Anda di halaman 1dari 11

1

Sekilas PT. jamsostek

Penyelenggaraan Jamsostek bertitik tolak pada prinsip dasar atau visi dan
misi pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh.

Visi pemerintah dalam penyelenggaraan jaminan sosial adalah menciptakan


masyarakat Indonesia yang beradab guna menuju masyarakat sejahtera.
Sedang misi pemerintah dalam penyelenggaraan jaminan sosial adalah
menciptakan dan mengusahakan hak-hak warga negara yang berlaku universal
sebagaimana tertuang dalam pasal 27 -34 UUD 1945, pasal 22 - 25 Deklasari
Universal HAM 1948 dan Konvensi ILO No. 102/1952. Berdasarkan visi dan misi
pemerintah tersebut berkembanglah dasar hukum dan sistem
penyelenggaraan yang melandasi pelaksanaan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan mencapai pemenuhan hak warga negara mendapatkan
perlindungan yang wajar dari berbagai peristiwa tertentu yang dianggap
membutuhkan bantuan (social assistance) bagi masyarakat umum atau resiko
akibat kerja baik untuk karyawan/pegawai swasta, pegawai negeri sipil,
anggota ABRI yang diatur dengan peraturan perundang undangan.

Khusus jaminan sosial untuk masyarakat pekerja sebagai masyarakat


berpenghasilan sebenarnya telah diberlakukan sejak jaman kolonial, yang
penyelenggaraannya dilegalkan melalui UU No. 33 tahun 2947 tentang
kecelakaan kerja. Bentuk perlidungan ini kemudian diperluas lagi pada tahun
1951 dengan dikeluarkannya UU No.2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja
yang mewajibkan pengusaha untuk memberikan perawatan dan kompensasi
atas cacat atau kematian kepada tenaga kerja atau ahli warisnya, dalam hal
terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Pada tahun 1952, diberlakukan
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 dan kemudian diubah lagi
dengan PMP No. 8/1956. Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan
buruh itu kemudian dilengkapi dengan PMP No. 15/1957 yang menguraikan
tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan sosial
buruh.

Melalui Keputusan Menteri Perburuhan No. 5/1964, lahirlah Yayasan Dana


Jaminan Sosial (YDJS) yang berfungsi sebagai penghimpun dan pembayar
ganti rugi kepada buruh dan keluarganya yang terkena resiko kerja.

Jaminan sosial bagi tenaga kerja terus menerus mengalami perkembangan.


Dengan diberlakukannya UU No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok
Ketenagakerjaan, diperlukan penyelenggaraan program perlindungan secara
komprehensip dan pada tahun 1977 terjadi peristiwa penting yang di anggap
milestone dalam sejarah jaminan sosial tenaga kerja dengan tercetusnya
program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) yang berdasarkan PP No. 33
tahun 1977 yang diselenggarakan sejak tahun 1978 sampai dengan 1992
mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk
mengikuti program Astek yang diselenggarakan oleh rerum Astek.

Memasuki dekade 1990an, terjadi reformasi yang cukup mendasar pada


jaminan sosial bagi tenaga kerja dengan dikeluarkannya UU No.3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) beserta peraturan
pelaksanaannya yang diberlakukan pada tahun 1993, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 yang menetapkan PT. Jamsostek sebagai
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Amanat pelaksana jaminan sosial tenaga kerja juga tersurat dalam arah
kebijakan Garis -Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999 -2004 sebagai
upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Konkritnya, dituangkan dalam ketetapan-ketetapan MPR RI No.: IV/MPR/1999
Bab IV.F.1c, yang berbunyi : Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga
kerja bagi seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan, keamanan
dan keselamatan kerja yang memadai, yang pengelolaannya melibatkan
pemerintah perusahaan dan pekerja.
2

Program jamsostek atau jaminan sosial tenaga kerja merupakan program


pemerintah yang bertujuan memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja
guna menjaga harkat dan mertabatnya sebagai manusia dalam mengatasi
resiko-resiko yang timbul didalam hubungan kerja.

Program Jamsostek memberikan kepastian jaminan dan perlindungan


terhadap resiko sosial ekonomi yang ditimbulkan kecelakaan kerja, cacat,
sakit, hari tua dan meninggal dunia.

Dasar Hukum
Program Jamsostek kepesertaanya diatur secara wajib melalui Undang-
Undang No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja, sedangkan
pelaksanaanya dituangkan dalam peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993,
Keputusan presiden no. 22 tahun 1993 dan pertauran Menteri Tenaga Kerja No.
Per.05/MEN/1993.

Jenis Program Jamsostek


Undang-Undang No. 3 tahun 1992 baru mengatur jenis program Jaminan
Kecelakaan Kerja, Janiman Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan.

Program Jaminan Kecelakaan Kerja


Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja pada saat berangkat bekerja
sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja.

Tata Cara Pengajuan Jaminan

1. Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form


jamsostek 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT.
Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2x24 Jam terhitung sejak
terjadinya kecelakaan.

2. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh / meninggal dunia oleh


dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan
kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada PT. Jamsostek (persero) tidak
lebih dari 2X 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal.
Selanjutnay PT. Jamsostek (persero) akan menghitung dan membayar
santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga
kerja/ahliwaris.

3. Form Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan


pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:

a. Fotokopi karu peserta.

b. Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form


Jamsostek 3b atau 3c.

c. Kwitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi


pengangkutan.

Program Jaminan Hari Tua


Program janinman Hari Tua di selengatakan dengan sistem tabungan hari tua,
yang iurannya di tanggung pengusaha dan tenaga kerja.

Kemanfaatan jamina hari tua sebesar iuran yang terkumpul ditambah hasil
pengembangan.
Tata Cara Pengajuan Jaminan
3

1. Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan


menyampaikan formulir Jamsostek 5 kepada kantor jamsostek
setempat dengan melampirkan.

a. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli.

b. Kartu Identitas diri KTP/SIM (fotokopi).

2. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang mengalami


cacat total dilampiri dengan

a. Surat Keterangan Dokter

3. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meniggalkan


wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan :

a. Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia

b. Photocopy Paspor

c. Photocopy VISA

4. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal


dunia sebelum usia 55 thn dilampiri:

a. surat keterangan kematian dari Rumah


Sakit/Kepolisian/Kelurahan.

b. Photocopy Kartu keluarga.

5. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti


bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa
kepesertaan 5 tahun dilampiri dengan :

a. Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari


perusahaan.

b. Surat pernyataan belum bekerja lagi

6. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi


Pegawai Negeri Sipil / ABRI. Selambat-lambatnya 30 hari setelah
pengajuan tersebut PT. Jamsostek (persero) melakukan pembayaran
JHT

Program Jaminan Kematian


Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari perserta
yang meninggal dunia bukan kerena kecelakaan kerja, sebagai tambahan
sebagai jaminan hari tua yang jumlahnya belum optimal.

Tata Cara Pengajuan Jaminan

 Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meniggal dunia


mengisi dan mengirim from 4 kepada PT. Jamsostek (persero) disertai
bukti-bukti:

a. kartu peserta

b. surat keterangan kematian dari rumah sakit /


kepolisian/kelurahan.
4

c. Identitas ahli waris (photocopy KTP/SIM dan KArtu


Keluarga) PT. Jamsostek (persero) akan membayar jamina
kematian kepada yang berhak.

Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

JPK adalah merupakan bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan


kesejahteraan Tenaga Kerja dan keluarganya.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bersifat dasar diberikan kepada tenaga
kerja dan keluarga maksimun dengan 3 (tiga) orang anak.

Program ini diselenggarakan secara terstruktur dan paripurna. Jaminan


Pemeliharaan Kesehatan yang bersifat paripurna (kemprehensif) yaitu meliputi
pelayanan:

 peningkatan kesehatan (promotif)

 pencegahan penyakit (preventif)

 penyembuhan penyakit (kuratif)

 pemulihan kesehatan (rehabilitatif)

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bersifat dasar diberikan kepada tenaga


kerja dan keluarga maksimum dengan 3 orang anak.

Tata Cara Pengajuan Jaminan

a. Pelayanan (PPK Tingkat Pertama)


Tenaga kerja dan keluarganya berhak memperoleh pelayana kepada PPK
tingkat pertama berupa pemeriksaan dan berobat jalan pada Balai
Pengobatan Umum / gigi yang dipilih dengan menunjukan Kartu
Pemeliharaan Kesehatan (KPK) dan pastikan lah KPK masih berlaku
serta perusahaan masih membayar iuran.

b. Pelayanan (PPK tingkat Lanjutan)


