Anda di halaman 1dari 2

Merokok?

Antara Mati atau Mematikan

iya, judul di atas terdengar ekstrim memang, tapi apa boleh dikata, begitulah realita yang
terjadi di kehidupan kita sekarang ini. Rokok, benda kecil.. tapi entah bagaimana triknya hingga ia
mampu membesarkan “kantung” para pencintanya. Bagaimana tidak, bahkan mereka yang melabeli
diri tidak mampu, mereka yang berkoar-koar meminta bantuan dari pemerintah untuk kelangsungan
hidup, tapi nyatanya? dengan mudahnya mereka bersantai ria menikmati sebatang rokok yang
abstrak manfaatnya apa. Bahkan dengan triknya pula, ia mampu menghipnotis sudut pandang para
pencintanya sehingga menjadi “acuh” untuk meresapi bahaya-bahaya yang telah dipaparkan pada
setiap bungkus benda kecil itu. Sungguh mengesankan..

Ketika seseorang memutuskan untuk merokok, maka pilihan ada ditangannya, mati.. atau
mematikan. Atau bahkan.. keduanya. Memang benar, setiap tindakan akan ada resikonya, tapi
bukankah sia-sia ketika kita memutuskan sesuatu hal yang bahkan tidak memberikan dampak baik
apapun untuk diri kita sendiri, kemudian malah menimbulkan resiko yang buruk pula? Tapi, orang
yang cerdas tidak akan merugikan diri mereka sendiri. Lalu, mengapa rokok antara mati atau
mematikan? Ya tentu saja, rokok sangat berbahaya dengan kandungan zat-zat di dalamnya. Zat
berbahaya tersebut diantaranya adalah nikotin, zat yang terdapat di dalam daun tembakau dan
menyebabkan efek kecanduan. Zat berbahaya selanjutnya adalah gas CO atau gas monoksida yang
terdapat dalam asap rokok. Kemudian zat tar, sekaligus zat paling berbahaya yang terdapat pada abu
rokok yang menjadi penyebab penyakit kanker jika masuk ke dalam tubuh manusia. Zat-zat tersebut
dapat menyebabkan banyak penyakit mematikan, beberapa diantaranya adalah kanker paru-paru
dan bronchitis, zat-zat berbahaya tersebut perlahan masuk dan mulai mengobrak-abrik kesehatan
jantung dan paru-paru kita. Memang, terkadang manusia kurang mensyukuri nikmat Tuhan ketika
nikmat tersebut masih dapat kita rasakan, namun ketika nikmat itu pergi, penyesalanlah yang
tertinggal, nikmat kesehatan misalnya.

Belum lagi dengan keadaan mereka yang menjadi perokok pasif, tanpa kesalahan apapun,
tapi derita yang mereka tanggung harus tiga kali lipat dari bahaya mereka yang dengan sengaja dan
bahagianya merokok. Adilkah itu? Sungguh miris dan menyedihkan. Disatu sisi, perokok-perokok itu
memang egois. Nikmatnya diambil sendiri, sakitnya di bagi-bagi. Yaa, walaupun pada akhirnya
kenikmatan itu juga akan menyakiti diri mereka sendiri. Lantas maukah kita juga dicap sebagai orang
“egois”? membiarkan bayi-bayi dan manusia tak bersalah lainnya menghirup udara yang sudah
miskin akan kebersihan? Albert Einstein pernah berkata “dunia ini tidak akan hancur oleh mereka
yang berbuat jahat, tapi dunia ini akan hancur oleh mereka yang melihat kejahatan tersebut tapi
enggan untuk melakukan apa-apa”

Jika banyak yang dengan sigap mengatakan permasalahan rokok ini tidaklah mudah, ini
merupakan hal yang susah, dan ini hanyalah urusan pemerintah. Buka mata kita, ketuk hati kita,
negara ini bukan hanya dihuni oleh pemerintah, ada lautan manusia yang hidup di dalamnya. Lalu,
cukupkah kita hanya berpangku tangan menunggu keajaiban datang dan merubah keadaan? lantas
jika ada ribuan orang di dunia ini yang berfikiran sama seperti itu, siapa yang akan merubah dunia?

Stop mengkritik dan dobraklah dengan inovasi-inovasi hebat. memang nihil jika kita berkata
“abrakadabra” kemudian rokok menghilang 100% dari permukaan bumi ini. Nah, disinilah kita ada
dan kita hadir sebagai generasi muda untuk menunjukkan aksi nyata. Terkadang, hal kecil bisa
merubah dunia, daripada bertumpu pada hal--hal besar tapi tertahan pada wujud realisasi-nya.
Sekarang sudah banyak anak-anak muda yang berjuang melalui berbagai tindakan, aksi nyata,
organisasi, dan ikut serta menyuarakan bahwa rokok itu benar-benar mengganggu. Salah satu
diantaranya adalah gerakan #FCTCuntukIndonesia, yaitu inisiatif sejumlah anak muda, pelajar,
mahasiswa dan masyarakat dari berbagai kota di indonesia yang bertujuan menggalang dukungan
masyarakat agar pemerintah Indonesia menandatangani FCTC (Framework Convention on Tobacco
Control) yang merupakan perjanjian pertama dari WHO, dengan tujuan untuk melindungi generasi
kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap rokok.

Selain itu, sekarang sudah hadir beberapa sekolah yang menerapkan budaya “no smoking”,
salah satunya di sekolah tercinta saya ini, sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, sebagai siswa/i-nya
kami harus mencintai, menjalankan, dan bangga akan budaya tersebut, yang mana menunjukkan
kepedulian kami sebagai generasi muda akan bahayanya merokok. Karena, organisasi bukan satu-
satunya jalan agar kita bisa menyuarakan bahayanya merokok. Biarkan raga dan jiwamu selalu
bermanfaat untuk kehidupan meski dalam kondisi apapun. Kita sebagai generasi muda juga bisa
memulainya dengan saling mengingatkan terhadap orang di sekitar kita tentang bahaya merokok,
cukup mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitar, terutama mengingatkan bagi
mereka yang masih dalam masa rawan, masa dimana mereka masih mencari jati diri, seperti masa
smp misalnya. Sadar atau tidak, mereka menjadi sasaran empuk periklanan rokok di negara tercinta
ini, dengan tujuan menghadirkan rasa penasaran kemudian berlanjut pada efek ketagihan, dan
menyebabkan keberlanjutan hingga mereka dewasa, dan yang terjadi? Keuntungan yang perusahaan
rokok tersebut raup semakin meningkat. Benar-benar simbiosis parasitisme yang mengganggu. Ayo,
kita sebagai generasi muda, ubah rasa penasaran mereka bukan terhadap rokok lagi, bukankah lebih
“elegan” ketika siswa-siswa di masa rawan tersebut memiliki rasa penasaran sedikit saja mengenai
bagaimana proses benua terbentuk, mengapa pelangi memiliki tujuh warna, dan mengapa api itu
panas? Tentunya. Begitu juga dengan menghadapi mereka yang sudah kecanduan pada rokok,
dekati dan rangkul mereka, kuatkan tekad mereka untuk berhenti, anjurkan mereka untuk rutin
berolahraga, sebarkan semangat positif bahwa kesehatan itu mahal harganya. Dunia membutuhkan
orang-orang yang rela berkorban sepertimu.

Berikan contoh yang baik sebelum memimpin, maka orang lain akan mengikutinya dengan
baik pula. Prinsip ini yang harus generasi muda Indonesia tanamkan. Mungkin awalnya rasa merasa
“terabaikan” itu akan hadir, tapi seiring waktu berjalan, akan ada 1 orang, kemudian 2 orang,
kemudian 3 orang, dan seterusnya yang akan terbuka dan menyadari kebenaran dari hal yang kita
contohkan dan sampaikan. Nah, disini bukankah kita telah berpartisipasi untuk kebaikan negeri ini?
Percaya, di masa depan negeri ini akan berterima kasih padamu, bukan dengan harta, juga bukan
dengan kekuasaan, tapi udara segar yang dapat dihirup dengan lancar, tanpa ada lagi zat-zat
mengerikan nan membahayakan itu.

Semoga dengan segala daya dan upaya kita, kedepannya akan lahir para pemimpin negeri
tercinta ini dari anak-anak muda “tanpa sakit paru-paru”. Jika kesehatannya saja dijaga, konon lagi
dengan bangsanya. Tentu kesehatan yang baik akan mendorong peningkatan kerja yang baik pula.
Be smart. Teruslah tumbuhlah dengan fisik dan jiwa yang sehat, anak muda Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai