Anda di halaman 1dari 27

Stroke Non-Hemoragik Yang Terjadi Pada Lansia

Merlinda (102015163)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat

Email: merlinda.2015fk163@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Stroke merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan kematian terbanyak di negara
maju, setelah penyakit jantung dan kanker. Definisi stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda
dan/atau gejala hilangnya fungsi sistemsaraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat
(dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian. Di Indonesia, 8 dari 1000 orang menderita stroke. Stroke dibagi menjadi dua yaitu,
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non
hemoragik.

Kata Kunci: stroke, stroke hemoragik, stroke non hemoragik

Abstract

Stroke is one of the major diseases that cause the most deaths in developed countries, after heart
disease and cancer. The definition of a stroke is a syndrome consisting of signs and / or symptoms
of rapidly developing (or global) focal central system function (within seconds or minutes). These
symptoms last more than 24 hours or cause death. In Indonesia, 8 out of 1000 people suffer from
stroke. Stroke is divided into two namely, hemorrhagic stroke and non hemorrhagic stroke. Most
(80%) are caused by non hemorrhagic stroke.

Keywords: stroke, hemorrhagic stroke, non hemorrhagic stroke

Pendahuluan

Salah satu faktor meningkatnya kejadian stroke adalah globalisasi serta modernisasi.
Meningkatnyausia harapan hidup juga meningkatkan resiko terjadinya stroke karena
bertambahnya penduduk usia lanjut. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak (brain attack)

1
merupakan penyakit serebrovaskuler yang kebanyakan menyerang kelompok usia 45 tahun, tetapi
dapat juga menyerang di usia yang lebih muda bahkan anak-anak dengan kelainan pada sistem
pembuluh darah otak. Upaya pencegahan berupa penangan pra hospital perlu ditekankan. Untuk
itu diagnosis dan penatalaksanaan pasien stroke yang tepat dan komprehensif diperlukan
untukmeningkatkan aspek kesehatan masyarakat.

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab kematian nomor
tiga di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80%
penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke akan
terus meningkat seiring bertambahnya usia.1

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah kegiatan wawancara antara dokter dengan pasien untuk mencari
keterangan tentang penyakitnya. Beberapa pertanyaan yang akan diajukan saat anamnesis adalah
nama, umur, alamat, agama, suku, dan riwayat kesehatan keluarga. Pada pasien ini dilakukan
autoanamnesis dan alloanamnesis oleh karena pasien tidak memiliki kapabilitas untuk berbicara,
sehingga mungkin memerlukan bantuan keluarga atau care giver untuk memberikan keterangan.
Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi:2

1. Identitas Pasien.

Menanyakan kepada pasien :

Nama lengkap pasien, umur,tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan,agama,


pekerjaan,suku bangsa. Berikut data pasien yang didapatkan, berdasarkan skenario:

Nama : Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 63 tahun

Data yang lain harus ditanyakan kepada pasien dengan jelas.

2. Keluhan Utama

2
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. Keluhan utama pasien : Lemah anggota gerak sebelah kiri dan bicara pelo sejak
tadi pagi saat bangun tidur.

Keluhan tambahan yang berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien: Pasien masih
dapat mengangkat tangannya dan memegang gelas tapi tidak dapat berdiri. Tidak ada muntah dan
nyeri kepala.

3. Riwayat Penyakit Sekarang :2


Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat orang sakit atau
sedang melakukan aktivitas. Sehingga perlu ditanyakan beberapa pertanyaan berikut :
- Apakah gejala yang muncul bersifat mendadak?
- Apakah gejala yang terjadi mencakup rasa lemas, baal, diplopia, disfasia, atau jatuh?
- Adakah gejala penyerta seperti nyeri kepala, mual, muntah atau kejang?
- Apakah pasien pernah mengalami jatuh atau trauma kepala sebelumnya? (untuk mencari
tahu apakah terjadi hematoma subdural/ekstradural)
- Sejauh mana disabilitas yang terjadi dan apakah ada efek pada gangguan fungsi sehari-hari?
- Kapan pertama kali terjadi defisit neurologis dan apakah defisit terjadi secara mendadak
atau justru bertahap?
- Apakah pasien memiliki faktor risiko stroke? (kebiasaan merokok, alkohol,
penyalahgunaan narkotika, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus)
- Apakah serangan stroke terjadi saat beristirahat atau justru saat beraktivitas? (stroke
hemoragik seringkali muncul saat penderita beraktivitas, sedangkan stroke tipe
tromboemboli seringkali terjadi saat penderita beristirahat atau setelah bangun tidur)
- Apakah ada anggota keluarga lain yang menderita stroke sebelumnya? 2
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang dialami
oleh pasien?
- Menanyakan apakah ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi , stroke ataupun
diabetes melitus?
5. Riwayat Penyakit Dahulu

