BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Etiologi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB
(Permenkes RI, 2016).
Mycobacterium tuberculosis juga bersifat aerob, berarti kuman ini lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, yaitu bagian apikal
paru-paru, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag semula yang memfagositosis malah
kemudian ditempati karena banyak mengandung lipid (Depkes, 2011).
5
2.1.4. Patogenesis
6
batuk sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala
batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko, seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah
padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang
bekerja dengan bahan kimia yang berrisiko menimbulkan paparan infeksi
paru.
Pengobatan TB
lini 1
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tata
laksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Saat ini Pengendalian TB melalui Gerakan Terpadu Nasional mengacu
pada STOP TB Partnership yang merupakan gerakan global sejak tahun 2000,
untuk mempercepat aksi sosial dan politik dalam rangka menghentikan
penyebaran TB di seluruh dunia. Salah satu kekuatan utama dari kemitraan
adalah kolaborasi antara komunitas penelitian TB dengan para pelaksana
program TB di lapangan, yang terwujud dalam beberapa kelompok kerja
utamanya dengan saling mengkoordinasikan (Notoadmojo, 2005).
The Partnership telah mengembangkan Rencana Global Pengendalian
TB Tahun 2006–2010 yang ditujukan untuk menselaraskan agenda global dan
mencapai target dalam Millenium Development Goals (MDGs) (Junaidi, 2005).
Tujuan penanggulangan TB Paru, antara lain:
a. Jangka Panjang .
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan
penyakit TB paru dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga
penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia.
b. Jangka Pendek.
1. Tercapainya angka kesembuhan minimal 85 % dari semua penderita
baru BTA positif yang ditemukan.
2. Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga
pada tahun 2006 dapat mencapai 70 % dari perkiraan semua penderita
baru BTA positif
Tabel 2.1. Jenis, sifat dan dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Dosis yang
direkomendasikan
Jenis OAT Sifat Sediaan Dosis (mg/kg)
3x
Harian
seminggu
100 mg, 5 10
Isoniazid (H) Bakterisid Tablet
300 mg (4-6) ( 8-12)
150 mg, 10 10
Rifampicin (R) Bakterisid Tablet/Kapsul
300 mg (8-12) (8-12)
25 35
Pyrazinamide (Z) Bakterisid Tablet 400 mg
(20-30) (30-40)
Powder dalam 15 15
Streptomisin (S) Bakterisid 1g
vial (12-18) (12-18)
Bakteriosta 100 mg, 15 30
Ethambutol (E) Tablet
tik 400 mg (15-20) (20-35)
Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
Indikator penemunan TB
14
2.3. Puskesmas
2.3.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
15
3. Azas Keterpaduan
Azas penyelenggaraan puksesmas yang ketiga adalah keterpaduan.
Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang
optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan
secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua
macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:
a. Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas.
Contoh keterpaduan lintas program antara lain:
i. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan
P2M, gizi, promosi kesehatan, pengobatan
ii. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan
dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan
reproduksi remaja dan kesehatan jiwa
iii. Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi,
promosi kesehatan, kesehatan gigi
21
iv. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa,
promosi kesehatan.
4. Azas Rujukan
Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan.
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang
dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung
dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk
membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut
dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap
upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh
azas rujukan.
22
dari peta wilayah kerja serta fasilitas kesehatan, data sumber daya, data
peran serta masyarakat, data penduduk dan sasaran program, data
sekolah dan data kesehatan lingkungan serta ada pula data khusus yang
terdiri dari status kesehatan, kejadian luar biasa, cakupan program
pelayanan kesehatan 1 (satu) tahun terakhir di tiap desa/kelurahan dan
hasil survey bila ada (Azwar, 2010).
Masalah Terpilih
1.
2.
3.