Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

SPACE OCCUPYING LESIONS


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BAKTHI YUDHA

NAMA:
ANDREAS
NIM:
11-2014-295
NAMA PEMBIMBING
dr. Dini Andriani, SpS
TANGGAL
11 MEI 2015
PENDAHULUAN

Space Occupying Lesions (SOL) adalah kasus gawat darurat yang bersifat progresif yang
sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. SOL dapat disebabkan oleh beberapa keadaan
patologis, seperti keganasan, abses atau hematoma. Kerusakan yang ditimbulkan oleh SOL
dapat diperkirakan berdasarkan luas daerah yang terkena dan etiologi penyebab. Gejala
umum yang terjadi lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang,
perubahan perilaku dan beberapa tanda yang berhubungan dengan bagian yang terkena lesi.
Penanganan pada SOL yang utama adalah mengatasi etiologi penyebab. Penanganan terhadap
gejala hanya bersifat sementara dan untuk meringankan keluhan.

Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi Space occupying lesions(SOL), jenis SOL,
patofisiologi, diagnosis serta penanganan SOL dengan tatalaksana baik umum maupun
khusus.

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi
Pada sistem saraf pusat, otak dan sumsum tulang belakang merupakan struktur utama dimana
korelasi dan integrasi informasi terjadi. Otak dan sumsum tulang belakang dilapisi oleh
beberapa membran yang disebut meningen. Otak dibagi ke dalam 3 bagian besar, yaitu
forebrain, midbrain, dan hindbrain. Otak dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu dura
mater, arachnoid, dan pia mater.1
a. Forebrain
- Terbagi dua menjadi diencephalon dan cerebrum
- Cerebrum: Merupakan bagian paling besar, terdiri dari dua hemisfer yang
disambung oleh corpus callosum. Cerebrum terbentuk dari lipatan-lipatan yang
disebut gyrus, yang terpisah oleh celah-celah yang disebut sulcus
- Diencephalon: merupakan bagian yang terletak di sebelah dalam yang terbagi
menjadi dua, yaitu talamus di dorsal dan hipotalamus di ventral.
b. Midbrain
- Terletak diantara forebrain dan hindbrain, terdapat saluran yang disebut cerebral
aqueduct yang menyambungkan ventrikel 3 dan 4.
c. Hindbrain
- Hindbrain termasuk cerebellum, pons dan medulla oblongata

Page 1
- Medulla oblongata: terletak diantara pons dan medulla spinalis dan berbentuk
kerucut.
- Pons: terletak di anterior cerebellum, dibawah midbrain dan diatas medulla
oblongata.
- Cerebellum: terletak di belakang pons dan medulla oblongata. Memiliki dua
hemisfer yang disambung oleh vermis. Cerebellum tersambung dengan otak
tengah melalui pedunculus cerebelli superior, ke pons melalui pedunculus
cerebelli media, dan ke medulla oleh pedunculus cerebelli inferior
Sumsum tulang belakang berbentuk silinder dan berjalan mulai dari foramen magnum dan
habis di daerah lumbal tulang belakang. Sumsum tulang belakang dilindungi oleh tiga lapisan
meningen yaitu dura mater, arachnoid, dan pia mater. Sumsum tulang belakang tersusun atas
substantia nigra di bagian dalam dan substansia alba pada bagian luar.1

Space Occupying Lesions (SOL)

SOL adalah lesi yang menempati tempat pada tengkorak, lesi tumbuh sebagai massa namun
dapat berkembang secra difus dan menginfiltrasi jaringan. Lesi adalah jaringan abnormal
yang ditemukan pada organisme, biasanya akibat penyakit atau trauma. Akibatnya berupa
kompresi dan infiltrasi pada jaringan, dan menyebabkan beberapa gejala patologis seperti
peningkatan tekanan intrakranial, aktivitas kejang, dan tanda neurologis. Lesi seperti abses,
hematoma, dan tumor yang terbentuk menenmpati tempat dimana sudah tidak ada tempat
kosong yang tersisa, akibatnya lesi mendesak struktur normal yang terdapat di sekitarnya.2

Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak, cairan serebrospinal
(CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai
sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium yang kaku
yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari
tentorium.3

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total tetap konstan. Isi
intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-masing tak dapat diperas.
Karenanya bila volume salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian TIK kecuali
terjadi reduksi yang bersamaan dan ekual volume lainnya. TIK normal pada keadaan istirahat
adalah 10 mmHg (136 mmH2O). Sebagai pegangan , tekanan diatas 20 mmHg adalah
abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Semakin tinggi
TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya. Bila timbul massa yang baru didalam

Page 2
kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah, pertama-tama ia akan menggeser isi
intrakranial normal.3

Doktrin Monro-Kellie

Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume total isi
intrakranial harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak yang tidak
ekspansil. Bila V adalah volume, maka

VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan

Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah, kompensasinya adalah
memeras CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak
ada lagi CSS atau darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif.
Pada titik ini, TIK mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil
ukuran massa intrakranial. Karenanya TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya lesi massa.3

Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas.
Pada tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma, pergeseran otak mungkin sangat nyata,
terdapat kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat pengurangan cairan
ekstraselular dan kandung lemak otak sekitar tumor. Bagaimanapun dengan massa yang
meluas cepat, otak segera tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen
lainnya atau melalui foramen magnum.3

Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tak
berreaksi dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak
berhenti. Tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak teratur serta
akhirnya berhenti.3

Tumor Otak

Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak atau
dari struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor otak dapat dibagi menjadi
tumor otak jinak (benigna) dan ganas (maligna). Tumor otak benigna adalah pertumbuhan
jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas. Tumor otak maligna adalah kanker di
dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang
telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Tumor
otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh dan

Page 3
terbentuk di suatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang
berdekatan.3

Pada dewasa, 80-85 persen terjadi supratentorial. Tumor terbanyak adalah glioma, metastase
dan meningioma. Pada anak-anak 60 persen terjadi infratentorial. Tumor intrakranial sering
diuraikan sebagai 'jinak' dan 'ganas', namun istilah ini tidak dapat langsung dibandingkan
dengan tumor yang terjadi ekstrakranial. Tumor intrakranial jinak mempunyai efek merusak
karena ia berkembang di dalam rongga tengkorak yang berdinding kaku. Astrositoma jinak
bisa menginfiltrasi jaringan otak secara luas hingga mencegah untuk pengangkatan total,
atau mengisi daerah neurologis yang kritis yang bahkan mencegah pengangkatan parsial
sekalipun. Tumor intrakranial ganas berarti pertumbuhan yang cepat, diferensiasi yang
buruk, selularitas yang bertambah, mitosis, nekrosis dan proliferasi vaskuler. Namun
metastasis kedaerah ekstrakranial jarang terjadi.3

Tumor intrakranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral secara umum dan
menunjukkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Karena itu, dapat terjadi
perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit kepala, mual dan
malaise. Jika tekanan meningkat di dalam ruangan kranial tertentu, jaringan otak dapat
mengalami herniasi ke dalam ruangan dengan tekanan rendah. Tumor intrakranial dapat
mengarah kepada defisit fokal tergantung pada lokasinya.4

 Lesi lobus frontal


Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan progresif
intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan personalitas dan refleks grasping
kontralateral. Mereka mungkin mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan
bahagian posterior daripada gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi
karena tekanan pada saraf olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang
motorik fokal atau defisit piramidalis kontralateral.4
 Lesi lobus Temporalis
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi penciuman dan
gustatorik, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan
kesadaran. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan
emosi, gangguan sikap, sensasi deja vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia
(objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapang
pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi auditorik.