3
- Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya? Cari tahu
riwayat penyakit dahulu dari kondisi medis apapun yang signifikan.
- Menanyakan apakah adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan?
6. Riwayat Psikososial
- Menanyakan kepada pasien apakah penyakitnya menganggu/sangat menggangu/tidak
menggangu aktivitas sehari-hari pasien.
- Menanyakan kondisi ekonomi pasien dan keluarga (keuangan), karena stroke memang suatu
penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran orang sakit dan keluarga.
- Menanyakan apakah adanya perubahan hubungan dan peran karena orang sakit mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
- Menanyakan riwayat alkohol, olahraga dan merokok pada pasien.
7. Riwayat Pengobatan/Obat
- Apakah pasien mengkonsumsi antikoagulan (misalnya warfarin)? Atau obat antiplatelet
(misalnya aspirin)? Atau obat-obat trombolitik?2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien stroke dilakukan dengan tujuan untuk:

 Mendeteksi penyebab ekstrakranial dari gejala stroke


 Membedakan stroke dengan penyakit yang menyerupai stroke
 Hasil pemeriksaan digunakan untuk perbandingan derajat defisit pada pasien di kemudian
hari
 Melokalisasi lesi
 Mengidentifikasi ko-morbiditas
 Mengindentifikasi kondisi yang dapat mempengaruhi keputusan terapi, seperti trauma,
perdarahan aktif, dan infeksi yang sedang aktif
Pemeriksaan fisik yang dilakukan harus dapat mewakili seluruh sistem organ mayor,
dimulai dengan memeriksa jalur napas, pernapasan dan sirkulasi pasien serta tanda vital. Pasien

4
dengan kesadaran yang menurun perlu secepatnya dilakukan pemeriksaan jalur napas, untuk
mengetahui apakah jalur napas pasien masih baik. Pasien dengan stroke, terutama yang tipe
hemoragik dapat mengalami perburukan klinis yang cepat. Stroke iskemik, kecuali menyerang
batang otak, biasanya tidak menyebabkan masalah yang bersifat darurat, sebaliknya pasien stroke
perdarahan intraserebral maupun subaraknoid umumnya memerlukan intervensi proteksi jalur
napas dan ventilasi bantuan.3

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pasien stroke, antara lain:


Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan kesadaran umum penderita dan tanda-tanda
vital pasien, yaitu denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan frekuensi pernapasan pasien.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien juga sebelumnya memiliki riwayat
hipertensi yang tidak terkontrol yang ditandai dengan tekanan darah yang tinggi. Penilaian
kesadaran penderita stroke didasarkan pada Glasgow Coma Scale. Aspek penilaian GCS terdiri
dari tiga komponen utama, yaitu kesadaran penderita, orientasi penderita terhadap lingkungan
sekitarnya, serta kemampuan penderita mengikuti perintah dokter. Penilaian GCS ini selanjutnya
dilakukan dengan sistem skoring, yakni dengan rentang skor antara 3-15. Melalui penilaian
skoring GCS ini, maka penderita dapat dikategorikan dalam 3 kelompok kesadaran:
1. Sadar dan orientasi terhadap lingkungan sekitarnya baik serta dapat mengikuti perindah
dokter dengan baik, skornya ialah 15 yang merupakan skor tertinggi dari GCS.
2. Somnolen, sopor, sopor-koma (mengantuk hingga koma), ditandai dengan rentang skor
antara 4-14.
3. Koma (pasien tidak sadarkan diri), ditandai dengan skor terendah yaitu 3.
Pemeriksaan Score
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata
1

5
b. Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, bunyi tanpa arti 2
5) Tidak ada suara 1

c. Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1

Tabel 1. Glascow Coma Scale (GCS) beserta score.4


Penilaian kesadaran ini untuk dapat membantu klinisi untuk membedakan jenis stroke.
Penderita stroke tipe perdarahan biasa datang dengan penurunan tingkat kesadaran yang lebih
nyata dari mengantuk ringan hingga koma. Sebaliknya penderita stroke tipe infark, baik oleh
karena tromboemboli atau karena aterotrombotik biasanya datang dengan kondisi tetap sadar.
Pemeriksaan denyut nadi bertujuan untuk menilai apakah ada kemungkinan aterosklerosis
pada arteri, ketidakteraturan denyut nadi biasanya dikaitkan dengan gangguan irama jantung atau
aritmia yang berpotensi untuk mencetuskan serangan stroke iskemik tipe tromboemboli.
Pemeriksaan tekanan darah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, berguna untuk menilai
adanya hipertensi sebagai salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Namun, hal yang perlu
diperhatikan ialah adanya peningkatan darah sesaat setelah terjadinya stroke tipe perdarahan, yang
disebut sebagai hipertensi freaktif. Hipertensi reaktif ini merupakan bentuk kompensasi tubuh
untuk menjaga agar pasokan oksigen, glukosa dan berbagai nutrisi penting bagi otak tetap optimal
pasca serangan stroke.5

6
Pemeriksaan Leher, Kepala, Jantung dan Ekstremitas
Pemeriksaan kepala dan leher secara teliti bersifat penting. Kontusio, laserasi dan
deformitas dapat mengindikasikan adanya trauma sebagai etiologi dari gejala yang dialami oleh
pasien. Auskultasi dari leher dapat mendeteksi adanya bruit, yang mengindikasikan adanya
kelainan pada karotid sebagai penyebab stroke.
Aritmia jantung, seperti atrial fibrilasi umum ditemukan pada pasien dengan stroke. Stroke
juga dapat muncul dengan ikut menemani beberapa kondisi akut jantung lainnya seperti infark
miokard akut dan gagal jantung akut, oleh karena itu pemeriksaan auskultasi untuk mendengarkan
murmur dan gallop sebaiknya dilakukan.
Diseksi karotis atau vertebrobasiler, dan yang lebih jarang lagi yaitu diseksi aorta thorasika
dapat menjadi penyebab stroke iskemik. Tekanan darah atau denyut nadi yang tidak sama
(unequal) pada ekstremitas dapat mencerminkan keberadaan diseksi aorta.3
Pemeriksaan Fungsi Saraf Pusat / Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan fungsi SSP ini ditujukan untuk menentukan gangguan saraf yang terjadi,
mengetahui lokasi kerusakan saraf dan memperkirakan terapi yang akan dijalankan nantinya oleh
pasien. Sebagai contoh, apabila penderita stroke mengalami gangguan fungsi kognitif, misalnya
kehilangan kemampuan menghitung angka-angka yang sederhana, maka lokasi kerusakan
sarafnya berada di daerah korteks otak, yang bisa jadi disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
dari arteri karotis interna. Jika penderita mengalami gangguan keseimbangan, yakni tidak mampu
mempertahankan posisi tubuh ketika berdiri atau gangguan koordinasi ketika berjalan, kondisi ini
mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi otak kecil atau gangguan sirkulasi pada daerah kapsula
interna.
Pemeriksaan neurologis lain yang patut dilakukan antara lain pemeriksaan saraf kranialis,
fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi otak kecil, gait, refleks tendon dalam, fungsi bahasa serta
status mental. Kesemua hal ini dianjurkan untuk dilakukan sebagai acuan untuk melengkapi data
yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik secara umum.3,5
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
Skala ini merupakan alat yang berguna untuk menilai secara kuantitas kerusakan
neurologis yang terjadi. NIHSS menjadikan pemeriksa secara cepat dapat menentukan tingkat
keparahan dan lokasi paling mungkin dari stroke. NIHSS ini berfokus pada keenam area mayor
dari pemeriksaan neurologis, yaitu:

7
1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi visual
3. Fungsi motorik
4. Sensasi
5. Fungsi otak kecil
6. Bahasa
NIHSS memiliki skala yang berjumlah 42 poin. Pasien dengan stroke ringan umumnya
memiliki skor kurang dari 5. Skor NIHSS yang lebih dari 10 berkorelasi erat dengan sekitar 80%
kejadian oklusi pada pembuluh darah proksimal. Stroke ringan memiliki rentang skor dari 1-4,
stroke sedang memiliki rentang skor dari 5-15, stroke sedang-berat memiliki rentang skor 16-20,
stroke berat memiliki rentang skor 21-42.3

Algoritma dan Penilaian Skor Stroke

Tabel 2. Skor stroke Sirirraj dan skor stroke Gadjah Mada5

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah rutin pada kasus stroke penting dilakukan dengan dua alasan spesifik,
yaitu pertama untukmencari faktor-faktor risiko agar dapat mencegah terjadinya stroke berulang

8
di kemudian hari. Kedua, untuk mencari kemungkinan adanya penyebab lain yang menyebabkan
gejala mirip stroke.

Seperti yang kita tahu, bahwa selain stroke ada beberapa penyebab lain dari kelumpuhan
saraf, penurunan kesadaran, ataupun gangguan berbicara yang menimpa seorang pasien. Penyebab
lain, misalnya karena tumor, DM, atau karena infeksi.

Pemeriksaan darah rutin mencakup pemeriksaan jumlah sel eritrosit, leukosit, trombosit,
jika perlu dapat ditambah pemeriksaan hitung jenis darah dan apus darah rutin. Melalui
pemeriksaan ini dapat diketahui apakah ada leukositosis, trombositosis, polisitemia, penyakit
anemia kelainan sel sabit, leukemia dan sebagainya. Pemeriksaan sedimentasi sel eritrosit
bertujuan untuk mendiagnosis adanya kemungkinan peradangan di pembuluh darah seperti Gian
cell arteritis, Vaskulitis, penyakit SLE dan sebagainya. Pemeriksaan kadar gula darah untuk
menilai ada atau tidaknya diabetes mellitus yang menjadi faktor risiko stroke. Pemeriksaan kadar
lemak untuk menilai apakah terjadi peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, maupun LDL
yang disertai penurunan HDL, sebagai faktor risiko stroke.6

2. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan rutin yang relatif murah dan mudah dilakukan
terhadap penderita stroke. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah ada kelainan irama
jantung dan penyakit jantung yang mungkin diidap sebelumnya, seperti penyakit infark
miokardium. Kelainan irama jantung dapat menjadi faktor risiko pembentukan emboli, yang dapat
menimbulkan stroke tromboemboli. Bagi pasien stroke yang memiliki riwayat aritmia atau infark
miokardium sebelumnya, pemeriksaan EKG mutlak dilakukan.7

3. Head CT Scan (Pilihan Utama/baku emas)

Pada stroke non haemorrhagic terlihat adanya infark sedangkan pada stroke haemorrhagic
terlihat adanya pendarahan. Berikut dapat kita lihat dalam Tabel 1, Gambaran Perbedaan Stroke
Hemoraggik dan Iskemik :

9
Stroke Hemoragik ( Lesi Stroke Iskemik (Lesi
Hiperdens) Hipodens)

Gambar 1. Gambar CT Scan pada Stroke3


Pemeriksaan ini sangat diprioritaskan pada pasien stroke ketika pertama kali tiba di rumah di sakit
sebab:

 Pemeriksaan ini amat sensitif untuk memeriksa stroke tipe iskemik atau perdarahan

 Pemeriksaan ini membutuhkan waktu relatif singkat dibandingkan pemeriksaan MRI yakni
sekitar 20 menit-1 jam.

 Alat pemeriksaan lebih banyak tersedia di beberapa rumah sakit dibanding MRI

 Biaya pemeriksaan juga lebih terjangkau dibanding MRI

Walau begitu, pemeriksaan ini juga memiliki sejumlah kekurangan dibandingkan dengan
pemeriksaan MRI, yaitu: Pada beberapa kasus stroke tipe iskemik, pemeriksaan ini tidak
memberikan hasil yang memuaskan jika dilakukan dalam interval 2-3 jam sejak stroke
berlangsung. Hasil terbaik dari CT-Scan untuk stroke tipe iskemik paling baik setelah melewati 1-
2 hari. Untuk bagian tertentu, seperti otak kecil atau batang otak, pemeriksaan ini dapat
memberikan hasil yang tidak memuaskan. Pemeriksaan ini memberikan efek radiasi yang dapat
merugikan pasien.3,6

4. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan MRI ialah pemeriksaan dengan alat penunjang diagnostik yang canggih. MRI
memanfaatkan gelombang radio dan medan elektromagnetik serta komputer untuk

10
memvisualisasikan beberapa kelainan atau penyakit, seperti tumor, perdarahan di otak, dan
beberapa penyakit degeneratif. MRI memainkan perana penting dalam diagnosis stroke
dikarenakan:

 MRI kadang dapat menunjukkan adanya iskemia serebri stadium awal, sebelum dapat
terlihat oleh CT-Scan sering bila pemeriksaan CT-Scan tetap negatif.

 MRI sering dapat menunjukkan adanya infark pada batang otak, serebelum, atau lobus
temporalis yang tidak terlihat oleh CT-Scan.

 Kemampuan MRI dalam mencari trombosis vena dibanding CT-Scan lebih baik.

 MRI lebih sensitif dalam mencari infark kecil atau lakuner. CT-Scan tetap lebih baik
dibanding MRI dalam fase akut stroke ila sasaran utamanya ialah mencari perdarahan.

 Penyengatan kontras pada MRI kemungkinan berguna dalam menentukan umur suatu
infark dan mencari adanya tumor atau AVM sebagai penyebab stroke.7

5. Pemeriksaan Angiografi
Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada arteri merupakan penyebab terjadinya stroke.
Kelainan yang terjadi pada arteri di otak dapat berupa sumbatan, peradangan maupun penyempitan
dinding arteri. Kelainan yang terjadi di pembuluh darah penderita stroke dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Angiografi merupakan suatu prosedur pemeriksaan, yakni suatu zat warna (cairan
kontras) disuntikkan melalui arteri, kemudian di-rontgen. Hasilnya akan terlihat kondisi pembuluh
darah yang mengalami kerusakan, penyempitan atau tersumbat.
Selain berfungsi untuk kepentingan diagnostik, angiografi juga berguna untuk perencanaan
terapi stroke. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui apakah pembuluh darah yang mengalami
kerusakan dapat dioperasi atau diterapi dengan modalitas terapi lainnya.
Dengan kemajuan yang makin pesat, kini angiografi dapat digabungkan dengan MRI, yang
dikenal sebagai MRA. Pemeriksaan MRA ini amat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan
penyempitan dinding arteri (stenosis) otak terutama pembuluh darah berukuran besar, juga
bermanfaat dalam mendiagnosis adanya aneurisma.6,7
6. Pemeriksaan USG
Dalam praktik sehari-hari, USG dikenal sebagai alat penunjang diagnostik kehamilan,
maupun beragam penyakit yang terdapat di daerah perut. Kini, dengan kemajuan ilmu kedokteran

11
yang pesat, telah dikenal USG Doppler. USG Doppler ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis
berbagai kelainan pada arteri karotis, termasuk penyempitan, peradangan, maupun penyumbatan
dindin arteri sebagai penyebab stroke.
Melalui metode pemeriksaan yang dikenal sebagai USG Transkranial, penyebab stroke
yang disebabkan oleh stenosis arteri karotis interna, arteri serebralis media, maupun arteri basiler
dapat diketahui. Selain itu, pemeriksaan USG transkranial juga bermanfaat untuk mendeteksi
spasme pembuluh darah setelah penderita mengalami stroke perdarahan subaraknoid akibat
pecahnya aneurisma.8

Working Diagnosa

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat


dikatakan bahwa diagnosa penyakit pada bapak ini adalah stroke non hemoragik et causa trombus.9

Stroke menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu gangguan fungsional otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Stroke non-hemoragik atau yang disebut juga sebagai stroke iskemik, biasa disingkat NHS
(non hemorragic stroke) adalah stroke yang terjadi ketika terdapat sumbatan bekuan darah dalam
pembuluh darah di otak atau arteri yang menuju ke otak. Stroke jenis ini adalah yang paling sering
terjadi.

Sebagian kasus stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis otak (75%-80%).
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses okulasi pada satu pembuluh
darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
arteriosklerosis yang mula-mula akan menyempitkan lumen pembuluh darah (stenosis) dan
kemudian dapat berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang menyebabkan terjadinya infark.

Sedangkan trombotik stroke sendiri terjadi akibat adanya pembentukan trombus yang
menyumbat di dinding pembuluh darah umumnya akibat arteriosklerosis. Pada trombotik stroke
biasanya akan disertai dengan hipertensi, waktu kejadiannya cenderung saat malam hari (istirahat),
dan perjalanannya secara progresif bertahap dalam menit sampai jam.10

12
Gambar 2 Gumpalan darah tersekat di arteri dan menghalang perjalanan darah.3

Diagnosis Banding

1. Stroke iskemik et causa emboli

Stroke iskemik et causa emboli atau stroke embolik ialah stroke yang berkembang setelah
oklusi arteri akibat embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang
menyebabkan stroke adalah jantung setelah kejadian infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan
embolus yang merusak arteri karotis komunis atau aorta. Stroke embolik sering juga disebut
sebagai stroke kardioembolik dikarenakan sumber emboli terutama berasal dari jantung, stroke
kardioemboli ini setidaknya bertanggung jawab untuk lebih dari 20% kasus stroke akut. Emboli
dapat muncul dari jantung, dari arteri ekstrakranial, meliputi arkus aorta. Sumber emboli
kardiogenik, dapat oleh karena trombi valvular (pada pasien mitral stenosis atau endokarditis atau
dikarenakan penggunaan katup prostetik), mural trombi (pada pasien infark miokard, fibrilasi
atrium, dilated cardiomyopathy atau pada pasien gagal jantung kongestif yang berat), pasien
rheumatic heart disease, dan pada pasien atrial myxoma. Emboli kadang dapat terlihat pada arteri
di retina. Emboli ini kadang berlabuh di area artero serebri media, seringkali berukuran besar, dan
memiliki outcome yang paling buruk. Stroke emboli cenderung untuk memiliki onset yang
mendadak dan pada neuroimaging dapat didemonstrasikan adanya infark sebelumnya pada
beberapa area vaskuler atau dapat menunjukkan adanya emboli yang terkalsifikasi.
13
Manifestasi klinis yang terjadi pada stroke emboli kurang lebih menunjukkan gejala yang
sama dengan stroke trombotik, perbedaan terdapat pada etiologi dan beberapa gejala spesifik, bila
pada stroke trombotik seringkali didapatkan adanya hipertensi pada pasien, pada stroke emboli
justru tekanan darah pasien cenderung normal. Gejala yang terjadi pada stroke emboli cenderung
lebih mendadak, dan tidak didapatkan riwayat TIA pada vaskuler yang sama. Apabila dilakukan
pemeriksaan jantung, maka akan ditemukan adanya abnormalitas dari jantung yang menandakan
sumber emboli. Stroke trombotik memiliki perjalanan yang progresif bertahap dalam menit-jam,
sedangkan stroke emboli dapat mengalami perbaikan yang cepat tanpa didahului oleh episode
prodromal.6,7

Trombosis Emboli
Episode prodromal dari Biasanya dalam beberapa
Permulaan
pusing detik/menit
Progresif bertahap dalam Terjadinya lebih mendadak
Perjalanan
menit-jam
Tekanan Darah Seringkali ada hipertensi Normal
Cenderung terjadi malam Terjadi siang hari (saat
Waktu Kejadian
hari (istirahat) aktif)
Tabel 3. Perbedaan Stroke Trombosis dan Emboli4
 Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus
strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam
otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi
perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya
disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis
stroke hemoragik:

 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)

14
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah kedalam jaringan
parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10%
dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke
lainnya. Diantara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.7,11

 Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara


lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arachnoidmater) para jaringan yang melindungan
otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh
(aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali
diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang
mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-
satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.6,7,11

Gambar 3 Apabila arteri pecah, darah dipaksa masuk ke dalam tissue otak, merosakkan sel-sel
sehingga bahagian otak itu tidak dapat berfungsi.3

Etiologi

Terdapat dua penyebab utama terjadinya stroke non-hemoragik yang disebabkan oleh
karena thrombosis. Pertama adalah plak artherosklerosis pada arteri besar. Pada gambaran

15
patologis menunjukan bahwa lesi pada otak tidak tersebar pada selutuh pembuluh arteri cerebral.
Kejadian artheriosklerosis paling sering terjadi pada arteri karotis, khususnya pada bifucartio
karotis, siphon, dan middle cerebral artery. Stenosis pada arteri-arteri tersebut >70% berhubungan
dengan peningkatan risiko infark pada bagian distal cerebral.

Vaskulitis adalah kondisi inflamasi pada pembuluh darah yang dapat menyerang
vaskularisasi cerebral. Granulomatous angiitis merupakan suatu vaskulitis yang menyerang arteri
dan arteriol intracranial. Beberapa penyakit autoimun lain seperti giant cell arteritis, systemic
lupus erythematosus (LSE), dan poltarteritis nodosa menyebabkan inflamasi secara sistemik dan
tidak menutup kemungkinan menyerang arteri-arteri cerebral.12

Epidemiologi

Strok merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia lanjut. Insidens pada usia
75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi berusia 55-64 tahun. Di Inggris, strok merupakan penyakit
kedua setelah infark miokard akut sebagai penyebab kematian utama, sedangkan di Amerika strok
masih merupakan penyebab kematian ketiga. Dengan makin meningkatnya upaya pencegahan
terhadap hipertensi, diabetes mellitus dan gangguan lipid, insidens strok di negara-negara maju
makin menurun. Strok non hemoragik merupakan strok yang tersering didapatkan, sekitar 80%
dari semua otak. Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.4

Faktor Resiko
 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
 Usia: kejadian stroke meningkat 2x lipat setiap dekade setelah umur 35-44 tahun.
 Jenis Kelamin: Laki-laki > Wanita
 Genetik: 30% kemungkinan kena stroke
 Ras: Afri-Amerika memiliki kejadian stroke lebih besar dibanding ras kulit putih
 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
 Darah tinggi : Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggilah risikonya.
 Penyakit Jantung
 Merokok
 Serangan strok sementara (TIA)

16
 Obesitas
 Alkoholik

Di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal


kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9%
(umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke
(insidens) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin
memberat. Profil usia dibawah 45 tahun bisa beresiko sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan
usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Setiap tahunnya di Amerika Serikat >690.000 orang dewasa
mengalami stroke iskemik, dan diperkirakan 240.000 orang dewasa mengalami transient ischemic
attack (TIA). Menurut WHO, 15 juta orang di dunia menderita stroke setiap tahunnya. Dari
kesemuanya ini, 5 juta orang akan meninggal,dengan 5 juta lainnya akan mengalami cacat
permanen.2,4

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat
trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan karena
trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara klinis,
patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak dapat
dibedakan sama sekali. Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam
pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup)
arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris.
Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri
yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.5

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic attack).
Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang mengalami
gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi
pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa
jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan
apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi secara
serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun.

17
Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat
juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini
kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit
(RIND).5

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah (termasuk sistem arteri
karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari
metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik, maka gambara EEG
akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak terhenti, bila lebih dari 5 menit maka
kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.1,8

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+, K+, ATP-ase, sehingga membran
potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraseluler, sementara ion Na dan Ca berkumpul
didalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran
depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila mentap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera
apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah
berkurang hingga dibawah 10 ml/100 gram/menit.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-
enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai
dengan pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh
karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi
sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan iskemia di
suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal
berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini:

18
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi
dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul
adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbil dapat berupa hemiparesis yang
menghilang sebelum 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskema lebih luas. Penurunan CBF regional lebih
besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi
neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada
pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND
(reversible ischemic neurologic deficit).
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini
timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat
iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemia (ischemic core) terlihat sangat pucat karena CBF-nya
paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa aliran 8
darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan
mengalami nekrosis.
2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi
dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan
berwarna pucat. Keadaan ini disebut ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
3. Daerah disekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi, dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut sebagai daerah yang perfusi
berlebihan (luxury perfusion).
Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke, karena
masih terdapatnya struktur selular neuron yang masih hidup dan reversibel apabila dilakukan

19
pengobatan yang cepat. Usaha pemulihan daerah penumbra dilakuka dengan reperfusi yang harus
tepat waktu supaya aliran darah kembali ke daerah iskemik tidak terlambat. Komponen waktu ini
disebut sebagai jendela terapeutik (therapeutic window) yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel
neuron penumbra.9,10

Manifestasi Klinis

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran
darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi
pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan
kesadaran, kesadaran seseorang dapat dinilai dengan menggunakan skala koma Glasgow.

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan motorik (hemiparesis), sensorik


(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur,
gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa,
orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sindrom
serebelar):

1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan
jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri.
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya. Asinergia
adalah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak gerakan.
Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan
kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi.
Disdiadokokinesis tidak bisa bergerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi
dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan.
4. Ataksia, berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpang siur dan kedua kaki
ditelapakannya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak
bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.

Gejala stroke yang muncul sangat bergantung pada bagian otak yang terganggu. Gangguan
pembuluh darah otak yang memberikan pasokan darah ke lobus frontal dan parietal akan

20
memberikan gejala kelemahan anggota gerak dan gannguan rasa (misalnya kebas di separuh
anggota gerak). Stroke yang menyerang cerebellum memberikan gejala pusing berputar (vertigo).

Secara umumnya:

1) Kelumpuhan anggota gerak: Rasa semut-semut dan kebas secara tiba-tiba pada sebahagian
badan, rasa lemah, kebas atau lumpuh bahagian muka, kaki atau tangan secara tiba-tiba,
Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
2) Wajah perot.
3) Gangguan bicara : pelo/afasia karena kelumpuhan saraf otak nomor 12 atau lobus fronto-
temporal di otak, celaru/keliru, susah bertutur atau memahami pertuturan orang secara tiba-
tiba.
4) Pusing berputar/vertigo: Sukar berjalan, pusing atau hilang imbangan atau koordinasi secara
tiba-tiba.
5) Nyeri kepala: Sakit kepala yang kuat tanpa sebab tertentu.
6) Penurunan kesadaran.
7) Perubahan tingkah laku.
8) Penurunan tajam penglihatan: Penglihatan kabur tiba-tiba pada sebelah mata atau kedua-dua
mata, gangguan lapang pandang, penglihatan ganda.
9) Gangguan menelan.
10) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
11) Pergerakan yang tidak biasa.
12) Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.6

Tatalaksana

Tujuan utama dari terapi stroke iskemik akut ialah untuk mempertahankan jaringan yang
ada di dalam iskemik penumbra, dimana perfusi berkurang namun tetap dapat bisa bertahan
terhadap infark. Jaringan yang mengalami kekurangan darah ini dapat dipertahankan dengan
mengembalikan aliran darah dan mengoptimalisasi aliran kolateral. Strategi rekanalisasi
mencakup pemberian recombinant tissue-type plasminogen activator (rt-PA) secara intravena dan
intra-arterial dilakukan untuk tujuan revaskularisasi ini sehingga sel di dalam area penumbra dapat
diselamatkan sebelum terjadi kerusakan yang ireversibel.

21
Stroke iskemik ialah sebuah keadaan kegawatdaruratan oleh karena itu seluruh pasien
dengan stroke iskemik akut harus segera dilarikan ke rumah sakit dalam kurun waktu 3 jam setelah
onset strokenya dimulai.3

Farmakologi:

Anti-platelet agents

Antiplatelet seperti aspirin, klopidogrel dan kombinasi dari extended release dipiridamol
ditambah aspirin memainkan peranan penting dalam prevensi sekunder kejadian aterotrombotik.
Terapi ini terbukti efektif untuk mengurangi risiko kejadian stroke berulang dan lebih
direkomendasikan daripada warfarin untuk stroke non-kardioemboli.

1. Aspirin

Mekanisme dari aspirin ini ialah dengan inhibisi ireversibel dari fungsi platelet melalui
inaktivasi dari siklooksigenase. Meta-analisis sudah memnunjukkan bahwa aspirin dapat
mengurangi kombinasi risiko stroke, infark miokard, dan kematian vaskular sebanyak 25%. FDA
USA merekomendasikan penggunaan aspirin dengan range dosis dari 50 mg – 325 mg/ hari. Efek
samping utama aspirin ini ialah rasa tidak nyaman pada lambung. Perdarahan GI dapat terjadi pada
1-5% kasus.5

2. Simvastatin

Obat ini adalah golongan statin yang berfungsi untuk menurunkan kadarkolestrol dalam
darah. Kolestrol LDL mudah menggumpal dan menempel pada dinding pembuluh darah. Dalam
kondisi ini, plak dapat terbentuk sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Obat ini
diberikan dengan dosis dewasa 10-20 mg satu kali sehari (dosis awal).

Anticoagulant

1. Warfarin

Warfarin menghambat gamma-karboksilasi dari faktor pembekuan yang terikat vitamin K


yaitu faktor II, VII, IX, dan X. Warfarin diindikasikan untuk prevensi primer dan sekunder pada
pasien tanpa fibrilasi atrium. Warfarin juga dindikasikan untuk prevensi pada pasien stroke dengan
penyakit jantung rematik, katup jantung prostetik, dan pasien dengan risiko tinggi emboli yang

22
bersumber dari jantung. Terapi dengan antikoagulan ini dilakukan dengan menyuntikkan secara
intravena heparin, dengan targert INR 2,0-3,0 untuk masa protrombinnya. Dosis awalnya ialah 2-
5 mg IV tiap hari selama 2 hari, kemudian cek INR setelah 2 hari dan atur ulang dosis sesuai
dengan hasil. Dosis rumatan berkisar antara 2-10 mg/hari.9

Thrombolytics

1. Alteplase
Penggunaan trombolitik digunakan sebagai penanganan akut dari infark miokardium,
stroke iskemik akut dan emboli paru. Trombolitik atau juga dapat disebut sebagai fibrinolitik ini
digunakan untuk mengubah plasminogen menjadi plasmin yang akan memulai proses fibrinolisis
dengan berikatan dengan fibrin di dalam bekuan. Terapi fibrinolitik dengan rTPA ini secara umum
memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna.
Pemberian fibrinolitik ini merupakan rekomendasi kuat yang diberikan sesegera mungkin setelah
diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan, dengan sejumlah kriteria inklusi dan eksklusinya.
Pemberian dilakukan secara intravena 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60 menit dengan 10%
dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit.5,7,8

Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah
penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur
bekuan darah. Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan
cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi
obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke. Pada completed stroke, beberapa
jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat
mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Pengangkatan
sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack,
ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang.

Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi pembengkakan dan
tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid.
Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk
mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi
kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena

23
penekanan. Aspirin 300 mg sehari sekali harus diberkan begitu diagnosis pasti stroke iskemik
ditegakkan.7

Dapat diberikan juga antihipertensi bila MAP <130, yaitu captopril 12,5 mg atau lisinopril
5 mg, lalu tensi dicek setiap 8 jam, bila MAP tetap tinggi diberikan kembali Captopril 12,5 mg
atau Lisinopril 5 mg. Hal ini dilakukan hingga 2x24 jam.

Komplikasi

Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam
sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut:

1. Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian kejang
umumnya memperberat defisit neurologik.
2. Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Pentalaksanaannya membutuhkan
analgetik dan kadang antiemetik.
3. Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke
batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
4. Darah beku: darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh, terutama pada kaki
sehingga menyebabkan pembengkakan yang menggangu. Selain itu, pembekuan darah
juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru (emboli paru-paru)
sehingga penderita sukit bernapas dan dalam beberapa kasus sering mengalami kematian.
5. Memar (dekubis): Jika penderita stroke menjadi lumpuh, penderita harus sering
dipindahkan dan digerakkan secara teratur agar bagian pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit
tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur. Bila luka-luka tidak dirawat, bisa terjadi
infeksi. Keadaan ini akan menjadi semakin buruk bila penderita dibiarkan terbaring di
temapat tidur yang basah karena keringat.
6. Otot mengerut dan sendi kaku: Kurang gerak akan menyebabkan sendi menjadi kaku dan
nyeri. Misalnya, jika otot-otot betis mengerut, kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan
tumit menyentuh lantai. Hal ini biasanya ditangani dengan fisioterapi.
7. Pneumonia (radang paru): Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke
membuat pasien mungki mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering

24
terbatuk-batuk sehingga cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya dapat terjadi
pneumonia.
8. Nyeri pundak: Otot-otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi-sendi pundak akan
mudah cedera pada waktu penderita diganti pakaiannya, diangkat, atau ditolong untuk
berdiri. Untuk mencegahnya, biasanya tangan yang terkulai ditahan degan sebilah papan
atau kain khusus yang dikaitkan ke pundak atau leher agar bertahan pada posisi yang benar.
Bila anda menolong penderita stroke untuk berdiri, lakukan dengan cara yang benar agar
tidak membuat otot-otot daerah tersebut terbebani terlalu berat.6,7

Pencegahan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolestrol dan lemak dalam makanan. Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, penyakit vaskuler aterosklerotik lainnya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan
olahraga teratur.

Pencegahan sekunder mengacu kepada strategi untuk mencegah kekambuhan stroke


dengan cara memodifikasi gaya hidup yang beresiko seperti hipertensi dengan diet dan obat
antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit
jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat
antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.9,10

Prognosis
Prognosis thrombosis cerebri ditentukan oleh lokasi dan luasnya infark, juga keadaan
umum pasien. Umumnya makin lambat penyembuhannya, maka semakin buruk prognosisnya.
Pada emboli cerebri, prognosis ditentukan juga dengan adanya emboli dalam organ-organ yang
lain. Bila pasien dapat mengatasi serangan yang akut, prognosis kehidupannya baik. Dengan
rehabilitasi yang aktif, banyak penderita dapat berjalan lagi dan mengurus dirinya.8,9

Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit
1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Pasien yang
selamat dari periode akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap

25
tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke
meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.1

Kesimpulan

Dari kasus yang ada, setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang dapat diketahui bahwa pasien tersebut terdapat keluhan seperti lemah anggota gerak
unilateral, bicara pelo saat bangun tidur pagi hari dan juga terdapat hipertensi maka dapat
dikatakan bahwa pasien tersebut mengalami stroke iskemik yang disebabkan karena adanya
trombus. Faktor kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis dan mentalaksana penderita stroke
sangat menentukan keberhasilan terapi, prognosis, dan kemungkinan komplikasi yang diderita
pasien.

Daftar Pustaka

1. Dewanto G, Sumono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.
3. Jauch EC. Ischemic stroke. Medscape 2013 Dec 03. Diakses tanggal 05 Januari 2017.
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview
4. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid Ke-I. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.
5. Wahyu GG. Stroke hanya menyerang orang tua. Jakarta: Bentang Pustaka; 2009.
6. Dewanto J, dkk. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC. 2009.
7. Anderson D, Larson D, Bluhm J, Charipar R, Fiscus L, Hanson M, Larson J, Rabinstein A,
Wallace G, Zinkel A. Institute for Clinical Systems Improvement. Diagnosis and Initial
Treatment of Ischemic Stroke. Updated July 2012.
8. Hartono, Suwono WJ. Buku saku neurologi. Jakarta: EGC; 2008.
9. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang. Gangguan peredaran darah otak. Dalam:
Kapita selekta neurologi. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
10. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. McGraw: Hill Companies; 2008.

26
11. Rizaldy P, Laksmi A. Awas stroke! Pengertian, gejala, tindakan, perawatan, dan
pencegahan. Edisi 1. Yogyarkata : Penerbit ANDI; 2010.
12. Maas MB, Safdieh JE. Ischemic stroke: Pathophysiology and principles of localization.
Northwestern University; 2009.

27

Anda mungkin juga menyukai