Untuk dapat memperoleh pelayan PPK tingkat lanjutan harus melalui
rujukan dari PPK tingkat pertama, pelayanan dimaksud dapat berupa
rawat inap, dan tindakan medis yang diperlukan. Untuk pengambilan
obat atau kaamata dapat dilakukan pada apotik atau optik yang
ditunjuk oleh PT. Jamsostek (persero) berdasarkan rujukan resep dokter
spesialis yang dirujuk. bagi yang memerlukan tindakan emergency
(gawat darurat) bawalah KPK ke Rumah Sakit yang di tunjuk dan
tunjukanlah pada loket pendaftaran dan selanjutnya pasien akan
diberikan perawatan segera. Apabila ternyata atas indikasi medis bukan
kasus emergency, peserta akan diminta membayar biaya oleh rumah
sakit dan tidak dapat diganti oleh PT. Jamsostek (persero)

2003-11-13 09:47:30
Jamsostek Siap Bantu Koperasi Petani

Dirut Jamsostek Achmad Djunaidi mengatakan hal itu kepada


wartawan di Jakarta, kemarin, menanggapi usulan Gubernur Daerah
Istimewa Yogjakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sultan
mengusulkan agar ada pihak ketiga membantu pembentukan
koperasi petani di daerahnya agar ketepatan waktu penyediaan obat-
obatan dan pupuk dapat terjamin dan panen juga dapat ditingkatkan.
5

"Kami sangat antusias dengan usulan tersebut. Apalagi Pemprov DIY


bersedia menjadi penjamin program tersebut," kata Djunaidi.

Menurut Djunaidi, hubungan PT Jamsostek dengan Pemprov DIY


sangat baik. Ini dibuktikan dengan sejumlah kegiatan BUMN itu
dalam penggalakan kepesertaan program Jamsostek bagi pekerja di
daerah itu. Jamsostek sedang mencari skema bantuan bagi
pembentukan koperasi usulan Gubernur DIY itu. "Kami berharap
program ini bisa terwujud sehingga cita-cita Jamsostek mengayomi
pekerja di sektor informal dapat terwujud."

Djunaidi juga mengatakan sejak 1991 sampai September 2003


Jamsostek telah menyalurkan pinjaman lunak sebesar Rp50,101
miliar kepada 3.244 mitra binaan dalam program kemitraan dengan
usaha kecil. Pinjaman itu tersebar di 26 provinsi di 194
kota/kabupaten.

Program kemitraan itu diatur dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor


KEP-236/MBU/2003 tertanggal 17 Juni 2003 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan. Sebelumnya, program kemitraan tersebut
disebut Program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi.

Tujuannya, menumbuhkan ekonomi kerakyatan serta terciptanya


pemerataan pembangunan melalui perluasan kerja, kesempatan
berusaha, dan pemberdayaan masyarakat yang memerlukan
partisipasi BUMN. Selain program kemitraan, Jamsostek juga
melaksanakan Program Bina Lingkungan dalam bentuk bantuan
(hibah) yang digunakan untuk korban bencana alam, pendidikan dan
pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan sarana dan
prasarana umum, serta pengadaan sarana ibadah. (Sdk/E-1)
2003-11-05 09:31:13
Menilik Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh

Bahwa nasib pekerja/buruh )maaf) tidak pasti, juga mudah diyakini,


inflasi tidak pernah benar-benar terimbangi dengan kenaikan UMR
(saat ini UMP/K), efek politik dan ekonomi, pandangan tentang upah
buruh yang lebih rendah sebagai competitive advantage dalam
investasi, kenaikan obat, dan lain-lainnya, telah menekan harapan
pekerja/buruh sehingga yang ada hanya pergulatan pemenuhan
kebutuhan pagi dan sore, dan merangkak melihat garapan yang
tetap (atau mungkin bertambah) jauh. Sementara itu, resiko sosial
ekonomi yang kerap bahkan pasti (sakit, tua, meninggal), yakni
kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, PHK, hari tua dan meninggal
dunia, kadang tak tersiapkan sampai peristiwa itu terjadi.

Ada jaminan sosial, yang dalam perspektif universal merupakan


komponen HAM (UU HAM 1948) dan konvensi ILO No. 102/1992 yang
mengatur mekanisme dan hak-hak pekerja/buruh dalam Jaminan
Sosial. Hak tersebut meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Keempat program tersebut merupakan hak normatif, dimana
dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial
tenaga kerja (pasl 3(2) UU 3/92).

Melalui hak tersebut maka pekerja/buruh dapat terpelihara martabat


dan kemandiriannya dalam menghadapi resiko kecelakaan, sakit,
hamil, bersalin hari tua dan atau meninggal dunia. Pola gotong
royong keluarga dan masyarakat informal yang selama ini kental
dalam budaya timur, khususnya Indonesia, pada kenyataannya telah
bergeser ke arah individual, sehingga format gotong royong tersebut
perlu dalam mekanisme formal, hal mana merupakan dasar dalam
konsep jaminan sosial, yang sehat membantu yang sakit/kecelakaan,
6

usia muda membantu usia tua, bahkan antar sektor usaha, misalnya
saat sektor pariwisata dan perbankan mengalami guncangan saat
ini, maka sektor lain menjadikan pekerja pada sektor yang
mengalami guncangan tersebut dapat tetap terlindungi kepastian
hak-haknya atas resiko sosial ekonomi yang ada.

Terlebih lagi dalam semangat otonomi daerah yang pada intinya


dengan perlimpahan kewenangan yang pada intinya dengan
perlimpahan kewenangan untuk mengatur pembangunan daerah,
diyakini dapat mempercepat kesejahteraan masyarakatnya, maka
sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja, merupakan media yang paling
ideal sebagai media pemenuhan hak-hak masyarakat pekerja dan
keluarganya, pelayanan kesehatan tidak lagi memperoleh subsidi,
dapat terlaksana dengan program jaminan pemeliharaan kesehatan
sehingga beban anggaran Pemda pun dapat terkurangi.

Hak pekerja/buruh dalam memperoleh Jaminan Sosial diatur secara


normatif/wajib melalui Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993, Keputusan
Presiden No 22 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per.05/Men/1993 dan perubahannya.

UU No. 3 tahun 1992 baru mengatur jenis program Jaminan


Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK): adalah jaminan dengan memberikan kompensasi dan
rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja
akibat hubungan kerja.

Yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang dialami


oleh pekerja sejak ia berangkat meninggalkan rumah, selama dalam
perjalanan ke tempat kerja, selama waktu bekerja sampai waktu
kembali ke rumah, dengan catatan jalur kembali ke rumah adalah
yang biasa digunakan/dilalui sehari-hari.

Bila itu terjadi, maka (yang terpenting tentu memberikan


pertolongan pertama / P3K) pengusaha melaporkan kejadian
tersebut segera (kurang dari 2x24 jam) ke Disnaker dan PT
Jamsostek, lalu mengalami pengobatan perawatan/medis
sebagaimana mestinya, dan setelah pengobatan perawatan
dinyatakan sembuh, maka akan diperhitungkan hak-haknya
meliputi :
∙ Biaya transport, dengan maksimum Rp 100.000,- darat, Rp 200.000,-
laut dan Rp 250.000,- angkatan udara. (ini tidak untuk transport
rawat jalan/hanya saat kecelakaan saja).
∙ Penggantian upah sementara tidak mampu bekerja / STMB; 120 hari
pertama sebesar 100% upah, 120 hari kedua sebesar 75% upah dan
selanjutnya 50%.
∙ Biaya perawatan medis, maksimum sebesar Rp. 6.000.000,-
∙ Santunan cacat tetap sebagian = prosentase jenis cacat sesuai
tabel dikalikan 70 bulan upah
∙ Santunan cacat tetap total; berupa pembayaran sekaligus 70 bulan
upah x 70% dan pembayaran berkala Rp 50.000,- selama 24 bulan.
∙ Santunan kematian berupa; pembayaran sekaligus 60 bulan x 70%
ditambah pembayaran berkala Rp. 50.000,- selama 24 bulan dan
biaya pemakaman Rp 600.000,-
∙ Biaya rehabilitasi; berupa Prothese (anggota badan tiruan) dan
orthose (alat bantu) seperti tongkat dan kursi roda, dengan
penggantian biaya sesuai dengan harga RS DR. Suharso, Surakarta
ditambah 40% dari harga tersebut.

Penyakit yang karena hubungan kerja dianggap sebagai kecelakaan


7

kerja, ditetapkan sebanyak 31 jenis sebagaiman tercantum dalam


Keputusan Presiden nomor 22 tahun 1993.

Program Jaminan Hari Tua (JHT) diselenggarakan dengan sistem


tabungan hari tua, yang iurannya ditanggung oleh pengusaha dan
tenaga kerja. Kemanfaatan JHT sebesar iuran yang terkumpul
ditambah hasil pengambangannya. Jaminan Hari Tua akan
dikembalikan/dibayarkan apabila tenaga kerja:
∙ Mencapai umur 55 tahun atau
∙ Mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa bekerja lagi, atau
∙ Meninggal dunia, atau
∙ Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah menjadi
peserta setidak-tidaknya 5 tahun, atau
∙ Pergi keluar negeri atau pulang ke luar / negeri asal untuk tidak
kembali lagi, atau
∙ Menjadi pegawai negeri sipil atau anggota TNI/POLRI.

Pada prinsipnya pembayaran Jaminan Hari Tua dilaksanakan


sekaligus, namun bagi jaminan hari tua yang besarnya lebih dari Rp
3.000.000,- (tiga juta rupiah) dapat dibayarkan secara bulanan untuk
jangka waktu paling lama lima tahun.

Program Jaminan Kematian (JKM) dibayarkan kepada ahli waris


tenaga kerja dari peserta yang meninggal dunia bukan karena
kecelakaan kerja, sebagai tambahan bagi jaminan hari tua. Jaminan
kematian diberikan sebesar Rp 5.000.000,- ditambah dengan biaya
pemakaman sebesar Rp 1.000.000 sehingga berjumlah Rp
6.000.000,- (enam juta rupiah).

Ahli waris dimaksud adalah (tingkatan menurut keberadaannya)


janda atau duda, anak, orang tua, cucu, kakek, nenek, saudara
kandung, mertua. Dalam hal keseluruhan ahli waris tersebut tidak
ada maka santunannya dibayarkan kepada orang/pihak yang ditunjuk
oleh tenaga kerja tersebut dalam surat wasiatnya, bila juga tidak ada
wasiat, maka dibayarkan kepada pengusaha atau pihak lain guna
mengurus pemakamannya.

Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bersifat dasar,


diberikan kepada tenaga kerja dan keluarganya, maksimum dengan 3
(tiga) orang anak, meliputi:
∙ Rawat jalan tingkat pertama, berupa; pemeriksaan dan pengobatan
dokter umum dan dokter gigi, pemeriksaan diberikan tindakan medis
sederhana.
∙ Rawat jalan lanjutan berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh
dokter spesialis
∙ Rawat inap
∙ Pertolongan persalinan
∙ Penunjang diagnostik berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi,
EEG, dst.
∙ Pelayanan khusus berupa penggantian biaya prothese, orthose dan
kacamata
∙ Pelayanan gawat darurat

Standar pelayanan kesehatan adalah pada PPK I untuk tingkat


pertama (poli/puskes/praktek swasta), sedangkan rujukan rawat
jalan, standar rumah sakit pemerintah, dan rawat inap, standar kelas
II rumah sakit pemerintah. Khusus program JPK, pengusaha yang
telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan lebih baik dari UU
3/1992 (ukurannya Permenaker nomor 01/1998), tidak wajib
mengikuti program JPK yang diselenggarakan badan penyelenggara.

Bagi peserta program JPK berhak untuk; memperoleh kesempatan


mendapat pelayanan kesehatan yang optimal dan menyeluruh,
8

sesuai kebutuhan dan standar pelayanan yang ditetapkan, memilih


fasilitas pelayanan dalam wilayah sesuai dengan tempat tinggal,
dalam hal emergency dapat langsung meminta pertolongan pada
PPK terdekat, menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas
terhadap penyelenggaraan JPK.

Kewajiban peserta JPK khususnya; menyelesaikan prosedur


adminstrasi, antara lain; mengisi formulir daftar susunan keluarga (F
1b), menandatangani kartu pemeliharaan kesehatan (KPK), memiliki
KPK sebagai bukti diri mendapatkan pelayanan, mengikuti prosedur
pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan, segera melaporkan ke
pengurus Jamsostek di perusahaan dan PT Jamsostek, bila KPK
hilang, rusak, untuk mendapatkan penggantian. Berdasarkan survey
(kompas), karena mampu membeli obat, sementara tingkat
kesehatan cenderung rentan. Untuk itu, sebagai pekerja/buruh ,
pastikan anda memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan.

Besaran nilai hak yang diperoleh pekerja/buruh atau ahli warisnya,


sangat dipengaruhi oleh kebenaran data upah yang dilaporkan,
karena didasarkan pada pekalian upah terhadap prosentase dari
masing-masing manfaat jaminan. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja
ditanggung oleh pengusaha, terdiri dari 5 tarif sesuai dengan jenis
usaha utamanya. Prosentase tarif tersebut antara 0,24% s/d 1,74%.
Iuran Jaminan Kematian ditanggung oleh pengusaha sebesar 0,3%
kali upah. Iuran Jaminan Hari Tua sebesar 5,7% upah, ditanggung
pengusaha sebesar 3,7% dan tenaga kerja 2%.

Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung pengusaha


sebesar 3% bagi tenaga kerja lajang dan 6% bagi tenaga kerja yang
berkeluarga. Untuk iuran program jaminan pemeliharaan kesehatan,
upah yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran, maksimal Rp 1
juta, artinya bila upah lebih dari Rp 1 juta, yang diperhitungkan
untuk iuran hanya dari Rp 1 juta saja.

Hal yang perlu diperhatikan adalah kebenaran data upah yang


dilaporkan kepada Badan Penyelenggara (PT Jamsostek), karena
upah sangat berpengaruh terhadap kemanfaatan dan hak pekerja,
sebagai contoh, dalam program JHT; bila upah sebenarnya Rp 900
ribu tetapi didaftarkan Rp 500 ribu, maka dalam waktu 5 tahun (bila
dianggap sama), akan diperoleh jumlah saldo JHT Rp 1.710.000,- dari
yang seharusnya Rp 3.078.000,- atau selisih kurang Rp 1.368.000,-
belum termasuk bunga (hasil pengembangan yang tentu juga
berbeda. Sedangkan dalam program JKK pengaruh upah tersebut
juga besar, misal dengan data tersebut, bila terjadi kecelakaan dan
meninggal dunia, ahli waris menerima santunan dari penyelenggara
sebesar 70 bulan upah x 70% yakni sebesar Rp 22,5 juta dari hak
yang seharusnya Rp 44,1 juta, atau terdapat selisih kurang sebesar
Rp 19,6 juta. (Penulis adalah pemerhati masalah pekerja dan jaminan
sosial).

Pemerintah Terus Kaji Fasilitas SUM

Hasil pengendalian dan kajian dilapangan akan dijadikan perhatian


pemerintah, apabila instrumen ini menunjukan efektifitas yang lebih
baik, maka pemerintah akan memperbesar jumlah sasarannya.

Selain SUM yang diberikan pemerintah pada masyarakat yang ingin


menggunakan fasilitas KPR bersubsidi, program bantuan yang lain
yang diberikan oleh institusi tertentu, juga sangat membantu bagi
tercapainya pemenuhan perumahan bagi masyarakat.

Program bantuan uang muka yang sekarang ini berjalan, menurut


Direktur Jendral Perumahan dan Permukiman, Depkimpraswil, Ir. Asa
9

Sughandy, MSc, adalah bantuan pinjaman uang muka dari PT


Jamsostek, bantuan pembiayaan PNS melalui Taperum dan bantuan
uang muka oleh Yayasan Kesejahteraan Prajurit (YKPP).

Bantuan yang diberikan oleh PT Jamsostek kepada pekerja


perusahaan yang sudah menjadi anggota Jamsostek, maksimal
pinjamannya sebesar Rp 6 juta dengan jangka waktu pengembalian
selama lima tahun. Pinjaman yang diberikan oleh Jamsostek yang
anggarannya pada tahun 2003 sebesar 40 milyar, dipatok dengan
bunga pinjaman sebesar 6% pertahun (menggunakan metode sliding
rate).

Sementara untuk bantuan uang muka bagi PNS melalui Taperum,


merupakan hak bagi setiap anggota PNS. Sebab bantuan yang
nilainya disesuaikan dengan golongannya ini tidak perlu
dikembalikan dan diberikan hanya satu kali. Bantuan uang muka
tersebut adalah sebesar Rp 1,2 juta untuk golongan I, Rp 1,5 juta
untuk golongan II, Rp 1,8 juta untuk golongan III dan Rp 2,1 juta
untuk golongan IV.

Selain bantuan uang muka yang diberikan oleh Taperum, bantuan


lainnya adalah fasilitas pinjaman lunak bagi PNS. Pinjaman lunak ini
nilainya maksimum sebesar Rp 3,5 juta yang harus dikembalikan
selama lima tahun dengan suku bunga pinjaman sebesar 8,5%
pertahun.

Bantuan uang muka dari YKPP, diberikan setiap prajurit yang inigin
membeli rumah dengan bantuan sebesar Rp 7,5 juta sampai Rp 10
juta, tergantung dari daya beli, golongan dan pangkat yang
dimilikinya. Bantuan, ini merupakan hak setiap prajurit dan tidak
perlu dikembalikan.

