Anda di halaman 1dari 18

Pediatr Radiol (2017) 47:1237–1248

DOI 10.1007/s00247-017-3868-z
Minisimposium: Pencitraan Tuberkulosis Anak

Interpretasi Radiografi Standar Toraks Tuberkulosis pada Anak-Anak


Nathan David P. Concepcion & Bernard F. Laya & Savvas Andronikou &
Pedro A. N. Daltro & Marion O. Sanchez & Jacqueline Austine U. Uy &
Timothy Reynold U. Lim

ABSTRAK
Terdapat kekurangan dari pendekatan standar dan terminologi untuk mengklasifikasikan beragam
manifestasi spektrum dalam tuberkulosis. Penting untuk mengetahui perbedaan klinis dan pola radiografi
untuk memandu pengobatan. Sebagai hasil dari perubahan epidemiologi, terdapat tumpang tindih antara
presentasi radiologis dari tuberkulosis primer dan tuberkulosis post-primer. Dalam artikel ini kami
mempromosikan standar pendekatan dalam klasifikasi klinis dan radiografi untuk anak-anak yang diduga
memiliki atau didiagnosis dengan tuberkulosis anak. Kami mengusulkan istilah standar untuk mengurangi
kebingungan dan miskomunikasi, yang dapat mempengaruhi pengelolaan. Sebagai tambahan, kami
menyajikan kesulitan dan batasan dalam pencitraan.
Kata kunci: Anak-anak, computed tomography, fokus ghon, tuberkulosis progresif, radiografi,
tuberkulosis

PENDAHULUAN
Banyak artikel yang telah diterbitkan mengenai tuberkulosis pada anak namun masih terdapat
kekurangan dalam pendekatan standar dan termniologi untuk mengklasifikasikan spektrum beragam
manifestasi pada tuberkulosis. Penting untuk mengetahui perbedaan klinis dan pola radiografi karena
pengelolaan pada setiap kondisi bervariasi. Klasifikasi manifestasi penyakit yang umum bagi semua
orang akan membantu memfasilitasi komunikasi dan pemahaman diantara komunitas ilmiah.
Umumnya perubahan patologi pada tuberkulosis anak adalah pauci-bacillary, dan dengan
demikian diagnosis pada tuberkulosis intratoraks bergantung pada pencitraan dada[1]. Tuberkulosis paru-
paru telah secara klasik diklasifikasikan sebagai tuberkulosis primer pada anak dan tuberkulosis post-
primer pada orang dewasa. Namun, karena perubahan epidemiologi terdapat tumpang tindih pada
presentasi radiologi dari entitas ini[2].
Dalam artikel ini kami mempromosikan gabungan klinis standar dan pendekatan radiografi untuk
anak-anak yang diduga atau didiagnosis dengan tuberkulosis anak. Kami mengusulkan istilah standar
untuk mengurangi kebingungan dan miskomunikasi, yang dapat mempengaruhi pengelolaan. Selain itu,

1
kami menyajikan kesulitan dan keterbatasan pencitraan dalam diagnosis tuberkulosis anak. Pola radiologi
atipikal biasanya terlihat pada anak dengan imunokompromised, namun tidak dibahas pada artikel ini.

Kategori Klinis untuk Intratoraks Tuberkulosis pada Anak[3-5]


Tuberkulosis intratoraks telah diklasifikasikan berdasarkan klinis, laboratorium dan bukti
radiologis. Pada anak harus setidaknya terdapat satu tanda atau gejala yang menunjukkan tuberkulosis
namun tanpa adanya etiologi lain. Tanda dan gejala ini termasuk salah satu dari (a) batuk yang menetap;
(b) penurunan berat badan/kegagalan untuk berkembang; (c) demam menetap tanpa sebab yang jelas, atau
(d) letargi persisten yang tidak dapat dijelaskan atau pengurangan aktivitas. Bagian berikut adalah definisi
yang telah diusulkan untuk menunjukkan tingkat kepastian diagnosis tuberkulosis.

Confirmed Tuberculosis
Tuberkulosis dikonfirmasi ketika kultur spesimen (mis. seperti sputum, aspirasi
nasofaring/lambung, cairan pleura) positif atau ketika hasil pemeriksaan Xpert MTB/RIF – tes cepat yang
secara bersamaan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberkulosis dan resistensi terhadap rifampisin – dari
spesimen apapun adalah positif.
Xpert MTB/RIF tidak hanya sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis tuberkulosis paru
mikobakterial tapi juga efektif dalam mendeteksi resistensi pada rifampisin[6,7]. World Health
Organization (WHO) pada tahun 2013[8] sangat merekomendasikan menggunakan Xpert MTB/RIF
dibandingkan dengan menggunakan mikroskopik konvensional, tes kultur, dan tes kerentanan obat
sebagai awal tes diagnostik pada anak yang diduga memiliki tuberklosis multidrugresisten atau Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang terkait dengan tuberkulosis. Tes ini juga dapat digunakan (dengan
syarat rekomendasi) daripada mikroskop konvensional dan tes kultur sebagai tes diagnostik awal pada
semua anak yang diduga menderita tuberkulosis.

