Anda di halaman 1dari 21

Lomba Jurnalistik "Penguatan Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak" Kemendikbud 2017

Tema : "Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak"

Ketentuan Umum :

1. Lomba Dibagi menjadi 3 Katagori : Feature, Opini dan Berita

2. Lomba dapat diikuti oleh jurnalis dan masyarakat umum

3. Tulisan harus sesuai dengan tema : "Penguatan Peran Keluarga


dalam Pendidikan Anak"

4. Tulisan asli bukan Plagiat

5. Tulisan Aktual, Bernilai, Inovatif, dan Bermanfaat

6. Tulisan belum pernah/sedang diikut sertakan dalam lomba/kompetisi


jurnalistik lain

7. Tulisan diterbitkan di media massa cetak (koran, tabloid, majalah) serta


media online (portal berita yang direkomendasikan oleh dewan pers) dalam periode 6
Februari - 19 Juli 2017

8. Khusus untuk Feature panjang tulisan maksiml 1.200 kata

9. Setiap peserta dapat mengirimkan tulisan sebanyak - banyaknya

10. Lomba tidak dapat diikuti oleh PNS Kemendikbud

11. Lomba ini tidak dipungut biaya apapun

Prosedur :

1. Peserta mengirimkan tulisan yang telah dimuat dimedia cetak (koran,


Tabloid, Majalah) Serta media online (portal berita yang direkomendasikan oleh
dewan pers) kapada panitia penyeleksi berupa :

oScan/foto tulisan yang telah dimuat dimedia (file harus bisa terbaca
jelas) dan/atau berupa kliping tulisan. Sertakan pula tulisan dalam format word
yang dikirim melalui alamat surat elektronik :
lombajurnalistik.keluarga@kemendikbud.go.id

oCantumkan nama media, tanggal pemuatan, dan halaman saat tulisan


di muat dimedia

oLengkapi kartu identitas pengirim yaitu nama, alamat, surat


elektronik/email, dan nomor telphone yang dapat dihubungi
oSalin/ Scan kartu Identitas (KTP/SIM) harus terbaca dengan jelas,
Khusus Jurnalis harus dilengkapi oleh Kartu Pers

2. Tulisan diterima paling lambat 21 Juli 2017 melalui alamat email :


lombajurnalistik.keluarga@kemdikbud.go.id atau kliping tulisan Kepada Panitia
Lomba Jurnalistik, Subdit Kemitraan, Direktorat Pembinaan Pendidikan
Keluarga, Gedung C Lantai 13, Jalan Jendral Sudirman, Senayan Jakarta Kode
Pos 10270

3. Cantumkan Katagori tulisan dengan huruf Kapital dalam subjek Email


atau Amplop Surat, diikuti nama lengkap - nama media yang memuat tulisan - tanggal
tulisan dimuat (contoh : berita Arif Budiman Tempo 3 Maret, Feature Doni Setiawan
Kompas 16 Mei 2017, Opini Wiyata Pikiran Rakyat 2 Juni 2017)

4. Bagi Peserta mengirimkan softcopy via email, apabila terpilih menjadi


pemenang, wajib menunjukkan tulisan asli yang telah dimuat dimedia.

5. Pemenang akan diumumkan pada acara Apresiasi Pendidikan Keluarga


di Minggu Pertama bulan Agustus 2017 dan dapat dilihat melalui laman
sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id

Hadiah dan Penghargaan :

1. Katagori Feature :

oJuara 1 : Rp 15.000.000,-

oJuara 2 : Rp 12.000.000,-

oJuara 3 : Rp 10.000.000,-

oPemenang Harapan : 10 orang @ Rp 5.000.000,-

2. Katagori Opini :

oJuara 1 : Rp 15.000.000,-

oJuara 2 : Rp 12.000.000,-

oJuara 3 : Rp 10.000.000,-

oPemenang Harapan : 10 orang @ Rp 5.000.000,-

3. Katagori Berita :

oJuara 1 : Rp 10.000.000,-

oJuara 2 : Rp 8.000.000,-
oJuara 3 : Rp 6.000.000,-

oPemenang Harapan : 7 orang @ Rp 4.000.000,-

(*Pajak hadiah ditanggung oleh pemenang sesuai dengan peraturan perundang - undangan
yang berlaku.)

Info Lebih Lanjut :

Subdit Kemitraan, Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga

Gedung C lantai 13 Kemedikbud

Jalan Jendral Sudirman, Senayan, Jakarta

Telp : 021-5703336

Fax : 021-5703336

email : sahabatkeluarga@kemdikbud.go.id

Twitter : @Shbkeluarga

Facebook : Sahabat Keluarga

Web : www.sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id

Youtube : Sahabat Keluarga

Menggapai Keharmonisan Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia

LOMBA PENULISAN BERTEMA


KEBANGSAAN FRAKSI PKS DPR RI
19/12/2016 13:52 Humas Fraksi PKS

KETENTUAN UMUM

PILIHAN TEMA

1. Islam dan Patriotisme Kebangsaan: Tantangan untuk generasi muda


2. Spirit Agama Sebagai Fundamental Wawasan Nasionalisme Indonesia
3. Menumbuhkan Semangat Nasionalisme religius Pemuda Indonesia
4. Nilai Ketuhanan sebagai Landasan Perbaikan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
5. Perwujudan cita-cita Islam dalam Kebersamaan Kebangsaan
6. Menggali nilai sosial Islam dalam pembangunan kerakyatan
7. Semangat Islam dalam Sejarah Nasional Indonesia
8. Spirit Islam, Nasionalisme & Modernitas
9. Menggali Akar Kehidupan religius di Nusantara Pesantren dan
10. Wawasan Kebangsaan Indonesia

PERSYARATAN PESERTA

1. Warga Negara Indonesia.


2. Siswa SMU atau sederajat yang berdomisili di seluruh wilayah Indonesia (dibuktikan
dengan Kartu Tanda Pelajar yang berlaku).
3. Mahasiswa Indonesia yang kuliah di perguruan tinggi, baik di dalam maupun di luar
wilayah Indonesia (dibuktikan dengan Kartu Tanda Mahasiswa yang berlaku).
4. Setiap peserta hanya diperkenankan untuk mengikutsertakan satu tulisan asli.
5. Panitia yang terlibat langsung dalam kegiatan ini dilarang mengikuti lomba ini.