Page 4
Lesi bagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia, dan lesi pada
bagian kanan menganggu persepsi pada nada dan melodi.4
 Lesi lobus parietalis
Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral dan dapat
mengakibatkan kejang sensorik, penurunan sensorik atau kombinasi keduanya.
Penurunan sensorik bersifat kortikal dan mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi
taktil, sehingga mengarah kepada gangguan sensorik tekstur, ukuran, berat dan
bentuk. Objek yang diletakkan kepada tangan tidak dapat dikenali (astereognosis) lesi
lobus parietalis yang luas dapat menghasilkan hyperpathia kontralateral dan sindroma
thalamus. Penglibatan radiasi optik dapat mengarah kepada gangguan lapang
homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower quadrantanopia. Lesi pada
girus angularis sinistra mengakibatkan sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia,
agrafia, akalkulia, konfusi kanan-kiri, dan agnosia jari), manakala penglibatan girus
submarginalis sinistra mengakibatkan apraksia ideational. Anosognosia (denial,
neglect or rejection of a paralyzed limb) sering terlihat pada pasien dengan hemisfera
lesi non dominan (kanan). Constructional apraxia dan dressing apraxia dapat juga
terjadi pada lesi bagian kanan.4
 Lesi lobus oksipitalis
Tumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menghasilkan crossed
homonymous hemianopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan lesi sisi kiri
atau bilateral, dapat terjadi agnosia visual untuk objek dan warna, sedangkan lesi
iritatif pada kedua sisi dapat mengakibatkan halusinasi visual yang tidak berbentuk.
Penglibatan lobus oksipitalis bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana
masih terdapat respons pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna,
prosopagnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah), simultagnosia
(ketidakmampuan untuk mentafsir dan mengintergrasi suasana komposit) dan Balint
syndrome (gangguan untuk melirik mata kepada satu titik, walaupun tidak terjadi
gangguan pergerakan dan refleks mata).4
 Lesi pada batang otak dan cerebellum.
Lesi pada batang otak memberi dampak paresis saraf kranial, ataksia, inkoordinasi,
nistagmus, dan defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai di satu atau kedua sisi.
Tumor batang otak intrinsik, seperti glioma, cenderung untuk menghasilkan
peningkatan tekanan intrakranial pada perjalanan penyakit lanjut. Tumor cerebellar
menghasilkan ataksia yang jelas pada tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan

Page 5
gangguan appendikular ipsilateral (ataxia, incoordination dan hypotonia tungkai jika
hemisfer cerebellum terlibat.4 Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK
akan cepat terjadi disertai dengan papil udem. Nyeri kepala khas didaerah oksipital
yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal.5
 Lesi di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi
dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak,
pasien tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran.5
 Lesi di cerebello pontin angle
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma. Dapat dibedakan dengan tumor
jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran. Gejala lain
timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angle.5
 Lesi hipotalamus
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe. Gangguan fungsi
hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksual pada anak-anak,
amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan.5
 Lesi fossa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus,
biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.5
 Tanda lokalisir palsu
Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan direk atau
infiltrasi, selanjutnya mengrah kepada lokalisir klinis yang salah. Tanda lokalisir ini
termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan respons plantar ekstensor bilateral yang
dihasilkan oleh sindroma herniasi dan respons plantar ekstensor yang terjadi
ipsilateral terhadap tumor hemisfera sebagai hasil daripada tekanan di pedunkulus
cerebri bertentangan dengan tentorium.4

Tumor otak dapat dibagi berdasarkan patologi dan letak dari tumor tersebut, tetapi secara
klinis pembagian menurut letak tumor adalah yang terpenting karena akan memberikan gejala
fokal sesuai dengan letak tumor di samping gejala umum yang biasanya tidak spesifik. Di
bawah ini adalah klasifikasi tumor otak berdasarkan gambaran histopatologis:5

Page 6
Sedangkan klasifikasi berdasarkan prediksi dan topografi dapat dilihat pada tabel berikut:5

Klasifikasi menurut lokasi:


Tumor intrakranial terbagi atas:
1. Tumor Supratentorial
2. Tumor Infratentorial
Tumor Supratentorial5
A. Tumor Hemisfer Serebral
 Lobus frontal
 Lobus parietal
 Lobus temporal

Page 7
 Lobus oksipital
Ekstrinsik: Meningioma, kista (dermoid, epidermoid, arakhnoid)
Intrinsik : Astrositoma, glioblastoma, oligodendroglioma, ganglioglioma, limfoma
Metastasis
B. Tumor hemisfer bagian dalam( Deep Hemispheric Tumors)
- Tumor ventrikel lateral
- Tumor sentrum ovale (centrum ovale tumors)
- Tumor basal ganglia
C. Tumor garis tengah hemisfer (Midline Hemispheric Tumors)
- Tumor korpus kalosum
- Tumor sella tursika: Adenoma pituitary, kraniofaringioma, meningioma, glioma
saraf optik, kista episermoid/dermoid
- Tumor ventrikel III: Kista koloid, papiloma pleksus khoroid, ependimoma,
germinoma, teratoma, meningioma, pineositoma/
pineoblastoma, astrositoma
- Tumor pineal: Ependimoma, germinoma, teratoma, meningioma,pineositoma/
pineoblastoma, astrositoma

Tumor infratentorial5
A. Tumor garis tengah
- Tumor ventrikel IV: Kista koloid, papiloma pleksus khoroid, ependimoma,
germinoma, teratoma, meningioma, pineositoma/
pineoblastoma, astrositoma
- Tumor vermis
B. Tumor serebellum
C. Tumor batang otak
D. Tumor ekstra parenkim
- Tumor cerebellopontine angle
- Tumor ganglion gaseri
- Tumor basis kranii: Karsinoma nasofaringeal, boleh berakibat karena sinus
atau telinga, meningitis karsinomatosa, khordoma, tumor
glomus jugulare, osteoma (mukosel)
- Tumor klivus

Page 8
Jenis tumor berdasarkan sel yang membentuknya:

1. Astrosit

Astrositoma adalah tumor otak primer yang paling sering terjadi. Gambaran
histologis memungkinkan pemisahan ke dalam empat tingkat tergantung tingkat
keganasan. Penderajatan ini ketepatannya terbatas dan hanya menunjukkan
gambaran contoh biopsi dan tidak selalu mewakili tumor keseluruhan. Jenis paling
ganas, astrositoma anaplastik (derajat IV), terjadi paling sering dan menginfiltrasi
jaringan sekitarnya secara luas. Astrositoma derajat rendah yang lebih jarang terjadi,
antaranya jenis pilositik (juvenil) dan fibriler, protoplasmik dan gemistositik.3
Astrositoma terbagi menjadi 4 grade yaitu:6

o Astrositoma Pilositik: astrositoma grade 1 ini biasanya hanya berada di tempat


pertama kali bertumbuh dan tidak menyebar. Tumor ini dianggap yang paling
jinak dari semua astrositoma.
o Astrositoma difus: astrositoma grade 2 ini cenderung berkembang ke jaringan
sekitar dan berkembang relatif lambat.
o Astrositoma anaplastik: Astrositoma ini merupakan astrositoma grade 3.
Tumor langka ini memerlukan penanganan yang lebih agresif dari astrositoma
pilositik.
o Astrositoma grade 4: sering juga disebut glioblastoma multiform. Ada 2 tipe
dari tumor ini, yaitu primer dan sekunder. Tumor primer adalah bentuk yang
paling sering dari tumor ini dan sangat agresif. Tumor sekunder adalah tumor
yang berasal dari grade dibawahnya yang berkembang menjadi tumor grade 4.

2. Oligodendrosit

Oligodendroglioma: Biasanya tumbuh lambat, tumor berbatas tegas. Variannya antara


lain bentuk anaplastik (ganas) dan 'campuran' astrositoma oligodendroglioma.3 Tumor
ini dapat muncul di mana saja di bagian hemisfer otak, namun lobus frontal dan
temporal adalah lokasi tersering. Tumor ini biasanya berisi deposit mineral, radah,
atau kista.6

Page 9
3. Sel ependimal dan pleksus khoroid

Ependimoma: Terjadi dimana saja sepanjang sistem ventrikuler dan kanal spinal,
namun terutama terjadi pada ventrikel keempat dan kauda ekuina. Ia menginfiltrasi
jaringan sekitarnya dan mungkin menyebar melalui jalur CSS.3

Tumor ini terbagi menjadi 4 jenis yaitu:6

o Subependymoma: tumor yang berkembang lambat. Biasa terdapat dekat


ventrikel.
o Myxopapilary ependymoma: tumor yang berkembang lambat. Biasanya
terdapat di bagian bawah dari spinal column.
o Ependymoma: bentuk paling umum dari tumor ini. Biasa terdapat di
sepanjang, di dalam, atau di sebelah ventrikel.
o Anaplastic ependymoma: Tumor yang berkembang cepat. Biasanya terdapat di
otak pada orang dewasa dan fossa posterior pada anak-anak.

Papiloma pleksus khoroid: Tumor yang jarang dan terkadang sebagai penyebab
hidrosefalus akibat produksi CSS berlebihan. Biasanya jinak, namun terkadang
dalam bentuk ganas.3 Tumor ini muncul dari pleksus khoroideus.6

4. Sel saraf

Ganglioglioma/Gangliositoma/Neuroblastoma: Tumor jarang berisi sel ganglion dan


neuron abnormal.3 Tumor ini biasanya terletak di lobus temporal dan ventrikel 3.
Dapat muncul juga di tulang belakang.6

5. Sel pineal

Pineositoma/Pineoblastoma: Tumor yang sangat jarang. Yang disebut terakhir


kurang berdiferensiasi dengan baik dan memperlihatkan pertumbuhan yang lebih
ganas.3

Terdapat tiga tipe dari tumor pineal yaitu:6

o Pineositoma: tumor grade 2 yang berkembang lambat


o Pineoblastoma: Tumor grade 4 yang lebih agresif dan ganas. Selain grade 4,
tumor ini juga memiliki bentuk grade 3 intermediet.
o Tumor pineal campuran: berisi berbagai macam kombinasi sel.

Page
10
6. Sel berdiferensiasi buruk dan sel embrionik

Glioblastoma multiforme: Tumor sangat ganas. Dengan tidak adanya diferensiasi sel,
mencegah identifikasi jaringan asal.

Medulloblastoma: Tumor ganas anak-anak berasal dari vermis serebellar. Kelompok


kecil sel yang terkumpul padat membentuk roset sekeliling akson yang rusak.
Mungkin menyebar melalui jalur cerebrospinal.3
Tumor ini selalu mengenai cerebellum dan biasanya tidak menyebar keluar otak dan
sumsum tulang belakang. Bentuk-bentuk medulloblastoma antara lain:6
o Classic medullablastoma
o Desmoplastic nodular medulloblastoma
o Large cell/anaplastic medulloblastoma
o Medulloblastoma dengan diferensiasi neuronal
o Medulloblastoma dengan diferensiasi glial
o Medullomyoblastoma
o Melanotic medulloblastoma

7. Meningen

Meningioma: Berasal dari granulasi arakhnoid, biasanya sangat dekat dengan sinus
venosa namun juga ditemukan di atas konveksitas hemisferik. Tumor lebih bersifat
menekan daripada menginvasi otak sekitarnya. Ia juga terjadi pada orbita dan tulang
belakang. Kebanyakan jinak (walau cenderung menginvasi tulang berdekatan) namun
beberapa mengalami perubahan sarkomatosa. Secara histologis memperlihatkan
whorls jaringan fibrosa serta sel kumparan. Tampak badan psammoma dan
kalsifikasi. Histologis terdiri jenis sinsitial, transisional, fibroblastik, dan
angioblastik.3

8. Sel Selubung Saraf

Tumor intrakranial sel selubung saraf yang biasanya mengenai saraf akustik, dan
terkadang saraf trigeminal.3

Neurinoma (sin. shwannoma, neurilemmoma): Tumor tumbuh lambat, non invasif,


terletak erat pada sisi saraf asalnya. Histologis terdiri dari Antoni jenis A; kelompok
padat sel yang dangkal atau berbentuk lingkaran ('whorl'), berkelompok atau

Page
11
membentuk pallisade, dan Antoni jenis B; jaringan kelompok sel stelata yang
berhubungan secara renggang.3

Neurofibroma: Tumor difusa, meluas keseluruh saraf, melalui mana serabut saraf
lewat. Tumor ini berhubungan dengan sindroma von Recklinghausen dan mempunyai
kecenderungan yang besar menjadi ganas dibanding neurinoma.3

9. Pembuluh Darah

Hemangioblastoma: Terjadi di dalam parenkhima serebellar atau cord spinal. 1926,


Lindau menguraikan sindroma yang berkaitan dengan hemangioblastoma serebeler
dan atau spinal dengan tumor serupa pada retina (penyakit von Hippel) serta lesi
sistik dipankreas dan ginjal.3

Hemangiopericytoma: Tumor ini adalah tumor grade 3 atau 3 yang langka. Tumor ini
sepertinya berdiferensiasi dari sel yang mengelilingi pembuluh darah di meninges.
Tumor ini tidak menginvasi otak, namun dapat tumbuh kembali dan menyebar ke area
laih tubuh dalam waktu lama.6

Hemangioma biasa ditemukan pada fossa posterior, namun dapat muncul juga di
hemisfer cerebri, sumsum tulang belakang dan retina.6

10. Sel Germinal

Germinoma: tumor sel sferoid primitif sejenis seminoma testis.

Teratoma: Tumor mengandung campuran jaringan berdiferensiasi baik; dermis, otot,


tulang.

Keduanya adalah tumor jarang pada regio pineal (yang tidak berasal dari sel pineal).

11. Tumor Karena Gangguan Perkembangan

Kraniofaringioma: Asal dari sisa sel epitel bukal dan terletak dalam hubungan yang
erat dengan tangkai pituitari. Biasanya non-noduler dengan daerah kistik berisi cairan
kehijauan serta material kholesteatomatosa.3

Kista epidermoid/dermoid: Tumor kistik jarang, berasal dari sisa sel yang akan
membentuk epidermis/dermis.3

Page
12
Kista koloid: Tumor sistik berasal dari sisa embriologis pada atap ventrikel ketiga.3

Kista subarachnoid: tumor yang berisi cairan yang muncul di rongga subarachnoid
baik pada anak maupun dewasa.6

12. Kelenjar Pituitari Anterior

Adenoma pituitari: Tumor jinak, biasanya mengsekresikan jumlah yang berlebihan


dari hormon prolaktin, pertumbuhan dan adrenokortikotropik.

Adenokarsinoma: Tumor ganas yang terkadang terjadi pada pituitari.3

13. Ekstensi Lokal Dari Tumor Berdekatan

Khordoma: Tumor jarang, berasal dari sisa sel notokhord. Mungkin terjadi di mana
saja dari sfenoid hingga koksiks, namun tersering di daerah basi-oksipital dan
sakrokoksigeal, menginvasi dan menghancurkan tulang sekitarnya.

Tumor glomus jugulare (sin. khemodektoma): Tumor vaskuler berasal dari jaringan
glomus jugulare yang terletak baik pada bulbus vena jugular internal atau pada
mukosa telinga tengah. Tumor menginvasi tulang petrosa dan bisa meluas kefossa
posteior atau leher.

Tumor lokal lainnya: Antara lain khondroma, khondrosarkoma, dan silindroma.

Limfoma Maligna Primer (sin. mikrogliomatosis): Terbentuk sekitar pembuluh darah


parenkhimal. Bisa soliter atau multifokal. Sebagian pasien kelainannya mengenai
ekstrakranial; yang mana yang merupakan fokus primer (intra atau ekstrakranial)
tetap belum diketahui.3

Gambaran klinis beberapa tumor otak primer dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis tumor otak primer

Tumor Gambaran Klinis


Glioblastoma Keluhan nonspesifik dan peningkatan tekanan intrakranial. Sejalan
multiformis perkembangannya, akan menghasilkan defisit fokal.
Astrocytoma Gambaran mirip glioblastoma multiformis tetapi lebih lambat, sering
setelah beberapa tahun. Cerebellar astrocytoma dapat memiliki

Page
13
gambaran yang lebih jinak
Medulloblastoma Sering terlihat pada anak. Seringkali timbul daripada dasar ventrikel
keempat dan mengarah kepada peningkatan intrakranial selanjutnya
menghasilkan tanda cerebellar dan batang otak.
Ependymoma Glioma yang timbul daripada ependyma ventrikel, terutama pada
ventrikel IV, membawa kepada gejala awal peningkatan tekanan
intrakranial.
Oligodendroglima Berkembang lambat. Seringkali timbul daripada hemisfera serebral
pada dewasa. Kalsifikasi dapat terlihat
Brainstem glioma Timbul saat usia muda dengan palsy saraf kranial dan kemudian
gejala tract sign pada tungkai. Tanda peningkatan tekanan timbul
lambat
Cerebellar Datang dengan dysequilibrium, ataksia tungkai, dan tanda
hemangioblastoma peningkatan tekanan intrakranial. Dapat berhubungan dengan lesi
vaskular spinal dan retinal, polyctythemia, dan renal cell carcinoma
Pineal tumor Digambarkan dengan peningkatan tekanan intrakranial, kadang
dengan impaired upward gaze (Parinaud syndrome) dan gangguan
lesi batang otak
Craniopharyngioma Berasal daripada sisa Rathke pouch di atas sella, menekan optic
chiasm. Dapat hadir pada semua usia tetapi seringkali pada usia muda
dengan disfungsi endokrin dan gangguan lapang bitemporal
Acoustic neurinoma Gangguan pendengaran ipsilateral. Dapat melibatkan tinnitus, sakit
kepala, vertigo, kelemahan/kesemutan wajah dan long tract sign.
Meningioma Berasal daripada dura mater atau araknoid, menekan dibandingkan
menguasai struktur neural berdekatan. Meningkat dengan berlanjutnya
usia. Ukuran beragam. Gejala tergantung daerah tumor. Seringkali
jinak dan dapat tereteksi dengan CT-Scan, dapat membawa kepada
kalsifikasi dan erosi tulang
Primary cerebral Berhubungan dengan AIDS dan gangguan immunodefisiensi.
lymphoma Gambaran termasuk gangguan defisit fokal atau dengan gangguan
kognitif dan kesadaran. Mungkin tidak dapat dibedakan dengan
cerebral toxoplasmosis

Page
14
 Imaging

MRI dengan gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai untuk mendeteksi
lesi dan mendefinisikan lokasi, ukuran, dan bentuk; sampai pada kelainan anatomis yang
terjadi; dan derajat edema serebral atau kelainan massa yang berhubungan. CT-Scanning
dengan penggunaan radiokontras dapat dilakukan namun kurang membantu daripada MRI
untuk lesi yang kecil atau tumor pada posterior fossa..4

Ateriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh darah serebral
normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran massa avaskular adalah
penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor, hematoma, abses, atau space-
occupying lesion lainnya. Dalam pasien dengan tahap hormon normal dan massa intrasellar,
angiography diperlukan untuk membedakan antara adenoma pituitari dan aneurisma arteri.4

 Laboratorium dan Pemeriksaan Lainnya

Electroencephalogram memberikan informasi penunjang mengenai fungsi serebral dan dapat


menunjukkan gangguan fokal akibat neoplasma atau kelainan difus lain yang mengambarkan
status mental. Punksi lumbal jarang diperlukan; penemuan tidak bersifat diagnostik; dan
dapat beresiko sindroma herniasi.4

 Pengobatan

Pengobatan tergantung pada tipe dan tempat tumor dan kondisi pasien. Beberapa tumor jinak,
terutama meningioma ditemukan secara kebetulan sewaktu brain imaging untuk tujuan lain.
Untuk tumor simptomatik, pembuangan bedah secara lengkap dapat dilakukan jika tumor
bersifat ekstra-aksial atau ia tidak berada di daerah otak yang penting atau tak dapat
dijangkau. Pembedahan juga dapat menunjang diagnosis dan dapat membantu dalam
menurunkan tekanan intrakranial dan melegakan simptom walaupun neoplasma tidak dapat
diangkat seluruhnya. Defisit klinis kadang disebabkan oleh hidrosefalus obstruktif, di mana
prosedur simple surgical shunting memberikan perbaikan yang signifikan. Pada pasien
dengan glioma ganas, terapi radiasi meningkatkan nilai median tingkat survival, tidak peduli
berapa operasi sebelumnya, kombinasi dengan kemoterapi memberikan hasil lebih baik.
Indikasi untuk terapi radiasi dalam pengobatan pasien dengan neoplasma intrakranial primer
lain tergantung dari tipe dan aksesibilitas tumor. Temozolomide adalah obat kemoterapi oral
dan intravena untuk glioma, dan terdapat kecenderungan penggunaan antibodi monoklonal
sebagai komponen terapi. Kortikosteroid dapat membantu dalam menurunkan edema serebral

Page
15
dan seringkali diberikan sebelum pembedahan. Herniasi diobati dengan deksametason
intravena (10-20 mg bolus diikuti 4 mg setiap jam) dan manitol intravena (20% diberikan
dalam dosis 1.5 g/kgBB dalam 30 menit). Antikonvulsan seringkali diberikan dalam dosis
standar tetapi tidak diindikasikan untuk profilaksis pada pasien tanpa riwayat kejang.
Gangguan neurokognitif jangka lama dapat memberikan komplikas pada terapi radiasi. Untuk
pasien dengan penyakit yang memburuk dengan berjalannya pengobatan, terapi paliatif
penting digunakan.4

Tumor metastatik otak

Metastasis ke otak muncul pada 20-30% pasiden dengan kanker sistemik. Metastasis
tersering berasal dari paru, melanoma, kanker traktus gastrointestinal, dan kanker ginjal.
Kebanyakan metastasis adalah supratentorial; dengan cerebellum dan batang otak merupakan
lokasi tersering. Sekitar 10% pasien memiliki lebih dari 5 lesi dan pada pasien-pasien ini
keganasan primer yang sering ditemukan adalah kanker paru-paru dan melanoma.7

Metastase tumor otak hadir dalam cara yang sama seperti neoplasma serebral, seperti dengan
peningkatan tekanan intrakranial, dengan gangguan fungsi serebri fokal atau difus atau
keduanya. Dalam pasien dengan satu lesi serebral, keadaan metastase lesi tersebut hanya
dapat terlihat pada pemeriksaan histopatologis. Dalam pasien lain, terdapat bukti penyakit
metastase yang menyebar, atau metastase serebral yang berkembang sewaktu pengobatan
neoplasma primer.4

Sumber metastase intrakranial yang paling umum adalah karsinoma paru; daerah lain
termasuk payu dara, ginjal, kulit dan traktus gastrointestinal. Kebanyakan metastase serebral
terletak supratentorial. Pemeriksaan laboratorium dan radiologis digunakan untuk
mengevaluasi pasien dengan metastase adalah pasien yang digambarkan dengan neoplasm
primer. Ini termasuk MRI dan CT-Scan yang dilakukan dengan atau tanpa kontras. Punksi
lumbal diperlukan hanya pada pasien dengan suspek meningitis karsinomatosa dalam pasien
dengan metastase serebral dengan neoplasm primer yang tidak diketahui, pemeriksaan
dilakukan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Pada wanita, mammography diindikasikan;
pada lelaki bawah 50 tahun, germ cell origin perlu diketahui karena keduanya memberikan
implikasi terapi.4

Pada pasien yang hanya mempunyai metastase serebral yang boleh dibedah, dengan tiada
atau gangguan fungsi yang minimal, dapat dilakukan pengangkatan lesi dan kemudian diobati

Page
16
dengan irradiasi; pada pasien dengan metastase ganda atau penyakit sistemik yang menyebar,
prognosis dapat memburuk; stereotactic radiosurgery, whole-brain radiotherapy atau
keduanya, dapat membantu tetapi terapi lain hanya bersifat paliatif.4

 Gejala klinis

Sakit kepala merupakan gejala tersering yang muncul, diikuti dengan


perubahan status mental dan defisit neurologi fokal. Seperti pada tumor primer
otak, gejala klinis berhubungan dengan lokasi ukuran, dan efek seunder dari
lesi. Gejala fokal yang paling sering adalah hemiparesis, gangguan sensoris,
afasia, dan ataksia. kejang muncul pada 10% pasien dan perdarahan pada
sekitar 15% pasien.7

 Imaging
MRI dan CT scan memberi gambaran lesi multipel, sering pada gray-white
cortical junction. Lesi dapat diperjelas dengan kontras. Gambaran lesi
multipel kemungkinan metastasis tumor. Diagnosis diferensialnya meliputi
malignant glioma, limfoma SSP primer, abses dan nekrosis radiasi.7
 Penatalaksanaan
Biasanya, pasien dengan metastasis tumor memiliki prognosis buruk.
Intervensi bertujuan untuk memperpanjang usia pasien dan meningkatkan
kualitas hidup. Pasien dengan peningkatan TIK dapat diberikan agen osmotik
untuk menurunkan TIK. Pasien dengan kemungkinan lesi metastatik harus
dievaluasi secara menyeluruh, diikuti dengan biopsi otak atau biopsi tumor
primer bila ditemukan. Tindakan bedah dipertimbangkan bila lesi di otak
hanya sedikit dan mudah diakses, jika tumor tidak sensitif terhadap
kemoterapi dan radioterapi, dan jika lesi menyebabkan gangguan neurologis
yang signifikan dan dapat diangkat tanpa risiko yang tinggi.7

Tumor Spinal Primer dan Metastase

Sekitar 10% daripada tumor spinal bersifat intramedullary. Ependymoma dalah tipe tumor
intrameduler yang paling sering; selebihnya adalah tipe lain glioma. Tumor ekstrameduler
dapat bersifat ekstra atau intra dural di dalam lokasinya. Di antara tumor ekstrameduler
primer, neurofibroma dan meningioma secara relatif bersifat sering, jinak dan dapat bersifat
intra atau ekstradural. Metastase karsinomatosa, limfomatosa atau deposit leukemik dan

Page
17
myeloma sering bersifat ekstradural; dalam kasus metastase, prostat, payudara, paru, dan
ginjal adalah daerah primer yang sering terjadi.4

Tumor dapat mengarah kepada disfungsi medula spinalis dengan kompresi langsung, dengan
iskemi sekunder akibat obstruksi arterial atau vena dan, dalam kasus lesi intrameduler,
dengan infiltrasi invasif.4

Gejala seringkali berkembang dengan lambat. Nyeri seringkali terjadi pada lesi ekstradural;
diperparah dengan batuk atau mengejan: dapat bersifat radikuler; lokalisir di belakang atau
terasa difus ke arah ekstremitas; dan dapat diiringi dengan defisit motorik, parestesi atau rasa
baal, terutama pada daerah kaki. Kandung kemih, usus dan disfungsi seksual dapat terjadi.
Apabila terjadi gangguan spinkter, dapat terjadi inkontinensia alvi et uri. Nyeri seringkali
mempamerkan gejala neurologis spesifik daripada metastase epidural. Pemeriksaan dapat
menunjukkan rasa nyeri spinal yang terlokalisir. Gangguan segmental lower motor neuron
atau perubahan sensorik dermatomal kadang ditemukan pada tahap lesi tersebut di medulla
spinalis. 4

CT myelography atau MRI dengan kontras digunakan untuk mengenalpasti dan melokalisir
lesi tersebut. Gabungan daripada tumor di anggota lain, nyeri punggung dan samada kelainan
foto polos spinal atau tanda neurologis daripada kompresi saraf adalah indikasi untuk
melakukan pemeriksaan ini dalam kadar segera. Beberapa ahli dokter melanjut ke MRI dan
CT myelography berdasarkan hanya nyeri punggung yang baru pada pasien kanker. 4

Pemeriksaan cairan serebrospinal sering bersifat xanthochromic dan mempunyai konsentrasi


protein yang tinggi dengan konsentrasi glukosa dan kandungan sel yang normal. 4

Tumor intrameduler diobati dengan dekompresi dan eksisi bedah (jika memungkinkan) dan
dengan irradiasi. Prognosis tergantung penyebab dan keparahan kompresi spinal sebelum
tindakan dilakukan. 4

Terapi untuk metastase spinal epidural terdiri daripada irradiasi, tidak tergantung tipe sel.
Dexamethasone juga diberikan dalam dosis tinggi (25 mg sebanyak 4 kali per hari untuk 3
hari secara oral atau iv, diikuti tapering dosage, tergantung respons) untuk menurunkan
pembengkakan spinal dan mengurangi nyeri. Dekompresi bedah dilakukan untuk pasien
dengan tumor yang tidak memberikan respons pada terapi radiasi atau yang tidak pasti
dengan diagnosisnya. Prognosis jangka panjang adalah buruk, tetapi terapi radiasi dapat
melambatkan onset disabilitas major. 4

Page
18
Abses Otak

Abses otak digambarkan dengan lesi space-occupying lesions secara intrakranial dan timbul
sebagai sekuale penyakit daripada telinga atau hidung. Komplikasi dari infeksi di bagian
tubuh lain, atau dapat terjadi daripada infeksi yang didapat secara intrakranial dari trauma
atau prosedur bedah. Infeksi yang sering terjadi adalah streptococci, staphylococci, dan
bakteri anaerob; infeksi bercampur sering terjadi.4

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah
mengalami kemajuan, namun kadar kematian penyakit abses otak tetap masih tinggi (sekitar
10-60% atau rata-rata 40%). Penyakit ini sudah jarang dijumpai di negara-negara maju,
namun karena resiko kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi
yang mengancam kehidupan masyarakat. Penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada
laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif
yaitu sekita 20-50 tahun.8

Faktor etiologi dan presdisposisi

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris). Abses dapat timbul akibat dari
penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis,
pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogy of Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).
Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran
darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum
dan batang otak.8

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita
penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai,
osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus
pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber
infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.8

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui klep vena
diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak
superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya:8

Page
19
 Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior dan inferior lobus
frontalis.
 Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis.
 Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis
 Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada
telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis
 Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti
kerusakan tegmentum timpani, atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat
menyebar ke dalam cerebellum.
 Infeksi parasit (schistosomiasis, amoeba, fungus(Actinonmycosis, Candida albicans)
dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.

Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha haemolyticus secara
histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul abses.8

1. Early cerebritis
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari
pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini
disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa
karena pembesaran abses.8
Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan
sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai
diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.8
2. Late Cerebritis
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan nanah karena
pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel
radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast
mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema
otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.8
Gambaran CT Scan : gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras
perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen
(menunjukkan adanya cerebritis).8

Page
20
3. Early capsule formation
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan “acellular debris” dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansia putih
dibanding substansia abu. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah
memungkinkan abses membesar ke dalam substansia putih. Bila abses cukup besar,
dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Reaksi astrosit
disekitar otak mulai meningkat.8
Gambaran CT Scan : hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih
kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
4. Late capsule formation
Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut :
bentuk pusat nekrosis diisi oleh “accelular debris” dan sel-sel radang. Daerah tepi
dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan
neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan
edema otak diluar kapsul.8
Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan daerah
nekrosis tidak diisi oleh kontras.

a. Gejala dan tanda klinis

Pusing, sakit kepala, susah konsentrasi, bingung dan kejang adalah gejala awal, diikuti
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan kemudian berlanjut kepada gangguan
defisit neurologis fokal. Dapat terjadi gejala sistemik akibat infeksi yang ada.4

b. Radiologi dan Pemeriksaan Lainnya

CT-Scan kepala akan menunjukkan daerah peningkatan kontras yang dikelilingi oleh kantung
yang berdensitas rendah. Kelainan yang sama dapat ditemukan pada pasien dengan
neoplasma metastatik. MRI seringkali menunjukkan gambaran serebritis fokal atau suatu
abses. Arteriography akan memberikan gambaran space occupying lesions, di mana akan
muncul secagai suatu massa avaskular dengan gangguan letak pembuluh darah serebral yang
normal. Aspirasi jarum stereostatik dapat menentukan etiologi spesifik organisme.

Page
21
Pemeriksaan pada cairan serebrospinal tidak membantu dalam menegakkan diagnosis dan
dapat mengakibatkan sindroma herniasi. Leukositosis perifer kadang dapat muncul.4

c. Pengobatan

Pengobatan terdiri dari antibiotik intravena, digabung dengan drainase menggunakan


prosedur bedah (aspirasi atau eksisi) jika perlu untuk menurunkan efek massa, atau kadang
untuk menentukan diagnosis. Abses yang berukuran kurang dari 2 cm kadang dapat diobati
secara medis. Antibiotik spektrum luas digunakan jika organisme tersebut masih belum
diketahui. Regimen antibiotik empiris yang awal seringkali melibatkan ceftriaxone (2g iv.
Setiap 12 jam), metronidazole (15 mg/kgBB iv bolus, diikuti dengan 7.5 mg/kgBB iv setiap 6
jam) dan vancomycin (1 g iv setiap 12 jam). Regimen ini diubah setelah kultur dan
sensitivitas obat telah ada. Pengobatan antimikroba seringkali dilanjutkan secara parenteral
selama 6-8 minggu, diikuti dengan oral setiap 2-3 bulan. Pasien perlu diobservasi dengan CT-
Scan ulan atau MRI ulang setiap 2 minggu dan pada deteriorasi. Dexamethasone (4-25 mg 4
kali per hari iv atau oral, tergantung pada keparahan, dilanjutkan dengan tapering off,
tergantung pada respons) dapat menurunkan edema yang berhubungan, tetapi mannitol
intravena kadang diperlukan.4

Trauma Kapitis

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Trauma kapitis dapat merupakan alah
satu penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi
masalah kesehatan oleh karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan
produktif.9

Hematoma Epidural (EDH)

Epidural hematoma adalah kumpulan darah ekstra-aksial yang berlokasi diantara duramater
dan tengkorak. Epidural hematom tampak sebagai lesi bikonveks atau berbentuk lentikular
yang hiperdens pada CT-Scan. Duapuluh persen EDH muncul dengan kehilangan kesadaran
post traumatik yang terkarakterisasi baik diikuti oleh lucid interval yang terjadi beberapa jam
sebelum defisit neurologis yang cepat.10

Page
22
Perdarahan ke ruang epidural biasanya terjadi akibat robekan pada dinding salah satu arteri
meningeal, terutama arteri meningea media. Namun pada sekitar 15% pasien perdarahan
juga melibatkan sinus dural. Pada 75% kasus, hematom epidural berkaitan dengan fraktur
tengkorak. Dura mater terpisah dari tengkorak oleh darah yang keluar, dan ukurannya akan
semakin besar sampai pembuluh darah yang robek dibendung oleh hematoma. Hematoma
epidural memiliki gambaran pembengkakan pada CT scan dikarenakan kumpulan darah
dibatasi oleh perlekatan antara dura mater dan tengkorak dapat dilihat pada gambar 1.
Hematom epidural biasa terjadi pada orang dewasa muda. Jarang terlihat hematom epidural
pada orang lanjut usia dikarenakan lapisan dura mater lebih melekat ke tengkorak seiring
bertambahnya usia.7

Gambar 1. Hematoma Epidural

Tanda diagnostik klinis perdarahan epidural antara lain:9

 Lucid interval +
 Kesadaran makin menurun
 Late hemiparese kontralateral lesi
 Pupil anisokor
 Babinski + kontralateral lesi
 Fraktur di daerah temporal

Page
23
Hematoma Subdural

Hematom subdural membutuhkan tenaga yang lebih besar daripada hematoma epidural.
Hematom subdural dapat dikaitkan dengan luka kontak yang berat atau cedera inersia.
Hematom subdural juga dapat diasosiasikan dengan benturan dan pembengkakan ipsilateral
hemisfer.10

Pada hematom subdural, darah berkumpul di ruang antara dura mater dan arachnoid.
Penyebab yang paling sering adalah peregangan dan robekan pada vena dari permukaan otak
ke sinus dural sebagai hasil dari pergerakan otak di dalam tengkorak.7

Sebagian besar hematom subdural terletak di lengkungan otak di sebelah lateral. Namun
perdarahan juga dapat terjadi diantara tentorium dan lobus oksipital, diantara lobus temporal
dan tengkorak, atau di fossa posterior. CT biasa menunjukkan adanya lengkungan berbentuk
bulan sabit yang hiperdens sepanjang lengkungan otak.7

Hematom subdural akut adalah hematom subdural yang terjadi selama 72 jam setelah trauma
kepala. Kebanyakan pasien memiliki gejala neurologis segera setelah trauma. Sekitar
separuh pasien kehilangan kesadaran saat luka terjadi, seperempat pasien koma saat dibawa
ke rumah sakit, dan separuh yang sadar sehabis pingsan dapat kehilangan kesadaran untuk
kedua kali karena terjadi lucid interval selama beberapa menit sampai jam, dimana hematom
bertambah luas. Hemiparesis dan pupil abnormal dapat muncul pada setengah hingga dua per
tiga pasien. Biasanya dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral.7

Hematom subdural kronik menimbulkan gejala klinis 21 hari atau lebih setelah cedera. Lebih
sering terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Tidak ada sejarah trauma pada 25-50% pasien.
Sekitar 50% pasien punya riwayat minum alkohol atau epilepsi, dan riwayat trauma mungkin
sudah dilupakan oleh pasien. Pada kasus lain, trauma dapat tidak menimbulkan gejala
kompresi otak, karena atrofi pada otak. CT-Scan menunjukan lesi yang isodens atau hipodens
berbentuk sabit yang merusak bentuk otak bisa dilihat pada gambar 2.7

Page
24
Gambar 2. Perdarahan Subdural

Berdasarkan lama lucid interval, hematom subdural dibagi menjadi 3 yaitu akut (lucid
interval 0-5 hari), sub akut (lucid interval 5 hari-beberapa minggu), dan kronik (lucid interval
>3 bulan).9

Perdarahan Subarachnoid

Masuknya darah ke rongga subarachnoid dapat terjadi karena trauma kepala apapun. Pada
banyak kasus, perdarahan dapat terdeteksi melalui pemeriksaan LCS. Pada kasus serius,
pembuluh besar yang berada di subarachnoid robek dan berujung pada perdarahan fokal atau
difus yan terdeteksi oleh CT. Trauma merupakan penyebab yang paling umum dari
perdarahan subarachnoid. Perdarahan ini merupakan hasil dari gangguan pada pembuluh pia-
arachnoid yang kecil.10 Pada luka yang lebih serius, arteri yang lebih besar dapat terkena dan
mengakibatkan perdarahan fokal atau difus yang terdeteksi CT.7

Gejala klinis perdarahan subarachnoid yaitu kaku kuduk, nyeri kepala, dan dapat ditemukan
juga gangguan kesadaran. Pada CT scan ditemukan perdarahan di ruang subarachnoid
(gambar 3).9

Page
25
Gambar 3. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral terjadi pada 10% pasien dengan trauma kepala berat dan terjadi
akibat luka pada arteri atau vena parenkim. Biasanya ditemukan pada lobus frontal dan
parietal dikarenakan gaya rotasional. Keputusan untuk mengevakuasi perdarahan
intraserebral cukup kompleks. Perdarahan lobar kurang dari 25 cm3 tidak perlu dievakuasi
jika tidak ada herniasi. Namun, beberapa lokasi lebih sering mengalami herniasi meskipun
lesi kecil. Hematom pada daerah yang dalam, seperti batang otak, basal ganglia, atau talamus
biasanya diterapi secara konservatif.10
Penatalaksanaan Trauma Kapitis

Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis berdasarkan urutan:9

1. Survei primer, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien, meliputi tindakan sbb:
a. Airway
Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah, gigi
yang patah, mntahan, dsb. Bila perlu lakukan intubasi.
b. Breathing
Pastikan pernafasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola nafas dan pernafasan
dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan kiri. Bila ada
gangguan pernafasan, cari penyebab apakah terdapat gangguan pada sentral
atau perifer. Bila perlu, berikan oksigen sesuai kebutuhan dengan target
saturasi >=92%.

Page
26
c. Circulation
Perhatikan tekanan darah sistolik >90 mmHg. Pasang sulur intravena. Berikan
cairan intravena drip, NaCl 0,9%, atau Ringer. Hindari cairan hipotonis. Bila
perlu berikan obat vasopresor atau inotropik.
d. Disability
Periksa tanda-tanda vital, GCS, pupil, pemeriksaan neurologi cepat
(hemiparesis, refleks patologis), luka-luka, dan anamnesa AMPLE (Allergies,
Medications, Past Illnesses, Last Meal, Event/Environment related to the
injury).
2. Survei sekunder, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien
stabil.
a. Laboratorium meliputi pemeriksaan darah, urine, dan radiologi.
b. Manajemen terapi: siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai
indikasi, siapkan untuk masuk ruang rawat, penanganan luka-luka, pemberian
obat-obatan sesuai kebutuhn.

Penatalaksanaan trauma kepala dibagi berdasarkan tingkat risiko yang mungkin terjadi pada
pasien.7

 Risiko rendah: Pasien dengan kriteria risiko rendah dapat dipindahkan dari
IGD tanpa perlu melakukan CT-Scan selama mereka dapat diobservasi oleh
orang yang terpercaya sekurangnya 24 jam. Pasien diberikan daftar gejala
seperti sakit kepala, muntah, kebingungan, dan harus kembali pabila
mengalami gejala tersebut.
 Risiko menengah: pasien dengan risiko menengah, yang telah mengalami
trauma tetapi skor GCS masih 15 dan CT-Scan normal, tidak perlu masuk
rumah sakit. Meskipun terdapat gejala, pasien dapat dipulangkan dan
diobservasi. Pasien dengan defisit neurologis ringan sampai sedang dan hasil
CT yang tidak memerlukan tindakan bedah saraf dimasukkan ke intermediate
care unit untuk diobservasi.
 Risiko tinggi: semua pasien dengan trauma yang serius harus masuk rumah
sakit dan memerlukan konsul bedah saraf. Setelah keadaan pasien stabil dan
sudah dilakukan pemeriksaan imaging, tindakan selanjutnya adalah

Page
27
memutuskan apakah pasien harus menjalani tindakan bedah emergensi, karena
keterlambatan dapat mengakibatkan kerusakan semakin luas.
Luka kecil di kulit kepala harus dibersihkan dan dijahit. Fraktur compound di tengkorak
harus di debridement. Tindakan operasinya harus segera dilakukan sesegera mungkin, tetapi
dapat ditunda hingga 24 jam untuk menunggu transport pasien, keadaan hemodinamik, dan
lain-lain.7

Penatalaksanaan pilihan untuk hematom subdural dan epidural yang masif akut atau kronik
adalah dengan craniotomy, untuk mengevakuasi gumpalan darah. Sumber perdarahan harus
dicari untuk kemudian dihentikan. Hasil tindakan bedah bergantung pada seberapa parah
defisit neurologis awal, seberapa parah kerusakan otak dan interval waktu dari cedera hingga
tindakan bedah. Semakin singkat waktu antara cedera dan tindakan, semakin besar
kemungkinan selamatnya. Tekanan intrakranial juga harus selalu dimonitor pada semua
pasien cedera kepala dengan tingkat kesadaran koma.7

Indikasi Operasi Penderita Trauma Kapitis


1. Hematom epidural (EDH)
a. > 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal/frontal/parietal dengan
fungsi batang otak masih baik.
b. > 30cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak
atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik.
c. EDH progresif.
d. EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.
2. Hematom subdural (SDH)
a. SDH luas (> 40 cc /> 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik.
b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.
c. SDH dengan edema cerebri/kontusio cerebri disertai midline shift dengan
fungsi batang otak masih baik.
3. Hematom intraserebral (ICH)
Indikasi operasi ICH pasca trauma:
a. Penurunan kesadaran progresif.
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas.
c. Perburukan defisit neurologi fokal.
4. Fraktur impresi meleihi satu diploe.
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri.

Page
28
6. Fraktur kranii terbuka.
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan operasi
dekompresi.
PENUTUP

Space occupying lesions merupakan suatu penyakit yang sukar untuk ditegakkan
penyebabnya secara dini. SOL timbul disebabkan oleh beberapa penyebab antara lain tumor
otak, abses, dan hematoma. Secara klinis, setiap penyebab SOL memberikan gejala yang
hampir sama tergantung kepada tempat lesi, kecepatan lesi yang timbul, ukuran lesi dan
kecepatan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial sehingga mengasilkan tanda klinis
yang hampir sama. Untuk itu, pemahaman setiap penyebab SOL penting untuk mencari dan
mengenal secara benar selanjutnya memberikan terapi yang benar untuk mengurangi tekanan
intrakranial di samping mengobati secara tuntas penyebab yang terjadi. Dapat dicurigai
timbulnya kejadian space occupying lesions apabila didapatkan gangguan serebral secara
umum yang progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindroma
otak yang spesifik. Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini, CT-Scan dan MRI sangat berperan
dalam mendiagnosa SOL di samping menggunakan punksi lumbal dalam menegakkan
diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;
2010.p.2-10
2. Bano EM. Space Occupying Lesion. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/46309178/Space-Occupying-Lession, 01 Mei 2015.
3. Windarofah D. Space Occupying Lesion. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/55338514/Space-Occupying-Lession, 01 Mei 2015.
4. Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW. 2015 Current medical diagnosis and treatment.
United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2015.p.980-4.
5. Japardi I. Tumor otak. Diakses pada tanggal 11 Januari 2012. Diunduh dari
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi11.pdf
6. Types of tumors. Diakses pada tanggal 6 Mei 2015 Diunduh dari www.abta.org/brain-
tumor-information/types-of-tumors/
7. Brust JCM, editor. Current medical diagnosis & treatment neurology. 2nd ed. United
States of America: The McGraw-Hill Companies; 2012.p.161-2,180-3,187-8.

Page
29
8. Hakim AA. 2005. Abses otak. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005-%20(9).pdf, 1 Mei
2015.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus nasional penanganan trauma
kapitis dan trauma spinal. Jakarta: CV Prikarsa Utama; 2006.
10. Bloom JC, David RB, editors. Clinical adult neurology. 3rd ed. United States of America:
Demos Medical Publishing; 2009.p.275-6.

Page
30

Anda mungkin juga menyukai