Laporan UKGS PDF
Laporan UKGS PDF
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen dari kesehatan umum yang berperan penting
dalam fungsi pengunyahan, fungsi bicara, dan fungsi kecantikan. Ketiga fungsi tersebut sangat
penting dalam menunjang tumbuh kembang anak (Dep. Kes. R. I., 1996). Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa 23,4% penduduk Indonesia mempunyai
masalah kesehatan gigi dan mulut dan hanya 29,6% penduduk diantaranya yang menerima
perawatan dan pengobatan dari tenaga kesehatan gigi. Hal ini mengindikasikan bahwa masih
terdapat masyarakat yang belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Penyakit gigi dan mulut yang ditemukan di masyarakat masih berkisar penyakit yang menyerang
jaringan keras gigi (karies) dengan Indeks DMF-T nasional sebesar 4,85 (Dep. Kes. RI., 2008).
Anak usia Sekolah Dasar tergolong kedalam kelompok rawan penyakit gigi dan mulut. Untuk
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah
melakukan berbagai upaya pendekatan pelayanan kesehatan, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan (Herijulianti dkk., 2002). Upaya ini diwujudkan
dalam program kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) melalui Puskesmas sebagai salah satu
kegiatan pokok Puskesmas dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan anak sekolah. Usaha
peningkatan kesehatan gigi dan mulut untuk anak sekolah dilaksanakan melalui kegiatan pokok
kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dan diselenggarakan secara terpadu dengan kegiatan pokok
UKS dalam bentuk program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) (Dep. Kes. R. I., 1996). UKGS
menyelenggarakan program promotif berupa pelajaran mengenai kesehatan gigi dan mulut, dan
program preventif berupa sikat gigi masal (Herijulianti dkk., 2002). Menurut Astoeti dkk. (2006),
status kesehatan gigi dan mulut yang optimal juga dapat dicapai dengan meningkatkan upaya
promotif dan preventif sedini mungkin.
Kegiatan UKGS dilakukan di SD Bhakti Karya yang terletak di Dusun Ganjuran, Kelurahan Depok,
Kecamatan Condong Catur, Kabupaten Sleman, Yogyakarta karena sekolah tersebut telah menjalin
kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM) sehingga
diharapkan hasil pemeriksaan UKGS yang telah diserahkan kepada sekolah yang membutuhkan
rujukan dapat ditindaklanjuti dengan dirujuk ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo
FKG UGM.
B. Pengertian UKGS
UKGS adalah bagian integral dari UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara
terencana, pada para siswa terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD) dalam suatu kurun waktu
tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal, paket
standar dan paket optimal (Dep. Kes. R. I., 1996).
C. Kegiatan UKGS
Kegiatan UKGS meliputi:
1. Sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang
mengandung fluor minimal 1 kali/ bulan.
Berdasarkan keadaan tenaga dan fasilitas kesehatan gigi di puskesmas, maka kegiatan UKGS
menurut Dep. Kes. RI (1996) dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Pendidikan/ penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru sesuai dengan
Kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1994 (Buku Pendidikan Kesehatan).
b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/ MI, berupa: sikat gigi masal minimal untuk
kelas I, II dan kelas III dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/ bulan.
c. Untuk siswa SLTP dan SLTA disesuaikan dengan program UKS daerah masing-masing.
2. Kegiatan UKGS Tahap II/ Paket Standar UKS meliputi kegiatan UKGS Tahap I ditambah dengan
kegiatan berupa:
a. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi).
b. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I, diikuti dengan pencabutan gigi sulung
yang sudah waktunya tanggal.
3. Kegiatan UKGS Tahap III/ Paket Optimal UKS meliputi kegiatan UKGS Tahap II ditambah dengan
kegiatan berupa:
a. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada murid kelas I sampai dengan kelas VI (care
on demand).
b. Pelayanan medik gigi dasar sesuai kebutuhan (treatment need) pada kelas terpilih.
E. Sasaran UKGS
Minimal 50% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan (care on demand).
4. Minimal 30% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas kebutuhan perawatan
(treatment need).
Sasaran kegiatan UKGS kali ini adalah murid-murid kelas III dan VI di SD Bhakti Karya di di Dusun
Ganjuran, Kelurahan Depok, Kecamatan Condong Catur, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
F. Tujuan UKGS
a. Tujuan umum: tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut siswa yang optimal. Indikator
derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal berdasarkan Indonesia sehat 2010 adalah 100%
murid SD/MI telah mendapat pemeriksaan gigi dan mulut (Dep. Kes. R. I., 2003). Indikator lain sesuai
dengan ketentuan WHO adalah anak umur 12 tahun mempynyai tingkat keparahan kerusakan gigi
(indeks DMF-T) sebesasr 1 (satu) gigi (Dep. Kes. RI., 2007)
b. Tujuan khusus:
2) Siswa mempunyai sikap/kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut.
3) Siswa binaan UKS paket standar, paket optimal mendapat pelayanan medik gigi dasar atas
permintaan (care on demand).
4) Siswa sekolah binaan UKS paket optimal pada jenjang kelas terpilih telah mendapat pelayanan
medik gigi dasar yang diperlukan (treatment need) (Dep. Kes. R. I., 1996).
G. Manfaat UKGS
3. Meningkatnya sikap/kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut siswa
4. Siswa mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas permintaan (care on demand)
1. Kepala Puskesmas:
a) Sebagai koordinator
2. Dokter Gigi
b) Bersama Kepala Puskesmas dan Perawat gigi menyusun rencana kegiatan, memonitoring
program dan evaluasi.
c) Membina integrasi dengan unit-unit yang terkait di tingkat Kecamatan, Dati II dan Dati I.
d) Memberi bimbingan dan pengarahan kepada tenaga perawat gigi, UKS, guru SD dan dokter
kecil.
e) Bila tidak ada prawat gigi, dokter gigi dapat sebagai pelaksana UKGS.
3. Perawat Gigi
c) Melakukan persiapan/ lokakarya mini untuk menyampaikan rencana kepada pelaksana terkait.
d) Pengumpulan data yang diperlukan dalam UKGS (data sosiodemografis dan epidemiologis).
h) Evaluasi program
4. Petugas UKS
a) Terlibat secara penuh dalam penentuan SD, pembinaanguru, dokter kecil, monitoring program
dan hubungan dengan Depdikbud.
b) Pemeriksaan murid.
c) Melaksanakan rujukan.
d) Menunjang tugas perawat gigi dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan gigi.
5. Guru SD
6. Dokter kecil
a) Membantu guru dalam memberi dorongan agar murid berani untuk diperiksa.
Tenaga pelaksana yang terlibat dalam kegiatan UKGS ini adalah Eli Nurmawati (04 / 180814 / KG /
07842), mahasiswa kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan dan Ilmu Kesehatan
Gigi Masyarakat angkatan 50 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
BAB II
Kegiatan :
1. Penyuluhan
kelas VI = 27 murid
Kelas III :
b) Menjelaskan untuk menjaga kebersihan gigi dengan cara menyikat gigi yang baik dan benar dan
rajin memeriksakan gigi ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
c) Menjelaskan jenis-jenis makanan yang baik untuk kesehatan gigi dan makanan yang dapat
merusak kesehatan gigi.
Kelas VI :
a) Menjelaskan arti penting kesehatan gigi dan mulut terhadap kesehatan umum.
e. Hambatan : untuk kelas VI, pada saat penyuluhan tidak terjadi hambatan yang berarti.
Semua siswa tampak tenang mendengarkan materi penyuluhan. Untuk kelas III, di tengah materi
tampak siswa mulai ramai sendiri, tidak memerhatikan penyuluhan. Akan tetapi, keadaan ini teratasi
setelah mahasiswa memberitahukan bahwa akan ada pemberian hadiah setelah penyuluhan untuk
murid yang dapat menjawab pertanyaan seputar materi penyuluhan.
