Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN ULCUS DECUBITUS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Anatomi Fisiologi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh,
pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda,
lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serat merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi
tubuh. Warna kulit berbada-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan
hitam, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit
bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada
palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan
tangan orang dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan
badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
1. Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan vaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima
lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :

1
 Stratum korneum (lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng yang
mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
 Stratum lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
 Stratum granulosum ( lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di
telapak tangan dan kaki.
 Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut juga pickle cell layer (lapisan
akanta)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke
permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sek stratum spinosum terdapat
jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma
dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antara jembatan-jembatan ini membentuk
penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum
terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak
glikogen.
 Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan
mistosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua sel yaitu :
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir
pigmen (melanosomes)

2. Lapisan Dermis
Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padar dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf
dan pembuluh darah.

2
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,
di bagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk
ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan
elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut
kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan
kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.

3. Lapisan subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di
dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh
trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm. Di daerah kelopak mata dan penis ini juga
merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis ( pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anatomosis di papila dermis, pleksus yang
di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh
darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah
bening.

Fisiologi Kulit
Fungsi utama kulit adalah :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia
terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya;
gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan
infeksi luar terutama uman/bakteri maupun jamur.

3
Hal di atas di mungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan
sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi
karena sifat stratum korneum yang imperpeambel terhadap pelbagai zat kimia dan air,
disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia
dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil eksresi keringat
dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5-6,5 sehingga
merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses
keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati
melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan
dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui
muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenja.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia. Kelenjar lemak
pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk
melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai
ferniks kaseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini
selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan
keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis .
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di
dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap
tekanan di perankan oleh badan Vater Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik
tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh
darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus
vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding

4
pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan,
karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan
Na.
6. Fungsi pembentukan pigmen.
Sel pembentuk pigmen ( melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adlah 10 : 1. Jumlah
melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen ( melanosomes) menentukan
warna kulit ras maupun individu. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan
enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi
melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke
lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit,
reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel
Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum,
makin ke atas sel menjadi semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses
ini berlangsung terus-menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya
dimengerti.
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan
sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hat
tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih diperlukan.

Pengaruh proses Penuaan system Integumen pada lansia dengan Decubitus


Pasien yang sudah tua memiliki resiko tinggi untuk terkena dekubitus karena kulit dan
jaringan akan berubah seiring dengan proses penuaan (Sussman & Jensen, 2007). 70%
dekubitus terjadi pada orang yang berusia lebih dari 70 tahun. Seiring dengan meningkatnya
usia akan berdampak pada perubahan kulit yang di indikasikan dengan penghubung dermis-
epidermis yang rata (flat), penurunan jumlah sel, kehilangan elastisitas kulit, lapisan subkutan
yang menipis, pengurangan massa otot, dan penurunan perfusi dan oksigenasi vaskular
intradermal (Jaul, 2010) sedangkan menurut Potter & Perry, (2005) 60% - 90% dekubitus
dialami oleh pasien dengan usia 65 tahun keatas.

Perubahan Kulit Pada Lanjut Usia


Pada lansia akan terjadi perubahan-perubahan morfologis dan fungsi semua organ
termasuk kulit. Secara garis besar penuaan kulit terdiri dari dua fenomena yaitu proses penuaan
secara alamiah (proses menua intrinsik) dan photoaging (proses menua ekstrinsik). Yang
temasuk faktor intrinsik adalah faktor keturunan, ras, hormonal, penyakit sistemik, malnutrisi,
psikis dan sistem imun sedangkan yang berhubungan faktor ekstrinsik yaitu lingkungan (sinar

5
matahari, suhu, kelembaban udara, arus angin, CO2, lapisan ozon, berbagai polusi di
darat/laut/udara), kontak dengan bahan-bahan kimia, stres, merokok, olahraga, diet, bahan
kimia dalam makanan, obat-obatan, pengobatan kulit dengan sinar ultraviolet jangka panjang
dan radioterapi.
Pada kulit yang menua kita jumpai gejala umum berupa:
1) Kulit kering.
Kekeringan ini terjadi karena menurunnya hormon androgen, menurunnya fungsi
kelenjar sebasea, berkurangnya jumlah dan ungsi kelenjar keringat ekrin, berkurangnya
kadar air dalam epidermis, paparan sinar matahari yang lama.
2) Permukaan kulit menjadi kasar.
Hal ini disebabkan kelainan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dari bentuk
sel-sel epidermis, stratum korneum mudah lepas dan kecenderungan sel-sel mati untuk
melekat satu dengan yang lain pada permukaan kulit, dan faktor kekeringan kulit karena
berkurangnya lemak permukaan kulit serta kandungan air epidermis.
3) Kulit kendor/menggelantung dengan kerutan-kerutan dan garis-garis kulit lebih jelas.
Hal ini disebabkan karena :
a. Penurunan jumlah fibroblas yang menyebabkan penurunan jumlah serat elastin lebih
sklerotik dan menebal sehingga jaringan kolagen menjadi kendor dan serabut elastin
kehilangan daya kenyalnya, kulit menjadi tidak dapat tegang dan kurang lentur.
b. Tulang dan otot menjadi atrofi, jaringan lemak subkutan berkurang, lapisan, kulit tipis
serta kehilangan daya kenyalnya sehingga terbentuk kerutan-kerutan dan garis-garis
kulit.
c. Kontraksi otot-otot mimik yang tidak diikuti oleh kontraksi kulit yang sesuai sehingga
mengakibatkan alur-alur keriput di daerah wajah.
4) Gangguan pigmentasi pada kulit
Hal ini disebabkan perubahan-perubahan pada distribusi pigmen melanin dan
proliferasi melanosit, serta fungsi melanosit menurun sehingga penumpukan melanin tidak
teratur dalam sel-sel basal epidermis. Disamping itu epidermal turn over menurun sehingga
lapisan sel-sel kulit mempunyai banyak waktu untuk menyerap melanin yang
mengakibatkan terjadinya bercak-bercak pigmentasi pada kulit.
Secara histologis terjadi perubahan-perubahan tertentu pada kulit menua, yaitu
pada epidermis, dermis dan apendiks.
a. Perubahan-perubahan yang terjadi pada epidermis berupa:
– menipisnya dermo epidermal junction.
– perbedaan dalam besar dan bentuk dari sel-sel.
– jumlah melanosit dan sel-sel Langerhans yang berkurang.
b. Perubahan-perubahan pada dermis antara lain:
– atropi.
– berkurangnya fibrolas. Mast cells, pemuluh darah.
– Memendeknya capillary loops, dan terjadinya abnormalitas pada ujung-
ujung syaraf.

6
c. Perubahan-perubahan pada apendiks berupa:
– hilangnya pigmen rambut dan menipisnya rambut. Pada pria terjadi penipisan
rambut terutama pada kepala, sedangkan pada wanita dapat terjadi timbulnya
rambut halus di daerah muka.
– lempeng-lempeng kuku yang abnormal.
– berkurangnya kelenjar-kelenjar ekrin.
– berkurangnya fungsi kelenjar urap.
Adapun perubahan – perubahan pada kulit menua, yaitu:
a. Penurunan epidermal turn over rate antara 30-50% serta kecepatan pergantian stratum
korneum 2 kali lebih lama dibandingkan orang muda.
b. Menurunnya respon terhadap trauma
c. Mekanisme proteksi kulit menurun
d. Daya pembersihan terhadap bahan-bahan kimia yang terabropsi perkutan menurun
e. Persepsi sensorik menurun
f. respon vaskuler menurun
g. Respon imun menurun
h. Penurunan produksi vitamin D
i. Produksi sebum menurun
j. Jumlah sel melanosit yang aktif serta kemampuan tanning berkurang
k. Menurunnya kemampuan termoregulasi
l. Produksi kelenjar keringat menurun

B. Definisi Penyakit
Dekubitus juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah kerusakan/kematian
kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang
akibat adanya penekanan pada satu area yang berlangsung terus menerus atau berulang-
ulang sehingga mengakibatkan peredaran darah setempat terhenti sehingga terjadi
nekrosis. Keparahan suatu dekubitus didasarkan pada kedalaman ulkus. Walaupun semua
bagian tubuh dapat mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuh beresiko tinggi dan
membutuhkan perhatian khusus. Bagian tubuh yang sering mengalami dekubitus adalah
tempat di mana terdapat penonjolan misalnya daerah sacrum, trokhanter mayor, spina
ischiadica anterior superior, tumit, siku dan kepala bagian belakang.

C. Epidemiologi

Kelompok usia lanjut merupakan segmen populasi yang rawan disamping anak yang
memerlukan perhatian, termasuk masalah kulit. Meskipun penyakit kulit tidak memberikan andil
penting terhadap statistik kematian, namun masalah kulit yang dihadapi kelompok ini cukup
banyak ( Beauregard & Gilehrest 1987, Budhi-Darmojo, 1994). Perubahan-perubahan yang terjadi
baik morfologis, maupun fungsional dari kulit pada kelompok usia lanjut merupakan masalah
tersendiri.

7
Di Amerika Serikat, diperkirakan sejumlah 660 dari 1000 orang usia lanjut diatas 65 tahun,
mempunyai paling tidak satu dermatosis yang cukup serius, sehingga memerlukan bantuan medis.
Lesi kulit yang secara medik tidak bermakna, namun pada kelompok usia lanjut akan menjadi
masalah yang akan mengurangi kualitas hidup (Gilchrest dkk, 1989). Kelainan yang bersifat
kronis, misalnya pruritus senilis, ulkus, psoriasis, penyakit kulit berlepuh (pemfigus bulosa),
dermatitis/eksema, disamping infeksi maupun keganasan, merupakan hal-hal yang akan menjadi
beban baik bagi penderita maupun keluarganya. Kondisi usia lanjut yang sudah tidak
memungkinkan lagi untuk berobat secara rutin ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
yang lain, meyebabkan banyak penyakit kulit yang tidak dapat dimonitor, yang pada gilirannya
akan menjadikan kelainan tersebut semakin parah, ataupun berubah menjadi suatu keganasan.
Meskipun kelompok usia lanjut relatif kurang memperhatikan estetika penampilan, khususnya
kulit, namun perhatian terhadap perawatan, termasuk perawatan rambut dan kuku tetap diperlukan.

Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu
(AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi
yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11%
(Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka
prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang
dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo
dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa
supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).

D. Penyebab / Etiologi

Ada 4 faktor yang telah diterapkan dalam patogenesis dekubitus, yaitu:

1. Tekanan

2. Peregangan dan lipatan kulit

3. Gesekan kulit

4. Beberapa faktor predisposisi.

Faktor-faktor ini mengakibatkan terhambatnya aliran darah ke kulit. Selain itu, gesekan
pada kulit menghilangkan stratum korneum epidermis yang berfungsi sebagai pelindung kulit.

1. Tekanan

Tekanan darah kapiler berkisar antara 16 mmHg - 33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena
sirkulasi darah terjaga bila tekanannya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi, sebagai
contoh, bila seseorang menderita imobil / terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan
berbaring diatas kasur busa biasa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg, dan
daerah tumit mencapai 30 - 45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila
berlanjut akan terjadi nekrosis jaringan kulit.

8
2. Peregangan dan lipatan kulit

Bila penderita imobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah
duduk, akan terjadi peregangan dan lipatan kulit. Ada kecenderungan tubuh akan meluncur ke
bawah, apalagi bila keadaannya basah. Seringkali hal ini dicegah dengan memberikan penghalang,
misalnya bantal-bantal kecil atau balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya mencegah
pergerakkan kulit, yang sekarang terfiksasi pada alas, tetapi rangka tulang tetap cenderung maju
ke depan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan atau peregangan pada jaringan subkutan yang
seakan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan terjadi penutupan arteriole dan arteri-
arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shearing
forces. Akibat tambahan dari shearing forces ini, pergerakkan tubuh diatas alas tempat berbaring,
dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin
folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan
kulit yang terjadi ini dapat menarik / mengacaukan dan menutup pembuluh-pembuluh darah

3. Gesekan

Gesekan terjadi saat penderita bergerak maju atau ditarik dari tempat tidurnya sehingga
terjadi gesekan antara kulit dan alas tempat tidur, gesekan ini menghilangkan stratum korneum
epidermis sehingga jaringan di bawahnya menjadi terekspose.

4. Faktor predisposisi

a. Faktor tubuh sendiri ( faktor intrinsik ) antara lain :

• Status gizi, underweight atau overweight

• Adanya hipoalbuminemia mempermudah terjadinya dekubitus dan memperburuk


penyembuhan Sebaliknya bila ada dekubitus akan menyebabkan kadar albumin darah menurun.

• Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah dan


memperburuk dekubitus.

• Kulit yang lembab seperti pada penderita dengan inkontinensia, keadaan hidrasi/cairan
tubuh yang kurang.

b. Faktor ekstrinsik

• Kebersihan tempat tidur

• Alat-alat tenun yang kusut dan kotor

• Peralatan medik, sehingga penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu

Dekubitus dapat terjadi pada setiap umur, tetapi usia lanjut berpotensi lebih besar. Hal ini
disebabkan adanya hubungan antara perubahan pada kulit dengan bertambahnya usia,yaitu :

a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan

b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin

9
c. Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh

E. Patofisiologi dan Pathway


Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
a) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
b) Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c) Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988).
Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan
jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal
terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah
ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera
iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang
mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987). Jika
tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih
kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus
dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya
melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi
saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh
distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara
merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan
meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon
kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan
iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah
meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic
yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya
apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa
interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval
waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.