'Selisih premi untuk kesejahteraan

Ketua BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia


(Gapensi) DKI Jakarta Effendi Sianipar mengatakan selama ini klaim
yang diajukan kontraktor relatif kecil dibandingkan premi proyek
konstruksi yang diwajibkan pemerintah dibayarkan ke Jamsostek.

"Mengingat kecilnya klaim, kami menilai dana selisih antara premi


dan klaim seharusnya kembali lagi ke masyarakat jasa konstruksi.
Tidak semuanya memang, tetapi setidaknya dana itu bisa digunakan
untuk kesejahteraan," ujarnya akhir pekan lalu.

Menurut dia, kerja sama dengan Jamsostek itu intinya memberikan


perlindungan kepada tenaga kerja pada proyek yang digarap anggota
Gapensi DKI Jakarta. "Setiap anggota Gapensi yang menggarap
proyek konstruksi akan dipotong 0,025% untuk jaminan tenaga kerja
kepada Jamsostek. Mengingat klaimnya kecil sekali, maka sebagian
dari selisih premi dan klaim akan dikembalikan kepada masyarakat
jasa konstruksi. Tapi bentuknya bukan berupa uang, melainkan
pelatihan-pelatihan," katanya.

Dia mengatakan hal itu pada acara Rapat Pimpinan Daerah


(Rapimda) yang diikuti dengan penandatanganan MoU antara BPD
Gapensi DKI dan PT Jamsostek.

Gapensi memilih Jamsostek dalam menjalin kerja sama karena tidak


banyak perusahaan asuransi yang berani memberikan jaminan
tenaga kerja terhadap proyek konstruksi. "Beberapa diantaranya
sudah pernah ditawarkan tetapi tidak ada yang sanggup," tutur
Sianipar.
10

Dia mengatakan kerja sama ini merupakan yang pertama dengan


Gapensi DKI, selanjutnya setelah ini diharapkan seluruh BPD lainnya
dapat menjalin kerja sama serupa, serta tidak ada batasan untuk
memilih perusahaan asuransi penjaminnya meskipun saat ini baru
Jamsostek.

Menurut dia, kerja sama ini diharapkan akan menguntungkan


Jamsostek, karena jumlah anggota di DKI Jakarta saat ini 6.000
perusahaan dari skala kecil hingga besar, jumlahnya akan bertambah
jika daerah akan mengikuti jejak Gapensi DKI.

Proyek berskala kecil yang juga menjadi jaminan Jamsostek disebut


sebagai K3 yang beranggotakan tiga orang. (dhp)

2003-10-31 15:14:39
Pelayanan Terlambat, Peserta Bisa Minta Ganti Rugi

Dalam PP No. 14/1993, ujar Ansyori, penyelenggara Jamsostek harus


dapat menyelesaikan pemberian santunan selambatnya dalam waktu
1 bulan. Jika ternyata sudah lewat waktu itu belum juga selesai,
peserta bisa saja melakukan klaim ganti rugi sebesar 1% kepada
Jamsostek, sesuai jumlah hari keterlambatan. Walau tenggang
waktu cukup lama, tetapi PT Jamsostek ingin memberikan sebaik-
baiknya kepada peserta. Untuk pelayanan JHT misalnya, jika
perasyaratnya lengkap, dalam waktu kurang dari 2 jam sudah
selesai. Mentang-mentang masih banyak waktu untuk
menyelesaikannya, bukan berarti pelayanan itu seenaknya saja.
Pokoknya, pelayanan harus sebaik mungkin dan secepat mungkin.

Dalam rangka pendekatan pelayanan kepada perusahaan peserta


Jamsostek, di Tangerang mulai November 2003 ini dibuka kantor
cabang baru, di Bumi Serpong Damai. Dengan dibukanya cabang
baru itu, perusahaan Jamsostek yang berada di kawasan Serpong,
Ciputat, dan sekitarnya tidak perlu lagi harus ke Kota Tangerang
untuk mengurus klaimnya. Demikian pula perusahaan-perusahaan
lama dan baru dapat lebih dekat berhubungan dengan kantor
Jamsostek setempat. *(Y)

Data Jamsostek Salah, Perusahaan Dirugikan

Hal itu terjadi ketika manajemen PT Katolec Indonesia awal


September lalu memberikan laporan saldo Jaminan Hari Tua (JHT),
yakni salah satu program dari PT Jamsostek, kepada seluruh
karyawannya, tidak sesuai dengan kenyataan. Ada salah seorang
karyawan yang telah bekerja selama 20 tahun yang seharusnya saldo
JGT sekitar Rp 4 juta, namun kenyataannya saldonya hanya terbilang
sebesar Rp 20.000 saja.