2. Pemeriksaan gigi
Kelas VI = 5 murid
kelas VI = 27 murid
d. Hambatan : untuk kelas VI tidak ada hambatan. Murid-murid mudah diatur dan
malakukan instruksi yang diberikan. Untuk kelas III, awalnya beberapa murid susah diatur tapi hal ini
segera teratasi setelah murid-murid diberitahu bahwa sikat gigi massal tidak akan dimulai sebelum
mereka tertib.
BAB III
Kelas VI = 27 murid
Kelas VI = 5 murid
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 3 3 2 66.6667 1 33.3333 0 0 3
37.5
2 6 5 3 60 2 40 0 0 5 62.5
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 8 orang murid yang diperiksa, sebagian besar murid mempunyai
indeks kebersihan gigi dan mulut baik (62,5%). Baik murid kelas III maupun kelas VI yang diperiksa,
tidak ada yang memiliki indeks kebersihan gigi dan mulut kurang. Persentase status kebersihan gigi
dan mulut kategori baik pada murid kelas III lebih besar (66.67%) bila dibandingkan dengan murid
kelas VI (60%).
d e f ∑ Rerata D M F ∑ Rerata
1 3 3 12 3 0 15 5 3 0 0 3 1
2 6 5 1 2 0 3 0.6 25 0 0 25 5
Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata status karies gigi sulung kelas III (def-t=5) jauh lebih tinggi
dibanding rerata status karies gigi sulung kelas VI (def-t=0.6); sedangkan rerata status karies gigi
tetap kelas III (DMF-t=1) jauh lebih rendah dibanding rerata status karies gigi tetap kelas VI (DMF-
t=5). Prevalensi karies gigi kelas III dan VI adalah 100%. Gigi tetap baik murid kelas III maupun kelas
VI tidak ada yang harus dicabut atau hilang karena karies (M=0). Seluruh gigi murid kelas III dan kelas
VI tidak ada yang ditumpat permanen (f=0; F=0).
1-3* 4-6*
∑ % ∑ % ∑ %
1 3 3 2 66.6667 1 33.3333 0 0
2 6 5 3 60 1 20 1 20
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar murid yang diperiksa mempunyai gusi yang sehat
(62.5%). Murid kelas III memiliki persentase status kesehatan gusi sehat (66.67%) lebih besar
dibandingkan murid-murid kelas VI (60%). Hanya terdapat satu murid (kelas VI) yang mempunyai
gingivitis pada 4 sampai 6 segmen.
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 3 3 0 0 0 0 3 100 0 0
2 6 5 0 0 0 0 5 100 0 0
Jumlah 8 0 0 0 0 8 100 0 0
Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh siswa yang diperiksa telah memiliki kebiasaan menyikat gigi
setiap harinya dan mengaku telah menyikat gigi dua kali sehari (100%).
S % S % S % S %
1 III 3 1 33.3333 3 100 2 66.667 3 100
2 VI 5 3 60 5 100 2 40 5 100
Tabel 5 menunjukkan bahwa semua murid yang diperiksa memerlukan rujukan untuk dilakukan
perawatan (100%) dan baik murid kelas III dan kelas VI yang diperiksa memerlukan perawatan
restorasi (100%).
TS SD SMP SMA AK PT
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 3 3 0 0 0 0 1 33.33 2 66.67 0 0
0 0
2 6 5 0 0 0 0 1 20 4 80 0 0
0 0
Jumlah 8 0 0 0 0 2 25 6 75 0 0 0
0
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu dari siswa yang diperiksa adalah
SMA (75%) sisanya adalah SMP (25%). Tidak terdapat ibu yang memiliki tingkat pendidikan SD,
akademi, perguruan tinggi maupun ibu yang tidak sekolah.