Probable Tuberculosis
Anak-anak dalam kategori ini memiliki radiografi dada yang menunjukkan temuan yang
konsisten dengan penyakit tuberkulosis intratoraks, dan setidaknya terdapat salah satu dari hal berikut:
a) Respons klinis positif terhadap terapi anti-tuberkulosis
b) Paparan/kontak dekat dengan pasien yang diketahui mengidap tuberkulosis
c) Tes tuberkulin positif atau pelepasan interferron gamma assay

2
Possible Tuberculosis
Terdapat dua skenario pada kategori ini. Pertama adalah ketika radiografi paru tidak konsisten
dengan penyakit tuberkulosis tapi setidaknya memiliki salah satu kriteria diagnosis yang telah disebutkan
tadi. Kemungkinan yang lain adalah ketika radiografi dada konsisten dengan penyakit tuberkulosis tapi
tidak memiliki satupun kriteria diagnosis yang ditelah disebutkan tadi.
Beberapa anak simtomatik namun memiliki temuan radiografi dada yang tidak konsisten dengan
penyakit tuberkulosis dan tidak memiliki satupun kriteria diagnostik yang disebutkan dalam probable
tuberculosis. Anak-anak ini dikategorikan sebagai kemungkinan bukan tuberkulosis jika tidak ada
diagnosis alternatif yang dibuat atau bukan tuberkulosis jika terdapat diagnosis alternatif yang dibuat
seperti penyakit jantung, aspirasi benda asing atau asma. Mereka yang terpajan atau memiliki kontak
dekat dengan penderita yang mengalami tuberkulosis namun asimptomatik dan memiliki hasil tuberkulin
yang negatif dan radiografi dada, dianggap terpajan tuberkulosis. Tidak diperlukan perawatan untuk anak-
anak ini.
Infeksi tuberkulosis dan penyakit tuberkulosis harus dibedakan karena perawatan untuk dua
entinitas ini berbeda. Kami mengusulkan definisi sederhana. Ketika anak memiliki hasil tes tuberkulin
positif namun tidak menunjukkan adanya gejala probable tuberculosis dan memiliki hasil radiografi dada
yang normal, ini bisa diklasifikasikan sebagai infeksi tuberkulosis dan dapat di obati menggunakan satu
obat atau one-drug therapy[9]. Namun ketika temuan pada radiografi dada konsisten dengan tuberkulosis,
hal ini bisa dianggap sebagai penyakit tuberkulosis dan setidaknya harus menggunakan 3 obat[9-11].
Dibagian selanjutnya kami akan mendiskusikan temuan radiografi dada yang konsisten dengan penyakit
tuberkulosis pada possible atau probable tuberculosis.

Penyakit Tuberkulosis Paru Primer


Rute utama infeksi Mycobacterium tuberkulosis adalah melalui inhalasi[1]. Infeksi dimulai ketika
droplet yang terinfeksi diendapkan di terminal jalan napas atau alveoli, diikuti dengan inflamasi parenkim
terlokalisasi atau proses pneumoni yang disebut sebagai fokus primer (Ghon). Kemudian menyebar
melalui saluran limfe, biasanya menuju ke pusat ipsilateral atau kelenjar getah bening regional, yang
kemudian membesar. Lobus atas menuju ke kelenjar ipsilateral paratrakeal, sedangkan sisa paru lainnya
menuju ke kelenjar perihilar. Fokus parenkim dan pembesaran kelenjar getah bening disebut sebagai
primer (Ranke atau Ghon) kompleks[1, 2, 12-17] (Gbr. 1 dan 2).

3
Gambar. 1 Diagram fokus Ghon (kuning) dan limfadenopati yang terkait (hijau). Inilah yang disebut kompleks
primer.

Gambar 2. Rontgen dada pada anak perempuan berusia 5 tahun dengan penyakit tuberkulosis primer. Pandangan
anteroposterior (a) dan lateral (b) menunjukkan opasitas lobus tengah (tanda bintang) dengan limfadenopati hilar
kanan (tanda panah)
Inkubasi bisa sampai 6 minggu pasca pajanan, selama radiografi dada normal. Setelah 1-3 bulan
pasca pajanan, adenopati hilar atau mediastinum dapat divisualisasikan pada 50-80% kasus[18-20].
Tuberkulosis primer mencerminkan konversi pasien dari ketidakpekaan menjadi memiliki antigen dari
basil tuberkel[2, 14].
Limfadenopati regional (perihilar atau paratrakeal) adalah ciri dari radiologis infeksi primer pada
anak-anak[1, 13] (Gbr. 3 dan 4). Diperlukan pandangan anteroposterior dan lateral untuk memvisualisasikan
kelenjar getah bening yang optimal[13, 21], tetapi tetap sulit untuk memvisualisasikan pembesaran kelenjar
getah bening dengan pasti[1,22]. Tempat yang paling umum kelenjar terlibat adalah pada bagian kanan
paratrakeal dan regio hilar[13, 17]. Prevalensi terhadap adenopati menurun seiring dengan bertambahnya
usia; 100% pada anak-anak usia <3 tahun dan 88% pada anak yang lebih tua. Prevalensi keterlibatan
parenkim dapat terdeteksi pada radiografi, namun, secara signifikan lebih rendah pada anak <3 tahun (51
%) jika dibandingkan dengan anak yang lebih tua (78 %)[13].

Jika anak imunokompeten, lesi sembuh dan menjadi aktif, sementara itu masih terus
menyebabkan stimulasi antigenik untuk pemeliharaan terhadap hipersensitif terhadap antigen
tuberkulosis. Dengan demikian tuberkulin tes positif pada 95% kasus. Hal ini disebut sebagai infeksi
tuberkulosis yang laten. Nekrosis kasesosa pada fokus Ghon dan getah bening yang terinfeksi sering

4
mengalami kalsifikasi[1, 2]. Kalsifikasi dapat terjadi dari 6 bulan sampai 4 tahun setelah terinfeksi, terjadi
lebih awal pada anak-anak berusia muda[1]. Fokus parenkim, disebut tuberkuloma paru (Gbr. 5), yang
diidentifikasi secara radiografi, mewakili granuloma ovoid yang terdefinisi dengan jelas, soliter atau
multipel, ukurannya dimulai dari diameter 0,4 cm sampai 5 cm[2, 23]. Anak dengan infeksi tuberkulosis
laten dapat diobati dengan pengobatan one-drug therapy asalkan tidak ada pengobatan sebelumnya.
Jika imunitas tidak adekuat, penyakit ini akan berkembang secara lokal atau dibagian paru
lainnya atau tubuh, dengan penyebaran infeksi melalui saluran udara, limfatik atau aliran darah[15, 16]
.
Penyakit tuberkulosis yang aktif secara klinis dapat berkembang dalam 5 tahun setelah infeksi. Ini disebut
sebagai tuberkulosis progresif primer[2, 24].

Gambar 3. Gambaran limfadenopati terisolasi (hijau)


Penyakit Tuberkulosis Progresif Primer
Perkembangan dari infeksi ke penyakit biasanya terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi
primer pada 90% kasus. Ini adalah distribusi bimodal, dimana pada anak-anak usia <5 tahun dan remaja
memiliki resiko yang meningkat[1, 17, 25]
. Perkembangan penyakit dini dapat terjadi 2-6 bulan setelah
terpajan, pada saat itu konsolidasi homogen dapat terjadi (Gbr. 6). Atelektasi obstruktif atau inflasi
berlebih dapat dihasilkan dari kompresi oleh kelenjar besar yang berdekatan. Biasanya distribusi berada
pada bagian kanan lobus bronkus atau brokus intermedius. Fibrosis dan kerusakan parenkim paru
menyebabkan bronkiektasi dan pembentukan traksi rongga (Gbr. 7), secara sendiri-sendiri[2]. Hal ini
dikenal sebagai progresif fokus Ghon[18-20].
Tiga mekanisme yang mungkin terlibat didalam pembentukan rongga: (1) penyebaran penyakit
primer progresif dengan rongga paru yang luas dan bilateral, (2) rongga yang disebabkan oleh obstruksi
bronkial oleh kelenjar getah bening atau (3) tuberkulosis post-primer menunjukkan rongga yang biasanya
tunggal dan unilateral pada bagian lobus atas. Mereka memiliki angka insiden yang sama[26].
Kelenjar getah bening dapat terus membesar 4-12 bulan pasca pajanan dan dapat menyebabkan
perkembangan penyakit yang mempengaruhi saluran udara, pleura dan perikardium, dimana akan dibahas

5
pada bagian selanjutnya. Pada CT yang menggunakan kontras, kelenjar limfe yang terlibat sering
berukuran lebih dari 2 cm dan menunjukkan karakteristik yang sangat, tapi tidak patognomik, rim sign
[17, 22, 27]
yang terdiri dari pusat densitas rendah dikelilingi oleh rim periferal yang meningkat (Gbr. 6).
Esofagus, saluran limfatik dan saraf frenikus mungkin juga terpengaruh, menghasilkan fistula
trakeoesofageal, chylothorax dan diaphragmatic palsy, secara sendiri-sendiri [1, 18-20]. Penyebaran
milier secara secara hematogen dapat juga terjadi pada tahap ini.

Gambar 4. Radiografi dada pada anak laki-laki berusia 1 tahun dengan penyakit tuberkulosis primer dan
limfadenopati. Pandangan anteroposterior (a) dan lateral (b) menujukkan limfadenopati hilar (tanda panah) pada
bagian kanan tanpa kelainan paru ipsilateral. Retrokardiak opasitas pada bagian kiri (tanda bintang) di catat

Gambar 5. Fokus Ghon pada anak laki-laki berusia 7 tahun. a. Radiografi dada posisi anteroposterior menunjukkan
fokus Ghon (tanda panah) pada bagian bawah lobus kanan. b. CT-Scan dada menunjukkan fokus, yaitu klasifikasi
(tanda panah)

Gambar 6. Penyakit tuberkulosis progresif primer pada anak laki-laki berusia 15 bulan. Gambar CT dengan kontras
aksial menunjukkan fokus Ghon progresif (tanda bintang) pada bagian lobus kanan bawah dan progresif hilar
limfadenopati (tanda panah). Pembesaran nodus limfa dengan karakteristik nekrosis sentral dengan
Gambaran nodus limfa yang membesar menunjukkan nekrosis sentral karakteristik dengan peningkatan perifer (rim
sign)

6
Gambar 7. Diagram menunjukkan progresif fokus Ghon (lingkaran) dengan rongga dan konsolidasi lobus terkait

Tuberkulosis Milier
Tuberkulosis milier terlihat pada 8% kasus[25], biasanya pada kelompok usia yang lebih muda
karena fungsi kekebalan tubuh yang belum matang[28]. Ini adalah infeksi akut yang disebarluaskan secara
hematogen dengan nodul non-kalsifikasi ≤2 mm yang tak terhitung banyaknya tersebar di kedua paru-
paru [1, 2, 18-20, 28-30] (Gbr 8 dan 9). Tidak ada temuan patognomik untuk tuberkulosis kecuali untuk
tuberkolosis milier[28], dan itu dapat dilihat pada penyakit primer dan post-primer[2].

Pada 25-40% kasus, foto thoraks awalnya terlihat normal[1, 30]. CT lebih sensitif untuk penyakit
milier sebelum menjadi jelas secara radiogafi. Nodul kecil dapat tajam atau didefinisikan dengan buruk,
dan terlihat dalam distribusi acak yang tersebar, sering dengan penebalan septum intra- dan
interlobular[16].

Gambar 8. Diagram tuberkulosis milier (titik putih) dengan limfadenopati (hijau)

Gambar 9. Tuberkulosis milier pada anak laki-laki berusia 14 tahun. a, b fokus radiografi dada anteroposterior (a)
dan CT aksial dengan kontras-ditingkatkan (b) lobus atas menunjukkan disktit nodul dengan jumlah yang banyak (2
mm) atau dengan ukuran yang lebih kecil

7
Tuberkulosis Limfobronkial/Limfotrakeobronkial

Keterlibatan limfobronkial atau limfotrakobronkial adalah komplikasi pada 2-4% kasus


tuberkulosis[2,31]. Limfadenopati terlihat pada foto thoraks pada 63-95%[26] dan pada CT hingga 96-100%
dari kasus tuberkulosis trakeobronkial[32, 33]. Kompresi pembesaran nodul yang berdekatan dengan trakea
atau bronkus, menyebabkan penyempitan luminal dan mengakibatkan hiperinflasi paru dari obstruksi
parsial dengan check-valve effect (Gbr. 20), atau atelektasis yang disebabkan karena obstruksi total (Gbr.
11 dan 12). Kelenjar-kelenjar ini selanjutnya mengikis, melubangi dan membuang bahan kaseosa ke
saluran udara yang bermanifestasi sebagai pneumonia obstruktif[1, 2, 13, 14, 17-20, 33-36]. Limfogenik dan
hematogen yang menyebar ke saluran udara besar juga telah dilaporkan[2].
Manifestasi radiografi pada tuberkulosis limfotrakeobronkial tidak spesifik, dan radiografi dada
normal tidak mengesampingkan keterlibatan jalan napas. Keterlibatan pada saluran napas pusat dapat
dengan mudah terlewatkan pada radiografi. Segmental persisten atau lobus kolaps, lobus hiperinflasi dan
pneumonia obstruksi dapat terlihat sebagai komplikasi pada kompresi saluran napas[31, 33].
Peningkatan dan pembesaran (biasanya >2 cm) pada pendekatan mediastinal kelenjar getah
bening adalah temuan umum pada CT dalam stadium aktif stenosis. Pembesaran kelenjar getah bening
biasanya diidentifikasi dalam subkranial[37], paratrakeal dan regio perihilar (infrahilar) yang berbatasan
erat atau mengompresi saluran udara[33].
Jalan nafas yang paling sering terlibat adalah bronkus intermedius, diikuti dengan bronkus utama
kiri dan trakea[37]. Penyempitan bronkial bisa halus atau tidak teratur, dengan penebalan mural[33, 38].
Penyempitan bronkial halus disebabkan oleh kompresi dari kelenjar yang berdekatan, dan penyempitan
korelasi yang tidak teratur dengan penyimpangan mukosa yang signifikan, kaseasi, pembentukan
granuloma atau bahkan perforasi[33].
Infiltrat obstruktif dapat diserap atau diklasifikasi, fibrosa dengan bronkiektasis traksi (Gbr. 13)
atau menyebabkan destruksi paru[2]. Sering terdapat peradangan berlebihan, yang dapat menghasilkan
konsolidasi alveolar yang padat dan akhirnya menyebabkan kerusakan parenkim[1]. Bronkostenosis
cicatricial dapat bermanifestasi sebagai penyempitan konsentris, penebalan dinding yang seragam, dan
keterlibatan segmen bronkial yang panjang setelah penyembuhan[31].

Gambar 10. Diagram tuberkulosis limfobronkial dengan parsial obstruksi pada bagian lobus bawah bronkus oleh
pembesaran kelenjar getah bening (hijau) dan hiperinflasi lobus sekunder (biru)

8
Gambar 11. Diagram tuberkulosis limfobronkial dengan obstruksi total oleh pembesaran kelenjar getah bening
(hijau) pada bronkus utama kanan, menghasilkan atelektasis paru kanan

Gambar 12. Penyakit limfobronkial tuberkulosis progresif primer pada anak laki-laki berusia 6 tahun. a. Radiografi
dada anteroposterior menunjukkan paru kiri kolaps, b. CT volume yang diberikan menunjukkan oklusi pada
mainstem bronkus kiri yang disebabkan karena penyakit limfobronkial

Gambar 13. Diagram bronkiektasis (beaded black lumina) sebagai komplikasi dari tuberkulosis. Catat pembesaran
kelenjar getah bening (hijau)

Penyakit Tuberkulosis Pleura

Selain keterlibatan ekstrapulmonal, yaitu dari getah bening adalah pleura[25]. Prevalensinya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Efusi pleura (Gbr. 14 dan 15) paling sering terjadi karena
hasil dari obstruksi drainase limfatik atau reaksi hipersensitivitas daripada penempatan langsung ke dalam
pleura. Ini menjelaskan mengapa sebagian besar cairan kultur pleura negatif[28]. Penyebaran ke pleura
juga mungkin berasal dari granuloma kaseasing dekat pleura atau melalui hematogen diseminasi[2].
Sebagai komplikasi dari tuberkulosis primer, keterlibatan pleura paling sering diamati pada anak-
anak yang lebih tua dan remaja. Hal ini bisa terjadi 3-6 bulan setelah terinfeksi dan kadang-kadang
asimptomatik[2]. Ini juga biasanya bersamaan dengan penyakit parenkim atau nodal[39]. 29% efusi pleura
dikaitkan dengan konsolidasi ruang udara dan bisa menjadi bilateral atau terlokalisasi pada 6% kasus[17].

9
Hal ini biasanya dapat sembuh dengan sendirinya dan prognosis dari penyakit ini baik. Kalsifikasi pleura
residual muncul pada beberapa kasus[2].
Efusi dapat berkomplikasi menjadi efusi eksudatif, emfiema atau infiltrasi pada duktus toraks[18-
20]
. CT-scan dengan peningkatan kontras dapat menunjukkan penebalan visceral yang halus dan parietal
pleura (“split-pleura” sign)[40]. Airfluid level pada ruang pleura menunjukkan adanya fistula
bronkopleural[41]. Emfiema juga bisa menyebar diluar pleura parietal untuk menghasilkan abses subkutan
yang disebut emfiema nesesitatis[42].

Gambar 14. Diagram efusi pleura sebagai komplikasi tuberkulosis

Gambar 15. Efusi pleura dan keterlibatan jantung pada anak perempuan berusia 10 tahun dengan penyakit
tuberkulosis progresif primer. a. Pandangan posteroposterior radiografi dada menunjukkan pembesaran pada cardiac
shadow (tanda panah) dengan efusi pleura (tanda bintang) pada bagian kiri. b. Gambaran follow-up CT axial dengan
kontras yang ditingkatkan menunjukkan efusi pleura bilateral (tanda bintang) dan efusi perikardial (tanda panah)

Penyakit Perikardial
Perikarditis tuberkulosis merupakan komplikasi yang relatif tidak umum pada tuberkulosis
primer. Telah dilaporkan terdapat setidaknya 1% kasus. Ini biasanya disebabkan oleh ekstensi langsung
dari kelenjar getah bening ke kantung perikardial posterior[28], meskipun penyebaran milier telah
dilaporkan[28,43]. Pada CT menunjukkan limfadenopati dan penebalan perikardial dengan atau tanpa efusi.
Perikarditis konstritif dengan fibrosa atau kalsifikasi penebalan perikardial biasanya >3 mm dapat terjadi
pada sekitar 10% pasien[43]. Efusi perikardial (Gbr. 15, 16 dan 17), biasanya merupakan tipe yang
serius[28], yang dapat menyebabkan pembesaran globular pada bayangan jantung (water bottle sig)[1].

10
Gambar 16. Diagram efusi pleura (hijau) sebagai komplikasi dari tuberkulosis

Gambar 17. Perikarditis tuberkulosis pada anak laki-laki berusia 6 tahun. Anteroposterior radiografi dada
menunjukkan pembesaran globular (tanda panah) siluet dari jantung (water bottle sign)

Tuberkulosis Post-Primer

Tuberkulosis post-primer juga dikenal sebagai jenis dewasa, reaktivasi atau tuberkulosis sekunder
dan kadang-kadang phthisis[2]. Ini hasil dari pengaktifan kembali fokus aktif. Lebih lanjut diamati pada
[2,13]
kelompok usia anak, sebagian besar pada remaja . Ini dianggap sebagai kelanjutan penyakit dari
infeksi primer, yang dapat terjadi 8-24 bulan pasca pajanan dan pada anak-anak semuda 8 tahun[18-20].
Lokasi yang paling sering terkena adalah segmen dari lobus atas dan segmen atipikal dari lobus bawah
karena tekanan oksigen yang lebih tinggi (Gbr. 18). Awalnya mungkin ada kekeruhan berawan di segmen
sebelum koalesensi dan kerusakan parenkim. Komplikasi meliputi kavitasi, penyebaran bronkogenik
dengan konsolidasi bronkopneumonik, pleuritis eksudatif, atelektasis sikatrisasi lobus atas dengan retraksi
hilus dan pembentukan traksi bronkiektasis[1, 2, 44-46]
. Pembesaran kelenjar getah bening tidak umum
dibandingkan dengan tuberkulosis primer[18-20].

Kavitasi terbukti secara radiografi pada 40% kasus penyakit post-primer. Dinding rongga
mungkin tampak tipis dan halus atau tebal dan nodular. Sulit untuk membedakan rongga berdinding tipis

11
dari bula, kista atau pneumatokel. Bronkiektasis kistik juga harus dipertimbangkan ketika terdapat banyak
rongga[47] (Gbr. 18 dan 19).

Gambar 18. Diagram tuberkulosis post-primer dengan predominan pada lobus atas

Gambar 19. Tuberkulosis post-primer pada anak perempuan berusia 14 tahun. a,b Radiografi dada posteroanterior
(a) dan volume yang diberikan pada CT (b) menunjukkan kavitasi, traksi dan brokiektasis kistik di paru-paru kanan

Dalam 20% kasus tuberkulosis post-primer, penyebaran bronkogenik muncul pada radiografi
sebagai multiple, mikronoda yang tidak jelas dalam distribusi segmental atau lobar, biasanya di zona
paru-paru yang lebih rendah[48]. CT resolusi tinggi, modalitas pilihan, menunjukkan nodul sentrilobular
berkisar 2-4 mm dengan kekeruhan bercabang linear (tanda "tree-in-bud") yang mewakili nekrosis
kaseosa pada dan sekitar terminal dan bronkiolus pernapasan[49] (Gbr. 20). Penghancuran total seluruh
paru-paru atau sebagian besar paru-paru tidak jarang pada tahap akhir tuberkulosis. Piogenik sekunder
atau infeksi jamur dapat terjadi[47]. Tuberkulosis milier dan tuberkulomas juga mungkin ditemui pada
tuberkulosis post-primer[2,50]

12
Gambar 20. Penyakit tuberkulosis post-primer dengan penyebaran bronkogenik pada anak perempuan berusia 15
tahun. a. Radiografi dada posteroanterior menunjukkan infiltrat yang tidak jelas pada bagian lobus kiri atas
(lingkaran) b. Rekontruksi koronal pada gambaran CT menunjukkan multiple sentrilobular nodul (tanda panah)
dengan kekeruhan bercabang linier (tree-in-bud-sign)

Pendekatan untuk klasifikasi TB intrathoracic

Kami mengadaptasi klinis dan komponen laboratorium pada klasifikasi dari Graham et al. [3],
Moyo et al.[4] dan Triasih[5]. Pendekatan pencitraan untuk interpretasi dirangkum dalam Gambar. 21. Sisi
radiologis dari algoritma ini didasarkan pada proses patologis yang terjadi pada tuberkulosis yang
menghasilkan berbagai komplikasi.

Kapan pun seorang anak masuk untuk pemeriksaan kemungkinan infeksi atau penyakit
tuberkulosis, penting untuk mengetahui terminologi dan jalur patologis. Diagnosis atau kesan dari temuan
pencitraan harus mengandung patologi utama (yaitu infeksi tuberkulosis primer, penyakit tuberkulosis
progresif primer atau penyakit tuberkulosis post-primer), diikuti oleh berbagai komplikasi yang ada
(misalnya, tuberkulosis progresif primer dengan keterlibatan trakeobronkial dan penyakit pleura; Gbr.
21).

13
Gambar 21. Ini adalah pendekatan untuk mengklasifikasikan tuberkulosis intrathorasic pada anak-anak. Ini termasuk
klinis, laboratorium dan komponen radiologis (pada bagian bagan yang hitam). Karakteristik pencitraan mengikuti
proses patologik dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Kesan temuan pencitraan harus mengandung
patologi utama (mis. Infeksi tuberkulosis primer, penyakit tuberkulosis progresif primer atau penyakit tuberkulosis
post-ptimer) diikuti oleh berbagai komplikasi yang ada (mis. Tuberkulosis profresif primer dengan keterlibatan
penyakit pleura). Radiografi dada CXR, uji rilis interferon-gamma IGRA, infeksi tuberkulosis laten LTBI, TB
tuberkulosis/tuberculous, tes tuberkulin TST, tes Xpert MTB/RIF untuk mendeteksi Mycobacterium tuberkulosis
dan resistensi terhadap rifampisin[8]

Kesulitan dan Keterbatasan Pencitraan

Radiografi dada adalah alat skrining utama pada anak-anak yang diduga menderita tuberkulosis.
Kiranya, radiografi dada ini memiliki variabilitas intra dan antar pengamat yang tinggi, dengan 74%
[51]
spesifisitas dan sensitivitas 39% bahkan dalam radiografi kualitas teknis terbaik. Radiografi dada
normal tidak mengesampingkan tuberkulosis[52]. CT menawarkan visualisasi anatomi yang sangat baik[53],
tetapi karena biayanya yang tinggi dan paparan radiasi yang lebih tinggi, ia dicadangkan untuk kasus-
kasus rumit[18].

Limfadenopati adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada anak-anak dengan tuberkulosis
[13]
primer , tetapi tidak patognomonik tuberkulosis karena proses infeksi lainnya dapat terjadi dengan
limfadenopati. Pembuluh paru besar kadang-kadang keliru diidentifikasi sebagai kelenjar getah bening,
yang menyebabkan diagnosis berlebihan. Perjanjian antar pengamat rendah (kappa .030,03 hingga
0,25)[5]. Pengetahuan dan pengenalan anatomi hilar adalah prasyarat sebelum interpretasi[52].

14
Kelainan yang terlihat pada foto thoraks diselesaikan secara bertahap dan dapat memburuk
meskipun ada perbaikan klinis. Limfadenopati dan penyakit parenkim tanpa atau dengan kalsifikasi juga
dapat bertahan selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun bahkan setelah perawatan yang tepat.
Perawatan ulang mungkin tidak diperlukan, terutama jika anak tidak menunjukkan gejala atau
asimptomatik. Selain itu, kalsifikasi tidak sama dengan tuberkulosis yang sembuh karena ini dapat
menunjukkan latensi[52].

Kesimpulan

Interpretasi radiologis dari tuberkulosis paru tetap menantang. Secara klasik, tuberkulosis
diklasifikasikan sebagai tuberkulosis primer dan tuberkulosis post-primer, tetapi pola radiologis tipikal
sekarang diperumit dengan karakteristik pencitraan yang tumpang tindih serta kejadian fitur atipikal yang
terlihat pada anak-anak yang mengalami gangguan sistem imun atau immunocompromised. Penting untuk
membedakan infeksi dan penyakit karena perawatannya berbeda. Klasifikasi standar klinis dan radiografi
yang diusulkan dalam makalah ini bertujuan untuk memberikan panduan bermanfaat dalam nomenklatur
yang tepat dari pasien yang diduga tuberkulosis. Kesulitan dan keterbatasan pencitraan juga
memperingatkan dokter dan ahli radiologi untuk menghindari interpretasi yang salah dan diagnosis TB
anak yang berlebihan.

Daftar Pustaka

1. Marais BJ, Gie RP, Simon Schaaf H et al (2004) A proposed radiological classification of
childhood intra-thoracic tuberculosis. Pediatr Radiol 34:886–894.
2. Van Dyck J, Vanhoenacker FM, Van den Brande P et al (2003) Imaging of pulmonary
tuberculosis. Eur Radiol 13:1771–178.
3. Graham SM, Ahmed T, Amanullah F et al (2012) Evaluation of tuberculosis diagnostics in
children: 1. Proposed clinical case definitions for classification of intrathoracic tuberculosis
disease. Consensus from an expert panel. J Infect Dis 205:S199–S208.
4. Moyo S, Verver S, Hawkridge A et al (2012) Tuberculosis case finding for vaccine trials in
young children in high-incidence settings: a randomized trial. Int J Tuberc Lung Dis 16:185–191.
5. Triasih R, Robertson C, De campo J et al (2015) An evaluation of chest x-ray in the context of
community-based screening of child tuberculosis contacts. Int J Tuberc Lung Dis 19:1428–1434.
6. Wang XW, Pappoe F, Huang Yet al (2015) Xpert MTB/RIF assay for pulmonary tuberculosis
and rifampicin resistance in children: a meta-analysis. Clin Lab 61:1775–1785.

15
7. Ardizzoni E, Fajardo E, Saranchuk P et al (2015) Implementing the Xpert1MTB/RIF diagnostic
test for tuberculosis and rifampicin resistance: outcomes and lessons learned in 18 countries.
PLoS One 10:e0144656.
8. World Health Organization (2013) Automated real-time nucleic acid amplification technology for
rapid and simultaneous detection of tuberculosis and rifampicin resistance: Xpert MTB/RIF assay
for the diagnosis of pulmonary and extrapulmonary TB in adults and children: policy update.
World Health Organization, Geneva.
9. Centers for Disease Control and Prevention (2016) TB treatment for children
https://www.cdc.gov/tb/topic/treatment/children.htm. Accessed 9 Jan 2017.
10. Nahid P, Dorman SE, Alipanah N et al (2016) Official American Thoracic Society/Centers for
Disease Control and Prevention/ Infectious Diseases Society of America clinical practice
guidelines: treatment of drug-susceptible tuberculosis. Clin Infect Dis 63:e147–e195.
11. Lu-Fong MT, How CH, Bañez MAP et al (2003) Philippine pediatric Society handbook on
childhood tuberculosis. Quezon City, Philippines.
12. Goodwin RA, Des Prez RM (1983) Apical localization of pulmonary tuberculosis, chronic
pulmonary histoplasmosis and progressive massive fibrosis of the lung. Chest 83:801–805.
13. Leung AN, Muller NL, Pineda PR et al (1992) Primary tuberculosis in childhood: radiographic
manifestations. Radiology 182:87–91.
14. Agrons GA, Markowitz RI, Kramer SS et al (1993) Pulmonary tuberculosis in children. Semin
Roentgenol 28:158–172.
15. Miller WT, Miller WT Jr (1993) Tuberculosis in the normal host: radiological findings. Semin
Roentgenol 28:109–118.
16. Leung AN (1999) Pulmonary tuberculosis: the essentials. Radiology 210:307–322.
17. KimWS, Choi J II, Kim I-O et al (2006) Pulmonary tuberculosis in infants: radiographic and CT
findings. AJR Am J Roentgenol 187: 1024–1033.
18. Perez-Velez CM, Marais BJ (2012) Tuberculosis in children. N Engl J Med 367:348–361.
19. Lincoln EM, Sewell EM(1963) Tuberculosis in children. McGraw- Hill, New York, pp 1–315.
20. Wallgren A (1948) The time-table of tuberculosis. Tubercle 29: 245–251.
21. Lamont AC, Cremin BJ, Pelteret RM et al (1986) Radiological patterns of pulmonary
tuberculosis in the paediatric age group. Pediatr Radiol 16:2–7.
22. Andronikou S, Joseph E, Lucas S et al (2004) CT scanning for the detection of tuberculous
mediastinal and hilar lymphadenopathy in children. Pediatr Radiol 34:232–236.
23. Lee KS, Song KS, Lim TH et al (1993) Adult-onset pulmonary tuberculosis: findings on chest
radiographs and CT scans. AJR Am J Roentgenol 160:753–758.

16
24. McAdams HP, Erasmus J, Winter JA et al (1995) Radiologic manifestations of pulmonary
tuberculosis. Radiol Clin N Am 33:655–678.
25. SanchezMO,Mendoza AR, Laya BF et al (2011) Primary progressive tuberculosis in children:
radiographic patterns in correlation with clinical presentation and microbiologic studies. St.
Luke’s J Med 7:59–68.
26. Griffith-Richards SB, Goussard P, Andronikou S et al (2007) Cavitating pulmonary tuberculosis
in children: correlating radiology with pathogenesis. Pediatr Radiol 37:798–804.
27. Kim WS, Moon WK, Kim IO et al (1997) Pulmonary tuberculosis in children: CT evaluation.
AJR Am J Roentgenol 168:1005–1009.
28. Pulido KGC, Laya BF, Villamor CP et al (2011) Radiographic patterns of active pulmonary
tuberculosis disease in Filipino pediatric patients and their correlation with symptoms, length of
hospital confinement and clinical dispositions. St. Luke’s JMed 7:21–32.
29. Tuddenham WJ (1984) Glossary of terms of thoracic radiology: recommendations of the
nomenclature Committee of the Fleischner Society. AJR Am J Roentgenol 143:509–517.
30. Kwong JS, Carignan S, Kang EYet al (1996) Miliary tuberculosis: diagnostic accuracy of chest
radiography. Chest 110:339–342.
31. Lee KS, Kim YH, Kim WS et al (1991) Endobronchial tuberculosis:CT features. J Comput Assist
Tomogr 15:424–428.
32. Weber AL, Bird KT, Janower ML et al (1968) Primary tuberculosis in childhood with particular
emphasis on changes affecting the tracheobronchial tree. Am J Roentgenol Radium Therapy,
Nucl Med 103:123–132.
33. Laya BF, Concepcion NDP, De la Eva RC et al (2011) Computed tomography with multiplanar
reformation and 3D-volume rendering technique in correlation with fiberoptic
tracheobronchoscopy for thoracic evaluation of children with primary progressive tuberculosis
and tracheobronchial involvement. St Luke’s J Med 7:11–20.
34. Kashyap S, Mohapatra PR, Saini V et al (2003) Endobronchial tuberculosis. Indian J Chest Dis
Allied 45:247–256.
35. Daly JF, Brown DS, Lincoln EM et al (1952) Endobronchial tuberculosis in children. Dis Chest
22:380–398.
36. Smith LS, Schillaci RF, Sarlin RF et al (1987) Endobronchial tuberculosis: serial fiberoptic
bronchoscopy and natural history. Chest 91:649–657.
37. Lucas S, Andronikou S, Goussard P et al (2012) CT features of lymphobronchial tuberculosis in
children, including complications and associated abnormalities. Pediatr Radiol 42:923–931.

17
38. Moon WK, Im JG, Yeon KM et al (1997) Tuberculosis of centralairways: CT findings of active
and fibrotic disease. AJR Am J Roentgenol 169:649–653.
39. Choyke PL, Sostman HD, Curtis AM et al (1983) Adult-onset pulmonary tuberculosis. Radiology
148:357–362.
40. Yilmaz MU, Kumcuoglu Z, Utkaner G et al (1998) CT findings of tuberculous pleurisy. Int J
Tuberc Lung Dis 2:164–167.
41. Woodring JH, Vandiviere HM, Fried AM et al (1986) Update: radiographic features of
pulmonary tuberculosis. AJR Am J Roentgenol 146:497–506.
42. Glicklich M, Mendelson DS, Gendal ES et al (1990) Tuberculous empyema necessitatis: CT
findings. Clin Imaging 14:23–25.
43. Kim Y, Song KS, Goo JM et al (2001) Thoracic sequelae and complications of tuberculosis.
Radiographics 21:839–858.
44. Palmer PE (1979) Pulmonary tuberculosis: usual and unusual radiographic presentations. Semin
Roentgenol 14:204–242.
45. Im JG, Webb WR, Han MC et al (1991) Apical opacity associated with pulmonary tuberculosis:
high-resolution CT findings. Radiology 178:727–731.
46. Van den Brande P, Demedts M (1992) Pulmonary tuberculosis in the elderly: diagnostic
difficulties. Eur J Med 1:224–229.
47. Winer-Muram HT, Rubin SA (1990) Thoracic complications of tuberculosis. J Thorac Imaging
5:46–63.
48. Hadlock FP, Park SK, Awe RJ et al (1980) Unusual radiographic findings in adult pulmonary
tuberculosis. AJR Am J Roentgenol 134:1015–1018.
49. Im JG, Itoh H, Shim YS et al (1993) Pulmonary tuberculosis: CT findings — early active disease
and sequential change with antituberculous therapy. Radiology 186:653–660.
50. Sochocky S (1958) Tuberculoma of the lung. Am Rev Tuberc 78:403–410.
51. De Villiers RVP, Andronikou S, Van de Westhuizen S et al (2004) Specificity and sensitivity of
chest radiographs in the diagnosis of paediatric pulmonary tuberculosis and the value of
additional highkilovolt radiographs. Australas Radiol 48:148–153.
52. Laya BF (2011) Thoracic tuberculosis in children: pitfalls and dilemma in chest radiograph
interpretation. St. Luke’s J Med 7:69–76.
53. Andronikou S, van Hoenacker FM, de Backer AI et al (2009) Advances in imaging chest
tuberculosis: blurring of differences between children and adults. Clin Chest Med 30: 717–744.

18

Anda mungkin juga menyukai