Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Stoke

1. Definisi

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika aliran darah menuju

suatu bagian di otak terganggu atau terhenti akibat tersumbatnya atau pecahnya

pembuluh darah di otak. Kurangnya aliran darah dalam jaringan otak dapat

menyebabkan kerusakan atau matinya sel-sel saraf di otak. Kerusakan atau

kematian sel saraf di otak pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya fungsi

bagian tubuh yang dikendalikan oleh saraf tersebut. Seseorang yang mengalami

serangan stroke dan dapat terselamatkan dari kematian, terkadang mengalami

cacat atau kelumpuhan di sebagian anggota tubuhnya, dan kehilangan sebagian

kemampuan bicara dan ingatannya (Bastian, 2011).

Menurut WHO: stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak

fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24

jam akibat gangguan aliran darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan

bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan atau

pecahnya pembuluh darah, semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah

yang memadai (Irfan, 2010).

6
7

Gangguan mobilisasi adalah satu keadaan ketika individu mengalami

atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik yang disebabkan karena

adanya gangguan pada sistem saraf pusat maupun karena ketidakmampuan otot

volunter untuk melakukan tugasnya lagi (Potter & Perry, 2005).

2. Klasifikasi

Berdasarkan Patologi anatomi stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke

iskemik dan stroke hemoragik

a. Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat pembuluh darah

tersumabat sehingga menyebabkan aliran darah ke otak terhenti sebagian

atau seluruhnya. Stroke iskemik berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2

jenis yaitu trombotik yang disebabkan oleh terbentuknya thrombus.

Thrombus akan menyebabkan penggumpalan darah sehingga aliran darah

tidak lancar atau terhenti. Jenis kedua adalah stroke embolik yang sebabkan

oleh tertutupnya pembuluh arteri oleh pembekuan darah.

b. Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh pecahnya

pembuluh darah otak. Stroke hemoragik sebagian besar terjadi pada

penderita hipertensi. (Bastian, 2011).

3. Etiologi

Penyebab stroke menurut Muttaqin (2008):

a. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )


8

Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal

disebut embolus.

b. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )

Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin

trombosit, udara ,tumor, metastase, bakteri, benda asing. Emboli lemak

terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam

aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

c. Hemorargik cerebral

Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan

gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.

d. Iskemia ( ketidakcukupan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh)

suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau

penyumbatan pembuluh darah.

e. Infeksi, peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,

terutama yang menuju ke otak.

f. Obat-obatan, ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat

menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan

mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

4. Manifestasi klinik

Stroke dapat menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung

pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
9

perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau

aksesori). Tanda dan gejala ini muncul pada penderita stroke antara lain:

a. Kehilangan motorik : hemiplegi dan hemiparesis.

b. kehilangan komunikasi:disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara

inefektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk

melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).

c. Gangguan persepsi : disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual

spasial, kehilangan sensori.

d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.

e. Disfungsi kandung kemih (Muttaqin, 2008).

5. Patofisiologi Stroke

Stroke non hemoragik dibagi menjadi stroke trombotik dan stroke

emboli. Pada stroke trombotik adanya penggumpalan pembuluh darah di otak

sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini

menyebabkan iskemi yang berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam

daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan nekrosis.

Lokasi yang tersering pada stroke trobosis adalah percabangan arteri karotis

besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler.

Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang terlepas

pada bagian tubuh lain sampai ke arteri karotis, emboli tersebut terjebak di

pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan
10

lumen yang menyempit yaitu arteri carotis dibagian tengah.Dengan adanya

sumbatan oleh emboli juga akan menyebabkan iskemi.

Efek iskemik dapat menimbulkan lesi pada saraf fungsi motorik yang

terdiri dari lesi di lobus (temporalis dan frontal), lesi pada kapsul interna, dan

lesi pada korteks piramidalis yang mengatur koordinasi serta lesi pada batang

otak. Lesi dapat terjadi di lobus temporalis maupun lobus frontalis. Pada

penderita stroke yang mengalaminya dapat muncul gejala berupa koordinasi

bicara yang menurun sehingga dapat menyebabkan masalah keperawatan

kerusakan komunikasi verbal. Lesi dapat terjadi di kapsul interna yang

kemudian dapat menyerang wajah, nervus vagus,dan nervus glosofaring,otot

skeletal dan lidah serta ekstremitas baik atas maupun bawah.