PESERTA

1. Kategori Pelajar. Siswa SMA, Madrasah Aliyah, Pesantren atau Sederajat.


2. Kategori Mahasiswa (Sedang Menempuh S1)
3. Kategori Umum Lulusan S1, S2, S3 & Masyarakat Umum
4. Kategori Ibu Rumah Tangga
5. Kategori Wartawan

KETENTUAN PENULISAN

Tulisan yang diajukan dalam Lomba Penulisan bertema Kebangsaan 2017 FPKS DPR RI

1. Merupakan tulisan asli dan belum pernah mendapatkan penghargaan pada lomba penulisan
lain
2. Jenis tulisan Esai Populer.
3. Menggugah rasa religiusitas dan nasionalisme Indonesia di tengah perubahan tatanan dunia
4. Tulisan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Format:
a. Terdiri dari 1500 – 2000 kata;
b. Font: Arial 11;
c. Spasi: 1,5
d. Ukuran Kertas: A4
e. Batas Pengetikan samping kiri 4, samping kanan 3 batas atas dan bawah masing-masing 3
6. Tulisan harus dilampiri :
a. Biodata singkat penulis (nama, alamat, no contact, pendidikan terakhir, foto terbaru)
b. Fotokopi Kartu Pelajar/Kartu Mahasiswa/KTP yang masih berlaku.
7. Tulisan dikirim melalui alamat email sesuai kategori yang dipilih.
a. esaipelajar.fpks@gmail.com
b. esaimahasiswa.fpks@gmail.com
c. esaiumum.fpks@gmail.com
d. esaibunda.fpks@gmail.com
e. esaiwartawan.fpks@gmail.com

KRITERIA PENILAIAN

Kriteria penilaian karya tulis meliputi:


1. Format penulisan (Bobot 10%)
2. Data dan sumber informasi (25%)
3. Kesesuaian topik dan manfaat tulisan (15%)
4. Pembahasan dan kesimpulan (50%)

DEWAN JURI

Dewan Juri Lomba terdiri dari

1. Ahli/Akademisi
a. Akademisi Prof. Dr. Siti Zuhro, MA
b. Penulis M.Irfan Hidayatullah, M.Hum
2. Anggota FPKS Dr. Hidayat Nurwahid, MA

MEDIA PENGUMUMAN LOMBA


Lomba akan diumumkan melalui media cetak elektronik dan media sosial.

WAKTU PENGIRIMAN TULISAN


Waktu pengiriman tulisan dibuka tanggal 8 Desember 2016 dan ditutup tanggal 28
Februari 2017 Pk. 24.00 WIB.

PENGUMUMAN PEMENANG
Pengumuman pemenang dan penyerahan hadiah akan dilakukan pada 20 April 2017
(menyesuaikan dengan syukuran Milad PKS ke 19). Lomba akan diumumkan melalui media
cetak elektronik dan media social.

HADIAH / PENGHARGAAN
Pemenang tiap kategori lomba akan mendapatkan:
JUARA 1 Rp 7.500.000
JUARA 2 Rp 5.000.000
JUARA 3 Rp 3.500.000
E-CERTICIFATE untuk seluruh peserta

Narahubung: 085228002986 (Iken)

Menumbuhkan Kembali Semangat


Nasionalisme Pemuda Indonesia
29 Desember 2011 admin

Oleh: Sri Wahyuliani

Tidak ada yang berani menyangkal bahwa Indonesia merupakan satu- satunya negara
kepulauan di dunia yang dianugerahi dengan beragam kekayaan alam maupun kekayaan
budaya. Begitu banyak budaya daerah yang tersebar di seluruh tanah air, yang kesemuanya
itu bermuara menjadi budaya nasional bangsa Indonesia. Perbedaan tersebut tidak lantas
menjadi alasan untuk berpecah belah ataupun terkikisnya solidaritas di kalangan masyarakat
Indonesia. Hal itu tidak pula layak untuk dijadikan benteng perlindungan bagi tumbuh
kembangnya sikap sukuisme yang pada akhirnya merupakan kendala dalam mempertahankan
persatuan dan kesatuan bangsa. Menyikapi kondisi aktual yang berkembang, bangsa ini
dihadapkan pada dua tantangan. Pertama, menjaga kemurnian esensi dan hakikat
nasionalisme, yang berarti juga menjaga kemurnian nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, berupaya
secara aktif mengantisipasi perkembangan situasi zaman khususnya arus globalisasi yang
sedemikian hebat pengaruh implikasinya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada
gilirannya, dalam mengawal reformasi yang terus bergulir, maka semangat nasionalisme
pemuda perlu digugah kembali.

Dalam konteks Indonesia, nasionalisme yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kemanusiaan
(perikemanusiaan) yang hakiki dan bersifat asasi. Tujuannya, mengangkat harkat, derajat, dan
martabat kemanusiaan setiap bangsa untuk hidup bersama secara adil dan damai tanpa
diskriminasi di dalam hubungan-hubungan sosial. Sebenarnya rasa nasionalisme itu sudah
dianggap telah muncul manakala suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk
mendirikan suatu negara kebangsaan. Sedangkan, ciri nasionalisme Indonesia yaitu
nasionalisme religius seperti yang dicetuskan Bung Karno (Soekarno) adalah nasionalisme
yang tumbuh dari budaya Indonesia.

Nasionalisme religius merupakan perpaduan antara semangat kebangsaan dan keberagamaan.


Nasionalisme Indonesia bersumber kepada Pancasila, sedangkan semangat religius
bersumber kepada ajaran Islam yang menjadi agama mayoritas masyarakat. Antara nilai-nilai
Pancasila dan Islam dapat saling dikompromikan dan tidak berbenturan. Kedua unsur tersebut
saling mengisi yang melahirkan semangat nasionalisme yang beragama dan semangat
beragama yang nasionalis. Sejumlah aktivis pemuda menilai prinsip nasionalisme dalam diri
pemuda Indonesia umumnya telah mengalami degradasi lantaran terus menerus tergerus oleh
nilai-nilai dari luar. Kondisi ini terlihat semakin parah karena belum adanya pembaharuan
atas pemahaman dan prinsip nasionalisme dalam diri pemuda. Jika kondisi dilematis itu tetap
dibiarkan, bukan tidak mustahil degradasi nasionalisme akan mengancam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pemuda Indonesia umumnya belum sadar akan ancaman arus
global yang terus menerus menggerogoti identitas bangsa. Jika kita tengok sejenak ke
belakang puluhan tahun yang lalu, bagaimana pemuda Indonesia berusaha dengan gigih
menyatakan keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia dalam satu wadah yaitu “
Indonesia”. Hal demikian bukanlah perkara mudah yang sekali jadi, semudah membalikkan
telapak tangan, melainkan menghadapi berbagai kendala. Bayangkan saja, bukankah tidak
mudah menyatukan berbagai pendapat yang nota benenya berlatar belakang berbeda?.

Tidak dapat dipungkiri, semakin ke timur kondisi alam Indonesia semakin kering dan panas,
hal itu menyebabkan sifat dan karakter masyarakatnya juga menjadi semakin tempramental,
sensitif dan mudah sekali tersinggung. Alhasil sikap sukuisme tumbuh subur di kalangan
masyarakat Indonesia. Untungnya kondisi demikian tidak menyurutkan semangat para
pemuda saat itu. Mereka berusaha mengesampingkan ego kedaerahan mereka demi sebuah
janji persatuan. Yakni satu bangsa, tanah air, dan bahasa.

Dengan berjalannya waktu, semangat heroik dalam janji yang terkenal dengan Sumpah
Pemuda itu mengalami pergeseran arti maupun pemahamannya. Arti Sumpah Pemuda tentu
berbeda dari saat perjuangan dulu. Bila dulu dijadikan sebagai alat pemersatu, maka
seharusnya kini dijadikan sebagai cambuk bagi pemuda Indonesia untuk berbuat yang lebih
baik demi kemajuan negara. Kenegaraan Indonesia berkembang sesuai dinamika perubahan
yang amat besar terutama berkaitan dengan globalisasi dan reformasi. Dalam perubahan ini
setiap komponen bangsa termasuk pemuda dituntut kontribusinya sesuai kemampuan,
kompetensi, dan profesinya. Pemuda dituntut untuk mengembangkan sikap menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa, sikap keteladanan dan disiplin. Di sisi lain, perlu
diciptakan suasana yang lebih dinamis dan demokratis yang mendorong pemuda untuk
berkiprah dalam transformasi pembangunan baik regional maupun skala global.

