kembali teknik turunan logaritma pada subbab 1.1.

y = xx

ln y = x ln x
1 1
Dx y = x · + ln x
y x
Dx y = y(1 + ln x) = xx (1 + ln x)

Contoh 1.4.4. Jika y = (x2 + 1)π + π sin x , dapatkan dy/dx.

Jawab
Dengan menggunakan turunan logaritma, kita dapatkan

ln y = (sin x) ln(x2 + 1)
1 dy 2x
= (sin x) 2 + (cosx) ln(x2 + 1)
y dx x +1
 
dy 2 sin x 2x 2
= (x + 1) (sin x) 2 + (cosx) ln(x + 1)
dx x +1
1.4. FUNGSI EKSPONENSIAL DAN LOGARITMA UMUM 31
R1 51/x
Contoh 1.4.5. Hitung 1/2 x2
dx

Jawab
Misalkan u = 1/x, sehingga du = (−1/x2 ) dx. u = 2 untuk x = 1/2 dan u = 1
untuk x = 1. Dengan demikian,

1 1
51/x
Z Z
dx = −5u du
1/2 x2 2
Z 2
= 5u du
1
 u 2
5
=
ln 5 1
52 5
= −
ln 5 ln 5
20
=
ln 5

Latihan 1.4.1.

1. Dapatkan nilai x. Hint: loga b = c ⇔ ac = b

(a) log2 8 = x

(b) logx 64 = 4
x
(c) 2 log9 3
=1
1
(d) log4 2x
=3

(e) log2 (x + 3) − log2 x = 2

(f) log5 (x + 3) − log5 x = 1

2. Dapatkan turunan atau integral dari

(a) Dx (62x )
2 −3x
(b) Dx (32x )
32 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

(c) Dx log3 ex

(d) Dx log1 0(x3 + 9)

(e) Dz [3z ln(z + 5)]


R 2
(f) x2x dx
R
(g) 105x−1 dx
R 4 √x
(h) 1 5√x dx
R1
(i) 0 (103x + 10−3x )dx

3. Dapatkan dy/dx

2
(a) y = 10(x ) + (x2 )10

(b) y = sin2 x + 2sin x

(c) y = xπ+1 + (π + q)x

(d) y = (x2 + 1)ln x

4. Jika f (x) = xsin x , dapatkan f 0 (1)

5. Dapatkan daerah asal dari setiap fungsi f yang diberikan, kemudian cari se-
lang naik, turun, cekung atas, dan cekung bawah. Identifikasi juga nilai-nilai
ekstrim dan titik beloknya. Selanjutnya sketsakan grafik y = f (x)

(a) f (x) = 2−x

(b) f (x) = log2 (x2 + 1)


Rx 2
(c) f (x) = 1 2−t dt
Rx
(d) f (x) = 0 log10 (t2 + 1) dt

ax −1
6. Didefinisikan f (x) = ax +1
untuk suatu a yang tetap, a > 0, a 6= 1. Tunjukkan
bahwa f punya invers dan dapatkan formula untuk f −1 (x).
1.4. FUNGSI EKSPONENSIAL DAN LOGARITMA UMUM 33

7. Untuk suatu a > 1 tetap, misalkan f (x) = xa /ax pada [0, ∞). Tunjukkan:

(a) limx→∞f (x)=0 Hint: Pelajari ln f (x);

(b) f (x) mencapai nilai maksimumnya pada x0 = a/ ln a;

(c) xa = ax memiliki dua buah solusi jika a 6= e dan hanya satu solusi jika
a = e;

(d) π e < eπ
34 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

1.5 Pertumbuhan dan Peluruhan Eksponensial

Pada permulaan tahun 2004, populasi dunia mencapai sekitar 63 miliar. Men-
jelang tahun 2020, diperkirakan populasi akan mencapai 7,9 miliar. Pertanyaannya
adalah bagaimana prediksi itu dibuat? Untuk medapatkan prediksi tersebut, per-
tama kita misalkan y = f (t) menotasikan besarnya populasi pada waktu t, dimana
t adalah banyaknya tahun setelah 2004. Sebenarnya, f (t) adalah sebuah bilangan
bulat dan grafiknya ”melompat” saat seseorang terlahir atau meninggal. Namun,
untuk populasi yang besar, lompatan-lompatan ini terhitung kecil terhadap total
populasi, yakni kita tidak akan salah jauh jika kita menganggap f sebagai fungsi
yang bisa diturunkan.
Cukup masuk akal jika kita memisalkan kenaikan populasi ∆y (kelahiran dikurangi
kematian) selama selang waktu tertentu ∆x sebanding dengan besarnya populasi
pada permulaan periode waktu dan panjangnya periode tersebut. Dengan demikian,
∆y = ky∆t, atau
∆y
= ky
∆x
Dalam bentuk limit, kita dapatkan bentuk persamaan diferensial

dy
= ky
dx

Jika k > 0, maka populasi akan naik. Jika k < 0, maka populasi akan turun. Untuk
populasi dunia, sejarah mengindikasikan nilai k sekitar 0,0132(dengan mengasum-
sikan t yang diukur dalam tahun)

Menyelesaikan Persamaan Diferensial

Pada permulaan Bab 1, kita telah mempelajari beberapa masalah persamaan


diferensial. Sekarang kita akan menyelesaikan dy/dt = ky dengan syarat y = y0
1.5. PERTUMBUHAN DAN PELURUHAN EKSPONENSIAL 35

saat t = 0. Dengan memisahkan variabel dan mengintegralkan, kita dapatkan

dy
= k dt
y
Z Z
dy
= k dt
y
ln y = kt + C

Syarat y = y0 pada saat t = 0 memberikan C = ln y0 . Dengan demikian,

y
ln y − ln y0 = kt ⇔ = ekt
y0

atau
y = y0 ekt (1.1)

Saat k > 0, tipe persamaan (1.1) disebut pertumbuhan eksponensial, dan


saat k < 0, disebut sebagai peluruhan eksponensial. Kembali ke permasalahan
populasi dunia, kita coba untuk menghitung t sebagai waktu dalam satuan tahun
setelah 1 Januari 2004, dan y dalam satuan miliar orang. Dengan demikian, y0 = 6, 4
dan kita pilih k = 0, 0132, maka

y = 6, 4e1,0132t

Menjelang tahun 2020, saat t = 16, kita bisa memprediksikan bahwa y akan sekitar

y = 6, 4e0,0132(16) ≈ 7, 9 miliar orang

Contoh 1.5.1. Berdasarkan asumsi di atas, berapa lama jumlah populasi dunia
menjadi dua kali dari jumlah sekarang?

Jawab
36 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Pertanyaan tersebut ekivalen dengan menanyakan ”dalam berapa tahun setelah


2004, populasi akan mencapai 12,8 miliar?” Dengan demikian, kita perlu menye-
lesaikan

12, 8 = 6, 4e0,0132t

2 = e0,0132t

ln 2 = 0, 0132t
ln 2
t= ≈ 53 tahun
0, 0132

Jika populasi dunia akan menjadi dua kali lipat pada 53 tahun pertama setelah 2004,
maka populasi tersebut akan menjadi empat kali lipat pada 106 tahun berikutnya.
Secara umum, jika sebuah kuantitas tumbuh secara eksponensial dari y0 menjadi
2y0 dalam suatu interval sepanjang T , maka ia juga akan menjadi dua kali lipat
pada sebarang interval sepanjang T , karena

y(t + T ) y0 ek(t+T ) y0 ekT 2y0


= kt
= = =2
y(t) y0 e y0 y0

Kita sebut t sebagai waktu ganda

Peluruhan Radioakif

Dalam berbagai kasus, tidak semuanya mengalami pertumbuhan. Namun, ada


beberapa yang mengalami penurunan atau pengurangan sehingga jumlahnya men-
jadi lebih kecil dari jumlah awal. Sebagai contoh, elemen radioktif mengalami pelu-
ruhan dengan laju yang sebanding dengan jumlah saat ini. Dengan demikian, laju
perubahannya juga memenuhi persamaan diferensial

dy
= ky
dx
1.5. PERTUMBUHAN DAN PELURUHAN EKSPONENSIAL 37

tetapi dengan nilai k negatif dan y = y0 ekt tetap menjadi solusi bagi persamaan
diferensial tersebut.

Contoh 1.5.2. Carbon 14 bersifat radioaktif dan meluruh pada sebuah laju yang
sebanding dengan jumlah awalnya. Waktu paruhnya adalah 5730 tahun, yakni, ia
membutuhkan 5730 tahun untuk meluruh setengah dari jumlah aslinya. Jika saat
ini terdapat 10 gram Carbon, berapakah massanya setelah 2000 tahun?

Jawab
Karena waktu paruh Carbon 14 adalah 5730 tahun, maka kita dapat menentukan
nilai k dari

f rac12 = 1ek (5730)

− ln 2 = 5730k
− ln 2
k= ≈ 0, 000121
5730

y = 10e0,000121t

Pada t = 2000, kita dapatkan

y = 10e0,000121(2000) ≈ 7, 85 gram

Hukum Pendinginan Newton

Hukum Pendinginan Newton menyatakan bahwa laju perubahan pada sebuah


benda yang mendingin atau memanas sebanding dengan selisih antara suhu benda
tersebut dengan suhu lingkungan. Lebih khusus, misalkan sebuah benda yang ditem-
patkan di dalam sebuah ruang bersuhu T memiliki suhu awal T0 . Jika T (t) meno-
38 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

tasikan suhu benda pada waktu t, maka Hukum Pendinginan Newton menyatakan

dT
k(T − T1 )
dt

Persamaan diferensial ini bisa diselesaikan dengan pemisahan variabel sebagaimana


masalah pertumbuhan dan peluruhan pada subbab ini.

Contoh 1.5.3. Sebuah benda diambil dari oven pada suhu 350◦ F kemudian dit-
inggalkan agar mendingin pada suatu ruang yang bersuhu 70◦ F . Jika suhu benda
tersebut turun menjadi 250◦ F dalam waktu satu jam, menjadi berapakah suhunya
pada tiga jam berikutnya?

Jawab
Kita bisa menulis persamaan diferensial sebagai

dT
= k(T − 70)
dt
dT
= k dt
Z T − 70 Z
dT
= kdt
T − 70
ln |T − 70| = kt + C

Karena suhu awalnya lebih besar dari 70, maka cukup masuk akal jika benda tersebut
akan mandingin hingga suhunya mencapai 70, dengan demikian T −70 akan bernilai
positif dan nilai mutalknya tidak dibutuhkan. Akibatnya

T − 70 = ekt+C

T = 70 + C1 ekt

dengan C1 = eC . Sekarang kita substitusikan nilai T (0) = 350 untuk mendapatkan


1.5. PERTUMBUHAN DAN PELURUHAN EKSPONENSIAL 39

C1 :

350 = T (0) = 70 + C1 ek·0

280 = C1

Dengan demikian, solusi dari persamaan diferensial adalah

T (t) = 70 + 280ekt

Untuk mendapatkan k kita masukkan syarat batas bahwa pada waktu t = 1, benda
tersebut bersuhu T (1) = 250.

250 = T (1) = 70 + 280ek·1

280ek = 180
180
ek =
280
180
k = ln ≈ −0, 44183
280

Akibatnya, kita peroleh solusi

T (t) = 70 + 280e−0,44183t

Bunga Majemuk

Jika kita menabung di bank Rp 100 juta dengan suku bunga majemuk bulanan
12%, maka tabungan tersebut akan bernilai Rp 100(1, 01) juta pada akhir bulan
pertama, Rp 100(1, 01)2 juta pada akhir bulan kedua, dan setelah satu tahun atau
pada akhir bulan keduabelas besarnya tabungan adalah Rp 100(1, 01)12 juta. Secara
umum, jika kita menabung sebesar A0 rupiah di bank dengan suku bunga majemuk
40 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

100r persen selama n tahun, maka tabungan tersebut akan bernilai A(t) rupiah pada
akhir tahun ke t dengan
 r nt
A(t) = A0 1 +
n

Contoh 1.5.4. Misalkan Karina menabung di bank sebesar Rp 500 juta dengan suku
bunga majemuk harian 4%. Berapakah uang Karina setelah akhir tahun ketiga?

Jawab
Dalam kasus ini, r = 0, 04 dan n = 365, sehingga

 365(3)
0, 04
A = 500 1 + ≈ Rp 563, 74 juta.
365

Sekarang, perhatikan apa yang terjadi apabila suku bunganya terhitung secara
kontinu, yakni saat n, banyaknya peroide yang terhitung dalam satu tahun, menuju
tak hingga. Maka,
 rt
 r nt r n/t
A(t) = lim A0 1 + = A0 lim 1+
n→∞ n n→∞ n
h irt
= A0 lim (1 + h)1/h = A0 ert
h→0

Di sini kita mengganti r/n dengan h dan perhatikan bahwa n → ∞ bersesuaian


dengan h → 0. Namun, langkah besarnya adalah memahami bahwa pernyataan
yang ada di dalam kurung adalah bilangan e. Hasil ini cukup penting dan karenanya
disebut dalam sebuh teorema sebagai berikut

Teorema 1.5.1.
lim (1 + h)1/h = e
h→0

Bukti
Pertama ingat kembali bahwa jika f (x) = ln x, maka f (x) = 1/x dan f 0 (1) = 1.
1.5. PERTUMBUHAN DAN PELURUHAN EKSPONENSIAL 41

Kemudian, berdasarkan definisi turunan dan sifat-sifat dari ln, kita dapatkan

f (1 + h) − f (1)
1 = f 0 (x) = lim = lim
h→0 h h→0
ln(1+h)−ln 1
h

1
= lim (1 + h) = lim ln(1 + h)1/h
h→0 h h→0

Dengan demikian, limh→0 ln(1 + h)1/h = 1, sebuah hasil yang akan kita gunankan
nanti. Sekarang, g(x) = ex = exp x adalah sebuah fungsi yang kontinu dan oleh
karenanya ia dapat mencapai limit pada fungsi eksponensial dalam argumen berikut:

h i
1/h 1/h 1/h
lim (1 + h) = lim exp[ln(1 + h) ] = exp lim ln(1 + h)
h→0 h→0 h→0

= exp 1 = e

Contoh 1.5.5. Misalkan bank pada contoh 1.5.4 memberlakukan suku bunga ma-
jemuk kontinu, Berapa banyak unag Karin yang akan diterima setelah akhir tahun
ketiga?

Jawab

A(t) = A0 ert = 500.000.000e(0,04)(3) ≈ Rp 563.750.000

Berikut ini adalah cara lain untuk menghitung pembayaran suku bunga majemuk
yang dibayarkan secara kontinu. Misalakan A adalah besarnya modal pada waktu
t dari A0 rupiah yang diinvestasikan dengan suku bunga r. Pernyataan suku bunga
dibayarkan secara kontinu setara dengan mengatakan bahwa laku perubahan A ter-
42 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

hadap waktu adalah rA, dengan demikian,

dA
= rA
dt

Persamaan diferensial ini mempunyai solusi A = A0 ert .

Latihan 1.5.1.

Pada soal nomor 1 sampai 4, selesaikan persamaan diferensial dengan syarat


batas yang diberikan. Perhatikan bahwa y(a) menotasikan nilai dari y pada saat
t = a.
dy
1. dt
= −6y, y(0) = 4

dy
2. dt
= 0, 005y, y(10) = 2

dy
3. dt
= 0, 003y, y(−2) = 3

dy
4. dt
= 6y, y(0) = 1

5. a. Populasi awal bakteri sebanyak 10.000 dan setelah inkubasi selama 10 hari
menjadi 20.000. Berapakah banyaknya bakteri dalam populasi tersebut
setelah 25 hari?

b. Berapa waktu inkubasi yang dibutuhkan agar populasi tersebut menjadi


dua kali lipat dan tiga kali lipat?

6. Massa sebuah tumor tumbuh dengan laju yang sebanding dengan ukurannya.
Saat pertama kali diukur, massanya 4 gram. Empat bulan kemudian massanya
menjadi 6,76 gram. Berapa besar tumor tersebut saat enam bulan sebelum
pertema kali diukur?

7. Cesium 137 dan strontonium 90 merupakan dua bahan kimia yang besifat
radioaktif dan dilepas pada reaktor nuklir Chernobyl pada bulan April 1986.
1.5. PERTUMBUHAN DAN PELURUHAN EKSPONENSIAL 43

Waktu paruh cesium 137 adalah 30,22 tahun dan waktu paruh strontonium
90 adalah 28,8 tahun. Pada tahun berapakah masing-masing Cesium dan
Strontonium menjadi 1% dari pertama kali dilepaskan?

8. Seseorang yang telah meninggal ditemukan pada 10 P.M. Saat itu bersuhu
82◦ F. Satu jam berikutnya, suhunya menjadi 76◦ F . Ruangan bersuhu kon-
stan 70◦ F. Apabila tubuh orang tersebut saat masih hidup bersuhu 98, 6◦ F ,
perkirakan berapa lama orang tersebut telah meninggal?

9. Selesaikan persamaan diferensial Hukum Pendinginan Newton untuk sebarang


T0 , T1 , dan k dengan mengasumsikan bahwa T0 > T1 . Tunjukan bahwa limt→∞ T (t) =
T1

10. Jika $375 ditabung di bank hari ini, menjadi berapakah tabungan tersebut
pada akhir tahun kedua jika suku bunganya 3, 5% dibayarkan:

a. setiap setahun sekali

b. setiap sebulan sekali

c. setiap hari

d. kontinu

11. Diberikan persamaan untuk pertumbuhan logistik sebagai berikut:

dy
= ky(L − y).
dx

Tunjukkan bahwa persamaan diferensial ini memiliki solusi

Ly0
y=
y0 + (L − y0 )e−Lkt

1 1 1
Hint: y(L−y)
= Ly
+ L(L−y)
.
44 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

1.6 Fungsi Invers Trigonometri dan Turunannya

Keenam fungsi trigonometri dasar (sinus, cosinus, tangent, cotangent, secant,


dan cosecant) telah didefinisikan di awal materi Matematika Dasar 1. Dalam hal
mendapatkan invers, fungsi trigonometri tergolong fungsi yang rumit, karena un-
tuk setiap y akan terdapat banyak x yang berkorespondensi dengan y. Meskipun
demikian, kita akan memperkenalkan notasi invers untuk fungsi-fungsi trigonometri
tersebut dengan cara membatasi domain (restricting domain).

Invers Sinus dan Cosinus

Perhatikan Gambar 1.13 dan 1.14. Grafik dari invers fungsi sinus dan cosinus
didapatkan dengan cara mencerminkan terhadap garis y = x. Namun, sebelumnya
kita perlu menentukan domain mana yang berlaku agar masing-masing fungsi sinus
dan cosinus memiliki invers. Pada sinus pembatasan domain dilakukan pada [− π2 , π2 ]
sedangkan pembatasan domain untuk cosinus dilakukan pada [0, π]

Gambar 1.13:

[!h]
[!h] Secara formal, invers dari sinus dan cosinus dituangkan dalam definisi berikut

Definisi 1.6.1. Batasan domain dari masing-masing invers fungsi sinus dan cosinus
1.6. FUNGSI INVERS TRIGONOMETRI DAN TURUNANNYA 45

Gambar 1.14:

adalah [−π/2, π/2] dan [0, π], sedemikian sehingga

π π
x = sin−1 y ⇔ y = sin x, − ≤x≤
2 2
x = cos−1 y ⇔ y = cos x, 0 ≤ x ≤ π

Gambar 1.15:

[!h]
Simbol arcsin seringkali digunakan untuk sin−1 dan arccos seringkali digunakan
untuk cos−1 . x = arcsin y bermakna ”besarnya busur atau sudut (arc or angle) x
sehingga sinus dari x bernilai y”.

Contoh 1.6.1. Hitung



(a) sin−1 ( 2/2)

(b) cos−1 − 21

46 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

(c) cos(cos−1 0, 6)

Jawab


(a) sin−1 ( 2/2) = π
4

(b) cos−1 − 12 = 2π

3

(c) cos(cos−1 0, 6) = 0, 6

Invers Tangent dan Secant

Gambar 1.16 menunjukkan grafik fungsi tangent, batasan domain, dan grafik
y = tan−1 x.

Gambar 1.16:

[!h]
Untuk mendapatkan invers dari secant, kita gambarkan y = sec x, batasi do-
mainnya secara tepat, kemudian gambarkan y = sec−1 x (lihat Gambar 1.17).
[!h]

Definisi 1.6.2. Untuk mendapatkan invers untuk tangent dan secant, kita batasi
domain untuk invers tangen pada (−π/2, π/2), sedangkan batasan domain untuk
inverse secant adalah [0, π/2) ∪ (π/2, π], sedemikian sehingga
1.6. FUNGSI INVERS TRIGONOMETRI DAN TURUNANNYA 47

Gambar 1.17:

π π
x = tan−1 y ⇔ y = tan x, − ≤x≤
2 2
π
x = sec−1 y ⇔ y = sec x, 0 ≤ x ≤ π, x 6=
2

Untuk memudahkan kita mengingat formula invers secant, perhatikan bahwa


sec x = 1/ cos x, sehingga bisa kita dapatkan bahwa

sec−1 y = cos−1 (1/y).

Beberapa Identitas Trigonometri

Teorema 2.6.1 dan Gambar 1.18 memberikan ilustrasi yang cukup mudah untuk
memahami formula fungsi invers trigonometri. [!h]


Teorema 1.6.1. (i) sin(cos−1 x) = 1 − x2


(ii) cos(sin−1 x) = 1 − x2


(iii) sec(tan−1 x) = 1 + x2
 √
 x2 − 1, untuk x ≥ 1;
(iv) tan(sec−1 x) = √
 − x2 − 1, untuk x ≤ −1.
48 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Gambar 1.18:

Contoh 1.6.2. Hitung sin 2 cos−1 2


 
3

Jawab
Dengan menggunakan formula sudut ganda pada sinus, 2 sin 2θ = 2 sin θ cos θ, kita
bisa menghitung sin 2 cos−1 32 sebagai berikut:
 

        
−1 2 −1 2 −1 2
sin 2 cos = 2 sin cos cos cos
3 3 3
s  2 √
2 2 4 5
=2· 1− · =
3 3 9

Turunan Fungsi Invers Trigonometri

Pada Matematika Dasar I, kita telah belajar turunan dari keenam fungsi trigonometri,
yaitu
Dx sin x = cos x D − x cos x = − sin x
Dx tan x = sec2 x Dx cot x = − csc2 x
Dx sec x = sec x tan x Dx csc x = − csc x cot x
1.6. FUNGSI INVERS TRIGONOMETRI DAN TURUNANNYA 49

Sekarang, kita bisa mengkombinasikan dengan aturan rantai. Misalkan u = f (x)


adalah fungsi yang dapat diturunkan, maka

Dx sin u = cos u · Dx u

Berdasarkan Theorema Fungsi Invers, kita dapat menarik kesimpulan bahwa


sin−1 , cos−1 , tan−1 , dan sec−1 adalah fungsi-fungsi yang dapat diturunkan. Tujuan
kita adalah untuk mendapatkan formula untuk turunan fungsi-fungsi tersebut. Tu-
runan dari keempat fungsi invers trigonometri disajikan dalam Teorema berikut.

Teorema 1.6.2. Turunan dari Empat Fungsi Invers Trigonometri

(i) Dx sin−1 x = √ 1
1−x2
−1<x<1

(ii) Dx cos−1 x = − √1−x


1
2 −1<x<1

(iii) Dx tan−1 x = 1
1+x2

(iv) Dx sec−1 x = √1
|x| x2 −1
|x| > 1

Contoh 1.6.3. Dapatkan Dx sin−1 (3x − 1).


Jawab
Kita gunakan Teorema 1.6.2 dan aturan rantai.

1
Dx sin−1 (3x − 1) = p Dx (3x − 1)
1 − (3x − 1)2
3
=√
−9x2 + 6x

Setiap formula turunan akan mengantarkan kita ke sebuah formula integral. Se-
cara khusus,

√ 1 = sin−1 x + C
R
1. 1−x2
dx
50 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

1
= tan−1 x + C
R
2. 1+x2
dx

√1 = sec−1 |x| + C
R
3. x x2 −1
dx

Formula-formula ini bisa diperluas sebagai berikut:

√ 1 = sin−1 x
R 
1’. a2 −x2
dx a
+C

1 1
tan−1 x
R 
2’. a2 +x2
dx = a a
+C
 
|x|
√ 1 1
sec−1
R
3’. x x2 −a2
dx = a a
+C
R1 ex
Contoh 1.6.4. 1. Hitung 0 4+9e2x
dx.
Jawab
Misalkan a = 2 dan u = 3ex sehingga du = 3ex dx. Untuk x = 0, u = 3,
sedangkan untuk x = 1, u = 3e. Akibatnya,

1
ex 1 3e 1
Z Z
dx = du
0 4 + 9e2x 3 3 4 + u2
1 1 h −1  u i3e
= · tan
3 2  2 3  
1 −1 3e −1 3
= tan − tan
6 2 2

2. Seseorang berdiri di atas tebing setinggi 200 meter di atas sebuah danau. Dia
melihat sebuah perahu motor yang bergerak menjauhi kaki tebing dengan ke-
lajuan 25 meter perdetik. Berapa cepatkah perubahan sudut depresi terhadap
penglihatan orang tersebut saat perahu motor tersebut berada di 150 meter dari
kaki tebing?
Jawab
Perhatikan Gambar 1.19 sebagai ilustrasi persoalan yang dihadapi.

[!h]
1.6. FUNGSI INVERS TRIGONOMETRI DAN TURUNANNYA 51

Gambar 1.19:

Perhatikan bahwa θ, sudut depresi diberikan oleh


 
−1 200
θ = tan
x

Dengan demikian,

dθ 1 −200 dx −200 dx
= 2
· 2
· = 2 ·
dt 1 + (200/x) x dt x + 40.000 dt

Saat x = 150 dan dx/dt = 25, maka kita dapatkan dθ/dt = −0, 08 radian
perdetik.

Memanipulasi Integran

Sebelum melakukan substitusi untuk menyelesaikan integral, ada baiknya kita


ubah terlebih dahulu integran dalam bentuk yang sesuai. Integral fungsi rasional
dengan penyebut yang berbentuk polinomial kuadrat biasanya dapt kita ubah dalam
bentuk melengkapkan kuadrat sempurna. Ingat kembali, bahwa x2 + bx menjadi
bentuk kuadrat sempurna dengan menambahkan (b/2)2 .

1
R
Contoh 1.6.5. Hitung x2 −6x+13
dx.
Jawab
52 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Z Z
1 1
2
dx = dx
x − 6x + 13 (x − 3)2 + 4
 
1 −1 x−3
= tan +C
2 2

Dalam hal ini, kita misalkan u = x − 3.

Latihan 1.6.1.

1. Dapatkan nilai eksaknya tanpa menggunakan kalkulator


√ 
2
a. arccos 2

b. arcsin − 12


√ 
c. arctan 3

2. Dapatkan dy/dx dari:

a. y = ln(2 + sin x)

b. y = etan x
1

c. y = sin x2 +4

3. Dapatkan integral dari:


R
a. cos 3x dx
R
b. sin 2x cos 2x dx
R1
c. 0
e2x cos(e2x ) dx
ex
R
d. 1+e2x
dx
1
R
e. 2x2 +8x+25
dx

√ x+1 dx
R
f. 4−9x2
1.6. FUNGSI INVERS TRIGONOMETRI DAN TURUNANNYA 53

4. Dengan menggunakan formula sudut ganda

tan(x + y) = (tan x + tan y)/(1 − tan x tan y)

tunjukkan bahwa    
π 1 5
= 3 tan−1 + tan −1
4 4 99

5. Seorang pengamat mengamati Sebuah pesawat yang terbang pada ketinggian


yang tetap yaitu 2 mil dan kecepatan tetap 600 mil perjam pada sebuah garis
lurus. Berapa cepat peningkatan sudut elevasi dari garis penglihatan penga-
mat saat jarak dari pengamat dan pesawat sejauh 3 mil? Tuliskan hasil Anda
dalam radian permenit.
54 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

1.7 Fungsi Hiperbolik dan Inversnya


Dalam Matematika maupun ilmu alam lainnya, kombinasi antara ex dan e−x
seringkali muncul. Dalam menyikapi hal ini, kombinasi-kombinasi tersebut diberi
nama khusus sebagai berikut:

Definisi 1.7.1. sinus hiperbolik, cosinus hiperbolik, dan keempat hubungan lainnya
didefinisikan sebagai berikut:

ex −e−x ex +e−x
sinh x = 2
cosh x = 2
sinh x cosh x
tanh x = cosh x
coth x = sinhx
1 1
sech x = cosh x
csch x = sinh x

Dari definisi fungsi hiperbolik, kita bisa menarik beberapa sifat sebagai berikut
(buktikan):

1. cosh2 x − sinh2 x = 1;

2. Persamaan parametrik x = cosh t dan y = sinh t mendeskripsikan hyperbola


satuan x2 − y 2 = 1;

3. fungsi sinus hiperbolik adalah fungsi ganjil, sinh(−x) = − sinh x, sedangkan


fungsi cosinus hiperbolik adalah fungsi genap, cosh(−x) = cosh x;

4. tanh adalah fungsi ganjil, dan sech adalah fungsi genap.

[!h]

Teorema 1.7.1. Turunan Fungsi Hiperbolik


Dx sinh x = cosh x Dx cosh x = sinh x
Dx tanh x = sech2 x Dx coth x = −csch2 x
Dx sech x = −sech x tanh x Dx csch x = −csch x coth x
1.7. FUNGSI HIPERBOLIK DAN INVERSNYA 55

Gambar 1.20:

Contoh 1.7.1. 1. Dapatkan Dx tanh(sin x)


Jawab

Dx tanh(sin x) = sech2 (sin x)Dx (sin x)

= cos x · sech2 (sin x)

R
2. Dapatkan tanh(3x − 1)dx
Jawab
Misalkan u = cosh(3x − 1), maka du = 3 sinh(3x − 1)dx, sehingga

sinh(3x − 1)
Z Z Z
1 1
tanh(3x − 1)dx = dx = du
cosh(3x − 1) 3 u
1 1
= ln |u| + C = ln | cosh x| + C = ln(cosh x) + C.
3 3

Kita dapat menghilangkan tanda mutlaknya karena cosh x > 0.


56 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Invers Fungsi Hiperbolik

Karena sinus hiperbolik dan cosinus hiperbolik masing-masing memiliki turunan


yang positif, maka mereka adalah fungsi naik dan secara langsung memiliki invers.
Untuk mendapatkan invers dari cosinus hiperbolik dan secant hiperbolik, kita perlu
membatasi domainya pada x ≥ 0.

x = sinh−1 y ⇔ y = sinh x

x = cosh−1 y ⇔ y = cosh x dan x ≥ 0

x = tanh−1 y ⇔ y = tanh x

x = sech−1 y ⇔ y = sech x dan x ≥ 0.

Karena fungsi hiperbolik didefinisikan dalam ex dan e−x , maka invers dari fungsi
hiperbolik juga dituliskan dalam logaritma alami. Misalkan y = cosh x untuk x ≥ 0.
Kita bisa menuliskannya sebagai

ex + e−x
y= , x≥0
2
Tujuan kita adalah mendapatkan fungsi bagi x, yang akan membawa kita pada
cosh−1 y. Dengan mengalikan kedua sisi oleh 2ex , kita dapatkan 2yex = e2x + 1, atau

(ex )2 − 2yex + 1 = 0, x ≥ 0

Selanjutnya dapat kita tulis,


p
x 2y + (2y)2 − 4 p
e = = y + y2 − 1
2
1.7. FUNGSI HIPERBOLIK DAN INVERSNYA 57

Akibatnya,
 p 
x = ln y + y 2 − 1 .

Dengan argumen yang tidak jauh berbeda, kita daptkan invers fungsi hiperbolik
sebagai berikut:

 √ 
sinh−1 x = ln x + x2 + 1
 √ 
cosh−1 x = ln x + x2 − 1 , x ≥ 1
1 1+x
tanh−1 x = ln , −1<x<1
2 1 −√ x
 
1 + 1 − x2
sech−1 x = ln , 0<x≤1
x

Turunan Invers Fungsi Hiperbolik

1
Dx sinh−1 x = √
x2 + 1
1
Dx cosh−1 x = √ , x>1
2
x −1
1
Dx tanh−1 x = , −1<x<1
1 − x2
−1
Dx sech−1 x = √ , 0<x<1
x 1 − x2

[!h]

Contoh 1.7.2. 1. Buktikan Dx sinh−1 x dengan dua cara.


Jawab
Cara 1
Misalkan y = sinh x, maka x = sinh y. Selanjutnya kita cari turunan kedua
sisi terhadap x, yaitu
1 = (cosh y)Dx y
58 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN

Gambar 1.21:

Dengan demikian,

1 1 1
Dx y = Dx (sinh−1 x) = =p =
cosh y 2
1 + sinh y 1 + x2

Cara 2
Menggunakan bentuk logaritma untuk sinh−1 x.

 √ 
Dx (sinh−1 x) = Dx ln x + x2 + 1
1  √ 
= √ D x x + x2 + 1
x + x2 + 1
 
1 x
= √ 1+ √
x + x2 + 1 x2 + 1
1
=√
x2 + 1

2. Dapatkan panjang dari kurva y = a cosh(x/a) antara x = −a dan x = a.


Jawab
1.7. FUNGSI HIPERBOLIK DAN INVERSNYA 59

Dengan menggunakan rumus mencari panjang kurva, kita dapatkan


s 2 r
Z a  Z a
dy  x 2
1+ dx = 1 + sinh2 dx = 2a sinh 1.
−a dx −a a

Latihan 1.7.1.

1. Periksa identitas berikut

a. e2x = cosh 2x + sinh 2x

b. sinh(x + y) = sinh x cosh y + cosh x sinh y


tanh x+tanh y
c. tanh(x − y) = 1−tanh x tanh y

2. Dapatkan Dx y

a. y = 5 sinh2 x

b. y = x−2 sinh x

c. y = cosh−1 (cos x)

3. Dapatkan integral berikut


R
a. sinh(3x + 7)dx
R
b. tanh x ln(cosh x)dx
R
c. x coth x2 ln(sinh x2 )dx

4. a. Dapatkan luas daerah yang dibatasi oleh y = cosh 2x, y = 0, x = − ln 5,


dan x = ln 5

b. Daerah yang dibatsi oleh y = sinh x, y = 0, x = 0 dan x = ln 10 diputar


terhadap sumbu−x. Dapatkan volume yang dihasilkan

c. Kurva y = cosh x, 0 ≤ x ≤ 1 diputar terhadap sumbu−x. Dapatkan luas


permukaan yang dihasilkan
60 BAB 1. FUNGSI TRANSENDEN
Bab 2

Aplikasi Integral

2.1 Luas Daerah Bidang Rata


Pembahasan singkat tentang luas pada Kalkulus 1 diperlukan untuk memberikan
dasar tentang definisi integral tentu. Pemahaman tentang konsep integral tentu
tersebut akan digunakan untuk menghitung luas daerah-daerah yang bentuknya
lebih rumit.

Daerah di atas Sumbu-x Misalkan y = f (x) mendefinisikan persamaan suatu


kurva pada bidang xy. Misalkan pula f (x) kontinu dan taknegatif pada interval
a ≤ x ≤ b (lihat Gambar 2.1). Perhatikan daerah R yang dibatasi oleh grafik
y = f (x), x = a, x = b, dan y = 0. Daerah R berada di bawah grafik y = f (x) di
antara x = a dan x = b. Luas daerah R, A(R), yaitu:
Z b
A(R) = f (x)dx.
a

61
62 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.1: Daerah R di bawah fungsi y = f (x)

Contoh 2.1.1. Hitunglah luas daerah R yang dibatasi oleh f (x) = 6x4 − 2x2 + 0.8
di antara x = −1 dan x = 1.
Jawab.
Perhatikan Gambar 2.2 a.! Luas daerah R diperkirakan sebesar perkalian ukuran
alas kali dengan ukuran rata-rata tinggi, yaitu 2 · (1.5) = 3 satuan luas. Namun,
nilai eksaknya adalah:
Z 1  1
4 2 6 5 2 3
A(R) = (6x − 2x + 0.8)dx = x − x + 0.8x
−1 5 3 −1
 
6 2 6 2
= − + 0.8] − [− + − 0.8
5 3 5 3
2
=2 .
3
2.1. LUAS DAERAH BIDANG RATA 63


Gambar 2.2: (a) f (x) = 6x4 − 2x2 + 0.8 dan (b) f (x) = x


Contoh 2.1.2. Hitunglah luas daerah R yang dibatasi oleh f (x) = x di antara
x = 0 dan x = 4.
Jawab.
Perhatikan Gambar 2.2 b.! Luas R, yaitu
Z 4 √ √
2 2 2
A(R) = xdx = [x ∗ x]40 = [4.2 − 0] = .8
0 3 3 3
16
= satuan luas.
3

Daerah di Bawah Sumbu−x


Luas merupakan besaran yang bernilai tak negatif. Jika suatu grafik f (x) berada di
Rb
bawah sumbu−x, maka a f (x)dx bernilai negatif sehingga tidak dapat menyatakan
luas. Namun demikian, bilangan itu tidak lain adalah negatif dari luas daerah di
bawah sumbu−x tersebut. Perhatikan contoh berikut!

Contoh 2.1.3. Hitunglah luas daerah R yang dibatasi oleh f (x) = 3x2 −4, sumbu−x, x =
64 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

−1, dan x = 2. Daerah R diperlihatkan pada Gambar 2.3. Luas R adalah


Z 2
A(R) = − (3x2 − 4)dx = −[x3 − 4x]2−1 = −[23 − 4.2 − ((−1)3 − 4(−1))]
−1

= −[8 − 8 + 1 − 4] = 3 satuan luas.

Gambar 2.3: f (x) = 3x2 − 4

Nah, Coba selesaikan soal ini! Cek kemampuanmu! Berapakah luas daerah yang di-
batasi oleh grafik f (x) = 2x3 − 5x2 − 4, ruas sumbu−x di antara x = −1, dan x = 3?

Daerah Di antara Dua Kurva Perhatikanlah kurva-kurva y = f (x) dan y = g(x)


dengan g(x) ≤ f (x) pada a ≤ x ≤ b. Lihatlah Gambar 2.4! Yakinkan bahwa
f (x) − g(x) merupakan aproksimasi tinggi irisan tipis tersebut. Dalam kasus ini,
walaupun sebagian grafik g(x) berada di bawah sumbu−x, mengurangkan f (x) de-
ngan g(x) berarti menambahkan dengan bilangan positif. Sekalipun f (x) dan g(x)
dua-duanya negatif.

Contoh 2.1.4. Carilah luas daerah di antara kurva y = x4 dan y = 2x − x2 .


2.1. LUAS DAERAH BIDANG RATA 65

Gambar 2.4: y = f (x) dan y = g(x)

Gambar 2.5: y = x4 dan y = 2x − x2

Jawab.
Pertama, carilah titik potong antara dua kurva, yaitu x4 = 2x−x2 atau x4 +x2 −2x =
x(x3 + x − 2) = x(x − 1)(x2 + x + 2) = 0. Jadi x = 0, 1. Sketsa kurva daerah,
aproksimasi, dan integral yang bersangkutan diperlihatkan pada Gambar 2.5. Luas
daerahnya, yaitu

1
x3 x5 1
Z
1 1 7
(2x − x2 − x4 )dx = [x2 − − ]0 = 1 − − = satuan luas.
0 3 5 3 5 15

Contoh 2.1.5. Carilah luas daerah di antara dua kurva y = x dan y = 4x − x2 .


Jawab.
Titik potong kedua kurva tersebut, yaitu x = 4x − x2 atau x2 − 3x = x(x − 3) = 0
sehingga diperoleh titik potong (0, 0) dan (3, 0). Lihat grafik pada Gambar 2.6. Luas
66 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

daerahnya, yaitu
Z 3 Z 3
2 3 1 1
(4x − x − x)dx = (3x − x2 )dx = [ x2 − x3 ]20 = 4 satuan luas.
0 0 2 3 2

Gambar 2.6: f (x) = 4x − x2 dan g(x) = x


2.1. LUAS DAERAH BIDANG RATA 67

”Cobalah untuk membaca contoh-contoh soal dari referensi lain dan berlatihlah
untuk menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan luas daerah di antara
dua kurva. Selamat Belajar”!

Jarak dan Perpindahan Perhatikan suatu benda yang bergerak di sepanjang garis
Rb
lurus dengan kecepatan v(t) pada saat t. Jika v(t) ≥ 0, maka a v(t)dt memberikan
jarak yang ditempuh dalam interval waktu a ≤ t ≤ b. Namun, jika v(t) negatif
(benda bergerak dalam arah sebaliknya), maka
Z b
v(t)dt = s(b) − s(a)
a

mengukur perpindahan benda, yaitu jarak berarah dari tempat berangkat s(a)
ke tempat akhir s(b). Dengan demikian, jarak total yang ditempuh benda selama
Rb
a ≤ t ≤ b, yaitu a |v(t)|dt, luas daerah di antara kurva kecepataan dan sumbu−t.

Contoh 2.1.6. Pada saat t = 0, posisi benda di s = 3 satuan jarak. Kecepatannya


pada waktu t adalah v(t) = 5 sin 6πt. Di manakah posisi benda saat t = 2, dan berapa
jarak yang ditempuh selama waktu ini?

Jawab.
Perpindahan benda sejauh
Z 2 Z 2
5
s(2) − s(0) = v(t)dt = 5 sin 6πtdt = [− cos 6πt]20 = 0
0 0 6π

Jadi, saat t = 2, benda berada di posisi s(2) = s(0) + 0 = 3. Jarak total yang
ditempuh adalah
Z 2 Z 2
|v(t)|dt = |5 sin 6πt|dt.
0 0
68 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Berdasarkan sifat simetri, diperoleh

2
Z 2 Z
12 1 1
|v(t)|dt = 12 5 sin 6πtdt = 60[− cos 6πt]06 = 20π ≈ 6, 3662.
0 0 6π

2.2 Volume Benda-Pejal: Lempengan, Cakram,


Cincin

Banyak besaran dapat dianggap sebagai hasil pengirisan sesuatu menjadi potongan-
potongan kecil, aproksimasi, tiap potongan, penjumlahan dan pengambilan limit
ketika tiap potongan ukurannya mengecil. Metode tersebut dapat diterapkan un-
tuk mencari volume benda pejal asalkan volume masing-masing potongan mudah
diaproksimasi.
Perhatikan benda-benda pejal sederhana, biasa disebut silinder tegak, pada Gam-
bar 2.7! Misalkan suatu benda pejal memiliki penampang tegak lurus dengan suatu

Gambar 2.7: V = A.h

garis (sebut sumbu−x) dengan luas yang diketahui. Misalkan luas penampang pada
x adalah A(x) dengan a ≤ x ≤ b (Gambar 2.8 kiri). Partisi interval [a, b] dengan
menyisipkan titik-titik a = x0 < x1 < x2 < ... < xn = b. Lewatkan bidang-bidang
melalui titik-titik ini tegak lurus pada sumbu−x sehingga mengiris benda menjadi
lempengan-lempengan tipis (Gambar2.8 kanan). Volume ∆V suatu lempengan kira-
2.2. VOLUME BENDA-PEJAL: LEMPENGAN, CAKRAM, CINCIN 69

kira sama dengan volume suatu silinder, yaitu

∆Vi ≈ A(x̄i )∆xi .

(Ingat bahwa x̄i (titik sampel) adalah sebarang bilangan dalam interval [xi−1 , xi ]).

Gambar 2.8: V ≈ Σni=1 A(x̄i )∆xi

Ketika partisi mendekati nol diperoleh integral tentu yang didefinisikan sebagai vol-
ume benda pejal, yaitu
Z b
V = A(x)dx.
a

Seperti halnya pada luas, untuk menentukan volume, lakukanlah iris, aproksimasi,
integrasikan.

Benda-pejal Putar: Metode Cakram Jika suatu daerah rata (yang terletak
seluruhnya pada satu sisi dari suatu garis (sumbu) tetap pada bidangnya) diputar
mengelilingi garis tersebut, daerah itu akan membentuk suatu benda-pejal putar.
Perhatikan Gambar2.9! Jika daerah yang dibatasi oleh setengah lingkaran dan garis
tengahnya diputar mengelilingi garis tengah tersebut, maka daerah itu membentuk
suatu bola pejal.
70 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.9: Bola Pejal

Dalam metode ini, bayangkan potongan luas yang harus diputar menjadi lempeng-
lempeng tipis tegak berukuran y∆x, kemudian memutarnya membentuk suatu cakram
seperti uang koin tipis, kemudian menjumlahkan semua volume cakram untuk meng-
hasilkan total volumenya (nilai integral). Ingat bahwa volume silinder tegak adalah
πr2 h, maka volume setiap cakram adalah ∆v = πy 2 ∆x dengan a dan b batas inte-
grasi (batas perputaran) sehingga
Z b
V = πy 2 dx.
a

Contoh 2.2.1. Hitunglah volume benda pejal yang terbentuk dari perputaran daerah

yang dibatasi oleh kurva y = x, sumbu−x, dan x = 0, x = 4 mengelilingi sumbu−x
Jawab.
Perhatikan Gambar 2.10! Aproksimasikan volume ∆V cakram ini dengan ∆V ≈
√ 2
π( x ∆x) dan kemudian integrasikan, diperoleh

4
x2 4
Z
16
V =π xdx = π[ ]0 = π = 8π ≈ 25, 3.
0 2 2

Metode Cincin Ada kasus tertentu pengirisan suatu benda-pejal putar meng-
hasilkan cakram-cakram dengan lubang di tengahnya yang disebut cincin. Per-
hatikan ilustrasi dan rumusnya pada Gambar2.11.
2.2. VOLUME BENDA-PEJAL: LEMPENGAN, CAKRAM, CINCIN 71


Gambar 2.10: y = x diputar mengelilingi sumbu − x

Gambar 2.11: Rumus Volume Metode Cincin

Contoh 2.2.2. Carilah volume benda pejal yang dibentuk dengan memutar daerah
yang dibatasi oleh parabola-parabola y = x2 dan y 2 = 8x mengelilingi sumbu−x.
Jawab.
R2 2 x5 2
Perhatikan Gambar2.12! Volumenya, V = π 0
(8x2 − x4 )dx = π[ 8x2 − ]
5 0
= 48π
5
.