Lesi yang menyerang nervus vagus dan nervus glosofaring dapat

menyebabkan sulit menelan dan dapat memunculkan masalah keperawatan

kerusakan menelan. Dari masalah tersebut dapat menyebabkan masalah resiko

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Lesi pada kapsul interna juga akan

mempengaruhi fungsi ekstremitas, sehingga penderita stroke yang

mengalaminya dapat muncul gejala kelumpuhan kontralateral yang

menyebabkan masalah keperawatan kerusakan mobilitas fisik. Sedangkan lesi

yang menyerang batang otak dapat mengganggu kerja sistem saraf yang

mengatur pernapasan, sehingga dapat memunculkan masalah keperawatan pola

napas tak efektif (Muttaqin, 2008)


11

6. Pathway Stoke Non Hemoragik = Masalah Keperawatan

Factor-faktor resiko stroke = Alur patogenesis

Aterosklerosis (A. karotis interna) Katup jantung rusak, miokard


hiperkoagulasi infark, fibrilasi, endokarditis

Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak


oleh lemak, udara, bekuan darah
Penyempitan pembuluh darah

Aliran darah lebih cepat melalui Emboli serebral


lumen yang lebih kecil
Oklusi/sumbatan pembuluh darah
Tingkat kritis tertentu
Pasokan darah berkurang
Turbulensi aliran darah
Infark serebri (nekrosis
Thrombus pecah mikroskopik neuron-neuron)

 Bervariasi sesuai dengan lokasi Aktivasi metabolisme anaerob


sumbatan
 hemiplegic/parestesia setengah tubuh Berkurang produksi ATP
 Afasia
Gangguan transport aktif ion
pembengkakan neuron
pompa natrium-kalium akan berhenti
Kematian sel-sel otak

Cerebrum (otak besar) Batang Otak Cerebelum (otak kecil)

Penurunan tk kesadaran Defisit motorik


Disfasia, disatria hambatan
komunika Apatis s.d koma
- Gerakan involunter
Hemiplegi, si verbal
Reflek batuk menurun
Paraplegi,
Tetraplegi Reflek menelan turun
Kelemahan otot spicter Hambatan
Ketidakefek
Ketidakseimbangan tifan
mobilitas fisik
nutrisi: kurang dari bersihan
Gg persepsi sensori
Gangguan kebutuhan tubuh jalan napas
eliminasi
urin/defekas
i
Gambar 2.1 Pathway Stroke Non Hemoragik (Wolter Lippicont, dkk 2011; Muttaqin, 2008)
12

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan penunjang radiologi.

Beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang untuk penderita stroke

menurut Batticaca (2008) yaitu :

1) CT Scan : memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematom,

infark maupun iskemia serta posisinya secara pasti. Orang yang

terdiagnosa stroke biasanya ditemukan lesi pada otak ataupun jaringan

yang iskemi, akan terlikat hipodens maupun hiperdens.

2) Magneting Resonance Imaging (MRI) : menentukan posisi serta luas

terjadinya perdarahan otak dan infark.

3) Angiografi serebral : untuk menentukan penyebab stroke secara spesifik

(perdarahan ataupun sumbatan).

b. Pemeriksaan penunjang laboratorium :

1) Kreatinin fosfokinase

Pemeriksaan ini untuk mengetaui fungsi ginjal, menunjukan juga

kerusakan otot masif. Pemeriksaan pada enzim ini untuk mengetahui

kadarnya yang terdapat pada otot rangka.

2) GDS (gula darah sewaktu)

Pemeriksaan gula darah sewaktu menunjukan kadar glukosa dalam darah.

Keadaan hiperglikemi atau hipoglikemi dapat menimbulkan adanya

eksaserbasi lebih luas. Nilai GDS pada pasien stroke dapat mencapai>200

mg/dl.
13

3) Kolesterol

Kolesterol dari makanan akan meningkatkan kolesterol dalam darah.

Semakin tinggi kolesterol semakin tinggi kemungkinan dari kolesterol

tersebut tertimbun di pembuluh darah.

4) HMT (hematokrit)

Hematokrit merupakan volume sel darah merah dalam 100 ml. Pada

kasus stroke biasanya terjadi peningkatan hematokrit. Pemeriksaan

hematokrit di lakukan untuk mengetahui konsentrasi sel darah merah

(eritrosit) dalam darah.

c. Pemeriksaan penunjang neurologis

1) Glasgow Coma Scale (GCS) untuk mengetahui tingkat kesadaran

penderita.

2) Respon pupil untuk mengetahui apakah ada dilatasi.

3) Denyut nadi biasanya menurun.

4) Tekanan darah biasanya meningkat.

5) Frekuensi pernapasan biasanya menurun.

6) Suhu biasanya meningkat

8. Penatalaksanaan Medik

Terapi pada stroke non hemoragik dibedakan menjadi fase akut dan

pasca fase akut (S.Wiwit , 2010) :

a. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)


14

Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang

menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang

menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak.

1) Airways dan Breathing

2) Circulation

3) Jantung

4) Tekanan darah

5) Gula darah

6) Balans cairan

b. Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada

tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke. (Bastian,

2011). Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan

kemandirian bagi seseorang ( Asmadi, 2008). Mobilisasi adalah

kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Gangguan mobilitas fisik

(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis

Association (2015-2017) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang

mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik.

1) Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :


15

(a) Rentang gerak pasif

(b) Rentang gerak aktif.

(c) Rentang gerak fungsional.

2) Terapi Fisik

Dalam praktek terapi latihan dapat dilakukan dengan cara pasif maupun

aktif memalui Range Of Motion. Range of Motion (ROM) adalah suatu

teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan

awal ke dalam suatu program intervensi terapeutik.

B. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian meliputi beberapa hal yang berkesinambungan yakni

pengumpulan data, pengaturan data, validasi data serta pencatatan data

(Muttaqin, 2008).

a. Pengkajian awal

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan,

pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, No RM, dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta petolongan keselamatan

adalah penurunan fungsi anggota gerak badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi dan penurunan kesadaran .

c. Riwayat keperawatan dahulu


16

Riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes mellitus. Klien

mengalami stres dan kadang pernah mengalami stroke.

d. Riwayat keperawatan sekarang

Terjadi secara mendadak dan adanya perubahan tingkat kesadaran. Di

awali gangguan penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, lupa ingatan

sementara dan kaku leher. Gangguan berbicara, kesemutan, tangan terasa

lemah dan tidak dapat digerakkan.

e. Riwayat keperawatan keluarga

1) Genogram

Genogram merupakan gambaran menyeluruh dari keluarga asal

dan keluarga sekarang (bagi yang sudah menikah), Genogram juga

merupakan satu gambaran tentang sebuah keluarga yang berbentuk

geometri, garisan dan perkataan (Sherman, 1993). Dalam teori sistem

keluarga dinyatakan bahwa keluarga sebagai sistem yang saling

berinteraksi dalam suatu unit emosional. Setiap kejadian emosional

keluarga dapat mempengaruhi atau melibatkan sedikitnya 3 generasi

keluarga. Sehingga idealnya, genogram dibuat minimal untuk 3 generasi

Fungsi genogram :

a) Mendapat informasi dengan cepat tentang data yang terintegrasi antara

kesehatan fisik dan mental di dalam keluarga

b) Memberi gambaran yang lebih mengenai dinamika keluarga.


17

c) Menilai secara keseluruhan kesatuan keluarga dan menilai kekuatan,

kelemahan dan kemampuan menahan tekanan/stress dimasa

mendatang.

d) Melihat pola & hambatan komunikasi

e) Menggali pola emosional dan perilaku dalam konteks antar generasi

2) Simbol-simbol yang digunakan dalam genogram

Gambar 2.2 simbol-simbol yang digunakan dalam genogram (Sloane, P.D.,


Slatt, L.M., Ebell, M.H., & Jacques, L.B, 2002)
f. Pengkajian fisik

Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-

keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
18

pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara

persistem (B1-B6)

1) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan

frekuensi pernapasan.

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan

(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan

darah >200mmHg).

3) B3 (Brain)

Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasikan bicara). Apraksia (ketidakmampuan dalam melakukan

tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien

mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

4) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih

karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

5) B5 (Bowel)
19

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan

oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan

masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi

akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang

berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B6 (Bone)

Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan

control volunteer terhadap gerakan motorik. Dengan adanya neuron

motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah

satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

g. Pengkajian saraf kranial

1) Test nervus I (Olfactory), fungsi penciuman.

2) Test nervus II ( Optikus), fungsi aktifitas visual dan lapang pandang.

3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens), fungsi

koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata.

4) Test nervus V (Trigeminus), fungsi sensasi mata dan fungsi motorik mata.

5) Test nervus VII (Facialis), fungsi sensasi lidah dan fungsi motorik .

6) Test nervus VIII (Acustikus), fungsi sensoris pendengaran.


20

7) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus).

8) Test nervus XI (Accessorius).

9) Test Nervus XII (Hypoglosus) (Muttaqin, 2008).

h. Kemampuan Mobilitas

1) Indeks Barthel (IB)

Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi

mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas

serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan

fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.

Tabel 2.1
Instrument Pengukuran ADL (Activity Daily Living)
No Item yang dinilai Skor Nilai
1. Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
3. Perawatan diri (Grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
4. Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar (Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa
hal sendiri
21

2 =
Mandiri
8. Transfer 0 =
Tidak mampu
1 =
Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 =
Bantuan kecil (1 orang)
3 =
Mandiri
9. Mobilitas 0 =
Immobile (tidak mampu)
1 =
Menggunakan kursi roda
2 =
Berjalan dengan bantuan satu orang
3 =
Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti,
tongkat)
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil
Sumber : Sugiarto, Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan
20 : Mandiri Sehari-Hari, halaman 8

12-19 : Ketergantungan Ringan

9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 : Ketergantungan Total

1) Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu,

siku, lengan, panggul, dan kaki dengan derajat rentang gerak normal yang

berbeda pada setiap gerakan (Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi,

hiperekstensi).

2) Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara

bilateral atau tidak. Manual Muscle Testing (MMT) adalah metode

pengukuran kekuatan otot paling populer. Dalam pemeriksaan MMT,


22

fisioterapis akan mendorong tubuh klien ke arah tertentu dan klien diminta

menahan dorongan tersebut, lalu fisioterapis mencatat score atau nilai

kekuatan otot klien, besarnya tergantung pada seberapa banyak klien mampu

menahan dorongan tersebut.

Tabel 2.2
Skala kekuatan Otot

Skala Procentase Karakteristik


Kekuatan
Normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh
Sumber : lukman & Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuluskeletal halaman 13
23

2. Diagnosa keperawatan

Domain : 4. Aktivitas/istirahat

Kelas : 2. Aktiitas/Olahraga

Kode : 00085

a. Diagnosa : Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot dan gangguan neuromuskular (NANDA International, 2015-

2017)

b. Batasan karakteristik

1) Gangguan sikap berjalan

2) Gerakan lambat

3) Gerakan spastik

4) Gerakan tidak terkoordinasi

5) Kesulitan membolak balik posisi

6) Keterbatasan rentang gerak

7) Penurunan keampuan melakukan motorik halus

8) Penurunan keampuan melakukan motorik halus

9) Penurunan waktu reaksi

3. Tujuan dan kriteria hasil

a. NOC (Nursing outcomes classification)

1) Joint movement : Active

2) Mobility level

3) Self care : ADL

4) Transfer performance
24

b. Kriteria hasil

1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik

2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah

4) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

4. Intervensi

a. NIC (Nursing Interventions classification)

1) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

2) Terapi latihan fisik: mobilitas sendi; menggunakan gerakan tubuh

aktif atau pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan

fleksibilitas sendi

3) Terapi latihan fisik: pengendalian otot; menggunakan aktifitas

spesifik atau protocol latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau

mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali

4) Terapi aktivitas fisik: ambulasi; meningkatkan dan membantu

dalam berjalan untuk mempertahankan fungsi tubuh otonom

5) Terapi latihan fisik: keseimbangan; untuk meningkatkan dan

mempertahankan keseimbangan postur tubuh

6) Pengaturan posisi; mengatur penempatan pasien atau bagian tubuh

pasien secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis

dan psikologis
25

7) Bantuan perawatan diri: berpindah; membantu individu untuk

mengubah posisi tubuhnya

8) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon

pasien saat latihan

9) Ajarkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain tentang teknik

ambulasi

Anda mungkin juga menyukai