10
F. Manifestasi Klinis
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari
riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka,
riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi,
konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem
termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan,
bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel),
luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :

 Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan
sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari.

11
 Stadium 2
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan
indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan
adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
 Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan
adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan
kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
 Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6
bulan

Faktor Resiko
Pasien-pasien tua yang tidak mampu bergerak (seperti: stroke, demensia lanjut,
patah tulang panggul), inkontinensia, malnutrisi, diabetes mellitus, pemakaian urin kateter,
fraktur merupakan pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk terkena ulkus dekubitus.
Banyak faktor resiko bagi berkembangnya ulkus dekubitus, namun semua penyakit yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk bergerak meningkatkan faktor resiko tersebut.
Penelitian pada orang-orang tua yang dipasang alat penghitung otomatis pada tempat
tidurnya ditemukan bahwa pada pasien dengan > 51 gerakan spontan pada malam hari tidak
menyebabkan dekubitus, namun pada 90 % pasien dengan < 20 gerakan spontan pada
malam hari mengalami dekubitus. Peningkatan umur meningkatkan angka terjadinya
dekubitus. Umur berhubungan dengan berubahnya fisiologi di kulit pasien.
Jadi faktor risiko dekubitus pada lansia adalah :
D : Delirium, dementia, dependence.
E : Elderly.
K : Kontraktur.
U : Urinary incontinence.
B : Bowel incontinence.
I : Immobility.
T : Tension oxygen low.
U : Under nourishment.
S : Spastic.
Skala Norton sering dipakai untuk mengidentifikasi pasien-pasien dengan risiko tinggi,
dimana pada skala ini menggunakan 5 variabel yaitu: kondisi fisik, status mental, derajat
aktivitas, mobilitas, inkontinensia.

12
Skala Norton Untuk Mendeteksi Pasien Berisiko Terkena Ulkus Dekubitus.

Tanggal
Nama Pasien Skor

Kondisi fisik umum:

- Baik 4

- Lumayan 3

- Buruk 2

- Sangat buruk 1

Kesadaran:

- Compos mentis 4

- Apatis 3

- Sopor/confuse 2

- Stupor/koma 1

Aktifitas:

- Ambulan 4

- Ambulan dengan 3
bantuan
2
- Hanya bisa duduk
1
- Tidur

Mobilitas:

- Bergerak bebas 4

- Sedikit terbatas 3

- Sangat terbatas 2

- Tak bisa bergerak 1

Inkotinensia:

- Tidak ada 4

- Kadang-kadang 3

- Sering inkotinensia 2
urn
1
- Inkotinensia urin
dan alvi

Skor total

Dengan penilaian

Skor < 12 = resiko tinggi

Skor 12 – 13 = resiko sedang

Skor > 14 = resiko rendah

13
G. Klasifikasi
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi derajat dekubitus
menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Derajat I : Nonblanchable Erythema
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-tanda akan
terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah
satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat),
perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal
atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah
yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan
menekan daerah kulit yang merah (erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila
kulitnya tetap berwarna merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya tetap
2) Derajat II : Partial Thickness Skin Loss
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka merah-pink, abrasi, melepuh, atau
membentuk lubang yang dangkal. Derajat I dan II masih bersifat refersibel
3) Derajat III : Full Thickness Skin Loss
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia. Luka terlihat seperti lubang
yang dalam. Disebut sebagai “typical decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya
kehilangan bagian dalam kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan
tulang. Slough mungkin tampak dan
mungkin meliputi undermining dan tunneling.
4) Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss
Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon atau otot.
Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada beberapa bagian dasar
luka (wound bed) dan sering juga ada undermining dan tunneling. Kedalaman derajat
IV dekubitus bervariasi berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput
dan malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat IV dapat
meluas ke dalam otot dan atau struktur yang mendukung (misalnya pada fasia, tendon
atau sendi) dan memungkinkan terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon yang
terkena bisa terlihat atau teraba langsung
5) Unstageable : Depth Unknown
Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh slough
dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan mati (eschar) yang
berwarna coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau eschar dihilangkan sampai
cukup untuk melihat (mengexpose) dasar luka, kedalaman luka
yang benar, dan oleh karena itu derajat ini tidak dapat ditentukan.

14
6) Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown
Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka secara
terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang berisi darah karena
kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan dan atau adanya gaya geser.
Lokasi atau tempat luka mungkin didahului oleh jaringan yang terasa sakit, tegas,
lembek, berisi cairan, hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada
di dekatnya. Cidera pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu
dengan warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas dasar luka
(wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus berkembang tertutup oleh eschar
yang tipis. Dari derajat dekubitus diatas, dekubitus berkembang dari permukaan luar
kulit ke lapisan dalam (top-down), namun menurut hasil penelitian saat ini, dekubitus
juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun
tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injury
jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot
dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap
iskemia daripada permukaan kulit (Rijswijk & Braden, 1999).

H. Gejala klinis

 Stadium 1
 Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan
kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
 Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
 Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
 Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna
merah yang menetap, biru atau ungu.
 Stadium 2
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
 Stadium 3
Tanda dan gejalanya hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka
terlihat seperti lubang yang dalam.
 Stadium 4
Dengan tanda dan gejala hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang
dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

15
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat dekubitus adalah :
Sepsis merupakan komplikasi yang paling sering dari dekubitus.
Infeksi lokal, selulitis, dan osteomielitis.
Pyarthrosis atau ulkus yang berpenetrasi ke rongga sendi.
Hal ini terjadi pada dekubitus yang terinfeksi sangat dalam.
Amyloidosis terjadi pada dekubitus kronik.
Hal ini juga menjadi sumber penularan nokosomial di rumah sakit karena resistensi dari
antibiotic.
Tanda-tanda mulainya terjadi infeksi dari ulkus adalah :
Terdapat nanah / pus yang berwarna kuning atau hijau.
Tercium bau tidak enak dari luka.
Di sekitar luka memerah, membengkak dan empuk saat dipegang (fluktuasi).
Tanda-tanda infeksi tersebut sudah meluas adalah :
Suhu meningkat, tidak bisa konsentrasi, detak jantung cepat dan lemah.

J. Pemeriksaan Penunjang
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

K. Penatalaksanaan

Tindakan pencegahan adalah langkah pertama dalam menghindari timbulnya dekubitus.


Selain mengurangi biaya perawatan, pencegahan terjadinya ulkus dekubitus juga merupakan
langkah yang dapat mempertahankan kualitas hidup pasien. Pencegahan untuk mencegah
terjadinya luka dekubitus terdiri dari 3 kategori, yaitu :

1. Perawatan kulit dan penanganan dini


a. Diawali dengan mengenal penderita yang beresiko tinggi untuk terjadinya
dekubitus.
b. Meramalkan akan terjadinya dekubitus dengan memakai skor Norton. Skor di
bawah 14 menunjukkan adanya resiko tinggi terjadinya dekubitus.
c. Menjaga kebersihan kulit penderita dengan memandikan setiap hari. Sesudah
dikeringkan dengan baik, digosok dengan lotion, terutama di bagian kulit yang
terdapat tonjolan-tonjolan tulang. Bisa juga dibubuhkan bedak tabur secara teratur.
Sambil digosok di lakukan masase untuk melancarkan sirkulasi darah ke kulit.
d. Meningkatkan status kesehatan penderita
 Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya
hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin C dan mineral
Zn ditambahkan.
 Khusus : mengobati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM yang
belum terkontrol dengan baik, paru, dsb.
e. Mengurangi / meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah

16
 Alih posisi / tidur selang-seling paling lama tiap 2 jam sekali yaitu : 2 jam miring
ke kiri, 2 jam terlentang, 2 jam miring ke kanan.

2. Penggunaan berbagai matras atau kasur


 Saat ini telah dikembangkan berbagai macam kasur anti dekubitus yang berisi sabut
kelapa / keset, karena serabut-serabut halus pada keset sabut kelapa tersebut dapat lebih
melancarkan peredaran darah, sehingga oksigenasi ke jaringan-jaringan tubuh yang
iskemik juga dapat diperbaiki. Selain kasur dari bahan sabut kelapa juga telah banyak
dibuat bantal anti dekubitus yang juga terbuat dari bahan sabut kelapa/keset tersebut.
 Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh penderita.
Karena pada kasur tidur busa biasa, berat tubuh pasien hanya didistribusikan pada beberapa
tempat tertentu, sehingga resiko terjadi dekubitus menjadi besar.

Gambar 1. Penderita berbaring terlentang di atas kasur busa biasa.