Gambar 2.12: Dua Parabola Diputar Mengeliling Sumbu−x


72 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Benda Pejal Lain yang Penampangnya diketahui Penampang benda-benda


pejal dapat berupa lingkaran, bujur sangkar, atau segitiga. Hal pentingnya bahwa
kita dapat menghitung luas penampang-penampang tersebut sehingga kita dapat
menghitung volume irisan, yakni lempengan dengan penampang ini.

Contoh 2.2.3. Misalkan alas suatu benda pejal berupa daerah rata pada kuadran
2
pertama yang dibatasi oleh y = 1− x4 , sumbu−x, dan sumbu−y. Misalkan penampang
yang tegak lurus pada sumbu−x berbentuk bujur sangkar. Tentukan volume benda
pejal ini!
Jawab.
iris benda pejal ini tegak lurus dengan sumbu−x sehingga diperoleh kotak-kotak bujur
sangkar tipis seperti irisan keju (Gambar2.13).

2 2
x2 x2 x 4 x3 x5 2
Z Z
8 32 16
V = (1 − )2 dx = (1 − + )dx = [x − + ]0 = 2 − + = ≈ 1, 07.
0 4 0 2 16 6 80 6 80 15

Gambar 2.13: Penampang Bujur Sangkar


2.3. VOLUME BENDA-PEJAL PUTAR: KULIT SILINDER 73

2.3 Volume Benda-Pejal Putar: Kulit Silinder


Suatu kulit silinder adalah suatu benda pejal yang dibatasi oleh dua silinder
tegak yang sepusat. Perhatikan Gambar2.14! Jika jari-jari dalam adalah r1 , dan

Gambar 2.14: Benda Pejal Kulit Silinder

jari-jari luar adalah r2 , dan tinggi silinder adalah h, maka volumenya adalah

r2 + r1
V = (luas alas)(tinggi) = (πr22 − πr12 )h = π(r2 − r1 )(r2 + r1 )h = 2π( )h(r2 − r1 ).
2

r2 +r1
Misalkan rata-rata jari-jari 2
= r, maka

V = 2π(jari − jarirata − rata)(tinggi)(tebal) = 2πrh∆r.

Perhatikan Gambar2.15 untuk mempermudah mengingat rumus metode kulit silin-


der. Bayangkan kulit silinder yang tipis dan lentur, lalu buka sehingga membentuk
selembar segiempat. Selanjutnya, hitung volumenya dengan menganggap bahwa
lembaran ini berbentuk suatu kotak tipis dengan panjang 2πr, tinggi h dan tebal
∆r.

Metode Kulit Silinder Perhatikan Gambar2.16 yang menunjukkan bahwa jika


kita mengiris daerah itu secara tegak dan memutarnya mengelilingi sumbu−y, maka
diperoleh benda pejal dan tiap irisan membentuk suatu potongan seperti kulit silin-
74 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.15: Rumus volume Benda Pejal Kulit Silinder

der.

Gambar 2.16: Rumus volume Benda Pejal Kulit Silinder

Contoh 2.3.1. Berapakah volume daerah yang dibatasi oleh y = √1 , sumbux, x =


x

1, x = 4 diputar mengeliling sumbu−y?


2.3. VOLUME BENDA-PEJAL PUTAR: KULIT SILINDER 75

Jawab.Ingat rumus volume kulit silinder yang dibentuk oleh irisan adalah ∆V =
2πxf (x)∆x. Diketahui f (x) = √1 , maka ∆V = 2πx √1xt ∆x. Volumenya yaitu
x

Z 4 Z 4 √
1 2 3 2 2 27π
V = 2π x √ dx = 2π xdx = 2π[ x 2 ]41 = 2π( .8 − .1) = ≈ 29, 32.
1 x 1 3 3 3 3

Penggabungan Keseluruhan Terkadang beberapa di antara kita kurang baik


dalam menggambarkan benda pejal tiga dimensi. Walaupun demikian, tidak ada
hukum yang mengatakan bahwa kita harus menggambarkan benda pejal agar dapat
menghitung volumenya. Perhatikan contoh-contoh berikut!

Contoh 2.3.2. Susun dan hitunglah integral untuk volume benda yang dihasilkan
apabila daerah R (Lihat Gambar2.17) diputar mengelilingi
a. sumbu−x b. sumbu−y c. garis y = −1 d. garis x = 4.

Gambar 2.17: Daerah R

Jawab.
R3 153
a. Volumenya V = π 0
(3 + 2x − x2 )2 dx = 5
π ≈ 96, 13. (Gambar 2.18)
R3 45
b. Volumenya V = 2π 0
x(3 + 2x − x2 )dx = 2π
≈ 70, 69.(Gambar 2.19)
76 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.18: Metode Cakram

Gambar 2.19: Metode Kulit Silinder

R3 243
c. Volumenya V = π 0
[(4 + 2x − x2 )2 − 1]dx = 5
π ≈ 152, 68.(Gambar 2.20)
R3 99
d. Volumenya V = 2π 0
(4 − x)(3 + 2x − x2 )dx = 2
π ≈ 155, 51. (Gambar 2.21)
2.3. VOLUME BENDA-PEJAL PUTAR: KULIT SILINDER 77

Gambar 2.20: Metode Cincin

Gambar 2.21: Metode Kulit Silinder

Latihan 2.1

1. Hitunglah luas daerah yang ditunjukkan pada Gambar2.22!

2. Sketsakan daerah yang dibatasi oleh grafik persamaan yang diberikan, susun
integralnya dan hitung luasnya.

• y = 5x − x2 , y = 0, x = 1, x = 3.
78 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.22: Soal No.1

• x = 4y 4 , x = 8 − 4y 4

3. Carilah volume benda pejal yang terbentuk dengan memutar mengelilingi


sumbu−x daerah yang dibatasi oleh garis y = 6x dan parabola y = 6x2 !

4. Carilah volume benda pejal yang terbentuk dengan memutar mengelilingi garis
y = 2 daerah di kuadran pertama yang dibatasi oleh parabola-parabola 3x2 −
16y + 48 = 0 dan x2 − 16y + 80 = 0 dan sumbu−y!

5. Carilah volume benda pejal yang terbentuk ketika daerah R yang dibatasi
oleh kurva-kurva yang diketahui diputar mengelilingi sumbu yang ditunjukkan.
Lakukanlah langkah-langkah berikut.

(a) Sketsa daerah R

(b) Perlihatkan sebuah irisan segiempat khas yang telah telah diberi pengenal
yang sesuai.

(c) Tuliskan rumus untuk aproksimasi volume kulit silinder yang dibentuk
oleh irisan ini.

(d) Susunlah integral yang berpadanan.


2.4. PANJANG KURVA 79

(e) Hitunglah integral ini.

5a. y = x1 , x = 1, x = 4, y = 0 mengelilingi sumbu−y.



5b. y = x, x = 5, y = 0 mengelilingi garis x = 5.
5c. y = x2 , y = 3x mengelilingi sumbu−y.

2.4 Panjang Kurva


Kurva sering diartikan sebagai grafik suatu fungsi, namun pengertian kurva tidak
hanya sebatas itu. Untuk lebih jelasnya diberikan beberapa contoh berikut.
Grafik y = sin x, 0 ≤ x ≤ π dan x = y 2 , − 2 ≤ y ≤ 2 (Gambar 2.23) meru-
pakan kurva bidang. Kedua kurva tersebut merupakan grafik suatu fungsi yang
berbentuk y = f (x) dan x = g(y). Lingkaran x2 + y 2 = a2 tidak sesuai dengan
pola tersebut namun lingkaran memunculkan cara pandang yang berbeda tentang
kurva, lingkaran dapat didiskripsikan menjadi x = a cos t, y = a sin t, 0 ≤ t ≤ 2π (t
disebut parameter).

Gambar 2.23: ilustrasi

Jadi pada pembahasan ini, kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan
parameter x = f (t), y = g(t), a ≤ t ≤ b dengan fungsi f dan g dianggap kontinu
pada interval yang diberikan.
80 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Contoh 2.4.1. Sketsakan kurva yang ditentukan oleh persamaan parameter x =


2t + 1, y = t2 − 1, 0 ≤ t ≤ 3.
Jawab

a Kita buat tabel nilai tiga kolom.

b Plot pasangan terurut (x, y).

c Titik-titik tersebut dihubungkan sesuai dengan arah bertambahnya nilai t (Gam-


bar 2.24).

Gambar 2.24: ilustrasi

Definisi yang diberikan agak luas sehingga dibatasi pada kurva mulus.

Definisi 2.4.1. Sebuah kurva bidang disebut mulus jika kurva itu ditentukan oleh
sepasang persamaan parameter x = f (t), y = g(t), a ≤ t ≤ b ada dan kontinu pada
[a, b], dan f 0 (t) dan g 0 (t) tidak secara bersama-sama bernilai nol pada (a, b).

Contoh 2.4.2. Sketsa kurva yang ditentukan oleh persamaan parameter x = t −


sin t, y = 1 − cos t, 0 ≤ t ≤ 4π. Apakah kurva ini mulus?
2.4. PANJANG KURVA 81

Jawab Buat tabel x dan y untuk nilai 0 ≤ t ≤ 4π kemudian plot pasangan terurut
(x, y) (Gambar 2.25. Kurva ini tidak mulus walaupun x dan y dua-duanya meru-
dx
pakan fungsi t yang terdeferensiasi, yang menjadi masalah adalah dt
= 1 − cos t dan
dy
dt
= 1 − sin t keduanya bernilai 0 ketika t = 2π. Benda melambat hingga berhenti
pada waktu t = 2π, kemudian mulai lagi dalam arah baru.

Gambar 2.25: ilustrasi

Panjang Busur Dapat didefinisikan panjang busur L pada kurva x = f (t), y =


g(t), a ≤ t ≤ b yaitu
s 2 2
Z Z b 
b
p
0 2 0 2
dx dy
L= −a [f (t)] + [g (t)] dt = + dt (2.1)
a dt dt

Terdapat dua kasus, yang pertama jika diberikan y = f (x), a ≤ x ≤ b, x sebagai


parameter. Sehingga Persamaan 2.1 menjadi
s 2
Z b 
dy
L= 1+ dt
a dt

Kasus yang kedua jika x = g(y), c ≤ y ≤ bd, y sebagai parameter. Sehingga


82 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

persamaan 2.1 menjadi s


Z d  2
dx
L= 1+ dt
c dt

Contoh 2.4.3. Tentukan panjang kurva dari x2 + y 2 = 4 untuk x = 0 sampai x = 2.

Jawab


x2 + y 2 = 4 → y 2 = 4 − x2 → y = ± 4 − x2


yang dipakai y = 4 − x2 karena 0 ≤ x ≤ 2

dy 1 1 x
= 4 − x2 2 2x = √
dx 2 4 − x2

Panjang busur L adalah


s 2
Z 2 
x
L= 1+ √ dx
0 4 − x2
s
2
x2
Z
= 1+ √ dx
0 4 − x2
2
r
4 − x2 + x2
Z
= dx
0 4 − x2
Z 2 r
4
= dx,
0 4 − x2
x
misal : x = 2 sin t → t = arcsin
2
dx = 2 cos t dt
2.4. PANJANG KURVA 83

x=2
Z r
4
L= 2 cos t dt
x=0 4 − 4 sin2 t
s
Z x=2
4
= 2 cos t dt
x=0 4(1 − sin2 t)
Z x=2
r
1
= 2 cos t dt
x=0 cos2 t
Z x=2
1
= 2 cos t dt
x=0 cos t
Z x=2
x=2
h x i2
= 2 dt = [2t]x=0 = 2 arcsin
x=0 2 0
= 2 arcsin 1 − 2 arcsin 0
π
= 2 · − 0 = π satuan panjang
2

Luas Permukaan benda Putar


Jika sebuah luasan R yang terbatas bidang XOY mengelilingi salah satu sumbu
pada bidangya maka lintasan tersebut membentuk benda pejal yang permukaannya
dapat ditentukan luasnya dengan menggunakan integral tertentu. Perhatikan Gam-
bar 2.26a, R adalah luasan yang dibatasi oleh kurva y = f (x), x = a, x = b diputar
mengelilingi sumbu x sehingga terbentuk benda pejal (Gambar 2.26b).

Gambar 2.26: a.Kurva y = f (x), x = a, x = b b.Kerucut Terpancung


84 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.26b merupakan kerucut terpancung yang mempunyai jari-jari r1 dan


r2 dengan tinggi t. Maka luas kerucut terpancung (A) adalah

r1 + r2
A = 2π t atau A = 2π · rata − rata jari − jari · tinggi
2

Dimisalkan y = f (x), a ≤ x ≤ b dengan cara mempartisi [a, b] menjadi n bagian


dengan a = x0 < x1 < · · · < xn = b. Misalkan ∆si menyatakan panjang potongan
ke-i dan yi merupakan titik pada perpotongan ∆si . Ketika pita potongan diputar
mengelilingi sumbu x maka luas pita tersebut dapat dihampiri oleh Ai = 2πyi ∆si .
Apabila luas semua potongan pita dijumlahkan dengan ∆xi → 0 diperoleh luas
permukaan benda pejal sebagai berikut

n
X
A = lim 2πyi ∆Si
||P ||→0
i=1
Z b
= 2π y ds
Za p
= 2π −ab f (x) 1 + [f 0 (x)]2 dx

Contoh 2.4.4. Tentukan luas R yang dibatasi oleh kurva y = 6x, x = 0, x = 1


diputar mengelilingi sumbu x dengan terlebih dahulu menggambar benda putarnya.
2.4. PANJANG KURVA 85

Jawab

Gambar 2.27: y = 6x, x = 0, x = 1

dy
Karena y = 6x maka dx
=6
dengan menggunakan integral tertentu, luas permukaan benda putar dapat diten-
tukan dengan rumus
Z b p
A = 2π f (x) 1 + [f 0 (x)]2 dx
Za 1 √
= 2π 6x 1 + 62 dx
Z0 1

= 2π 6x 37dx
0
1


1 2
= 12 37π x
2 0

= 6 37π

Latihan 2.4

1. Gunakan teknik integral untuk menentukan panjang kurva berikut

a. y = 2x + 3 antara (1, 5) dan (3, 9)

b. x = 3y 3/2 − 1 untuk 0 ≤ y ≤ 4
86 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

c. x = 1 + t, y = 2 + 3t, 0 ≤ t ≤ 1

d. 4 sin t, y = 4 cos t − 5, 0 ≤ t ≤ π

2. Carilah luas permukaan yang terbentuk dengan pemutaran kurva yang diberikan
mengelilingi sumbu x


a. y = 25 − x2 , − 2 ≤ x ≤ 3

x6 =2
b. y = 8x2
, 1≤x≤3

x3

c. y = 3
, 1≤x≤ 7

d. x = cos t, y = sin t, 0 ≤ t ≤ 1

p
3. Sebuah luasan R dibatasi kurva x = 9 − y 2 , −3 ≤ x ≤ 3 dan diputar me-
ngelilingi sumbu y dengan teknik integral tertentu. HItung luas permukaan
dengan terlebih dahulu menggambar benda putarnya.

2.5 Kerja dan Gaya Fluida

Suatu objek bergerak sejauh D sepanjang garis dipengaruhi gaya tetap F yang
searah geraknya. Kerja dari F untuk memindahkan objek sejauh D adalah gaya
dikalikan perpindahannya, yaitu W = F × D.
Di dalam banyak situasi gaya itu tidak tetap, misalkan benda bergerak sepanjang
sumbu x dari a ke b dipengaruhi gaya tidak tetap sebesar F (c) dititik x, F kontinu
pada [a, b]. Kemudian akan ditentukan kerja dari F untuk memindahkan benda
itu dari a ke b. Langkah pertama adalah mempartisi [a, b] dengan asumsi sepanjang
[xi−1 , xi ] bekerja gaya tetap sebesar F (ci ), besarnya kerja untuk memindahkan benda
dari x ke x + ∆xi adalah ∆Wi = F (ci )∆xi . Dengan menggunakan hampiran dan
2.5. KERJA DAN GAYA FLUIDA 87

limit jumlah, besarnya kerja dari F untuk memindahkan benda dari a ke b adalah

n
X Z b
W = lim F (ci )∆xi = F (x) dx
||P ||→0 a
i=1

Aplikasi pada Pegas

Contoh 2.5.1. Panjang asal pagas 40 cm dan untuk meregangkan menjadi 50 cm


diperlukan gaya sebesar 2 kg. Tentukan kerja untuk meregangkan pegas dari 40 cm
menjadi 60 cm.
Jawab

Gambar 2.28: Pegas

a. Berdasarkan hukum Hooke, besarnya gaya untuk meregangkan pegas seband-


ingkan dengan regangannya.

b. Jika gaya untuk meregang pegas sejauh x m adalah F (x) kg, maka F (x) =
kx. Karena untuk merasa pegas 0,1 m diperlukan gaya sebesar 2 kg, maka
F (0, 1) = 0, 1 · k = 2 → k = 20. Akibatnya F (x) = 20x kg.

c. Kerja untuk meregang pegas sejauh 0,2 m(dari 40 cm menjadi 60 cm) adalah

n Z 0,2
X 0
W = lim 20 ci ∆xi = 20x dx = 10x2 0
, 2 = 0, 4 kgm
||P ||→0 0
i=1
88 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Aplikasi pada Pemompa Cairan

Contoh 2.5.2. Sebuah tangki setengah bola berjari-jari 10 m berisi zat cair yang
beratnya w kg/m3 sampai pada ketinggian 8 m. Tentukan kerja untuk memompa
zat cair keluar tangki sehingga ketinggian menjadi 6 meter.
Jawab

Gambar 2.29: Setengah Bola

a. Pada ketinggian dj luas bidang irisan sejajarnya adalah cakram lingkaran


p p
berjari-jari r > 0, dengan r = 100 − (10 − dj )2 = 20dj − dj 2 .

b. Berat zat cair pada [yj−1 , yj ] adalah B = wπr2 ∆yi = wπ(20dj −dj 2 )δyj , dengan
jarak terangkat (10 − dj ). Kerja untuk mengangkatnya adalah

∆Wj = wπ(20dj − d2j )∆yj (10 − dj )




c. Sehingga kerja untuk memompa zat cair keluar dari tangki sehingga ketinggian
6 meter adalah
Z 8
W = wπ (20y − y 2 )(10 − y) dy
Z6 8
= wπ (200y − 30y 2 + y 3 ) dy
6
 8
2 3 1 4
= 100y − 10y + y = 540wπ kgm
4 6
2.5. KERJA DAN GAYA FLUIDA 89

Gaya Fluida
Tangki yang diperlihatkan Gambar 2.30a akan diisi cairan bermassa jenis δ sampai
kedalam h. Maka gaya yang dilakukan oleh cairan ini pada suatu segiempat men-
datar seluas A pada bagian bawah tangki sama dengan berat kolom cairan yang
berdiri langsung di atas segiempat tersebut yaitu F = δhA (Gambar 2.30b)

Gambar 2.30: Ilustrasi

Contoh 2.5.3. Misalkan ujung tegak tangki dalam Gambar 2.30a berbentuk yang
diperlihatkan Gambar 2.30c dan jika tangki tersebut diisi air (δ = 62, 4 pound per
feet kubik)sampai kedalam 5 feet. Carilah gaya total yang dilakukan oleh air terhadap
ujung tangki.
Jawab

a. Letakkan ujung tangki dalam sistem koordinat seperti diperlihatkan pada Gam-
bar 2.30d.

b. Perhatikan bahwa ujung kanan mempunyai kemiringan

∆y 6−0
Gradien = = =3
∆x 10 − 8

Sehingga mempunyai persamaan garis y − 0 = 3(x − 8) atau x = 31 y + 8


90 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

c. Gaya terhadap suatu segiempat sempit pada kedalam 5 − y adalah δhA =


δ(5 − 7)( 31 y + 8)∆ys

d. Gaya yang dilakukan oleh air terhadap ujung tangki adalah

1
∆F = δ(5 − y)( y + 8)∆y
Z 5 3
1
F = δ(5 − y)( y + 8)dy
0 3
Z 5
19 1
=δ (40 − y − y 2 ) dy
0 3 3
 5
19 2 1 3
= δ 40y − y − y
6 9 0
475 125
= 62, 4(200 − − ) ≈ 6673 pound
6 9

Latihan 2.5

1. Dua pegas yang serupa S1 dan S2 , masing-masing panjang 3 feet adalah


sedemikian rupa sehingga gaya yang diperlukan untuk mempertahankan salah
satu pegas terentang sejauh s feet adalah F = 6s pound. Salah satu ujung
pegas dikaitkan pada salah satu ujung pegas yang lain dan kombinasi tersebut
terentang di antara dinding ruangan yang lebarnya 10 feet (Gambar 2.31a.
Berapakah besar kerja yang dilakukan untuk menggerakkan titik tengah P ke
kanan sejauh 1 feet?

Gambar 2.31: Ilustrasi


2.6. MOMEN DAN PUSAT MASSA 91

2. Sisi bendungan berupa segiempat berukuran 150 feet kali 50 feet, bersudut
45◦ terhadap dataran, seperti diperlihatkan Gambar 2.31b. Carilah gaya to-
tal yang dilakukan oleh air terhadap bendungan ketika tingkat pada puncak
bendungan.

3. Sebuah tangki air berbentuk separuh tabung dengan tinggi 5 meter dan jari-
jari lingkaran alas 1 meter (Gambar 2.31c). Jika tangki ini penuh berisi air
yang berat zat cairnya w kg/m3 , tentukan kerja untuk memompa air keluar
dari tangki sampai pada ketinggian 0,4 meter. (Buat sistem koordinat dengan
sb-x sebagai permukaan zat cair)

2.6 Momen dan Pusat Massa


Sistem partikel pada suatu garis terdiri dari n partikel dengan massa m1 , m2 , ..., mn
yang terletak di titik x1 , x2 , ..., xn . Massa, momen terhadap titik asal O, dan pusat
massanya ditentukan sebagi beriku:

• Massa adalah m = m1 + m2 + · · · + mn

• Moment terhadap O adalah M = m1 x1 + m2 x2 + · · · + mn xn

• Titik pusat massa adalah


Pn
M xi mi
x̄ = = Pi=1
n
m i=1 mi

Gambar 2.32: Ilustrasi


92 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Sebuah batang horisontal tak homogen panjangnya L terletak diantara x = 0 dan x =


L Jika rapat massa di setiap titik pada batang adalah ρ(x) dengan ρ kontinu pada
[0, L], maka dapat ditentukan pusat massa batang. Langkah yang dilakukan adalah
mempartisi [0, L] dengan [xi−1 , xi ] selang bagian ke-i dan panjangnya ∆xi . Jika ci
adalah titik tengah [xi−1 , xi ] dan rapat massanya konstan sebesar ρ(ci ), maka mas-
sanya ∆mi = ρ(ci )∆xi dan pusat massanya di ci . Batang ini dipandang sebagai
sistem n partikel dengan massa ∆m1 , ∆m2 , · · · , ∆mn di c1 , c2 , · · · , cn yang massa
momen terhadap titik O dan pusat massa ditentukan seperti diatas.
Untuk batang tak homogen yang panjangnya L dengan rapat massa ρ(x), ρ
kontinu pada [0, L], pusat massa ditentukan sebagai berikut.

• Massa batang

n
X Z L
m = lim ρ(ci )∆xi = ρ(x) dx
||P ||→0 0
i=1

• Momen terhadap O adalah

n
X Z L
M = lim ci ρ(ci )∆xi = xρ(x) dx
||P ||→0 0
i=1

M
• Titik pusat massa batang adalah x̄ = m

Contoh 2.6.1. Tentukan pusat massa batang tak homogen yang panjangnya 4 sat-
uan dan rapat massanya di setiap titik x yang jarakna x satuan dari ujung kiri
batang adalah ρ(x) = 6x + 4.
Jawab

X Massa batang adalah

n Z 4
X 4
M = lim (6ci + 4)∆xi = (6x + 4) dx = 3x2 + 4x 0
= 48 + 16 = 64
||P ||→0 0
i=1
2.6. MOMEN DAN PUSAT MASSA 93

X Moment terhadap O adalah

n
X Z 4 Z 4
M = lim ci (6ci + 4)∆xi = x(6x + 4) dx = (6x2 + 4x) dx
||P ||→0 0 0
i=1
2 4
= 2x3 + 2x

0
= 128 + 32 = 160

M 160
X Titik pusat massa batang adalah x̄ = m
= 64
= 2 12

Jadi titik pusat massa batang terletak 2 21 satuan dari ujung kiri batang.

Pusat Massa Keping Datar


Sistem partikel pada suatu bidang (Gambar 2.33a) terdiri dari n partikel dengan
massa m1 , m2 , · · · , mn yang terletak di titik (x1 , y1 ), (x2 , y2 ), · · · , (x3 , y3 ). Massa
moment terhadap titik asal O, dan pusat massanya ditentukan sebagai berikut
Pn
• Massa adalah m = m1 + m2 + · · · + mn = i=1 mi
Pn
• Moment terhadap sumbu x adalah Mx = m1 y1 +m2 y2 +· · ·+mn yn = i=1 mi yi

• Moment terhadap sumbu y adalah My = m1 x1 + m2 x2 + · · · + mn xn =


Pn
i=1 mi xi

My Mx
• Titik pusat massa adalah (x̄, ȳ) dengan x̄ = m
dan ȳ = m
94 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

Gambar 2.33: Ilustrasi

Keping datar homogen D = (x, y)|a ≤ x ≤ b, g(x) ≤ y ≤ f (x) dengan f,g kontinu
pada [a, b] (Gambar 2.33b) dan rapat massanya adalah ρ(x) = δ. Akan ditentukan
pusat massa keping D, langkah pertama adalah mempartisi [a, b] dengan [xi−1 , xi ]
pada selang ke-i yang menghasilkan n persegi panjang dengan alas ∆xi = xi − xi−1
dan tinggi f (ci ) − g(ci ) dengan ci titik tengah selang [xi−1 , xi ] (Gambar 2.33c).
Hampiran massa keping adalah massa persegi panjang ke-i, yaitu ∆mi = k(f (ci )−
g(ci )), karena rapat massanya konstan dan ci titik tengah [xi−1 , xi ] maka pusat massa
persegi panjang ke-i terletak di titik Pi = ci , 21 (f (ci ) + g(ci )) . Jadi diperoleh sis-


tem partikel pada bidang dengan n partikel, yang massanya ∆m1 , ∆m2 , · · · , ∆mn
dan terletak di titik P1 , P2 , · · · , Pn .
Didapatkan pusat massa untuk keping datar homogen D = {(x, y)|a ≤ x ≤ b,
g(x) ≤ y ≤ f (x)} dengan rapat massa ρ(x) = δ

• Massa keping homogen

n
X Z b
m = lim δ (f (ci ) − g(ci )) ∆xi = δ (f (x) − g(x)) dx
||P ||→0 a
i=1
2.6. MOMEN DAN PUSAT MASSA 95

• Momen terhadap sumbu x

n  
X 1
Mx = lim (δ (f (ci ) − g(ci )) ∆xi ) (f (ci ) + g(ci ))
||P ||→0
i=1
2
n Z b
1 X 2 2 1
f 2 (x) − g 2 (x) dx
 
= lim δ f (ci ) − g (ci ) ∆xi = δ
||P ||→0 2 2 a
i=1

• Moment terhadap sumbu y

n
X Z b
My = lim (δ (f (ci ) − g(ci )) ∆xi ) ci = δ (f (x) − g(x)) dx
||P ||→0 a
i=1

My Mx
• Pusat Massa keping D adalah (x̄, ȳ) dengan x̄ = m
dan ȳ = m


Contoh 2.6.2. Tentukan pusat daerah yang dibatasi oleh y = x3 dan y = x
Jawab

X Luas daerah

1 1
√ 2 2 x4
Z 
5
m= ( x − x3 ) dx = x3 − =
0 3 4 0 12

X Momen daerah terhadap sumbu y

1 1
√ x2 x7
Z 
1 1 5
( x)2 − (x3 )2 dx =

Mx = − =
2 0 2 2 7 0 28

X Momen daerah terhadap sumbu x

1 1
√ 2 5 x5
Z 
1
m= x( x − x3 ) dx = x2 − =
0 5 5 0 5
96 BAB 2. APLIKASI INTEGRAL

X Pusat daerah adalah (x̄, ȳ) dengan

1 5
My 5 12 Mx 28 3
x̄ = = 2 = dan ȳ = = 5 =
m 12
25 m 12
7

Teorema 2.6.1. Teorema Pappus


Jika daerah R terletak pada satu sisi suatu garis dalam bidangnya, diputar menge-
lilingi garis tersebut, maka volum benda-pejal yang dihasilkan sama dengan luas R
dikalikan jarak yang ditempuh oleh sentriolnya.

Latihan 2.6

1. Diketahui keping homogen dengan rapat massa 1 yang menempati daerah yang

dibatasi oleh kurva y = x dan y = x2 . Tentukan massa dan pusat massa
keping tersebut.

π
2. Jika D = (x, y)| − 2
≤ x ≤ π2 , 0 ≤ y ≤ cos x
Tentukan (a) luas daerah D (b) momen daerah D terhadap sumbu x (c)
momen daerah D terhadap sumbu y (d) pusat daerah D

3. Gunakan Teorema Pappus untuk menentukan volum daerah D = {(x, y)|


0 ≤ x ≤ 2, x2 ≤ y ≤ 4} jika diputar terhadap sumbu y.
Bab 3

Teknik Integrasi

3.1 Aturan Dasar Integrasi

Sekarang kita telah mempelajari berbagai fungsi dasar, antara lain fungsi kon-
stan, fungsi pangkat, fungsi aljabar, fungsi logaritma, fungsi eksponensial, fungsi
trigonometri dan invers trigonometri, serta semua fungsi yang diperoleh dari men-
jumlahkan, mengurangkan, mengalikan, membagi, maupun mengkomposisikan fungsi-
fungsi tersebut. Sebagai contoh,

ex + e−x
f (x) = = cosh x
2
g(x) = (1 + cos4 x)1/2
2
3x −2x
h(x) = − sin[cos(cosh x)]
ln(x2 + 1)

adalah fungsi-fungsi dasar. Mencari turunan dari fungsi-fungsi dasar adalah hal
yang mudah dan hasil turunannya juga merupakan fungsi dasar. Namun, lain hal
apabila kita mencari integral dari fungsi dasar. Hasil integral fungsi dasar terse-
but membutuhkan beberapa trik dan teknik yang seringkali menghasilkan ”bukan”

97
98 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

2
fungsi dasar. Sebagai contoh, integral dari e−x dan (sin x)/x bukan fungsi dasar
lagi. Dua buah teknik utama dalam melakukan integrasi adalah melakukan substi-
tusi dan integrasi parsial.

Bentuk Standard

Berikut ini diberikan bentuk integral standar dari berbagai fungsi dasar. Hasil-
hasil ini harus diingat untuk mempermudah kita dalam mencari integral suatu
fungsi.

• Integral Fungsi Konstan dan fungsi pangkat


R
1. kdu = ku + C, k dengan C adalah konstanta

 ur+1 + C, r 6= −1;
r+1
R r
2. u du =
 ln |u| + C, r = −1.

• Integral Fungsi Eksponensial


R
1. eu du = eu + C, e ≈ 2, 718
au
R
2. au du = ln a
+ C, a 6= 1, a > 0

• Integral Fungsi Trigonometri


R
1. sin udu = − cos u + C
R
2. cos udu = sin u + C
R
3. sec2 udu = tan u + C
R
4. csc2 udu = − cot u + C
R
5. sec u tan udu = sec u + C
R
6. csc u cot udu = − csc u + C
R
7. tan udu = − ln | cos u| + C
3.1. ATURAN DASAR INTEGRASI 99
R
8. cot udu = ln | sin u| + C

• Integral Fungsi Aljabar

√ du = sin−1 u
R 
1. a2 −u2 a
+C

du 1
tan−1 u
R 
2. a2 +u2
= a a
+C
   
ln |u|
√ du 1
sec−1 1
cos−1 a
R
3. u u2 −a2
= a a
+C = a |u|
+C

• Integral Fungsi Hiperbolik

R
1. sinh u du = cosh u + C
R
2. cosh u du = sinh u + C

Substitusi pada Integral Tak Tentu

Misalkan kita diberi suatu integral tak tentu dari suatu fungsi. Jika dalam
bentuk standar, maka dengan mudah kita akan mendapatkan hasilnya. Namun,
apabila bukan dalam bentuk standar, maka kita perlu melakukan substitusi dan
hasilnya akan berubah menjadi bentuk standard.

Teorema 3.1.1. Misalkan g adalah fungsi yang dapat diturunkan dan F adalah
sebuah antiturunan dari f . Selanjutnya, jika u = g(x),
Z Z
0
f (g(x))g (x)dx = f (u)du = F (u) + C = F (g(x)) + C

√ 3
R
Contoh 3.1.1. Dapatkan 5−9x2
dx
Jawab
100 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

1. Misalkan u = 3x maka du = 3dx. Selanjutnya


Z Z  
3 1 u
√ dx = √ du = sin−1 √ +C
5 − 9x2 5−u 2 5
 
−1 3x
= sin √ +C
5

ex
R
2. Dapatkan 4+9x2x
dx
Jawab
Misalkan u = 3ex , maka du = 3ex dx. Selanjutnya

ex
Z Z Z
1 1 x 1 1
dx = (3e dx) = du
4 + 9x2x 3 4 + 9e2x 3 4 + u2
 x
1 1 −1 u
  1 −1 3e
= · tan + C = tan +C
3 2 2 6 2

Susbtitusi pada Integral Tentu

Materi ini telah dipelajari pada Bab 1. Namun, kita harus tetap ingat untuk
mendapatkan hasil integral yang tepat.

R3 √
Contoh 3.1.2. Dapatkan 1
x3 x4 + 11dx
Jawab
Misalkan u = x4 + 11, maka kita dapatkan
Z 3 √
3 1 3 4
Z
4
x x + 11dx = (x + 11)1/2 (4x3 dx)
1 4 1
 3
1 4 3/2
= (x + 11)
6 1
1 3/2 3/2
= [92 − 12 ] ≈ 140, 144
6

Latihan 3.1.1.
3.1. ATURAN DASAR INTEGRASI 101

1. Dapatkan integral dari

3t
√e
R
a. 4−e6t
dt
R π/2 sin x
b. 0 16+cos2 x
dx
R1e2x −e−2x
c. 0 e2x +e−2x
dx

2. Dapatkan panjang kurva y = ln(cos x) antara x = 0 dan x = π/4.

3. Dengan menggunakan identitas,

sin x cos x
sec x = +
cosx 1 + sin x

buktikan formula berikut


Z
sec xdx = ln | sec x + tan x| + C

4. Misalkan R adalah daerah yang dibatasi oleh y = sin x dan y = cos x antara
x = −π/4 dan x = 3π/4. dapatkan volume benda pejal yang didapatkan jika
R diputar terhadap x = −π/4. Hint: Gunakan metode kulit tabung dengan
mensubstitusikan u = x − π/4 dan menerapkan sifat kesimetrian.
102 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

3.2 Integrasi Parsial

Jika integrasi menggunakan substitusi gagal, kita dapat menggunakan integrasi


parsial. Metode integrasi parsial didasarkan dari rumus untuk turunan dari hasil
kali dua fungsi. Misalkan u = u(x) dan v = v(x). Maka

0 0
Dx [u(x)v(x)] = u(x)v (x) + v(x)u (x)

atau
0 0
u(x)v (x) = Dx [u(x)v(x)] − v(x)u (x)

dengan mengintegrasi kedua ruas persamaan tersebut, maka diperoleh


Z Z
0 0
u(x)v (x) dx = u(x)v(x) − v(x)u (x) dx

0 0
Karena dv = v (x) dx dan du = u (x) dx, maka persamaan diatas dapat ditulis
sebagai berikut:

Integrasi Parsial: Integral Tak-Tentu

Z Z
u dv = uv − v du

Rumus yang berpadanan untuk integral tentu adalah


Z Z
0 0
u(x)v (x) dx = [u(x)v(x)]ba − v(x)u (x) dx

Gambar 3.1 mengilustrasikan interpretasi geometri dari integrasi parsial.


3.2. INTEGRASI PARSIAL 103

Gambar 3.1:

Integrasi Parsial: Integral Tentu


Z b Z b
u dv = [uv]ba − v du
a a

Rumus-rumus ini memperkenalkan kita mengubah soal integrasi u dv menjadi in-


tegrasi v du. Keberhasilan tergantung pada pemilihan yang tepat untuk u dan dv
diasah melalui latihan.
R
Contoh 3.2.1. Carilah x cos x dx
Jawab kita ingin menuliskan x cos x dx sebagai u dv , salah satu kemungkinan-
nya adalah dengan memisalkan u = x dan dv = cos x dx. Maka du = dx dan
R
v = cos x dx = sin x (kita dapat menghilangkan konstanta integrasi pada tahap
ini),

u=x

du = dx

dv = cos x dx

v = sin x
104 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

Rumus integrasi parsial memberikan


Z Z
x cos x dx = x sin x − sin x dx

= x sin x + cos x + C

R2
Contoh 3.2.2. Carilah 1
ln x dx
Jawab kita buat substitusi berikut.

u = ln x
1
du = ( )dx
x
dv = dx

v=x

Rumus integrasi parsial memberikan


Z 2 2 Z
1
ln x dx = [x ln x]21
− x dx
1 x
Z 21
= 2 ln 2 − dx
1

= 2 ln 2 − 1 = 0.386

R
Contoh 3.2.3. Carilah arcsin x dx
3.2. INTEGRASI PARSIAL 105

Jawab kita lakukan substitusi.

u = arcsin x
1
du = ( √ ) dx
1 − x2
dv = dx

v=x

Rumus integrasi parsial memberikan


Z Z
x
arcsin x dx = x arcsin x − √ dx
1 − x 2
Z
1 1
= x arcsin x + (1 − x2 )− 2 (−2x dx)
2
1 1
= x arcsin x + 2(1 − x2 )− 2 + C
2

= x arcsin x + 1 − x2 + C
106 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

Integrasi Parsial Berulang

R
Contoh 3.2.4. Carilah x2 sin x dx
Jawab kita lakukan substitusi.

u = x2

du = 2x dx

dv = sin x dx

v = cos x

Maka
Z Z
2 2
x sin x dx = −x cos x + 2 x cos x dx

Kita telah memperoleh kemajuan (pangkat pada x berkurang dari 2 menjadi 1), dapat
dilakukan integrasi parsial sekali lagi pada integral di sebelah kanan. Seperti yang
sudah diselesaikan pada contoh pertama
Z
x2 sin x dx = −x2 cos x + 2(x sin x + cos x + C)

= −x2 cos x + 2x sin x + 2 cos x + K


3.2. INTEGRASI PARSIAL 107

Rumus Reduksi

Suatu rumus yang berbentuk


Z Z
n
f (x)g(x) dx = h(x) + f k (x)g(x) dx

dimana k < n, dinamakan rumus reduksi (pangkat f direduksi). Rumus-rumus


seperti ini sering kali diperoleh dengan menggunakan integral parsial.

sinn x dx
R
Contoh 3.2.5. Turunkan suatu rumus reduksi untuk
Jawab Misalkan u = sinn−1 x dan dv = sin x dx. Maka
du = (n − 1) sin(n−1) x cos x dx dan v = − cos x
dan

Z Z
n (n−1)
sin x dx = − sin x cos x + (n − 1) sin(n−2) x cos2 x dx

Jika kita mengganti cos2 x dengan 1 − sin2 x pada integral yang terakhir, kita peroleh
Z Z Z
n (n−1) (n−2)
sin x dx = − sin x cos x + (n − 1) sin x dx − (n − 1) sinn x dx

sinn x dx,
R
setelah menggabungkan integral pertama dan terakhir dan menyelesaikan untuk
kita memperoleh rumus reduksi (valid untuk n ≥ 2)

− sin(n−1) x cos x (n − 1)
Z Z
n
sin x dx = + sin(n−2) x dx
n n


Contoh 3.2.6. Gunakan rumus reduksi untuk menghitung 0
2
sin8 x dx
108 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

Jawab Perhatikan bahwa


π π
− sin(n−1) x cos x π2 (n − 1)
Z Z
2 2
n
sin x dx = [ ]0 + sin(n−2) x dx
0 n n 0
Z π
(n − 1) 2
=0+ sin(n−2) x dx
n 0

Z π Z π
2
8 7 2
sin x dx = + sin6 x dx
0 8 0
Z π
7 5 2
= · sin4 x dx
8 6 0
Z π
7 5 3 2
= · · sin2 x dx
8 6 4 0
Z π
7 5 3 1 2
= · · · 1 dx
8 6 4 2 0
7 5 3 1 π 35
= · · · · = π
8 6 4 2 2 256

Latihan 3.2.1.

Gunakan integral parsial untuk menghitung integral-integral di bawah ini

R
1. xex dx

R
2. te5t+π dt

R
3. x cos x dx

R
4. (t − 3) cos(t − 3) dt

R √
5. t t + 1 dt
3.2. INTEGRASI PARSIAL 109
R
6. ln 3x dx
R
7. arctan x dx

ln x
R
8. x2
dx
R√
9. t ln t dt
R
10. z 3 ln z dz

arctan( 1t ) dt
R
11.
R π2
12. π x csc2 x dx
6

R √
13. x5 x3 + 4 dx

t7
R
14. 3 dt
(7−3t4 ) 2

z7
R
15. (4−z 4 )2
dz
R
16. x sinh x dx
R
17. x(3x + 10)49 dx
R
18. x2x dx
Gunakan integral parsial dua kali untuk menghitung integral-integral di bawah
ini
R
19. x2 ex dx

ln2 z dz
R
20.
R
21. et cos t dt
R
22. x2 cos x dx
110 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI
R
23. sin(ln x) dx
R
24. (ln x)3 dx
R 2
25. x5 ex dx

ln2 x20 dx
R
26.
R
27. eat sin t dt
R
28. r2 sin r dr
R
29. cos(ln x) dx
Gunakan integrasi parsial untuk menurunkan rumus-rumus di bawah ini.

sin x sin 3x dx = − 38 sin x cos 3x + 81 sin x cos 3x + C


R
30.

7 5
R
31. cos 5x sin 7x dx = − 24 cos 5x sin 7x − 24
sin 5x sin 7x + C
R eαz (α sin βz−β cos βz)
32. eαz sin βz dz = α2 +β 2
+C
R eαz (α cos βz+β sin βz)
33. eαz cos βz dz = α2 +β 2
+C

xα+1 xα+1
R
34. xα ln x dx = α+1
ln x − (α+1)2
+ C, α 6= −1

xα+1 x α+1 x α+1


R
35. xα (ln x)2 dx = α+1
(ln x)2 − 2 (α+1)2 ln x + 2 (α+1)3 + C, α 6= −1

Turunkan rumus reduksi dengan menggunakan integral parsial.

xα eβx α
R R
36. xα eβx dx = β
− β
xα−1 eβx dx

α
xα sin βx dx = − x cos βx α
R R
37. β
+ β
xα−1 cos βx dx

α
xα sin βx dx = − x cos βx α
R R
38. β
+ β
xα−1 cos βx dx
R R
39. (ln x)α dx = x(ln x)α − α (ln x)α−1 dx
3.2. INTEGRASI PARSIAL 111
R R
40. (α2 − x2 ) dx = x(α2 − x2 )α + 2α x2 (α2 − x2 )α−1 dx

cosα−1 x sin x α−1


R R
41. cosα x dx = α
+ α
cosα−2 x dx

cosα−1 βx sin βx α−1


R R
42. cosα βx dx = αβ
+ α
cosα−2 βx dx
112 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

3.3 Beberapa Integrasi Trigonometri


Ketika kita menggabungkan metode substitusi dengan penggunaan identitas tro-
gonometri, kita dapat mengintegrasikan banyak bentuk trigonometri.

sinn x dx dan
R R
1. cosn x dx

sinm x cosn x dx
R
2.
R R R
3. sin mx cos nx dx, sin mx sin nx dx, cos mx cos nx dx
R R
4. tann x dx, cotn x dx
R R
5. tanm x secn x dx, cotm x cscn x dx

Jenis 1

( sinn x dx, cosn x dx) Perhatikan kasus di mana n adalah bilangan bulat
R R

positif ganjil. Setelah kita mengeluarkan salah satu faktor sin x atau cos x dan
menggunakan identitas sin2 + cos2 = 1

sin5 x dx
R
Contoh 3.3.1. n Gangil Carilah
Jawab
Z Z
5
sin x dx = sin4 x sin x dx
Z
= (1 − cos2 x)2 sin x dx
Z
= (1 − 2 cos2 x + cos4 x) sin x dx
Z
= − (1 − 2 cos2 x + cos4 x)(− sin x) dx
2 1
= − cos x + cos3 x − cos5 x + C
3 5
3.3. BEBERAPA INTEGRASI TRIGONOMETRI 113

sin2 x dx
R
Contoh 3.3.2. n Genap Carilah
Jawab

1 − cos 2x
Z Z
2
sin x dx = dx
2
Z Z
1 1
= dx − (cos 2x)(2 dx)
2 4
1 1
= x − sin 2x + C
2 4

Jenis 2

( sinm x cosn x dx)Jika salah satu dari m atau n adalah bilangan bulat positif
R

ganjil sedangkan eksponen yang satunya bilangan sembarang, kita faktorkan sin x
atau cos x dan menggunakan identitas sin2 + cos2 = 1.

sin3 x cos−4 x dx
R
Contoh 3.3.3. m atau n Ganjil Carilah
Jawab
Z Z
−4
3
sin x cos x dx = (1 − cos2 x)(cos−4 )(sin x) dx
Z
= − (cos−4 − cos−2 )(− sin x dx)
(cos x)−3 (cos x)−1
= −[ − ]+C
−3 −1
1
= sec3 x − sec x + C
3

Jika m dan keduanya adalah bulat positif genap, maka kita menggunakan iden-
titas setengah-sudut untuk memperkecil derajat integran.

sin2 x cos4 x dx
R
Contoh 3.3.4. m atau n Genap Carilah
114 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

Jawab

1 − cos 2x 1 + cos 2x 2
Z Z
2 4
sin x cos x dx = ( )( ) dx
2 2
Z
1
= (1 + cos 2x − cos2 2x − cos3 2x) dx
8
Z
1 1
= [1 + cos 2x − (1 + cos 4x) − (1 − sin2 2x) cos 2x] dx
8 2
Z
1 1 1
= [ − cos 4x + sin2 2x cos 2x] dx
8 2 2
Z
1 1 1
= [ − cos 4x + sin2 2x cos 2x] dx
8 2 2
Z Z Z
1 1 1 1
= [ dx − cos 4x(4 dx) + sin2 2x(2 cos 2x)]
8 2 8 2
1 1 1 1 3
= [ x − sin 4x + sin 2x] + C
8 2 8 6

Jenis 3
R R R
( sin mx cos nx dx, sin mx sin nx dx, cos mx cos nx dx)Integral jenis ini muncul
dalam banyak aplikasi fisika dan teknik. Untuk mengatasi integral-integral ini, kita
gunakan identitas hasil kali.

1. sin mx cos nx = 12 [sin(m + n)x + sin(m − n)x]

2. sin mx sin nx = − 21 [cos(m + n)x − cos(m − n)x]

3. cos mx cos nx = 12 [cos(m + n)x + cos(m − n)x]

R
Contoh 3.3.5. Carilah sin 2x cos 3x dx
3.3. BEBERAPA INTEGRASI TRIGONOMETRI 115

Jawab Terapkan identitas hasilkali 1


Z Z
1
sin 2x cos 3x dx = [sin 5x + sin(−x)] dx
2
Z Z
1 1
= sin 5x(5 dx) − sin x dx
10 2
1 1
= − cos 5x + cos x + C
10 2

Jenis 4
R R
( tann x dx, cotn x dx)Dalam kasus tangen, faktorkan keluar tan2 x = sec2 x−
1; dalam kasus cot x, faktorkan cot2 x = csc2 x − 1

R
Contoh 3.3.6. Carilah cot4 x dx
Jawab
Z Z
4
cot x dx = cot2 x(csc2 x − 1) dx
Z Z
= cot x csc x dx − cot2 x dx
2 2

Z Z
= − cot x(− csc x dx) − (csc2 x − 1) dx
2 2

1
= − cot3 x + cot x + x + C
3

Jenis 5
R R
( tanm x secn x dx, cotm x cscn x dx)

3
tan− 2 x sec4 x dx
R
Contoh 3.3.7. (n Genap, m Sembarang Bilangan)Carilah
116 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI

Jawab
Z Z
− 23 3
tan 4
x sec x dx = (tan− 2 x)(1 + tan2 x) sec2 x dx
Z Z
− 32 1
= (tan x) sec x dx + (tan 2 x) sec2 x dx
2

1 2 3
= −2tan 2 x + tan− 2 x + C
3

1
tan3 x sec− 2 x dx
R
Contoh 3.3.8. (m Ganjil, n Sembarang Bilangan)Carilah
Jawab
Z Z
− 21 3
3
tan x sec x dx = (tan2 x sec− 2 x)(sec x tan x) dx
Z
3
= (sec2 x − 1) sec− 2 x(sec x tan x dx)
Z Z
1 3
= sec 2 x(sec x tan x) − sec− 2 x(sec x tan x dx)
3 3 1
= sec 2 x + 2 sec− 2 x + C
2

Latihan 3.3.1.

sin2 x dx
R
1.

sin3 x dx
R
2.

3. 2
0
cos5 x dx

sin5 4x cos2 4x dx
R
4.

cos3 3x sin−2 3x dx
R
5.

sin4 3x cos4 3x dx
R
6.
3.3. BEBERAPA INTEGRASI TRIGONOMETRI 117
R
7. sin 4x cos4x dx

sin4 ( x2 ) cos2 ( x2 ) dx
R
8.
R
9. x cos2 x sin x dx Petunjuk :Gunakan integral parsial.

x sin3 x cos x dx
R
10.
R
11. tan4 x dx
R
12. tan3 x dx

x
R
13. tan5 2
dx

tan−3 x sec4 x dx
R
14.
R
15. tan3 x sec2 x dx
R
16. cot4 x dx
R
17. cot3 2x dx
R
18. cot5 2x dx

3
tan− 2 x sec4 x dx
R
19.

1
tan3 x sec− 2 x dx
R
20.
118 BAB 3. TEKNIK INTEGRASI
Bab 4

Integral Bentuk Tak Tentu dan


Tak Wajar

4.1 Bentuk Tak Tentu Tipe 0/0

Perhatikan ketiga limit berikut

sin x x2 − 9 f (x) − f (a)


lim , lim 2
, dan lim
x→0 x x→3 x − x − 6 x→a x−a

Ketiga limit tersebut berbentuk pembagian dan jika kita masukkan nilai pendekatan
akan memberikan bentuk 0/0. Argumen secara geometri bisa digunakan untuk
sin x
menyelesaikan masalah limit pertama, yaitu limx→0 x
= 1 sedangkan limit ketiga
merupakan bentuk turunan fungsi f (x) pada x = a. Perhatikan limit kedua,
x2 −9
limx→3 x2 −x−6
. Limit ini bisa dengan mudah diselesaikan menggunakan manipulasi
aljabar
x2 − 9 (x − 3)(x + 3) (x + 3) 6
lim = lim = lim =
x→3 x2 − x − 6 x→3 (x − 3)(x + 2) x→3 (x + 2) 5

119
120 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

Secara umum, terdapat aturan yang bisa digunakan dengan mudah untuk masalah
serupa.

Teorema 4.1.1. Aturan L’Hôpital untuk tipe 0/0


Misalkan
lim f (x) = lim g(x) = 0.
x→u x→u

Jika limx→u [f 0 (x)/g 0 (x)] ada, baik dalam kasus berhingga maupun tak hingga, (yaitu
jika limit tersebut menghasilkan bilangan berhingga, −∞ atau ∞), maka

f (x) f 0 (x)
lim = lim 0
x→u g(x) x→u g (x)

Contoh 4.1.1. Gunakan Aturan L’Hôpital untuk menunjukkan bahwa

sin x 1 − cos x
lim = 1 dan lim =0
x→0 x x→0 x

Solusi

sin x Dx sin x cos x


lim = lim = lim =1
x→0 x x→0 Dx x x→0 1
1 − cos x Dx (1 − cos x) sin x
lim = lim = lim =0
x→0 x x→0 Dx x x→0 1

tan 2x
Contoh 4.1.2. Dapatkan limx→0 ln(1+x)

Solusi
Masing-masing pembilang dan penyebut akan memberikan hasil 0. Karenanya,

tan 2x 2 sec2 2x 2
lim = lim = =2
x→0 ln(1 + x) x→0 ln(1 + x) 1

e−x
Contoh 4.1.3. Dapatkan limx→∞ x−1
4.1. BENTUK TAK TENTU TIPE 0/0 121

Solusi
Jika Aturan L’Hôpital digunakan secara langsung akan memberikan

e−x e−x e−x


lim = lim = lim = ···
x→∞ x−1 x→∞ x−2 x→∞ 2x−3

sehingga memerlukan manipulasi aljabar sebagai berikut

e−x x ∞
lim −1
= lim x = .
x→∞ x x→∞ e ∞

Perhatikan bahwa pergerakan pembilang dan penyebut saat x menuju tak hingga.
Penyebut akan jauh lebih cepat menuju tak hingga bila dibandingkan pembilang.
Karenanya, limit tersebut bernilai 0.

Teorema 4.1.2. Teorema Nilai Rata-rata Cauchy


Misalkan fungsi f dan g dapat diturunkan pada (a, b) dan kontinu pada [a, b]. Jika
g 0 (x) 6= 0 untuk setiap x di (a, b), maka terdapat sebuah bilangan c di (a, b) sedemikian
sehingga
f (b) − f (a) f 0 (c)
= 0
g(b) − g(a) g (c)

Latihan 4.1.1. 1. Hitunglah nilai limit berikut dengan terlebih dahulu memeriksa
bentuk tak tentu sebelum menggunakan Aturan L’Hôpital.

2x−sin x
(a) limx→0 x

cos x
(b) limx→π/2 1
π−x
2

x2 +6x+8
(c) limx→−2 x2 −3x−10

tan−1 3x
(d) limx→0 sin−1 x

ln(sin x)3
(e) limx→π/2 1
π−x
2

ex −e−x
(f ) limx→0 2 sin x
122 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

t−t2
(g) limt→1 ln t

sin x−tan x
(h) limx→0 x2 sin x

ex −ln(1+x)−1
(i) limx→0 x2

cosh x−1
(j) limx→0 x2

sin x+tan x
(k) limx→0 ex +e−x −2
Rx√
1+sin tdt
(l) limx→0 0 x
Rx√
1+sin tdt
(m) limx→0 0 x

4.2 Bentuk Fungsi Tak Tentu Lainnya

Pada contoh sebelumnya, kita telah menemui bahwa pada

x
lim
x→∞ ex

kedua pembilang dan penyebut menuju tak hingga. Bentuk ∞/∞ juga bisa disele-
saikan dengan Aturan L’Hôpital secara formal mengikuti teorema berikut.

Teorema 4.2.1. Misalkan limx→u |f (x)| = limx→u |g(x)| = ∞. Jika limx→u [f 0 (x)/g 0 (x)]
ada, baik dalam kasus berhingga maupun tak hingga, maka

f (x) f 0 (x)
lim = lim 0
x→u g(x) x→u g (x)

Dalam hal ini, u bisa berbentuk a, a− , a+ , −∞, atau ∞

4.2.1 Bentuk Tak Tentu Tipe ∞/∞


x
Contoh 4.2.1. Dapatkan nilai dari limx→∞ ex
4.2. BENTUK FUNGSI TAK TENTU LAINNYA 123

Solusi
Masing-masing x dan ex akan menuju ∞ saat x → ∞. Karenanya, dengan Aturan
L’Hôpital dapat diperoleh

x Dx x 1
lim → ∞ = lim → ∞ = lim → ∞ = 0.
x ex x Dx ex x ex

Contoh 4.2.2. Tunjukkan bahwa, jika a adalah sembarang bilangan real positif,
maka
ln x
lim =0
x→∞ xa

Solusi
Masing-masing ln x dan xa akan menuju ∞ saat x → ∞. Karenanya, dengan Aturan
L’Hôpital dapat diperoleh

ln x 1/x 1
lim → ∞ a
= lim → ∞ a−1 = lim → ∞ a = 0.
x x x ax x ax

Contoh 4.2.3. Dapatkan


ln x
lim+
x→0 cot x

Solusi
Perhatikan bahwa pada saat x menuju 0+ , maka ln x menuju −∞ dan cot x menuju
∞. Fakta ini memperbolehkan kita untuk menggunakan Aturan L’Hôpital.
 
ln x 1/x
lim = lim+
x→0+ cot x x→0 − csc2 x

Bentuk terakhir ini masih membutuhkan Aturan L’Hôpital dengan terlebih dahulu
menuliskan
1/x sin2 x sin x
2
= = − sin x
− csc x x x
124 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

Dengan demikian,
 
ln x sin x
lim = lim+ − sin x =0·1=0
x→0+ cot x x→0 x

4.2.2 Bentuk Tak Tentu Tipe 0 · ∞ dan ∞ − ∞

Misalkan A(x) → 0 dan B(x) → ∞. Apa yang akan terjadi pada A(x)B(x)?
Apabila kedua A(x) dan B(x) merupakan fungsi yang merepresentasikan suatu kerja,
maka keduanya akan saling bertolak belakang. Mana yang akan menang? Hasil
tersebut tergantung pada mana yang lebih kuat. Dalam kasus ini, Aturan L’Hôpital
mampu membantu menyelesaikan masalahnya setelah kita mengubahnya ke dalam
bentuk 0/0 atau ∞/∞.

Contoh 4.2.4. Hitung limx→π/2 (tan x · ln sin x)

Solusi:
Karena limx→π/2 ln sin x dan limx→π/2 | tan x|, maka limit ini berbentuk 0 · ∞. Kita
dapat mengubah menjadi

ln sin x
lim (tan x · ln sin x) = lim ( )
x→π/2 x→π/2 cot x
1
cos x
= lim ( sinx 2 )
x→π/2 csc x
= lim (cos x · sin x) = 0
x→π/2

x 1

Contoh 4.2.5. Hitung limx→1+ x−1
− ln x
.

Solusi:
Kedua suku akan menuju tak hingga saat x menuju 1 dari kanan. Dengan demikian
kasus ini merupakan limit yang berbentuk ∞ − ∞. Dengan menggunakan operasi
4.2. BENTUK FUNGSI TAK TENTU LAINNYA 125

aljabar sederhana dan Aturan L’Hôpital, kita dapatkan


 
x 1 x ln x − x + 1
lim+ − = lim+
x→1 x − 1 ln x x→1 (x − 1) ln x
x · 1/x + ln x − 1
= lim+
x→1 (x − 1)(1/x) + ln x
x ln x
= lim+
x→1 x − 1 + ln x
1 + ln x
= lim+
x→1 2 + ln x

=2

4.2.3 Bentuk Tak Tentu Tipe 00 , ∞0 , dan 1∞

Penyelesaian limit bentuk tak tentu tipe 00 , ∞0 , dan 1∞ , perlu menggunakan


trik logaritma. Perhatikan contoh berikut.

Contoh 4.2.6. Hitung limx→0+ (x + 1)cot x

Solusi:
Limit ini memberikan bentuk 1∞ . Misalkan y = (x + 1)cot x , maka

ln(x + 1)
ln y = cot x ln(x + 1) =
tan x

Dengan menerapkan Aturan L’Hôpital, kita dapatkan

1
ln(x + 1)
lim+ ln y = lim+ = lim+ x+1 =1
x→0 x→0 tan x x→0 sec2 x

Karena y = eln y dan fungsi eksponen f (x) = ex bersifat kontinu, maka


 
lim y = lim+ exp(ln y) = exp lim ln y = exp 1 = e
x→0+ x→0 x→0+
126 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

Contoh 4.2.7. Hitung limx→π/2− (tan x)cos x

Solusi:
Limit ini memberikan bentuk ∞0 . Misalkan y = (tan x)cos x , maka

ln tan x
ln y = cos x · ln tan x =
sec x

sehingga

1
ln tan x 2
lim − ln y = lim − = lim − tan x·sec x
x→π/2 x→π/2 sec x x→π/2 sec x tan x
sec x cos x
= lim − 2
= lim − 2 =0
x→π/2 tan x x→π/2 sin x

Dengan demikian,
lim y = e0 = 1
x→π/2−

Latihan 4.2.1. Hitung masing-masing limit berikut. Pastikan limit tersebut memi-
liki bentuk tak tentu terlebih dahulu sebelum menerapkan Aturan L’Hôpital.

ln x10000
1. limx→∞ x

(ln x)2
2. limx→∞ 2x

3 sec x+5
3. limx→π/2 tan x

ln sin2 x
4. limx→0+ 3 ln tan x

ln(4−8x)2
5. limx→(1/2)− tan πx

6. limx→0 (x ln x1000 )

7. limx→0 3x2 csc2 x

8. limx→π/2 (tan x − sec x)


4.3. INTEGRAL TAK WAJAR: LIMIT TAK HINGGA PADA INTEGRASI 127

9. limx→(π/2)− (5 cos x)tan x

1 2

10. limx→0 csc2 x − x

11. limx→0 (cos x)1/x

12. limx→0+ (x1/2 ln x)

13. limx→∞ ecos x

14. limx→∞ [ln(x + 1) − ln(x − 1)]


Rx√
1+e−t dt
15. limx→∞ 1
x
Rx
sin t dt
16. limx→1+ 1
x−1

4.3 Integral Tak Wajar: Limit Tak Hingga pada


Integrasi
Rb
Pada definisi a
f (x) dx, diasumsikan bahwa interval [a, b] merupakan interval
berhingga. Namun, dalam berbagai aplikasi di fisika, ekonomi, dan teori peluang,
kita seringkali menjumpai batas tak hingga (∞ atau −∞). Perhatikan ketiga bentuk
integral berikut
Z ∞ Z −1 Z ∞
1 −x2 2
dx, xe dx, x2 e−x dx
0 1 + x2 −∞ −∞

Ketiga integal tersebut masuk dalam kategori integral takwajar.

4.3.1 Limit Tak Hingga pada Integral Tak Wajar

Perhatikan tabel berikut


128 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

Definisi 4.3.1. 1. Z b Z b
f (x) dx = lim f (x) dx
−∞ a→−∞ a
Z b Z b
f (x) dx = lim f (x) dx
−∞ a→−∞ a

Jika limit di sisi kanan ada dan nilainya berhingga, maka integral takwajar
tersebut konvergen ke nilai limit. Sebaliknya, integral takwajar bersifat di-
vergen jika limit di sisi kanan tidak ada atau nilainya takhingga.
R0 R∞ R −∞
2. Jika kedua −∞
f (x) dx dan 0
f (x) dx konvergen, maka −∞
f (x) dx juga
4.3. INTEGRAL TAK WAJAR: LIMIT TAK HINGGA PADA INTEGRASI 129

konvergen dan bernilai


Z −∞ Z 0 Z ∞
f (x) dx = f (x) dx + f (x) dx
−∞ −∞ 0

R∞
Selain itu, f (x) dx divergen.
−∞
R1 2
Contoh 4.3.1. Dapatkan −∞ xe−x dx jika ada.

Solusi:

1 1
1 1 −x2
Z Z 
−x2 1 −x2
xe dx = − e (−2x dx) = − e
a 2 a 2 a
1 −1 1 −a2
=− e + e
2 2

sehingga Z 1  
−x2 1 −1 1 −a2 1
xe dx = lim − e + e =− .
−∞ a→−∞ 2 2 2e
Akibatnya, integral tersebut konvergen ke −1/2e.
R∞
Contoh 4.3.2. Dapatkan 0 sin x dx jika ada.

Solusi:
Z ∞ Z b
sin x dx = lim sin x dx = lim [− cos x]b0
0 b→∞ 0 b→∞

= lim [1 − cos b]
b→∞

Karena limitnya tidak ada, maka integral tak wajar tersebut divergen. Perhatikan
R∞
gambar berikut, secara geometri, 0 sin x dx akan bernilai tak hingga.
130 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR
R∞ 1
Contoh 4.3.3. Hitung −∞ 1+x2
dx

Solusi:
Z ∞ Z ∞
1 1
dx = lim dx
0 1 + x2 b→∞ 0 1 + x2
= lim [tan−1 x]b0
b→∞
π
= lim [tan−1 b − tan−1 0] =
b→∞ 2

Karena integran merupanakan fungsi genap, maka


Z 0 Z ∞
1 1 π
dx = dx =
−∞ 1 + x2 0 1+x 2 2

Dengan demikian,
Z ∞ Z 0 Z ∞
1 1 1 π π
dx = dx + dx = + = π
−∞ 1 + x2 −∞ 1 + x2 0 1+x 2 2 2

Latihan 4.3.1.

1. Hitung integral tak wajar berikut:


R +∞
(a) 0
e−2x dx
R +∞ x
(b) −1 1+x2
dx
R +∞ 1
(c) e x ln3 x
dx
R +∞
(d) √1 dx
2 x ln x
R +∞ 2
(e) 0
xe−x dx
R0
(f) −∞
e3x dx
R +∞
(g) −∞
x dx
R +∞
(h) √ x dx
−∞ x2 +2
4.3. INTEGRAL TAK WAJAR: LIMIT TAK HINGGA PADA INTEGRASI 131
R +∞ x
(i) −∞ (x2 +3)2
dx
R +∞ e−t
(j) −∞ 1+e−2t
dt

2. Benar-Salah Tentukan apakah pernyataan berikut benar atau salah. Berikan


alasan
R +∞
(a) 1
x−4/3 dx konvergen ke 3
R +∞
(b) Jika f kontinu pada [a, +∞] dan limx→+∞ f (x) = 1, maka a
f (x)dx
konvergen
R +∞ ln x
3. Gunakan aturan L’Hôpital untuk menghitung 1 x2
dx

4. Dapatkan luas daerah yang dibatasi oleh sumbu-x dan y = e−3x untuk x ≥ 0.

4.3.2 Integral Tak Wajar dengan Integran yang Memuat


Diskontinuitas

Perhatikan gambar berikut. Seringkali kita menghitung luas daerah yang di-
batasi oleh suatu fungsi kontinu dengan interval berhingga [a, b] seperti yang ditun-
jukkan oleh gambar (a). Namun, bagaimana jika kita ingin menghitung luas daerah
yang dibatasi oleh kurva yang memiliki titik diskontinu? (gambar (b) dan (c))

Berdasarkan kasus ini, diperlukan definisi berikut:


132 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

Definisi 4.3.2. (i) Misalkan f adalah fungsi kontinu pada interval [a, b], kecuali
pada titik diskontinu di b, maka integral takwajar dari f pada interval [a, b]
didefinisikan sebagai
Z b Z k
f (x) dx = lim− f (x) dx
a k→b a

(ii) Misalkan f kontinu pada interval [a, b], kecuali pada titik diskontinu di a, maka
integral tak wajar dari f pada interval [a, b] didefinisikan sebagai
Z b Z b
f (x) dx = lim+ f (x) dx
a k→a k

Jika nilai limit ada pada integral (i) dan (ii), maka integral tak wajar tersebut
akan konvergen ke nilai limit. Sebaliknya, integral takwajar tersebut bersifat
divergen.

(iii) Jika f kontinu pada interval [a, b], kecuali pada titik diskontinu di (a, b), maka
integral tak wajar dari f pada interval [a, b] didefinisikan sebagai
Z b Z c Z b
f (x) dx = f (x) dx + f (x) dx
a a c

Integral pada (iii) akan konvergen pada suatu nilai jika kedua integral pada
sisi kanan konvergen. Sebaliknya, integral takwajar tersebut bersifat divergen.

R1
Contoh 4.3.4. Hitung √dx
0 1−x

Solusi:
Integral tersebut merupakan integral tak wajar karena intgran akan menuju +∞
4.3. INTEGRAL TAK WAJAR: LIMIT TAK HINGGA PADA INTEGRASI 133

jika x menuju 1 dari kiri. Dengan demikian,

1 1  √
Z Z
dx dx k
√ = lim √ = lim− −2 1 − x 0
0 1 − x k→1− 0 1 − x k→1
h √ i
= lim− −2 1 − k + 2 = 2
k→1

Contoh 4.3.5. Hitung

R3
(a) √dx
2 2−x

dx 2/3
R4
(b) 1 x−3

Solusi:
(a) Integral tersebut merupakan integral tak wajar karena integran akan menuju
+∞ jika x menuju 1 dari kiri. Dengan demikian,
Z 3 Z 3
dx dx
= lim = lim+ [− ln |2 − x|]3k
2 2 − x k→2+ k 2 − x k→2
= lim+ [− ln | − 1| + ln |2 − k|] = −∞
k→2

(b)Perhatikan bahwa integran memiliki titik diskontinu di x = 3, sehingga


Z 4 Z 3 Z 4
dx dx dx
= +
2 (x − 3)2/3 2 (x − 3)
2/3
3 (x − 3)
2/3
Z k Z 4
dx dx
= lim− 2/3
+ lim+ 2/3
k→3 2 (x − 3) k→3 l (x − 3)
 k  4
1 1
= lim− √ 3
+ lim+ √ 3
k→3 x − 3 2 l→3 x−3 l
   
1 1 1 1
= lim− √ 3
−√ 3
+ lim+ √ 3
−√ 3
k→3 k−3 −1 l→3 1 1−3
= (0 − (−1)) + (1 − 0) = 1 + 1 = 2
134 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR

Perhatian
Penggunaan Teorema Dasar Kalkulus (TDK) secara langsung pada integral takwajar
seringkali memberikan hasil yang salah jika tidak memperhatikan penerapan limit
yang tepat. Contoh berikut mengilustrasikan bahwa prosedur penggunaan TDK
pada integral takwajar akan memberikan hasil yang salah.
Z 4  4
dx 1
= −
0 (x − 2)2 x−2 0
 
1 1 1 1
=− − − = − − = −1
4−2 −2 2 2

1
Hasil tersebut jelas salah karena integran (x−2)2
tidak pernah bernilai negatif, akibat-
nya hasil integral pun tidak akan bernilai negatif. Karenanya, perlu memperhatikan
bahwa integran tersebut memiliki titik diskontinu pada x = 2, sehingga
Z 4 Z 2 Z 4
dx dx dx
= +
0 (x − 2)2 0 (x − 2)2 2 (x − 2)2

Pada suku pertama,


Z 2 Z k
dx dx
= lim
0 (x − 2)2 k→2− 0 (x − 2)
2
 k
1
= lim− −
k→2 x−2 0
 
1 1
= lim− − − = +∞
k→2 k−2 2

R4 dx
akibatnya, 0 (x−2)2
divergen.

Contoh 4.3.6. Dapatkan formula keliling lingkaran x2 +y 2 = r2 dengan menghitung


panjang kurvanya.

Solusi:
Untuk mempermudah perhitungan, kita bisa membagi lingkaran tersebut menjadi
4.3. INTEGRAL TAK WAJAR: LIMIT TAK HINGGA PADA INTEGRASI 135

empat bagian. perhatikan bahwa persamaan lingkaran di kuadran I adalah y =



r2 − x2 , sehingga keliling atau panjang kurva satu lingkaran penuh adalah
s 2
Z rp Z r  Z r
x dx
K=4 2
1 + (dy/dx) dx = 4 1 + −√ dx = 4r √
0 0 r 2 − x2 0 r 2 − x2

Bentuk terakhir tersebut merupakan integral takwajar yang memiliki titik diskon-
tinu di x = r, sehingga penyelesaiannya adalah
Z r
dx
K = 4r √
0 r2 − xZ2
r
dx
= 4r lim k → r− √
0 r 2 − x2
k
= 4r lim k → r− sin−1 (x/r) 0


= 4r lim k → r− sin−1 (k/r) − sin−1 0


 
π 
= 4r[sin−1 1 − sin−1 0] = 4r − 0 = 2πr
2

Latihan 4.3.2.

1. Pada titik manakah yang menyebabkan integral berikut menjadi integral tak
wajar
R1 dx
(a) 0 xp
R2 dx
(b) 1 x−p

2. Hitung integral tak wajar berikut:


R4 dx
(a) 0 (x−4)2
dx
R8 dx
(b) 0

3x

R π/2
(c) 0
tan x dx
R4
(d) √dx dx
0 4−x
136 BAB 4. INTEGRAL BENTUK TAK TENTU DAN TAK WAJAR
R1
(e) √ dx
0 1−x2
R1
(f) √x dx
−3 9−x2
R +∞ 1
(g) 0 x2
dx
R +∞
(h) √dx
1 x x2 −1
R1
(i) √ dx
0 x(x+1)
R +∞
(j) √ dx
0 x(x+1)

3. Benar-Salah Tentukan apakah pernyataan berikut benar atau salah. Berikan


alasan
R2 1
(a) 1 x(x−3)
dx adalah integral tak wajar
R1 1
(b) −1 x3
dx =0
R1
4. Gunakan aturan L’Hôpital untuk menghitung 0
ln x dx

5. Dapatkan luas daerah yang dibatasi oleh sumbu-x dan y = 8/(x2 − 4) untuk
x ≥ 4.

6. Daerah yang dibatasi oleh sumbu−x dan kurva y = e−x untuk x ≥ 0 diputar
terhadap sumbu-x.

(a) Dapatkan volume dari benda padat yang dihasilkan

(b) Dapatkan luas permukaan benda padat tersebut.


Daftar Pustaka

[1] Dale Varberg, Edwin J. Purcell, steven E. Rigdon (2007): Calculus, ninth edi-
tion, Pearson Prentice Hall.

[2] Howard Anton, Irl Bivens, Stephen Davis (2012): Calculus Early Transcenden-
tals, John Wiley and Sons, Inc.

[3] Koko Martono (2011): Diktat Kuliah Kalkulus, Jurusan Matematika, FMIPA,
ITB.

[4] Warsoma Djohan, Wono Setya Budhi (2007): Diktat Kalkulus 1, Jurusan
Matematika, FMIPA, ITB.

137
138 DAFTAR PUSTAKA
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
BALIKPAPAN 2016

Anda mungkin juga menyukai