Ironisnya, fenomena yang kita temui dalam masyarakat saat ini adalah salah satu hari
bersejarah yang menentukan kelanjutan nasib bangsa Indonesia hanyalah dijadikan rutinitas
biasa, atau peringatan tahunan yang lewat begitu saja tanpa pemaknaan yang mendalam.
Parahnya, jangankan untuk memahami makna di balik arti sumpah pemuda itu sendiri, masih
ada saja sebagian bahkan banyak pemuda kita yang tidak mengetahui kapan hari sumpah
pemuda itu. Dengan santainya dan tanpa rasa bersalah sedikitpun mereka berdalih “ yang lalu
biarlah berlalu, tidak baik mengungkit- ungkit masa lalu”. Jika kondisi pemuda kita seperti
ini, lalu bagaimana nasib bangsa kita ke depan?. Bukankah pemuda disebut- sebut sebagai
agent of change yang diharapkan mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik?.
Ironis memang, jika bangsa Indonesia sendiri enggan untuk mungkin sekedar tahu hari besar
dalam sejarah bangsanya. Padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu sejarah
bangsanya.

Pernahkah kita bertanya pada diri kita” apa yang telah kita berikan pada bangsa kita tercinta
ini, atau kebanggaan apa yang telah kita torehkan untuk mengharumkan nama negeri ini?
Jawabannya ada dalam diri kita masing- masing pemuda. Apa yang dapat kita berikan pada
negara tercinta ini tentu sangat berbeda dengan masa 1928-an. Bila pada masa itu para
pemuda selain berikrar setia untuk bangsa Indonesia mereka juga mempertaruhkan nyawa
dan raga untuk meraih kemerdekaan sesuai dengan apa yang mereka cita-citakan. Saat ini
yang dapat kita berikan kepada bangsa ini adalah prestasi-prestasi membanggakan untuk
semua rakyat Indonesia. Sedikitpun apa yang kita berikan kepada bangsa bukan menjadi
sebuah ukuran, namun makna di dalam pemberian tersebut.

Potret buram kondisi pemuda kita saat ini nampak jelas di depan kita. Mungkin ada sebagian
putra- putri bangsa ini yang telah mengharumkan nama bangsa di mata dunia lewat berbagai
prestasi yang mereka torehkan. Akan tetapi, tidak sedikit pemuda- pemudi bangsa dengan
berbagai masalah yang mereka anggap sudah lumrah dan biasa terjadi di kalangan pemuda,
seperti tawuran, seks bebas, penyalahgunaan narkoba dan sebagainya. Mereka berlomba-
lomba berkiblat pada dunia barat. Kecintaan pada produk dalam negeri mulai hilang dengan
semakin banyaknya produk asing (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri
Indonesia., Membeli produk luar negeri mereka anggap suatu kebanggaan tersendiri yang
dapat menaikkan prestise mereka di hadapan masyarakat. Tampaknya westernisasi telah
menyulap pemuda negeri ini menjadi lupa akan jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia
yang masih memegang teguh budaya timur. Selain itu, munculnya sikap individualism yang
menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme
maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Jika kita gambarkan, nasionalisme saat ini berada di titik nadir, dimana semua kebijakan
berkiblat pada neoliberalisme, sehingga kesejahteraan rakyat jauh dari cita- cita pendiri
bangsa. Pada tahun ini juga, moralitas Indonesia mencapai titik kulminasi terendah. Korupsi
bukan hanya menjadi bagian dari budaya, tetapi juga telah menjadi bagian dari mata
pencaharian untuk mendapatkan tambahan bagi biaya hidup yang semakin membumbung
tinggi. Sedangkan bagi yang sudah hidup layak, korupsi merupakan bagian dari kekuasaan.
Lalu, siapa yang patut dipersalahkan untuk semua permasalahan pelik yang melanda negeri
ini?, pemerintah ?, globalisasi? atau memang nasib bangsa kita seperti ini?. Sangatlah tidak
tepat jika kita mengkambinghitamkan pemerintah atas semua kekacauan yang melanda negeri
ini, karena pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya. Namun semua itu tidak akan
berarti apa- apa tanpa dukungan dari segenap masyarakat Indonesia. Atau sangatlah tidak adil
melemparkan kesalahan sepenuhnya kepada pemuda yang sebenarnya mereka sendiri berada
dalam proses pencarian jati diri mereka masing- masing, serta salah besar jika kita
menyalahkan globalisasi. Karena kehadiran globalisasi sendiri tidak bisa kita hindari.
Globalisasi memang berpotensi memberikan dampak positif dan juga dampak negatif bagi
bangsa Indonesia. Hanya ada dua pilihan dalam era ini, menjadi tuan rumah atau mungkin
pembantu di negeri sendiri?. Semua itu tergantung dari bagaimana kita menyikapinya.

Globalisasi bisa menguntungkan apabila kita menyikapinya dengan benar. Letak dari masalah
ini menunjukkan bahwa kurang kokohnya fondasi mental dari para pemuda kita yang
tentunya berpangkal dari bagaimana mereka memperoleh pendidikan pertama dalam
keluarga. Jika pemuda bangsa telah dibekali pendidikan mental maupun lahiriah yang kuat
maka hal tersebut tidak akan terjadi. Sebab jika kita bandingkan bagaimana cara mendidik
orang dulu jauh sebelum perkembangan teknologi mempengaruhi hidup mereka tampak
berbeda dengan kondisi sekarang, dimana teknologi komunikasi dan informasi berkembang
dengan pesatnya, dan segala sesuatu menjadi sangat mudah. Seakan tidak ada yang tidak
mungkin terjadi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bermunculan bagaikan jamur yang
membela hak asasi manusia, Komisi Nasional (KOMNAS) HAM dan perlindungan anak
yang hadir menuntut keras sekecil apapun kekerasan pada anak. Hasilya memang sebanding,
bermunculan anak- anak dengan prestasi yang gemilang. Namun sedikit hambar, karena tidak
dibarengi dengan fondasi keagamaan yang kokoh. Jika kita perhatikan, nampak
ketidakseimbangan antara IQ (intelegensi Quetient), EQ (Emotional Quetient), dan SQ
(Spiritual Quetient). Akibatnya, korupsi terjadi dimana- mana. Ironisnya, pelaku korupsi
bukanlah orang yang tidak berpendidikan, melainkan seseorang dengan rentetan gelar di
belakang namanya yang cukup menjadi bukti bahwa mereka adalah orang- orang dengan
tingkat intelektual yang tinggi. Inikah hasil cetakan zaman modern? Mungkin berhasil secara
materiil tapi nol besar untuk pendidikan mental.

Walau bagaimanapun bukanlah sikap yang bijak jika kita hanya bisa saling menyalahkan.
Apalagi jika kita mengkambinghitamkan pemuda. Karena hal itu tidak akan mampu
menyelesaikan segala permasalahan yang menimpa negeri kita tercinta. Alangkah jauh lebih
baik jika kita menyatukan segenap kemampuan yang kita miliki demi kemajuan negeri ini.
Ada beberapa langkah alternatif yang bisa ditempuh untuk menumbuhkan kembali
nasionalisme di kalangan pemuda, diantaranya: pertama, perlu adanya redefinisi atas
pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia.
Kegagalan meredefinisi nilai-nilai nasionalisme telah menyebabkan hingga kini belum lahir
sosok pemuda Indonesia yang dapat menjadi teladan. Padahal tantangan pemuda saat ini
berbeda dengan era tahun 1928 atau 1945. Jika dulu nasionalisme pemuda diarahkan untuk
melawan penjajahan, kini nasionalisme diposisikan secara proporsional dalam menyikapi
kepentingan pasar yang diusung kepentingan global, dan nasionalisme yang diusung untuk
kepentingan negara. Dengan demikian peran orang tua masih sangat mendominasi segala
sector kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua diharapkan pemerintah pusat dapat mempercepat distribusi pembangunan di semua


daerah agar tidak tumbuh semangat etnonasionalisme dalam diri pemuda. Ketiga,
Menempatkan semangat nasionalisme pada posisi yang benar. Nasionalisme tidak dapat
diartikan secara sempit. Nasionalisme harus didefinisikan sebagai suatu upaya untuk
membangun keunggulan kompetitif, dan tidak lagi didefinisikan sebagai upaya untuk
menutup diri dari pihak asing seperti proteksi atau semangat anti semua yang berbau asing.
Profesionalisme adalah salah satu kata kunci dalam upaya mendefinisikan makna
nasionalisme saat ini. Dengan demikian, nasionalisme harus dilengkapi dengan sikap
profesionalisme.

Ke depan, generasi muda sebagai generasi penerus berada dalam posisi revitalizing agents.
Pemuda sebagai sumber kekuatan moral reformasi perlu tetap terbina agar selalu
berlandaskan pada kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur,
berkepribadian nasional dan berjiwa patriotisme. Beberapa point di atas merupakan agenda
penting yang harus kita lakukan untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri di era globalisasi.
Karena walau bagaimanapun Kerusakan yang terjadi pada generasi muda, adalah sebuah
isyarat, bagi kehancuran sebuah bangsa. Bagaimana tidak, pemuda hari ini, adalah orang tua
yang akan datang. Bagaimana mungkin suatu bangsa bisa berjaya, jika generasi mudanya
tidak punya jati diri.

https://belanegarari.com/2011/12/29/menumbuhkan-kembali-semangat-nasionalisme-
pemuda-indonesia/

Solusi Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia


Perspektif Mustafa Masyhur
Oleh:
Muhammad Isya
E-mail: muhammadisya92@gmail.com

Abstrak
Pemuda merupakan generasi yang mempunyai semangat religius dan sebagai pilar
bagi kebangkitan bangsa Indonesia. Namun, jika melihat kondisi pemuda Indonesia sendiri
yang banyak terlibat dalam aksi kekerasan dan pelanggaran hukum, tidak akan mungkin
kebangkitan bangsa akan terwujud. Perlu adanya solusi bijak dalam menumbuhkan
semangat nasionalisme religius itu. Untuk itu, makalah ini akan menjelaskan solusi dalam
upaya menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda Indonesia berdasarkan teori
dakwah yang dibangun oleh Mustafa Masyhur

Kata kunci: Teori Dakwah Mustafa Masyhur, Islam, Nasionalisme Religius, Pemuda
Indonesia.

A. PENDAHULUAN
Pemuda merupakan harapan bangsa dan sebagai pilar kebangkitan Indonesia.
Sebagaimana yang ditegaskan al-Banna,1[1] pada diri pemuda terdapat empat hal (iman,
ikhlas, semangat dan amal) dan apabila keempat hal tersebut dioptimalkan, maka bisa
menjadi sumber kebangkitan bangsa.2[2] Bahkan, Soekarno juga mengatakan:

“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh
pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”3[3]
Padahal faktanya, pemuda Indonesia tidak seperti yang diungkapkan al-Banna.
Bahkan, jika melihat pernyataan Sarwini yang dikutip melalui Ditjen Lapas Depkumham,
pemuda Indonesia banyak yang terlibat pada kejahatan dan pelanggaran hukum. 4[4] Begitu
juga yang disampaikan R. Nasir, dkk., jika di Amerika Serikat, setiap lima menit remaja
ditangkap karena melakukan tindak pidana kekerasan dan setiap dua jam seorang anak
ditembak dan dibunuh, seperti itu juga yang terjadi di Indonesia.5[5]
Oleh karena itu, perlu adanya langkah khusus untuk mengatasi persoalan tersebut atau
solusi menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda Indonesia agar menjadi pilar
kebangkitan bangsa. Makalah ini akan membahas solusi tersebut berdasarkan perspektif
Mustafa Masyhur.

B. PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini akan dijelaskan dua hal, yaitu teori dakwah Mustafa
Masyhur, dan solusi menumbuhkan nasionalisme pemuda Indonesia bersadarkan teori
tersebut.

1. Teori Dakwah Mustafa Masyhur


Melihat sejarah Islam pada masa Rasulullah, menurut Masyhur kondisi saat ini
hampir sama dengan Islam periode Makkah. Persamaan itu dilihat dari keterasingan dakwah
di masyarakat, tekanan atau penganiayaan orang kafir kepada orang beriman, 6[6] jumlah
muslimin yang minoritas menghadapi penguasa yang makar. Untuk itu, perlu adanya tahap-
tahap dakwah dalam membentuk, membina dan menanamkan dasar keimanan yang kokoh.
Tentu saja memerlukan kekuatan iman, kesabaran dan kerapian, teliti dan cermat, dan kerja

1
2
3
4
5
6
keras yang kontinu dari pengemban dakwah tersebut. Mashhu>r mengutip pendapat al-
Banna, dalam hal membentuk umat, mendidik bangsa, dan mewujudkan cita-cita
memerlukan umat yang aktif dalam mewujudkan cita-cita itu.7[7]
Seharusnya setiap dakwah memiliki tiga tahap sebagai berikut: Pertama, tahap
penerangan kepada setiap lapisan masyarakat. Kedua, tahap pembinaan dan pembentukan
kader dakwah dari orang-orang yang terpilih. Ketiga, tahap pelaksanaan dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Ketiga hal tersebut harus disesuaikan satu sama lain dan tidak
berjalan terpisah, karena kekuatan dakwah tergantung padanya. Apabila salah satunya hilang,
maka dakwah akan kehilangan kekuatan.8[8]
a. Tahap Pengenalan Dakwah
Pengenalan dakwah merupakan hal yang paling dasar dan paling awal dalam
tahapan dakwah. Oleh sebab itu kesalahan dalam memahami dan menjalankan tahap ini akan
berdampak fatal pada pemahaman dan pengamalan tahap berikutnya. Hal yang paling utama
sebelum menyampaikan dakwah, kader dakwah harus memahami kembali Islam secara benar
dan menjauhkan dari bentuk penyimpangan terhadapnya. Kader dakwah harus memahami
Quran secara benar, hadis-hadis, dan sejarah Rasulullah hingga orang-orang saleh lainnya.
Inilah yang disebut kemurnian dakwah, dakwah yang sampaikan harus berdasarkan
kebenaran Islam.9[9]
Selain dari kemurnian dakwah, perlu adanya totalitas dan muruah bagi pengemban
dakwah. Sebagaimana dalam konsep “Islamic Identity”al-Banna, salah satunya mengatakan
bahwa Islam merupakan agama yang komprehensif, yaitu agama yang inklusif dan sudah
mengatur semua aspek kehidupan.10[10] Selain dari itu, al-Banna juga pernah menegaskan:

‫إذا كههان السههلما شههيئا غيه ه السياسههة وغي ه الجاتمههاع وغي ه القاتصههاد وغيه ه الثقافههة فمهها هههو‬
[11]11‫ا‬.‫ا ألذها أيها الخإوان نزل القرآن نظاما كامل مكحما مفصل‬.‫ا‬.‫ا‬.‫إذن؟‬
Artinya:
Apabila Islam itu sesuatu bukan politik, sosial, ekonomi, dan budaya, lalu apa?...
Ketahuilah wahai saudara-saudara bahwa Alquran itu diturunkan dengan tertib, lengkap,
sempurna, lagi terperinci.

7
8
9
10
11
Islam bukan hanya mengatur masalah keyakinan, tetapi akhlak, tingkah laku, perasaan,
pendidikan, sosial, politik, ekonomi, militer dan peradilan.12[12] Untuk itu, kebenaran Islam
harus disampaikan secara totalitas dan tidak sepotong-sepotong serta ikhlas karena Allah.
Kemudian pengemban dakwah harus juga menjadi contoh, model dan teladan di masyarakat.
Kehidupannya harus sesuai dengan pola kehidupan Rasulullah dan selalu komitmen dengan
ajaran Islam.13[13]
Pendakwah harus mempunyai banyak bacaan, mengikuti bermacam peristiwa,
kondisi dan situasi, mengetahui aliran pemikiran dan ideologi yang ada. Dia mengetahui dan
mengamalkan metode dakwah yang baik serta mengetahui kondisi objek dakwah. Dai harus
menanamkan terlebih dahulu pemahaman akidah, kewajiban dan sunah yang harus dikerjakan
objek dakwah. Kemudian yang paling pokok, dai tidak membedakan objek dakwah dalam
minat dan kesungguhannya.14[14]

b. Tahap Pembentukan dan Pembinaan


Sebelum memasuki tahap ini, ada hal yang perlu dilihat psikologi dan emosi objek
dakwah tersebut. Realitasnya, hanya orang-orang tertentu yang mampu mengemban amanah
ini, mereka memahami seluruh aspek di atas, mampu melaksanakannya, dan rela
mengorbankan diri, harta serta kedudukan yang diembannya. Adapun kesungguhan, kerja
keras dan usaha tidak akan lahir kecuali dakwah merasuki pikirannya, hatinya, dan darah
dagingnya. Setelahnya, barulah dibentuk dan dibina, kesadaran rohani yang muncul setelah
tahap penerangan harus terus dibina dan dipelihara, serta angan sampai lingkungan tempat ia
tinggal menjadikan kesadaran itu musnah.15[15]

c. Tahap Pelaksanaan
Setelah dua tahap di atas diterapkan, barulah melaksanakan tujuan yang hendak
dicapai. Tahap demi tahap yang dilakukan hanya merupakan bahan mentah dan yang
memberikan hidayah itu Allah. Akan ada beberapa cobaan dan ujian untuk membersihkan
dan membedakan yang beriman dan kafir, yang benar dan dusta. Masyhur mengutip
perkataan al-Banna, betapa banyak orang yang pandai berkata dan sedikit yang bisa
mengamalkan dan melaksanakan.16[16]

12
13
14
15
16
2. Solusi Mustafa Masyhur dalam Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius
Pemuda Indonesia
Teori dakwah Mustafa Masyhur berusaha menumbuhkan semangat nasionalisme
religius pemuda Melalui pendekatan Islam. Filosofisnya, jika kepahaman agama pemuda
sudah kuat dan benar, maka akan mudah mengajaknya mencapai tujuan yang diimpikan.
Ditambah lagi dengan Islam memang sudah mengatur juga masalah nasionalisme religius.
Hampir sama dengan pendapat Jonathan Fox, bahwa peran agama dalam membangkitkan
semangat nasionalisme di dunia ini sangat besar, meskipun peran agama bukanlah satu-
satunya faktor kebangkitan tersebut. Tercatat, mulai dari tahun 1945-1980, pengaruh agama
dan non-agama terhadap semangat itu hampir seimbang. Akan tetapi, mulai dari tahun 1980-
2001, peran agama melampaui non-agama dan bahkan pengaruh tersebut terus meningkat. 17
[17]
Seperti yang terjadi di Indonesia, menurut Amry Vandenbosch, agama sangat
mendominasi dalam pemicu tumbuhnya semangat nasionalisme. Tegasnya, meskipun
Indonesia terbagi atas sejumlah besar pulau-pulau yang terpisah dan masyarakat yang sangat
memegang adat dan etnologinya masing-masing, dengan kekuatan agama, semuanya dapat
disatukan. Selain dari itu, agama juga mendominasi dalam semangat nasionalis partai.
Sebagaimana halnya partai nasionalis pertama di Indonesia yang didirikan oleh Budi Utomo,
pada akhirnya dikalahkan juga oleh partai baru, Sarekat Islam. Unsur religius mungkin di
dalam pergerakan atau partai hanya sebagai daya tarik ke masyarakat, tetapi faktanya, partai
baru dengan dasar Islam berkembang sangat pesat.18[18]
Mengutip pendapat Roger Friendland, diharapkan nasionalisme religius membentuk
komunitas berbasis agama, dipahami sebagai sarana ciptaan Tuhan, baik sebagai model
pemerintahan dan sebagai unit bangsa. Nasionalisme religius menciptakan teritorial bangsa
yang bersih dan pada praktik politiknya, mengubah ruang ibadah menjadi ruang publik yang
dipolitisasikan pada sebuah bangsa.19[19] Adapun langkah konkrit dalam menumbuhkan
semangat nasionalisme religius pemuda berdasarkan teori dakwah Mashhu>r adalah
sebagai berikut:

a. Pengenalan Dakwah

17
18
19
Pengenalan dakwah bukan berarti memperkenalkan tata cara berdakwah pada
pemuda, tetapi memperkenalkan ajaran Islam yang komprehensif kepadanya. Dikarenakan
mayoritas pemuda Indonesia berada di sekolah, pesantren dan kampus, maka terlebih dahulu
memperkenalkan Islam di tempat tersebut. Jika ingin melihat pengalaman negara yang mulai
berhasil menerapkan itu bisa dilihat di Malaysia. Di malaysia, masyarakat dan pemerintahnya
telah makin sadar bahwa modal akhlak akan mampu membawa kemajuan bangsa. Hal
tersebut terlihat pada sekolah-sekolahnya sangat memperhatikan pengajaran akhlak pada
bidang studi Agama Islam.20[20]
Indonesia tampaknya harus mencontoh Malaysia sebagai negara yang menerapkan
hal tersebut. Meskipun fokus utamanya bukan akhlak, tetapi pada setiap sekolah dan kampus
di Indonesia harus mendapatkan pemahaman agama yang benar dan kuat meliputi seluruh
aspeknya, karena agama diyakini mampu memberikan perubahan positif itu. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Munamah membuktikan bahwa aktivitas keagamaan (salat
dan zikir) secara kontinu mampu menanggulangi kenakalan remaja di sekolah.21[21]
Hanya saja seorang pengemban dakwah, baik guru, dosen, dan aktivis lainnya, harus
memahami kemurnian Islam terlebih dahulu sebelum menyampaikan ke murid, mahasiswa,
atau lainnya. Bagaimana mungkin mendatangkan pemahaman yang benar pada objek yang
didakwahi, sedangkan ia sendiri masih masih belum memahami dan mempraktikkan secara
benar, terutama sekali menanamkan semangat nasionalisme religius. Dalam artian lain bahwa
pengemban dakwah tidak menyesatkan umat dengan kebodohannya.
Di sisi yang lain, dakwah tidak akan sukses apabila tidak menyingkirkan dahulu
tantangan bagi pendidikan di Indonesia sendiri. Untuk itu, tidak heran dalam teori pengenalan
dakwah ini, pengemban dakwah harus mengetahui situasi dan kondisi yang dihadapi dengan
banyak survei dan membaca. Hery Noer Aly dan Munzier S. menyebutkan enam tantangan
tersebut, yang meliputi: 1). Kebudayaan Islam berhadapan dengan budaya Barat yang
didukung oleh media masa (cetak maupun elektronik). 2). Tantangan yang bersifat internel,
yaitu adanya upaya penghalangan dari beberapa pihak dalam produktivitas pemikiran
keislaman. 3). Adanya pengaruh negatif budaya luar yang dibawa oleh pelajar Muslim
khususnya Indonesia yang belajar di negeri Asing. 4). Sistem kebudayaan Islam yang masih
terpaku dengan metode tradisional dan tidak mau menerima ide-ide modern. 5). Kurikulum
universitas yang masih mengabaikan kebudayaan Islam dan anggapan bahwa tugas
pembekalan keagamaan itu tugasnya universitas Islam. 6). Tidak adanya pendidikan yang

20
21
memfokuskan untuk anak-anak putri, padahal mereka akan menjadi ibu rumah tangga dan
juga akan bertanggungjawab dengan pendidikan anaknya kelak.22[22]
Meskipun demikian, harus ada usaha dan kerja keras untuk mengatasinya. Misalnya
metode pengajaran harus ditingkatkan, artinya baik guru maupun tenaga pendidik lainnya
harus mengetahui benar kondisi muridnya. Inilah yang disebut dengan ilmu psikologi
pendidikan. Saat murid sedang tegang, harus mampu membawa mencairkan suasana dengan
candaan misalnya, karena Rasulullah juga pernah bercanda. Tentu harus mengerti betul tata
cara bercanda yang dimaksud di sini.23[23]
Selain dari tugas pengajar baik di sekolah maupun di kampus, ada juga hal lain yang
dapat memberikan pengaruh positif pada pemuda, yaitu teman atau sahabatnya sendiri.
Dirasa pengaruh itu akan berdampak lebih besar, karena waktu bersama teman lebih banyak
dibandingkan dengan guru/ dosen, tetapi harus tahu juga kiatnya. Ahmad Atian menyebutkan
lima hal yang harus diterapkan oleh seorang teman ke temannya yang lain, yang meliputi: 1).
Dakwah prestasi, yaitu dakwah yang berusaha mewujudkan berbagai prestasi gemilang dalam
kehidupan teman (dai) sehingga dapat memberikan simpatik tersendiri ke temannya yang
lain. 2). Perjuangan, yaitu dai harus berjuang keras untuk menyelamatkan rekannya dari
keterpurukan. 3). Dakwah kaya, yaitu selain dari memberikan simpatik dengan prestasi,
adakalanya kekeyaan juga menjadi pemikat bagi teman yang lain, lebih-lebih terhadap teman
yang lagi kesusahan dari segi ekonomi. 4). Ketokohan sosial, yaitu dai harus menjadi tokoh
yang menjadi panutan. 5). Kepemimpinan sejati, hampir sama dengan dakwah melalui suatu
sistem, yaitu sang dai harus menjadi pemimpin di organisasi tertentu sehingga akan lebih
mudah mengorganisir temannya.24[24]
Pengemban dakwah harus juga memanfaatkan dari sejumlah kegiatan yang
berpengaruh bagi pemuda. Dengan itu, pengemban dakwah bisa juga berdakwah melalui
pendekatan itu. Taufiq al-Wa‘i telah menjelaskan tempat-tempat yang berpengaruh bagi
generasi muda yang harus dimanfaatkan oleh pengemban dakwah, yaitu: pada kegiatan olah
raga, seni dan kreasi, lagu dan nasyid, acara hiburan, lukisan dan dekorasi, kegiatan ekstra
(seperti rihlah), kegiatan jurnalistik dan media, dan kegiatan keagamaan.25[25]
Meskipun demikian, pengemban dakwah jangan menbedakan objek dakwah.
Kebenaran Islam harus diketahui oleh semua orang tanpa memilih dan memilah objek
dakwah. Pengemban dakwah harus belajar juga dari sejarah Rasulullah yang pernah ditegur
22
23
24
25
karena memilih objek dakwah seperti yang tertera dalam surat ‘Abasa. 26[26] Kemudian,
pendakwah jangan menjelaskan terlebih dahulu masalah yang bersifat pro dan kontra dalam
ibadah. Cukup awal-awal memberikan pemahaman akidah, kewajiban dan sunah yang paling
mudah dan paling mungkin diterapkan. Tidak akan berarti ketika ikhtilafiyah (perbedaan)
dalam konsep Islam dijelaskan apabila susah diterapkan. Akan lebih baik terlebih dahulu
memberikan pemahaman yang simpel, tetapi mudah diamalkan secara kontinu.

b/c. Tahap Pembentukan dan Pembinaan serta Pelaksanaan


Secara lambat laun, objek dakwah akan tersisihkan sendiri mana yang menerima
dakwah dan tidak. Perjalanan waktu telah menyisihkan hal itu. Diantaranya akan ada yang
beralasan karena tidak punya waktu, terhalang dengan kegiatan les dan belajar, orang tua
yang melarang, dan hal-hal lain. Untuk itu, jangan heran jika dalam tahap ini hanya sedikit
bisa dibentuk (dikaderkan) dan dibina. Senada dengan Masyhur, Najih Ibrahim juga
mengatakan kendati dakwah telah disampaikan ke banyak orang, tetap saja hanya sedikit
yang menerima dan dari golongan yang menerima tersebut hanya sedikit juga yang
mengamalkan secara sungguh-sungguh. Bahkan, saking sedikitnya mereka bisa dihitung
dengan jari dan namanya gampang dihafal. Kalau ditanya pun ke mereka tentang peran,
tugas, tanggung jawab, sumbangsihnya terhadap agama Islam, maka mereka akan menjawab
“kami hanya pendengar.”27[27]
Dari jumlah yang sedikit tersebut, barulah akan dibentuk dan bina, serta pada
akhirnya bersama-sama menuju semangat nasionalisme religius. Seiring perjalanan waktu,
dengan terus menambah pemahaman sesuai metode dan cara pada tahap pertama, semangat
nasionalisme religius akan muncul dengan sendirinya. Di tambah lagi wataniyat al-hanin
(nasionalisme kerinduan) memang sudah tertanam di dalam hati dan sebagai fitrah manusia.
Selain dari itu, Islam juga memerintahkan hal tersebut.28[28]

C. KESIMPULAN
Teori dakwah Mustafa Masyhur merupakan teori dakwah yang komplit dan tetap
relevan dengan zaman kekinian. Dalam menumbuhkan semangat religius pemuda, teori
menawarkan tiga tahap, yaitu tahap pengenalan dakwah, tahap pembentukan dan pembinaan,

26
27
28

[28]Hasan al-Banna, Majmu‘atur Rasail, 31-32.


dan tahap penerapan. Pada akhirnya jika tahap-tahap ini diikuti, akan menyelamatkan
pemuda Indonesia dari pengaruh negatif sekaligus menjadikan pemuda yang
memperjuangkan dan memajukan bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Jurnal:

al-Anani, Khalil. “The Power of the Jama‘a: The Role of Hasan al-Banna in Constructing the
Muslim Brotherhood’s Collective Identity.” Brill (2013): 4-11,
http://www.brill.com/files/brill.nl/specific/downloads/35734-Preview_SOI.pdf (diakses 26
Februari 2015).
Fox, Jonathan. “The Rise of Religious Nationalism and Conflict: Ethnic Conflict and Revolutionary
Wars, 1945-2001.” Journal of Peace Research 6 (2004): 715,
http://www.jstor.org/stable/4149714 (diakses 19 April 2015).
Friendland, Roger. “Money, Sex, and God: The Erotic Logic of Religious Nationalism.” Sociological
Theory 3 (2002): 383, http://www.jstor.org/stable/3108617 (diakses 17 April 2015).
Levy, Ran A. “The Idea of jihad and Its Evolution: H{asan al-Banna and the Society of the Muslim
Brothers.” Die Welt Des Islams 54 (2014): 154,
http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/15700607-00542p01?
crawler=true&mimetype=application/pdf (diakses 14 Februari 2015).
R. Nasir, dkk. “Psychosocial Factors Between Malaysian and Indonesian Juvenile Delinquents.”
World Applied Sciences Journal 12 (2011): 52,
http://www.idosi.org/wasj/wasj12%28SPSHD%2911/10.pdf (diakses 18 April 2015).
Ramadhan, Hamdan dan Muhammad Mahmud Ahmad. “al-Fikr al-Ijtima‘i wa-al-Siyasi lil-Imam al-
Shahid H{asan al-Banna Dirasah Tahliliyah fi ‘Ilm al-Ijtima‘ al-Siyasi.” Collage of Islamic
Sciences Magazine 12 (2012): 20-26, http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=61866
(diakses 26 Februari 2015).
Sarwini. “Kenakalan Anak (juvenile delinquency): Kausalitas dan Upaya Penanggulangannya.”
Perspektif 4 (2011): 245, http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201209442514478516/5.pdf
(diakses 19 April 2015).
Tuah, Abdul Hafiz Mat dkk. Memperkasakan Jati Diri Melayu-Muslim Menerusi Pendidikan Islam
dalam Pengajaran Akhlak. Jurnal Hadhari Special Edition (2012): 23,
http://www.ukm.my/jhadhari/makalah/khas2012/JD005862%2023-36.pdf (diakses 18 April
2015).
Vandenbosch, Amry. “Nationalism and Religion in Indonesia.” Far Eastern Survey 18 (1952): 182,
http://www.jstor.org/stable/3023866 (diakses 19 April 2015).
Sumber Buku:
al-Banna, Hasan. Majmu‘atur Rasail, diterjemahkan oleh Khozin Abu Faqih dengan judul
Kumpulan Risalah Dakwah Hasan al Banna Jilid 1. Jakarta: Al-I’tishom, 2007.
al-Buti, Muhammad Sa‘id Ramadan. Fiqh al-Sirah: Dirasah Manhajiyah ‘Ilmiyah li-Sirat al-
Mustafa ‘Alayh al-Salah wa-al-Salam, diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhid
dengan judul Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di
Masa Rasulullah SAW. Jakarta: Robbani Press, 2007.
Al-Sayyid bin Ahmad Hamudah. al-Mizaah Adab wa-Ahkam, diterjemahkan oleh Yunus dengan
judul Canda Nabi dan Orang-orang Shalih. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2011.
al-Wa‘i, Taufiq. Da‘wah Ila Allah, diterjemahkan oleh Muhith M. Ishaq dengan judul Dakwah ke
Jalan Allah; Muatan, Sarana dan Tujuan. Jakarta: Robbani Press, 2010.
Aly, Hery Noer dan Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani, 2000).
Atian, Ahmad. Menuju Kemenangan Dakwah Kampus. Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010.
Ibarahim, Najih Muhammad. Risalah Ila Kull Man Ya‘mal lil-Islam, diterjemahkan oleh Fadhli Bahri
dengan judul Taushiyah untuk Aktivis Islam. Jakarta Timur: an-Nadwah, 2003.
Mashhur, Mustafa. Min Fiqh al-Da‘wah, diterjamahkan oleh Abu Ridho. dkk. dengan judul Fiqh
Dakwah. Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat, 2008.
Munamah. Aktivitas Keagamaan Sebagai Solusi Kenakalan Remaja di Sekolah. (Tangerang Selatan:
YPM, 2013).
Tim BIP. Materi Tarbiyah Edisi Lengkap. Solo: Bina Insani Press, 2010.

[1]Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad ‘Abd al-Rahman al-Banna al-Sa‘ati. Dia
merupakan tokoh pendiri Ikwan al-Muslimin, lahir pada satu tahun setelah kematian tokoh
pembaharu Islam terkenal, Muhammad ‘Abduh, pada 14 Oktober 1906, di kota kecil
Mahmudiyah di provinsi Buhayra Kairo. Tumbuh di sebuah keluarga Muslim tradisional di
mana ayahnya, Shaykh Ahmad ‘Abd al-Rahman al-Banna, seorang ulama dan imam masjid
di Mahmudiyah. Setelah al-Banna menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, terjadi revolusi
Mesir tahun 1919. Dia bergabung dengan demonstrasi menentang pendudukan Inggris,
sebuah polemik nasionalis al-Banna terhadap kekuatan asing dan juga menjadi ciri identitas
Ikhwan al-Muslimin. Ran A. Levy, “The Idea of jihad and Its Evolution: Hasan al-Banna and
the Society of the Muslim Brothers,” Die Welt Des Islams 54 (2014), 154,
http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/15700607-00542p01?
crawler=true&mimetype=application/pdf (diakses 14 Februari 2015).

‫س ازلففمافس هتة الزتش هعمزومر الزفقهتو ت‬ ‫ت‬ ‫س اتلززخإلف ت‬ ‫تلفنن أفسههاس اتلززيهفهاتن الزفقلز ه ن ت‬
‫س الزفعفم هتل الزفعهززمما الف ت ت‬
[2]‫ا‬.‫ا‬.‫ا‬.ِ‫ُّي‬،‫ته‬ ‫ُّيِ فوأففسهها ف‬،‫ي‬ ‫ُّيِ فوأففسهها ف‬،‫ص الزمف هفؤامد النق هتي‬ ‫ُّيِ فوأففسهها ف‬،‫ب ال هذهكتي‬
‫م‬ ‫ف ف‬
‫ضتتفها‬ ‫ه‬ ‫ه‬‫ن‬ ‫د‬ ‫ما‬‫ع‬‫ت‬ ‫ة‬
‫ة‬ ‫م‬‫م‬‫أ‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫ثا‬ ‫ه‬‫دي‬‫ت‬ ‫ح‬ ‫و‬ ‫يا‬ ‫ت‬
‫د‬ ‫قا‬ ‫ب‬ ‫با‬ ‫ش‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫كا‬ ‫نا‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ت‬
‫م‬‫و‬ ‫ا‬.‫ب‬‫ت‬ ‫با‬‫ش‬‫ن‬ ‫ت‬
‫لل‬ ‫ن‬
‫ل‬ ‫ت‬
‫إ‬ ‫ن‬‫و‬ ‫كح‬
‫م‬ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ها‬ ‫ت‬
‫ل‬ ‫ك‬ ‫ت‬
‫ه‬ ‫ت‬
‫ذه‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫ا‬.‫ا‬.‫ا‬.
‫ف ف ز م ف ف ف ف م ف زث ف ف ز ث ز م ل ن ف ف ف ز ف‬ ‫فف م ف ف ف ز م‬
Hasan al-Banna, Majmu‘atur Rasail, diterjemahkan oleh Khozin Abu Faqih dengan judul
Kumpulan Risalah Dakwah Hasan al Banna Jilid 1 (Jakarta: Al-I’tishom, 2007), 70. Lihat
juga melalui situs http://www.dakahliaikhwan.com/viewarticle.php?id=19232 (diakses 17
April 2015).

[3]Lihat situs: http://akinini.com/keyakinan/beri-aku-10-pemuda-kuguncang-dunia-


soekarno/140 (diakses 18 April 2015).

[4]Sarwini, “Kenakalan Anak (juvenile delinquency): Kausalitas dan Upaya


Penanggulangannya,” Perspektif 4 (2011), 245,
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201209442514478516/5.pdf (diakses 19 April 2015).

[5]R. Nasir, dkk., “Psychosocial Factors Between Malaysian and Indonesian Juvenile
Delinquents,” World Applied Sciences Journal 12 (2011), 52,
http://www.idosi.org/wasj/wasj12%28SPSHD%2911/10.pdf (diakses 18 April 2015).

[6]Bahkan Rasulullah sendiri pernah dianiaya berupa dibuangnya kotoran dan tanah.
Begitu juga dengan para sahabat dianiaya dengan ditanam hidup-hidup, kepalanya dibelah
dua, dan disisir rambutnya dengan sisir besi hingga kulitnya kepalanya terkelupas.
Muh}ammad Sa‘id Ramadan al-Buti, Fiqh al-Sirah: Dirasah Manhajiyah ‘Ilmiyah li-Sirat
al-Mustafa ‘Alayh al-Salah wa-al-Salam, diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhid
dengan judul Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di
Masa Rasulullah SAW. (Jakarta: Robbani Press, 2007), 83-84.

[7]Mustafa Masyhur, Min Fiqh al-Da‘wah, diterjamahkan oleh Abu Ridho. dkk.
dengan judul Fiqh Dakwah ( Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat, 2008), 12-13.

[8]Mustafa Mashhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 13.

[9]Mustafa Mashhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 14-17.

[10]Khalil al-Anani, “The Power of the Jama‘a: The Role of Hasan al-Banna in
Constructing the Muslim Brotherhood’s Collective Identity,” Brill (2013), 4-11,
http://www.brill.com/files/brill.nl/specific/downloads/35734-Preview_SOI.pdf (diakses 26
Februari 2015).

[11]Penegasan al-Banna tersebut di atas berdasarakan QS. al-Nah}l, 16: 64 (Kami


tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman). Hamdan Ramadan dan Muhammad Mahmud Ahmad, “al-
Fikr al-Ijtima‘i wa-al-Siyasi lil-Imam al-Shahid Hasan al-Banna Dirasah Tahliliyah fi ‘Ilm al-
Ijtima‘ al-Siyasi,” Collage of Islamic Sciences Magazine 12 (2012), 20-26,
http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=61866 (diakses 26 Februari 2015).

` [12]Tim BIP, Materi Tarbiyah Edisi Lengkap (Solo: Bina Insani Press, 2010), 78-
80.

[13]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 18-19.

[14]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 19-21.

[15]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 22-23.


[16]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 26.

[17]Jonathan Fox, “The Rise of Religious Nationalism and Conflict: Ethnic Conflict
and Revolutionary Wars, 1945-2001,” Journal of Peace Research 6 (2004), 715,
http://www.jstor.org/stable/4149714 (diakses 19 April 2015).

[18]Amry Vandenbosch, “Nationalism and Religion in Indonesia,” Far Eastern


Survey 18 (1952), 182, http://www.jstor.org/stable/3023866 (diakses 19 April 2015).

[19]Roger Friendland, “Money, Sex, and God: The Erotic Logic of Religious
Nationalism,” Sociological Theory 3 (2002), 383, http://www.jstor.org/stable/3108617
(diakses 17 April 2015).

[20]Abdul Hafiz Mat Tuah, dkk., Memperkasakan Jati Diri Melayu-Muslim Menerusi
Pendidikan Islam dalam Pengajaran Akhlak, Jurnal Hadhari Special Edition (2012), 23,
http://www.ukm.my/jhadhari/makalah/khas2012/JD005862%2023-36.pdf (diakses 18 April
2015).

[21]Munamah, Aktivitas Keagamaan Sebagai Solusi Kenakalan Remaja di Sekolah


(Tangerang Selatan: YPM, 2013), 170.

[22]Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung
Insani, 2000), 227-234.

[23]Canda yang dimaksud adalah canda yang tidak dikotori dengan hal-hal yang
benci oleh Allah, tidak mengandung dosa, dan tidak menyebabkan purusnya silaturahmi. Al-
Sayyid bin Ahmad Hamudah menegaskan bahwa candaan yang dilakukan Rasulullah bersifat
menghibur dan membahagiakan, serta mendekatkan hubungannya dengan sahabat. Al-Sayyid
bin Ahmad Hamudah, al-Mizaah Adab wa-Ahkam, diterjemahkan oleh Yunus dengan judul
Canda Nabi dan Orang-orang Shalih (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2011), 3.

[24]Ahmad Atian, Menuju Kemenangan Dakwah Kampus (Surakarta: Era Adicitra


Intermedia, 2010), 79-104.

[25]Taufiq al-Wa‘i, Da‘wah Ila Allah, diterjemahkan oleh Muhith M. Ishaq dengan
judul Dakwah ke Jalan Allah; Muatan, Sarana dan Tujuan (Jakarta: Robbani Press, 2010),
590-599.

[26]Ketika itu Rasulullah lagi sibuk berdakwah dari pembesar Quraish, tiba-tiba
datang Ibn Umi Maktum, seorang laki-laki yang buta lagi fakir, ingin mendapatkan
penerangan agama juga dari Rasul. Kemudian Rasul benci kepadanya dan memalingkan
wajah. Atas peristiwa itu, Rasulullah ditegur melalui surat ‘Abasa. Sayyid Qutb, Fi Zilal al-
Qur‘an Surat ‘Abasa, 2. melalui situs: http://www.startimes.com/f.aspx?t=32252802
(diakses 21 April 2015).

[27]Najih Muhammad Ibarahim, Risalah Ila Kull Man Ya‘mal lil-Islam,


diterjemahkan oleh Fadhli Bahri dengan judul Taushiyah untuk Aktivis Islam (Jakarta Timur:
an-Nadwah, 2003), 91-92.

Anda mungkin juga menyukai