Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DIABETES MELITUS

Di Ruang Dahlia RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Disusun Oleh :

MAHARANI INDRIANA KOLI

P1337420215081

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

2017
ULKUS DIABETES MELITUS

1. Pengertian
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada
penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Windharto, 2007).
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita diabetes mellitus menurut
Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan:
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1 Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2 Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3 Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
4
kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5 Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

2. Etiologi
Apabila pada seseorang penderita kencing manis kadar glukosa
darahnya tinggi dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul komplikasi
menahun (kronis yang mengenai mata menyebabkan gangguan penglihatan
bila mengenai sistem syaraf akan menyebabkan gangguan rasa dan gangguan
bila mengenai ginjal menyebabkan gangguan fungsi ginjal). Adapun
gambaran luka padapenderita kencing manis dapat berupa: demopati
(kelainan kulit berupa bercak-bercak bitam di daerah tulang kering), selulitis
(peradangan dan infeksi kulit), nekrobiosisi lipiodika diabetik (berupa luka
oval, kronik, tepi keputihan), osteomielitis (infeksi pada tulang) dan gangren
(lika kehitaman dan berbau busuk). Ada beberapa hal yang
mempengaruhiterjadinya ulkus diabetik, yaitu:
a. Neuropati diabetik.
Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam
darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang
atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita
mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Gejala-gejala neuropati:
kesemutan, rasa panas (wedangan: bahasa jawa), rasa tebal ditelapak
kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari.
b. Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah)
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah
menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan
terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan
mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah
kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit
sulit sembuh.
c. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran
listrik (neoropati) (Soeparman, 2000).

3. Patofisiologi
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes
mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga
faktor yang sering disebut trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan
terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan
syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga
mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia,
menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan
hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan
menjadi ulkus diabetika.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal
ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai (Price, 2007).
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah
terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada penderita DM yang tidak
terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram
basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat
terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi
darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus
diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika (Windharto,
2007).
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan
yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis (Barbara, 2001).
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (high-
density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor
risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan
menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai. aerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium
novy, dan Clostridium septikum Patogenesis ulkus diabetika pada penderita
(Soeparman, 2000).
4. Pathway
Proses menu/kemunduran Life style yang jelek (junk food,
minim olahraga, konsumsi alkohol, dll)

Fungsi pengecap ↓ Fungsi pankreas ↓

Konsumsi gula >> ↓ kualitas dan kuantitas insulin

HIPERGLIKEMIA (DM)

Glukosa intra sel ↓ Komplikasi vaskuler Glycosuria

Glukoneogenesis ↑ Proses pembentukan osmotik


ATP/energi terganggu diuresis

Cadangan lemak Basa keton ↑ Mikrovaskuler Makrovaskuler


& protein <<

BB ↓ PK: KAD Retinopati Neuropati

Ketidakseimbangan Nefropati
Kekuarangan
Nutrisi: kurang dari volume
cairan
Kebutuhan tubuh Kelelahan/
Keletihan Risiko parestesia (kesemutan)
cedera semibilitas nyeri
suhu menurun

PK: GGK

Risiko infeksi

Nyeri Ulkus Ekstremitas

Tidak dirawat/kurang perawatan

Kurang vaskularisasi

Gangren

Kerusakan integritas kulit


5. Manifestasi klinis
Ulkus diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli membrikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
(Brunner & Suddart, 2002).

6. Komplikasi
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999)
:
a. Komplikasi akut
1) Kronik hipoglikemia
2) Ketoasidosis untuk DM tipe I
3) Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b. Komplikasi kronik
1) Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik
dan nefropati diabetik
3) Neuropati diabetik
4) Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5) Ulkus diabetikum (Price, 2007).

7. Penatalaksanaan
a. Strategi Pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan
terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang
dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai
sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita
Resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk
mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar.
b. Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai
tingkatan:
1) Tingkat 0
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien
tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
2) Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius
3) Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil
kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
4) Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik
parenteral yang sesuai dengan kultur.
5) Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi
sebagaian atau seluruh kaki (Windhart, 2007).
8. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
8) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