Berat tubuh penderita akan didistribusikan pada beberapa tempat tertentu. Resiko
terjadinya dekubitus besar sekali.

Gambar 2. Penderita berbaring terlentang di atas kasur biasa, tetapi dibantu dengan beberapa
bantal kecil penyangga tubuh.

Berat tubuh berhasil dibagi lebih merata, sehingga resiko terjadinya dekubitus diperkecil.

17
Gambar 3.Penderita berbaring di atas kasur khusus (kasur anti dekubitus) dengan memakai
sistem gelombang udara yang naik turun bergantian.

Berat tubuh lebih berhasil dibagi merata, resiko dekubitus lebih diperkecil.

Gambar 4.Penderita berbaring di atas kasur air, dengan temperatur air dapat diatur sesuai yang
diinginkan.

Beban berat tubuh benar-benar merata pada seluruh bagian tubuh yang kontak dengan alas,
sehingga faktor tekanan sangat diperkecil dan resiko terjadinya dekubitus akibat faktor ini
menjadi minimal.

 Regangan pada kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain dengan cara:
- Menjaga posisi pasien, apakah dengan ditidurkan rata di tempat tidurnya, atau
didudukkan di kursi.
- Memberi bantalan dari balok penyangga pada kedua kaki, bantal-bantal kecil untuk
menahan tubuh penderita, “kue donat” ( dekubitus ring ) untuk tumit, ini semua dapat
mendukung usaha pencegahan dan pengobatan dekubitus.

3. Edukasi pasien
Tim medis yang terlibat didalam edukasi pasien agar menyadari bahwa tindakannya dalam
upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien untuk mencegah terjadinya
luka dekubitus, akan sangat mempengaruhi pasien untuk melakukan tindakan-tindakan
pencegahan terjadinya dekubitus.

Pengobatan bila sudah terjadi dekubitus

Bila sudah terjadi dekubitus, maka harus ditentukan terlebih dulu derajat dari dekubitus
tersebut. Karena tindakan medisnya akan disesuaikan dengan derajat tersebut.

a. Dekubitus derajat I
Bila reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, maka kulit yang kemerahan
dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, lalu diberi lotion, kemudian dimasase
2-3 kali sehari.

18
b. Dekubitus derajat II
Perawatan ulkus / luka yang sudah terjadi harus memenuhi syarat-syarat aseptik dan
antiseptik.

Daerah yang luka digosok dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk
merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep antibiotik topikal untuk merangsang
tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balutan dan salep jangan terlalu sering
karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

c. Dekubitus derajat III


Ulkus lebih dalam, ulkus menggaung sampai pembungkus otot dan sudah terinfeksi, maka
diusahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balutan
jangan terlalu tebal, sebaiknya transparan sehingga permeabel untuk masuk-keluarnya
udara / oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga agar tetap basah, karena dapat
mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Luka yang kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl
fisiologis dan diberi antibiotik lokal dan sistemik. Pilihan untuk antibiotik lokal : Salep
kloramfenikol 2%. Pilihan untuk antibiotik sistemik : antibiotik spektrum luas, seperti
amoksisilin 4 x 500 mg selama 15-30 hari , atau siklosporin 1-2 g/hari selama 3-10 hari.

d. Dekubitus derajat IV
Terdapat perluasan ulkus sampai ke tulang dan sering disertai jaringan nekrotik. Maka
semua langkah-langkah di atas tetap dilakukan dan jaringan nekrotik yang ada harus
dibersihkan, karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan / epitelisasi. Setelah jaringan
nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka dapat secara alami. Beberapa usaha
mempercepat penyembuhan dengan memberikan oksigenasi pada daerah luka, tindakan
dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan transplantasi
kulit setempat. Setelah ulkus sembuh, harus diperhatikan kemungkinan timbulnya kembali
ulkus di daerah yang sama

Proses penyembuhan luka dekubitus

Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

1. Fase inflamasi (lag fase)


Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh
akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh
yang putus (retraksi), dan reaksi hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosit yang
keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang
terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi
reaksi inflamasi.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel

19
radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan.
Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena
kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor) dan pembengkakan
(tumor).

Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding


pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.
Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan
kotoran luka dan bakteri ini (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena
reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang
amat lemah.

2. Fase proliferasi (fase fibroplasia)


Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-
kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukoplisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang
merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus
yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari
dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel
baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang
lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan
pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan
dalam fase penyudahan.

3. Fase remodeling ( fase resorbsi )


Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan
kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan
dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan.
Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan
lemas serta mudah digerakkan dari dasar.

20
Langkah-langkah pokok yang harus dilakukan adalah :

1. Melihat adanya faktor resiko atau tidak.


2. Perawatan kulit yang beresiko dan pengobatan sedini mungkin apabila terjadi tanda-
tanda akan timbul luka tekan yaitu kulit tampak kemerahan.
3. Suportif terhadap permukaan kulit dalam pengaturan posisi dan secara mekanik
4. Pemberian asuhan kepada seluruh tingkat pelaksana rawat kesehatan pasien, seperti
keluarga, pramurukti dan lain-lain.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada kulit menua perlu dilakukan
pemeliharaan/perawatan pada kulit.
Pada kulit kering / xerosis kutis dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Secara garis besar cara perawatan sama dengan mengatasi kekeringan kulit, mempertahankan
kelembaban kulit dengan menggunakan pelembab yang mengandung bahan-bahan yang dapat
menahan atau mengikat air dalam lapisan kulit, melindungi kulit dari pengaruh luar yang
termasuk seperti sinar matahari, udara dingin, ruang AC dan lain-lain.

2. Mandi
a. mandi agar dibatasi (tidak dianjurkan sering mandi) oleh karena kulit lansia mempunyai
lebih sedikit lemak permukaan, dan kekeringan akibat terlalu sering mandi akan menimbulkan rasa
gatal, kadang-kadang berubah menjadi bath itch dimana pada kulit didapatkan bintik-biktik merah.
Dianjurkan penggunan bath oil atau pelembab yang dilarutkan dalam aor bak mandi. Akan tetapi
harus hati-hati oleh karena hal ini akan menyebabkan bak mandi menjadi licin. Akan tetapi lebih
baik bila daerah yang kering langsung diolesi pelembab.
b. berendam dengan air dingin setiap hari bila hal ini memungkinkan bagi lansia.

3. Perawatan/pengobatan
a. Untuk menjaga kulit tetap lembab setelah mandi gunakan pelembab yang mengandung
aquaphor (95% petrolatum) misalnya Eucerine. Oleh karena xerosis cutis sering disertai gatal,
meradang, eritem, disamping diberikan pelembab untuk mengatasi kekeringan kulit dapat pula
ditambahkan menthol 0,25% untuk mengurangi rasa gatal. Selain itu dapat diberikan minyak alami
misalnya krim dengan bahan dasar lanolin atau campuran lanolin dengan parafin.
b. Disamping itu dapat diberikan antihistamin dan kortikosteroid topikal yang ringan
seperti hidrokortison 1%. Kortikosteroid lemah dengan dasar urea sangat tepat dan dianjurkan.
Pada kasus-kasus yang berat dapat diberikan sedatif ringan.
c. Preparat hormon yang berisi progesteron, pregnolon 0,1-0,5 % dikatakan dapat
memberi efek yang baik untuk xerosis cutis disamping dapat menghilangkan keriput.

4. Pakaian
a. Gunakan pakaian katun yang lembut
b. Pakaian wool biasanya tidak dapat dipakai dan memperburuk keadaan karena iritasi.
Penderita lebih merasa enak dengan memakai piyama tipis.

21
5. Lingkungan
a. Suasana lingkungan harus disesuaikan. Bila memungkinkan jagalah kelembaban ruang
tidur atau ruangan lain di rumah dengan memasang hunidifier.
b. Perubahan temperatur secara tiba-tiba harus dihindarkan.

6. Memilih bentuk kosmetika sama seperti kulit kering yaitu :


a. Pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cold cream), sabun lunak
misalnya Oilatum dua kali seminggu.
b. Pelembab.
b.1 Pelembab yang membuat lapisan lemak tipis pada permukaan kulit untuk mencegah
penguapan air dari kulit sehingga dapat mempertahankan kelembaban yang masih ada misalnya
krim pelembab yang mengandung minyak nabati, seperti minyak wijen, minyak zaitun atau krim
emolien yang mengandung polyunsaturated fatty acid dan unsur lemak lainnya (Nourishing cream,
night cream, day cream, emolient cream)
b.2 Pelembab yang mengandung bahan-bahan hidrofilik, merupakan bahan topikal uang
mempunyai efektifitas melembabkan yang tinggi karena dapat meningkatkan penyerapan air ke
dalam kulit seperti krim yang mengandung asam laktat 2-5%, urea 2-10%, alantoin.
b.3 Preparat topikal yang mengandung asam-asam amino, asam lemak esensial atau
vitamin F. Bahan-bahan ini mempunyai efek melembabkan kulit dengan baik.
b.4 Preparat kolagen yang digunakan secara topikal dalam bentuk krim atau gel bertujuan
untuk mengurangi rasio insoluble/ soluble kolagen sehingga meningkatkan kelembaban kulit, tidak
untuk mengganti serat kolagen yang rusak.
b.5 Preparat topikal yang mengandung vitamin E bermanfaat karena vitamin E yang larut
dalam lemak dapat penetrasi ke dalam kulit dengan efek sebagai berikut :
- Meningkatkan kelembaban kulit
- Sebagai anti oksidan yang menekan pembentukan radikal bebas seihingga menghambat
kerusakan sel-sel kulit.
- Melindungi kulit terhadap kerusakan yang disebabkan sinar UV dengan cara
menurunkan kadar ornithine decarboxylase di dalam kulit
c. Pelindung terhadap sinar matahari yaitu dengan menggunakan tabir surya secara teratur
dengan memilih yang mempunyai proteksi maksimal misalnya SPF 15
d. Kosmetika rias digunakan yang banyak mengandung unsur lemak/bentuk krim dan
bersifat menutup, disamping sebagai pelembab, pelindung, dan menutupi kekurangan-kekurangan
pada kulit (cover foundation, soft foundation, compact powder)

Untuk menjaga kulit tetap sehat diperlukan hal-hal sebagai berikut :


1. Makanan /minuman bergizi
Dengan bertambahnya usia kulit kehilangan elastisitasnya oleh kolagen yang
merupakan jaringan penunjang untuk jaringan ikat, otot, kulit, pembuluh darah dan lain-lain
mengalami proses cross linked yaitu ikatan silang antara molekul-molekul besar seperti protein,
kolagen dan elastin sehingga menyebabkan jaringan kolagen kurang lentur dan kaku. Hal tersebut
terlihat pada jaringan ikat sendi, pembuluh darah menjadi kaku, kulit keriput. Dengan pemberian

22
zat-zat gizi dapat dihambat proses cross linked tersebut. Zat gizi yang dapat menghambat yaitu
vitamin A, B1, B5, B6, C, E, PABA, mineral seng dan selenium (Se O2/Se O3) 103 mg. Lubowe
menganjurkan pemberian vitamin A 25.000 u, vitamin C 500 mg, vitamin E 800 mg disamping
vitamin B kompleks dan mineral yang sukup pada lansia.

2. Kebersihan tubuh dijaga


Kebersihan kulit merupakan hal yang perlu diperhatikan, akan tetapi mandi setiap
hari untuk seorang lansia tidak perlu ataupun tidak dianjurkan. Kenyataannya kebanyakan lansia
enggan untuk mandi setiap hari. Walaupun mandi setiap hari tidak diperlukan, menggosok daerah-
daerah tertentu seperti wajah, sela paha, ketiak dan lipatan-lipatad tubuh lainnya perlu dibersihkan
secara teratur dan dirawat. Lansia cenderung sensitif terhadap deodoran, maka hati-hati dalam
penggunaannya. Digunakan sabun yang lunak untuk mencegah kekeringan kulit dan iritasi. Pada
daerah kulit yang ada kelainan dilakukan pengusapan secara hati-hati. Mandi sabun akan
membersihkan kulit akan tetapi memberikan aktifitas yang pasif bagi lansia, oleh karenanya mandi
di kamar mandi diperlukan sekali atau tiga kali seminggu untuk mengaktifkan lansia. Faktor-faktor
keamanan secara umum dan keterbatasan fisik lansia harus dipertimbangkan sebelum dilakukan
mandi di kamar mandi. Mandi whirlpool dapat memperbaiki dan merangsang sirkulasi. Mandi air
hangat akan menurunkan sirkulasi di otak, yang sering menyebabkan pelupa/kebingungan.

3. Istirahat yang teratur


4. Olahraga yang teratur.

23
DAFTAR PUSTAKA

Skin Disorder. The Merck manual of health & aging. Page 491-511
Kabulrachman. Problema Dermatologik Pada Usia Lanjut. Dalam : Darmojo. RB, Martono HH.
Buku Ajar GERIATRI (Ilmu Kesehatan usia lanjut). Balai Penerbit FKUI Jakarta. 1999. Hal
405-425.
Adhi J, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketiga. Balai penerbit FKUI
Jakarta1999.
Siregar RS. Atlas Berwarna SARIPATI Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005.

24

Anda mungkin juga menyukai