Entah ini kesalahan yang disengaja atau tidak, tetapi kenyataannya


hampir 90% karyawan Katolec yang berjumlah 847 orang terdiri dari
731 perempuan dan 116 laki-laki, saldo hari tuanya tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya.

Akibat tidak sesuainya saldo JHT tersebut, pihak manajemen PT


Katolec mendapat protes dari seluruh karyawan dan berbuntut unjuk
rasa. Pihak manajemen dituduh melakukan penggelapan iuran
Jamsostek. Padahal hal itu tidak dilakukan oleh pihak manajemen.
Setiap bulannya pihak manajemen secara rutin menyetorkan iuran
tersebut ke PT Jamsostek Cabang Cikarang.
11

Akhirnya kedua belah pihak sepakat melakukan perundingan. Dari


hasil perundingan dihasilkan titik temu, bahwa saldo JHT yang tidak
sesuai dengan yang sebenarnya itu, bukan kesalahan pihak
manajemen. Kedua belah pihak yang tadinya berseteru, juga sepakat
akan menindaklanjuti dan mengklarifikasi kesalahpahaman ini ke PT
Jamsostek setempat.

Wah hasil, ketika dilakukan klarifikasi ke PT Jamsostek, pihak


manajemen PT Jamsostek Cikarang, mengakui memang ini
kesalahan dari pihaknya. Kata Obon, alasan PT Jamsostek, terjadi
karena kesalahan data komputer. Dan, dijanjikan secepatnya akan
memperbaiki kesalahan saldo JHT tersebut.

Meskipun masalah yang terjadi antara PT Jamsostek dan PT Katolec


telah dapat diselesaikan, namun karena telah terjadi masalah ini
tetap saja pihak perusahaan dan karyawan yang dirugikan. Pasalnya,
kata Obon, ketika terjadi pemogokan karyawan, praktis aktivitas
produksi berhenti total. “Nah, berapa besar kerugian yang
ditanggung perusahaan akibat tidak ada produksi. Sedangkan
karyawan akibat melakukan pemogokan, juga merasa dirugikan
karena ada beberapa orang yang terkena sanksi,” tutur Obon.

TIDAK ADA YANG SALAH

Menanggapi masalah tersebut, Kepala Kantor PT Jamsostek Cabang


Cikarang Drs. Saud Jalaludin mengatakan, bahwa tidak ada data PT
Jamsostek Cabang Cikarang yang salah. PT Jamsostek tidak pernah
mengurangi atau menambah data yang diberikan oleh pihak
perusahaan. Jadi data yang diberikan oleh pihak perusahaan itulah
yang akan diolah PT Jamsostek Cabang Cikarang.

Menurut Saud, data yang diberikan oleh PT Katolec Indonesia itu


sudah dilakukan perbaikan terus menerus sejak tahun 1999. ‘’ Sudah
ada 4 kali perubahan data yang diberikan oleh pihak perusahaan.
Perubahan itu antara lain karena ada pekerja yang memiliki dua
kartu anggota. Juga pembayaran iurannya nunggak. Tapi sekarang
ini sudah lunas, dan perubahan itu perlu proses,” ujarnya.

Dikatakan pula secara umum memang hal seperti itu sering terjadi
di berbagai perusahaan. Permasalahannya antara lain, perusahaan
tidak mencantumkan gaji karyawan yang sesungguhnya. Ini
berakibat bila pekerja itu akan mengambil JHT, yang diterima
jumlahnya kecil. Disamping itu personalia yang mengurusi iuran
Jamsostek sering berganti-ganti, sehingga kadang data yang
diberikan kepada Jamsostek juga berubah-ubah, dan perlu dilakukan
perubahan-perubahan.

“Tanggal 22 Oktober lalu kami sudah melakukan rapat dengan pihak


perusahaan dan serikat pekerja. Kami sudah beri penjelasan dan kini
masih dalam proses perbaikan datanya. Jadi sebenarnya tidak ada
masalah. Pihak serikat pekerja pun pernah kami beri tahu
bagaimana penghitungannya dalam memperoleh Jaminan Hari Tua
(JHT),” kata Saud yang menambahkan bahwa pihak PT Jamsostek
Cabang Cikarang khususnya akan memberikan pelayanan sebaik-
baiknya kepada para peserta dan bila ada masalah, mereka itu tidak
perlu mogok. (tulus/mur)

Anda mungkin juga menyukai