9. Rencana Asuhan Keperawatan


Menurut NANDA (2012) diagnosa keperawatan yang muncul untuk
penderita ulkus diabetes adalah:
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
pengaturan.
f. Risiko cidera berhubungan dengan retinopati.
g. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
.
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure
kulit berhubungan selama 3 x 24 jam, di harapkan integritas management
dengan adanya kulit klien utuh. (manajemen
gangren pada Kriteria hasil: daerah penekanan)
ekstrimitas Indikator Awal Akhir 1. Anjurkan pasien
1. Temperatur untuk
jaringan sesuai menggunakan
yang di harapkan pakaian yang
2. Warna sesuai yang longgar
diharapkan 2. Hindari kerutan
3. Tekstur sesuai yang pada tempat tidur
diharapkan 3. Jaga kebersihan
4. Ketebalan sesuai kulit agar tetap
yang di harapkan bersih dan kering
5. Bebas lesi jaringan 4. Mobilisasi pasien
6. Perfusi jaringan setiap 2 jam sekali
7. Pertumbuhan 5. Monitor kulit akan
rambut pada kulit adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau
Keterangan: baby oil pada
1. Keluhan ekstrim daerah yang
2. Keluhan berat tertekan
3. Keluhan sedang 7. Monitor aktifitas
4. Keluhan ringan dan mibilisasi
5. Tidak ada keluhan pasien
8. Memonitor status
nutrisi pasien
9. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 1. Lakukan
berhubungan 24 jam, diharapkan nyeri klien teratasi, pengkajian nyeri
dengan agen cidera dengan kriteria: secara
biologi. Indikator Skala Skala komprehensif
awal tujuan termasuk lokasi,
Ekspresi nyeri pada karakteristik,
wajah durasi, frekuensi,
Pernyataan nyeri kualitas dan faktor
Frekuensi nyeri presipitasi.
Perubahan frekuensi 2. Observasi reaksi
pernafasan nonverbal dari
Perubahan nadi ketidaknyamanan.
Perubahan tekanan 3. Kontrol
darah lingkungan yang
Perubahan ukuran dapat
pupil mempengaruhi
nyeri seperti suhu
Keterangan: 1 (kuat), 2 (berat), 3 (sedang), ruangan,
4 (ringan), 5 (tidak ada) pencahayaan dan
kebisingan.
4. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin.
5. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
6. Tingkatkan
istirahat.
7. Berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur.
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali.
Ketidakseimbangan Status nutrisi, setelah diberikan penjelasan 1. Monitor masukan
nutrisi kurang dari dan perawatan selama 3 x 24 jam makanan/minuman
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi ps terpenuhi dg indikator: 2. Kaloborasi ahli
berhubungan Indikator Awal Akhir gizi dan hitung
dengan 1. Pemasukan nutrisi kalori/nutrien
ketidakmampuan yang adekuat harian dg tepat:
tubuh mengabsorbsi 2. Pasien mampu KH 60%, Protein
zat-zat gizi menghabiskan diet 20%, lemak 20%
berhubungan DM yang 3. Berikan perawatan
dengan faktor dihidangkan mulut
biologis. 3. Tidak ada tanda- 4. Pantau hasil
tanda malnutrisi labioratoriun
4. Nilai laboratorim, protein, albumin,
protein total 8-8 gr%, globulin, HB
Albumin 3.5-5.4 5. Gula darah gdp
gr%, Globulin 1.8- dan 2 jam pp
3.6 gr%, HB tidak 6. Juahkan benda-
kurang dari 10 gr % benda yang tidak
5. Membran mukosa enak untuk
dan konjungtiva dipandang seperti
tidak pucat urinal, kotak
6. Menunjukkan tingkat drainase, bebat dan
energi biasa pispot
7. Mendemontrasikan 7. Pantau
BB normal dengan pemeriksaan Gula
nilai laboratorium darah, aseton, pH,
terutama glokosa dan HCO3
normal Gula darah 8. Sajikan makanan
puasa < 120 mg%, hangat dengan
post prandial < 140 variasi yang
mg% menarik
9. Libatkan keluarga
Skala : dan pasien
1. Tidak pernah menunjukan 10. Identifikasi
2. Jarang menunjukan makanan yang
3. Kadang-kadang menunukan disukai pasien
4. Sering menunjukan termasuk
5. Selalu menunjukan kebutuhan etnik
atau cultural
11. Berikan/orderkn
th/ metaklopramid
(reglan); tetrasiklin

Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection control:


berhubungan selama 3 x 24 jam di harapkan infeksi tidak 1. Cuci tangan setiap
dengan tingginya terjadi, dengan kriteria hasil : sebelum dan
kadar gula darah. Risk control: sesudah tindakan
keperawatan
Indikator Awal Akhir 2. Ganti letak IV
1. Pengetahuan perifer dan line
tentang resiko central dan
2. Memonitor faktor dressing sesuai
resiko dari dengan petunjuk
lingkungan umum
3. Memonitor faktro 3. Gunakan APD
resiko dari perilaku 4. Tingktkan intake
personal nutrisi
4. Kontrol resiko yang 5. Berikan terapi
efektif antibiotik bila
5. Menggunakan perlu
fasilitas kesehatan
sesuai kebutuhan Infection Protection
(Perlindungan
Keterangan: Infeksi)
1. Tidak pernah menunjukan 1. Monitor tanda dan
2. Jarang menunjukan gejala infeksi
3. Kadang-kadang menunjukan sistemik dan lokal
4. Sering menunjukan 2. Monitor hitung
5. Selalu menunjukan granulosit, WBC
3. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
6. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
7. Ispeksi kondisi
luka / insisi bedah
8. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
9. Dorong istirahat
10. Dorong
peningkatan
mobilitas dan
latihan
11. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
12. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
13. Ajarkan cara
menghindari
infeksi

