TINJAUAN PUSTAKA
2
3
Persarafan nasofaring berasal dari cabang saraf kranial V2, IX, dan X, serta
saraf simpatik.5
4
2.2.2 Etiologi
Penyebab pasti KNF masih belum diketahui, namun gabungan dari
beberapa faktor intrinsik dan ektrinsik diyakini sebagai penyebab, yaitu
faktor genetik, lingkungan, dan virus Epstein Barr (EBV).
7
2.2.3 Patogenesis
KNF terjadi akibat perubahan genetik yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, baik virus maupun faktor kimiawi. Keterlibatan faktor
kerentanan genetik dan delesi pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap
awal perkembangan kanker. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
genetik dapat dirangsang oleh karsinogen kimia di lingkungan yang
menyebabkan transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat rendah,
seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya menunjukkan bahwa infeksi
laten virus EB berperan dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke
tingkat tinggi yaitu NPIN III. Infeksi laten virus EB juga berperan penting
dalam proses seleksi klonal dan perkembangan lebih lanjut.6
Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel displastik dari lesi pra-
kanker tingkat tinggi (NPIN III) berperan dalam menghambat proses
apoptosis. Kemudian faktor lingkungan, perubahan genetik seperti aktivasi
telomerase, inaktivasi gen p16/p15, delesi kromosom 11q dan 14q juga
berperan dalam tahap awal perkembangan KNF.6
Peran LOH (Loss of Heterozygosity) pada kromosom 14q dan
overekspresi dari gen c-myc, protein ras dan p53 berperan dalam progresi
karsinoma yang invasif. Selain itu, mutasi gen p53 dan perubahan genetik
lainnya juga berperan dalam proses metastasis.6
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
nasofaring, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan
patologi.5,11,15
dipakai sebagai tumor marker. Antibodi ini dianggap positif bila titernya
> 5. Kadang-kadang titernya meninggi sebelum gejala KNF timbul.
Antibodi IgA terhadap viral capsid antigen EBV ternyata lebih spesifik
dibandingkan dengan IgG. Pembentukan IgA anti EBV-VCA terjadi
setelah sintesis DNA virus, dengan demikian antibodi ini berkaitan
dengan fase lanjut dari infeksi virus EB. Imunoglobulin A anti VCA ini
akan tetap ada seumur hidup, titernya akan meningkat sesuai dengan
stadium penyakitnya. Imunoglobulin A anti EBV-VCA ini dapat
merupakan pertanda tumor (tumor marker) yang spesifik untuk deteksi
KNF terutama pada stadium dini (nilai diagnostik), memantau hasil
pengobatan dan memperkirakan kekambuhan (nilai prognostik).11
IgG anti EBV-EA terbentuk sebelum sintesis DNA virus yaitu pada
fase dini siklus replikasi virus. Adanya kenaikan titer IgG anti EBV-EA
sudah ditemukan sebelum metastasis secara klinik terjadi. Titer IgG anti
EBV-EA dianggap positif bila 1/80. Berdasarkan pemeriksaan
imunofluoresensi, IgG anti EBV-EA dapat dibedakan menjadi 2 tipe
yaitu tipe terbatas (EA-restricted) dan tipe menyebar (EA-diffuse).
Penurunan titer IgG anti EBV-EA (D) didapatkan pada semua penderita
KNF yang telah mendapatkan pengobatan dengan radiasi dan tidak pada
penderita dengan kanker kepala dan leher lainnya. Bila titernya
meningkat lagi harus dicurigai adanya kekambuhan atau metastasis.
Dengan demikian pemeriksaan IgG anti EBV-EA lebih berguna untuk
menentukan perjalanan penyakit dan prognosis KNF.14
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat ditemukan
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
T2 : Tumor meluas sampai jaringan lunak pada orofaring dan
rongga hidung
T2a : Tumor tanpa perluasan ke daerah parafaring
T2b : Dengan perluasan ke daerah parafaring
T3 : Tumor meluas ke struktur tulang sekitarnya dan atau ke
sinus paranasal
T4 : Tumor meluas ke daerah intrakranial atau terlibatnya saraf
kranialis, fossa infratemporal, hipofaring, orbita, atau ruang
Mastikator
N : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional
Nx : Pembesaran KGB regional tidak dapat ditentukan
N0 : Tidak ada pembesaran KGB regional
N1 : Metastasis unilateral KGB dengan ukuran ≤ 6 cm dalam
ukuran terbesar, terletak di atas fosa supraklavikular
N2 : Metastasis bilateral KGB dengan ukuran ≤ 6 cm dalam
ukuran terbesar, terletak di atas fosa supraklavikular
N3 : Metastasis KGB dengan ukuran > 6 cm atau terletak pada
fosa supraklavikular
N3a : Ukuran KGB > 6 cm
N3b : menginvasi KGB fosa supraklavikular
M : Metastasis jauh
Mx : Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh
Stadium
Stadium 0 : Tis – N0 – M0
Stadium I : T1 – N0 – M0
Stadium IIA : T2a – N0 – M0
Stadium IIB : T1 – N1 – M0; T2a – N1 – M0; T2b – N0,N1 – M0
Stadium III : T1 – N2 – M0; T2a,T2b – N2 – M0; T3 –
N0,N1,N2 – M0
Stadium IVA : T4 – N0,N1,N2 – M0
18
2.2.6 Penatalaksanaan
2.2.6.1 Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan utama pada kKNF.
Radioterapi juga efektif terhadap terapi paliatif pada kasus yang sudah
metastasis jauh. Radioterapi pada penderita KNF tanpa metastasis
merupakan terapi kuratif utama yang dapat diberikan dalam dua tipe
yaitu radioterapi eksternal dan brakhiterapi.7
Radioterapi mematikan sel dengan cara merusak DNA dan
mengakibatkan destruksi sel tumor. Disamping itu radioterapi memiliki
kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis sel tumor. Ionisasi
yang ditimbulkan oleh radiasi dapat mematikan sel tumor. Radioterapi
memiliki kemampuan mengurangi rasa sakit dengan mengecilkan
ukuran tumor sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya.
Disamping itu juga berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan
perdarahan dari massa tumor.7
Dosis radiasi yang dibutuhkan untuk eradikasi tumor tergantung
dari besarnya tumor. Untuk KNF yang masih dini (T1 dan T2)
diberikan radiasi dengan dosis sebesar 1,8-20 Gy per fraksi, 5 kali
seminggu tanpa istirahat selama sekitar 6–7,5 minggu sampai mencapai
dosis total 60-70 Gy. Sedangkan untuk KNF dengan ukuran tumor yang
lebih besar (T3 dan T4) diberikan dosis total radiasi pada tumor primer
di nasofaring yang lebih tinggi yaitu 70–75 Gy. Bila tidak didapatkan
metastasis di KGB leher (N0) maka diberikan radiasi profilaktik dengan
dosis sekitar 40-50 Gy dalam empat atau empat setengah minggu,
sedangkan bila ada pembesaran KGB di leher (metastasis regional)
diberikan radiasi yang dosisnya sama dengan tumor primernya. Bila
masih didapatkan residu tumor, diberikan radiasi tambahan (booster)
19
2.2.6.2 Kemoterapi
Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF yang rekuren
atau yang telah mengalami metastasis. Mekanisme kerja kemoterapi
adalah sebagai antimetabolit, mengganggu struktur dan fungsi DNA
serta inhibitor mitosis. Antimetabolit bekerja dengan menghambat
biosintesis purin atau pirimidin, sehingga dapat mengubah struktur
DNA dan menahan replikasi sel.6,7
Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat pembelahan sel
pada semua siklus sel (Cell Cycle non Specific) baik dalam siklus
pertumbuhan sel maupun dalam keadaan istirahat, yaitu cisplatin,
doxorubicin, dan bleomycin. Disamping itu ada juga obat kemoterapi
yang hanya bekerja menghambat pembelahan sel pada siklus
20