Tabel 7. Mata Pencaharian Orang Tua Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 3 3 0 0 2 66.67 1 33.33 0 0 0 0
2 6 5 0 0 2 40 2 40 1 20 0 0
BAB IV
Berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan siswa SD Bhakti Karya kelas III dan VI diperoleh
diagnosa dan rencana perawatan gigi-gigi sebagai berikut :
Tabel 8. Diagnosa dan Rencana Perawatan Gigi Siswa SD Bhakti Karya Tahun 2010
1.
III
Kabul S.R.
IV
IV
IV
III
III
IV
Gangren
Radix
Karies dentin
Gangren
Gangren
Karies dentin
Karies dentin
Radix. persistensi
Endo
Exo (observasi)
Opdent
Endo
Endo
Opdent
Opdent
Exo
2.
III
Khoirusiva M.
IV
II
II
IV
V
Karies dentin
Karies dentin
Gangren
Karies email
Opdent
Opdent
Exo
Exo
Endo
Opdent
II
II
IV
V
Luksasi derajat 1
Luksasi derajat 1
Radices, persistensi
Karies email
Exo (observasi)
Exo (observasi)
Exo
Opdent
3.
III
Nanda Latifah
Gangren
Karies email
Karies email
Karies dentin
Endo
Opdent
Opdent
Opdent
4.
VI
Jonathan Hala
IV
Karies email
Karies email
Karies email
Karies dentin
Karies email
Karies email
Karies email
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
Opdent
5.
VI
Sofiana A.
Karies email
Karies email
Gangren
Karies email
Karies email
Karies email
Gangren
Opdent
Opdent
Endo
Opdent
Opdent
Opdent
Endo
Exo
Exo
6.
VI
Novan Y.N.
Karies email
Karies email
Karies email
Opdent
Opdent
Opdent
7.
VI
Destya R.R.
6
6
III
Gangren
Karies email
Karies email
Karies email
Radix
Karies email
Endo
Opdent
Opdent
Opdent
Exo (observasi)
Opdent
8.
VI
Pradhitya E.P.
III
4
6
Karies email
Karies email
Radix, persistensi
Karies email
Karies email
Opdent
Opdent
Exo
Opdent
Opdent
BAB V
PEMBAHASAN
Anak usia sekolah dasar merupakan usia yang paling efektif dalam menerima pengetahuan
perawatan kesehatan gigi. Menanamkan kesadaran, kemauan dan kebiasaan memelihara kesehatan
gigi dan mulut melalui suatu program kesehatan yang terencana dan teratur sangatlah penting,
dalam hal ini yaitu melalui program UKGS (Chemiawan dkk., 2004). Hal senada juga diungkapkan
Priyono (1995) bahwa UKGS merupakan sarana yang paling tepat untuk menanamkan sikap yang
baik terhadap kesehatan gigi dan mulut melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang
dilakukan serta tindakan dan perawatan yang ada. Berdasarkan kemampuan sarana atau tenaga
kesehatan, kegiatan UKGS dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap I, tahap II, dan tahap III. Kegiatan UKGS
yang dilakukan pada siswa kelas III dan VI SD Bhakti Karya termasuk dalam UKGS tahap II. Kegiatan
yang dilakukan meliputi penyuluhan, pemeriksaan gigi dan sikat gigi massal. Pemeriksaan gigi
dilakukan setelah penyuluhan, kemudian dilanjutkan dengan sikat gigi massal. Seharusnya,
pemeriksaan gigi dilakukan sebelum penyuluhan agar jawaban yang didapat sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya, bukan jawaban sesuai teori yang didapat saat penyuluhan. Akan tetapi, karena
faktor keterbatasan waktu dan efektifitas pemeriksaan gigi dilakukan setelah penyuluhan. Karena
faktor keterbatasan waktu juga, kegiatan UKGS tahap II yang dilakukan tidak meliputi seluruh
kegiatan UKGS tahap II. Kegiatan UKGS tahap II yang tidak dilakukan meliputi: pengobatan darurat
untuk menghilangkan rasa sakit, pelayanan medik gigi dasar atas permintaan, pelatihan guru dan
petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya
tanggal.
Hasil pengolahan data status kebersihan mulut siswa kelas III dan kelas VI SD Bhakti Karya
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang diperiksa mempunyai indeks kebersihan gigi dan
mulut (OHI-S) kategori baik (62,5%) dan tidak ada siswa yang mempunyai indeks kebersihan gigi dan
mulut kategori kurang. Indeks kebersihan mulut adalah cara untuk mengukur atau menilai
kebersihan gigi dan mulut seseorang (Suproyo, 2007). Menurut Sriyono (2005), praktek kebersihan
mulut dapat dilakukan individu dengan cara mengosok gigi untuk menghilangkan plak dan kumur-
kumur dengan cairan antiseptik untuk membantu membunuh bakteri plak. Berdasarkan tabel 4
dapat diketahui bahwa 100% anak-anak yang diperiksa menyikat giginya dengan frekuensi 2 kali
sehari. Meskipun demikian, masih terdapat siswa yang mempunyai indeks kebersihan mulut cukup
(37.5%). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya efektifitas dalam menyikat gigi. Selain
frekuensi, kegiatan menyikat gigi juga dipengaruhi oleh faktor bentuk sikat gigi, lamanya menyikat
gigi dan cara menyikat gigi (Sriyono, 2005). Selain itu, waktu menyikat gigi juga berpengaruh
terhadap kebersihan mulut. Waktu yang dianjurkan untuk sikat gigi adalah setelah makan dan
sebelum tidur. Hasil laporan RISKESDAS tahun 2007 menyebutkan bahwa hanya 7,3% penduduk
Indonesia yang berprilaku benar menggosok gigi dan hanya sebanyak 28,7% penduduk Indonesia
yang menyikat gigi sebelum tidur (Dep. Kes. RI., 2008). Selain kebersihan mulut, akumulasi plak juga
berpengaruh terhadap timbulnya gingvitis. Gingivitis merupakan kondisi inflmasi yang bersifat
reversibel dari papilla dan tepi gingiva. Gingivitis dapat dicegah dengan pengambilan plak secara
rutin dengan cara mekanis (sikat gigi, benang gigi dan irigator) dan khemis yaitu dengan obat kumur
(Sriyono, 2005). Tabel 3 menunjukkan sebanyak 62.5% siswa yang diperiksa mempunyai gusi yang
sehat dan hanya 1 orang anak yang mempunyai gingivitis pada lebih dari 3 segmen meskipun anak
tersebut mengaku telah menyikat giginya 2 kali sehari. Menurut Sriyono (2005), sikat gigi merupakan
alat mekanis yang efektif untuk membersihkan plak gigi, namun tidak cukup efektif untuk
membersihkan plak di darah interdental. Akibatnya, di daerah interdental sering terjadi gingivitis
parah. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai cara menyikat gigi yang baik dan benar, maka
salah satu kegiatan UKGS yang dilakukan di SD Bhakti Karya adalah sikat gigi massal yang diikuti
dengan demonstrasi karena cara penyikatan gigi merupakan keterampilan motorik yang baru bagi
anak-anak. Penyikatan gigi harus diajarkan dan diperagakan dengan metode yang benar dan
dipratekkan secara berulang-ulang agar anak dapat melakukan sendiri dengan benar (Hurlock, 1988
sit. Chemiawan, 2004). Menurut Budiharto (1998 sit. Astoeti dkk., 2006) keuntungan metode
demonstrasi adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih banyak mnggunakan
inderanya didalam mempersepsikan materi sehingga materi mudah dicerna dan dapat menguji
kepandaian dalam bentuk keterampilan.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa rerata status karies gigi sulung siswa kelas III dan VI SD
Bhakti Karya tergolong rendah (def-t=2.25) sedangkan status karies gigi tetapnya tergolong sedang
(DMF-t=3.5). Hal ini berdasarkan kriteria yang digunakan oleh WHO sejak tahun 1977, sebagai
berikut:
1,2-2,6 Rendah
2,7-4,4 Sedang
4,5-6,5 Tinggi
(Yani, 2005)
Menurut Pamardiningsih (1997) berdasarkan penelitian yang dilakukan pada murid SD usia 6-14
tahun di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terjadinya karies pada gigi sulung
dipengaruhi oleh faktor: (1) kadar fluor air minum, (2) pola makanan, (3) akumulasi plak, dan (4)
frekuensi menyikat gigi. Prevalensi karies gigi pada murid kelas III dan VI SD Bhakti Karya adalah
100%. Angka prevalensi ini sangat tinggi mengingat keseluruhan siswa menyikat giginya 2 kali sehari
dan status kebersihan gigi dan mulut sebagian besar siswa (62,5%) tergolong baik. Hal ini
kemungkinan dikarenakan oleh faktor luar yang cenderung merusak lingkungan gigi dalam rongga
mulut, misalnya lingkungan yang sangat asam karena kebiasaan makan makanan yang kariogenik
ataupun kebiasaan menahan makanan dalam mulut (ngemut) (Pamardiningsih, 1997). Kebiasaan
makan makanan diantara waktu makan (ngemil) atau jajan oleh para siswa juga berpengaruh
terhadap terjadinya karies, seperti dikemukakan oleh Sriyono (2005), bahwa terdapat hubungan
secara langsung antara DMF dengan makan diantara waktu makan. Karena itu, langkah utama bagi
individu untuk mengurangi insidensi karies yaitu dengan membatasi konsumsi makanan diantara
waktu makan berupa snek, makanan bergula, roti dan coklat.
Anak-anak usia sekolah masih tergantung pada orangtua (Sufiati dkk., 2000 sit. Chemiawan, 2004).
Pentingnya peran orang tua dalam perilaku kesehatan gigi dinyatakan oleh Fukulta (1980, sit.
Budiharto, 1998), bahwa perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dapat digunakan untuk meramalkan
status kesehatan gigi dan gusi anaknya. Apabila perilaku ibu mengenai kesehatan gigi baik, dapat
diramalkan bahwa status kesehatan gigi dan gusi anaknya yang berumur dibawah lima tahun juga
baik. Kontribusi terbesar yang berperan dalam perilaku ibu terhadap kesehatan gigi anak menurut
penelitian Budiharto (1998) adalah pendidikan formal ibu, diikuti pemanfaatan fasilitas kesehatan
gigi, pendidikan kesehatan gigi yang diterima, umur ibu, jumlah anak dalam keluarga, dan status
ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan ibu yang tinggi memudahkan ibu untuk menerima informasi
mengenai kesehatan gigi. Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa 75% pendidikan terakhir ibu dari siswa
yang diperiksa hanyalah tamatan SMA dan sisanya adalah SMP (25%). Lebih lanjut Budiharto (1998)
mengemukakan bahwa terdapat kenaikan perilaku ibu setiap kenaikan satu unit status ekonomi
keluarga. Hal ini berarti status ekonomi keluarga berpengaruh terhadap perilaku ibu untuk
pemeliharaan kesehatan gigi keluarga. Makin tinggi status ekonomi, keluarga akan mampu
membiayai pelayanan kesehatan gigi sesuai yang diinginkan. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian
besar mata pencaharian orang tua siswa adalah swasta (50%) lainnya adalah wiraswasta (37.5%) dan
buruh (12.5).
Tabel 5 menunjukkan bahwa semua murid yang diperiksa memerlukan rujukan untuk dilakukan
perawatan (100%). Rujukan perawatan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan masing-masing
individu meliputi perawatan scalling, restorasi dan ekstraksi. Perawatan terbanyak adalah perawatan
restorasi yang dibutuhkan oleh semua siswa yang diperiksa (100%). Akan tetapi, kebutuhan akan
perawatan yang tinggi ini tidak diimbangi dengan pemanfaatan secara optimal fasilitas – fasilitas
kesehatan gigi yang ada. Hal ini terlihat dari tingginya prevalensi karies namun tidak ada satu pun
gigi karies tersebut yang ditambal (f=0, F=0).
BAB VI
A. Kesimpulan
1. Status kebersihan mulut siswa yang diperiksa sebagian besar temasuk dalam kategori baik
(62,5%) dan tidak ada siswa yang memiliki status kebersihan mulut kategori kurang
2. Tingkat keparahan karies gigi sulung siswa yang diperiksa termasuk dalam kategori rendah (def-
t=2.25) sedangkan tingkat keparahan gigi permanennya termasuk dalam kategori sedang (DMF=3.5).
4. Status kesehatan gingiva siswa yang diperiksa sebagian besar termasuk dalam kategori
baik/sehat (62.5%) dan hanya terdapat satu murid yang mempunyai gingivitis pada 4 sampai 6
segmen.
5. Seluruh siswa yang diperiksa memiliki frekuensi menyikat gigi 2-3 kali.
6. Seluruh siswa yang diperiksa memerlukan rujukan untuk dilakukan perawatan berupa restorasi
gigi, pencabutan gigi dan scaling.
B. Saran
1. Pelaksanaan program UKGS perlu rutin dilaksanakan terutama penyuluhan mengenai cara
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
2. Diadakan kerjasama antara puskesmas setempat atau FKG UGM dengan sekolah untuk
melakukan rujukan perawatan.
3. Pihak sekolah diharapkan dapat memantau dan menyeleksi jajanan yang dijual di sekolah
sehingga jajanan yang dijual merupakan makanan yang menyehatkan dan bersifat nonkariogenik.
Orang tua murid dan guru berperan aktif dalam memonitor pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
anak.
Orang tua murid dan guru diharapkan mampu melaksanakan dan meningkatkan upaya promotif dan
preventif.
6. Orang tua, guru dan siswa masih perlu dimotivasi untuk memanfaatkan layanan fasilitas
kesehatan gigi dan mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Amalliah, I., 1997, Penatalaksanaan Program UKGS Mandiri SD Sumbangsih Jakarta, JKGUI, 4 (edisi
khusus KPPIKG XI).
Astoeti, T.E. , Budiharto, dan Bachtiar, A., 2006, Efektifitas Pengelolaan Pendidikan Kesehatan Gigi
dengan Pendekatan Total Quality Management Pada Anak Sekolah, Indonesian Journal of Dentistry.
13(3):150-155.
Budiharto, 1998, Kontribusi Umur, Pendidikan, Jumlah Anak, Status Ekonomi Keluarga, Pemanfaatan
Fasilitas Kesehatan Gigi dan Pendidikan Kesehatan Gigi Terhadap Perilaku Ibu, JKGUI, Jakarta, hal.
99-108.
Chemiawan, E., Gartika M., dan Indriyani R., 2004, Laporan Penelitian Perbedaan Prevalensi Karies
Pada Anak Sekolah Dasar Dengan Program UKGS dan Tanpa UKGS Tahun 2004, FKG UNPAD,
Bandung.
Dep. Kes. RI., 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat
dan Kabupaten/Kota Sehat, Pusat Data dan Informasi, Jakarta.
Dep. Kes. RI., 2008, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Dep. Kes. RI., 1996, Pedoman Pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah, Direktorat Jendral
Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi, Jakarta.
Dunning, J. M., 1986, Principles of Dental Public Health 4th ed., Harvard University Press, London.
Herijulianti, E., Indriati, S. T., dan Artini, S., 2002, Pendidikan Kesehatan Gigi, EGC, Jakarta.
Pamardiningsih, Y., 1997, Faktor Resiko Terjadinya Karies Gigi pada Anak Usia 6-14 tahun di
Kecamatan Cangkringan dan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal
Kedokteran Gigi Anak, Jakarta, 1(2):25-33.
Priyono, B., 1995, Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Status Sosial Ekonomi Orangtua Terhadap Sikap
dan Kebersihan Mulut Anak-Anak Yang Pernah Menerima Program UKGS, Majalah Ilmiah Dies
Natalis FKG UGM Ceril V,ed. khusus Lustrum ke VII FKG UGM,h.219-227.
Sriyono, N. W., 2005., Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Medika Fakultas Kedokteran
UGM, Yogyakarta.
Feb 15
Salah satu usaha pokok yang dimiliki oleh Puskesmas untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan
mulut masyarakat adalah Usaha Kesehatan Gigi Sekolah. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
merupakan pendidikan kesehatan gigi dan mulut yang terpadu, secara lintas program dan lintas
sektoral yang ditujukan untuk masyarakat sekolah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
serta membentuk perilaku hidup sehat, terutama kesehatan gigi dan mulut. UKGS merupakan bagian
integral dari UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Tujuan UKGS adalah untuk memupuk kebiasaan hidup
sehat dan mempertinggi derajat kesehatan gigi dan mulut, yang didalamnya mencakup memiliki
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, serta berperan aktif
di dalam usaha peningkatan kesehatan, terutama kesehatan gigi dan mulut di sekolah, di rumah dan
di lingkungan masyarakat.
1. Paket Minimal UKS yaitu UKGS Tahap I: Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang
belum terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang ada di Puskesmas. Kegiatan berupa:
Pendidikan / penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh guru sesuai dengan
kurikulum oleh Departemen Pendidikan Nasional
Pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan pelihara diri bagi murid SD, minimal
untuk kelas 1,2, dan 3 berupa: sikat gigi massal dan memakai pasta gigi yang mengandung fluor
minimal 1(satu) kali sebulan
Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi).
Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh guru sesuai dengan kurikulum.
Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk siswa kelas 1, 2, dan 3 SD berupa : Sikat gigi
massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1(satu) kali sebulan dan
pembersihan karang gigi
Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas 1 SD diikuti pencabutan gigi susu yang telah
waktunya tanggal/lepas. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit
3. Paket Optimal UKS yaitu UKGS Tahap III: Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid sd yang
sudah terjangkau oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang dimiliki puskesmas sudah
memadai. Kegiatan berupa:
Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi).
Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kurikulum.
Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk kelas 1, 2, dan 3 SD berupa : Sikat gigi massal
dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1(satu) kali sebulan dan pembersihan
karang gigi
Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas 1 diikuti pencabutan gigi susu yang telah
waktunya tanggal/lepas
Pelayanan medis gigi dasar atas permintaan pada murid kelas 1-6
Pelayanan medis gigi dasar pada murid kelas terpilih/selektif sesuai kebutuhan
Minimal 80% murid SD mendapatkan perawatan medis gigi dasar, dari seluruh murid SD yang telah
terjaring untuk mendapatkan perawatan lanjutan (Depkes RI, 2000)
Menurut Depkes RI (1996), Program UKGS di Puskesmas dilaksanakan dalam bentuk tim. Adapun
kegiatan tim tersebut melibatkan dokter gigi, perawat gigi dan petugas UKS, tugas dan fungsi pokok
dari petugas UKGS tersebut adalah:
Dokter gigi
Memberi pengarahan/pelatihan kepada tenaga perawat gigi, tenaga UKS, guru dan dokter kecil
Perawat gigi
Petugas UKGS
Membantu dokter gigi dalam melaksanakan pembinaan guru dan dokter gigi kecil yang terlibat
dalam program UKGS
Melaksanakan rujukan