Kekurangan NOC: NIC :Pertahankan


volume cairan 1. Fluid balance catatan intake dan
berhubungan 2. Hydration output yang akurat
dengan kegagalan 3. Nutritional Status : Food and Fluid 1. Monitor status
mekanisme Intake hidrasi (
pengaturan. kelembaban
Setelah dilakukan tindakan keperawatan membran mukosa,
selama 3 x 24 jam, klien tidak mengalami nadi adekuat,
kekurangan volume cairan dengan kriteria tekanan darah
hasil: ortostatik ), jika
diperlukan
Kriteria Hasil : 2. Monitor vital sign
Indikator Awal Akhir 3. Monitor masukan
1. Mempertahankan makanan / cairan
urine output sesuai dan hitung intake
dengan usia dan BB, kalori harian
BJ urine normal, HT 4. Kolaborasikan
normal pemberian cairan
2. Tekanan darah, nadi, intravena IV
suhu tubuh dalam 5. Monitor status
batas normal nutrisi
3. Tidak ada tanda 6. Dorong masukan
tanda dehidrasi, oral
Elastisitas turgor 7. Berikan
kulit baik, membran penggantian
mukosa lembab, nesogatrik sesuai
tidak ada rasa haus output
yang berlebihan 8. Monitor tingkat Hb
dan hematokrit
Keterangan: 9. Monitor tanda vital
1. Keluhan ekstrim 10. Monitor
2. Keluhan berat responpasien
3. Keluhan sedang terhadap
4. Keluhan ringan penambahan cairan
5. Tidak ada keluhan 11. Monitor berat
badan
12. Dorong pasien
untuk menambah
intake oral
13. Pemberian cairan
IV monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan
Risiko cidera NOC : NIC : Environment
berhubungan  Risk Kontrol Management
dengan retinopati  Immune status (Manajemen
 Safety Behavior lingkungan)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Sediakan


selama 3 x 24 jam, klien tidak mengalami lingkungan yang
injury dengan kriteria hasil: aman untuk pasien
2. Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien,
sesuai dengan
Indikator Awal Akhir kondisi fisik dan
1. Klien terbebas fungsi kognitif
dari cedera pasien dan riwayat
2. Klien mampu penyakit terdahulu
menjelaskan pasien
cara/metode 3. Menghindarkan
untukmencegah lingkungan yang
injury/cedera berbahaya (misalnya
3. Klien mampu memindahkan
menjelaskan perabotan)
factor risiko dari 4. Memasang side rail
lingkungan/perila tempat tidur
ku personal 5. Menyediakan
4. Mampumemodifi tempat tidur yang
kasi gaya hidup nyaman dan bersih
untukmencegah 6. Menempatkan saklar
injury lampu ditempat
5. Menggunakan yang mudah
fasilitas dijangkau pasien.
kesehatan yang 7. Membatasi
ada pengunjung
6. Mampu 8. Memberikan
mengenali penerangan yang
perubahan status cukup
kesehatan 9. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
Keterangan: 10. Mengontrol
1. Keluhan ekstrim lingkungan dari
2. Keluhan berat kebisingan
3. Keluhan sedang 11. Memindahkan
4. Keluhan ringan barang-barang yang
5. Tidak ada keluhan dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
Kelelahan NOC: NIC :
berhubungan  Activity Tollerance 1. Monitor respon
dengan status  Energy Conservation kardiorespirasi
penyakit  Nutritional Status: Energy terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dispneu,
selama 3 x 24 jam kelelahan pasien teratasi diaphoresis, pucat,
dengan kriteria hasil: tekanan
hemodinamik dan
jumlah respirasi)
Indikator Awal Akhir 2. Monitor dan catat
pola dan jumlah
1. Kemampuan aktivitas tidur pasien
adekuat 3. Monitor lokasi
2. Mempertahankan ketidaknyamanan
nutrisi adekuat atau nyeri selama
3. Keseimbangan bergerak dan
aktivitas dan istirahat aktivitas
4. Menggunakan tehnik 4. Monitor intake
energi konservasi nutrisi
5. Mempertahankan 5. Instruksikan pada
interaksi sosial pasien untuk
6. Mengidentifikasi mencatat tanda-
faktor-faktor fisik dan tanda dan gejala
psikologis yang kelelahan
menyebabkan 6. Ajarkan tehnik dan
kelelahan manajemen aktivitas
7. Mempertahankan untuk mencegah
kemampuan untuk kelelahan
konsentrasi 7. Jelaskan pada pasien
hubungan kelelahan
Keterangan: dengan proses
1. Keluhan ekstrim penyakit
2. Keluhan berat 8. Kolaborasi dengan
3. Keluhan sedang ahli gizi tentang cara
4. Keluhan ringan meningkatkan intake
5. Tidak ada keluhan makanan tinggi
energi
9. Catat aktivitas yang
dapat meningkatkan
kelelahan
10. Tingkatkan
pembatasan bedrest
dan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Barbara. (2011), Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),


Bandung.

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. Jakarta: EGC.

McCloskey, Bulechek. (2010). “Nursing Interventions Classification (NIC)”. United States


of America: Mosby.

Meidean, J., M. (2009). “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of


America: Mosby.

NANDA Internasional. (2012). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Price, S.A., (2007), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Edisi 4.
Jakarta: EGC.

Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Jakarta: Gaya Baru.

Widharto. (2007). Kencing Manis (Diabetes Melitus). Jakarta: Sunda kelapa Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai