Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien


Nama : An. MK
Jenis kelamin : Laki – laki
Tanggal lahir : 04 Juni 2001
Umur : 16 tahun
Pendidikan : SMA
Suku bangsa / Bangsa :Sunda / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Parung Panjang
No. Rekam Medik : 86 47 XX
Masuk RS tanggal : 2 Januari 2018, pukul 23.10
Datang sendiri/dikirim : Datang sendiri

Identitas Orangtua
Orangtua Ayah Ibu
Nama Tn. I Ny.H
Umur sekarang Meninggal 50 tahun
Perkawinan ke 1 1
Pendidikan terakhir D3 SMA
Pekerjaan Wartawan IRT
Pangkat - -
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Jawa
Riwayat Penyakit Stroke Hemoragik Baik

I.2 Anamnesis
Autoanamnesis pada pasien Jumat, 5 Januari 2018 pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama : Demam

1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tiga hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien mengeluh demam.
Demam dirasakan naik turun dan makin meningkat pada malam hari. Pasien konsumsi
obat penurun demam, suhu turun tidak pasien ukur namun kembali meningkat. Pasien
mengatakan keluhan demam tidak disertai perdarahan di kulit, perdarahan gusi,
mimisan, nyeri pada sendi, ruam kemerahan, menggigil, nyeri kepala, kesadaran
menurun.
Selain demam pasien mengeluh batuk berdahak yang disertai darah. Batuk
tidak disertai pilek, sesak napas, nyeri tenggorok dan sulit menelan. Batuk berdahak
disertai keringat malam. Keluhan lain berupa mual dan muntah terutama setelah
makan. Pasien juga mengeluh nyeri pada punggung. Nyeri dirasakan saat istirahat dan
bertambah saat pasien berpindah posisi dan batuk. Tidak dirasakan nyeri dan
pembengkakan pada sendi-sendi. Pagi hari SMRS pasien dijadwalkan untuk kontrol
rutin infeksi TBC di RS Kramat. Lalu pasien disarankan untuk langsung ke RSPAD
untuk dirawat.
Tahun 2016 pasien pernah satu kali batuk darah yang disertai batuk berdahak.
Pasien hanya konsumsi obat batuk tanpa memeriksakan ke dokter. Setiap setelah
konsumsi obat batuk, pasien mengaku batuk berdahak sedikit berkurang namun tidak
pernah hilang.
Pada Februari 2017 pasien batuk darah yang disertai demam, keringat malam
hari dan penurunan berat badan. Pasien menyangkal terdapat benjolan pada leher dan
ketiak dan menyangkal pembengkakan pada tulang atau sendi. Kemudian pasien
diperiksakan ke dokter puskesmas untuk diperiksa sputum dengan hasil BTA negatif. .
Pasien mengaku tidak pernah melakukan uji tuberkulin. Kemudian dilakukan rontgen
thorax lalu didiagnosis infeksi TBC paru dan pasien diberikan terapi isoniazid dan
rifampisin. Pasien mengaku selama pengobatan tidak pernah putus obat. Berat badan
pasien mengalami penurunan 25kg dari bulan Februari hingga Desember 2017.
Saat ini pasien dirawat pada hari ketiga dan masih mengeluh batuk darah,
demam pada malam hari disertai keringat malam dan punggung sakit bila pindah
posisi.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan

2
b. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit tertentu maupun
penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Sekitar
Di keluarga, Sekolah dan lingkungan sekitar rumah tidak ada yang memiliki
keluhan batuk berdahak lama, batuk darah atau didiagnosis infeksi TBC paru. Ayah
pasien meninggal setelah mengidap asam urat tinggi yang lama dan menurut pasien
dokter mengatakan ayah pasien meninggal setelah pecah pembuluh darah otak dan
tidak memiliki riwayat TB.

Riwayat Kehamilan
Status obstetrik ibu pada saat mengandung pasien adalah G 2P1A0. Pasien
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Selama kehamilan ibu pasien tidak
merasakan keluhan, hanya perasaan mual diawal kehamilan. Ibu pasien rutin kontrol
selama hamil ke bidan.

Riwayat Kelahiran
Lahir spontan di Rumah Bersalin dengan bantuan bidan. Usia gestasi cukup
bulan, ibu lupa mengenai berat badan lahir dan panjang badan lahir namun kesan
bayi normal. Sewaktu lahir langsung menangis, bayi tidak kebiruan, tidak pucat dan
tidak terdapat kelainan bawaan. Tidak ada riwayat kuning dan kejang.

Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Menegakkan kepala : ibu lupa
Membalikkan badan : ibu lupa
Duduk : ibu lupa
Merangkak : menurut ibu pasien, pasien tidak mengalami fase
merangkak
Berdiri : 12 bulan`
Berjalan : 14 bulan
Bahasa
Bicara : Pasien lancar berbicara pada usia 12 bulan
Motor Halus dan Kognitif

3
Menulis : 5 tahun
Membaca : 5 tahun
Prestasi Belajar : tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran
Kesan: data kurang lengkap dengan kesan perkembangan sesuai usia.

Riwayat Nutrisi
Usia ASI/PASI dan takaran Buah Biskuit Bubur Nasi Tim
(Bulan) Susu
0-2 ASI - - - -
2-4 ASI - - - -
4-6 ASI - - - -
6-8 ASI - - + +
8-10 ASI + + + +
10-12 ASI + + + +

Makanan Frekuensi
Nasi 3x/hari
Sayur 3x/hari
Daging 1hari/minggu
Telur 3 hari/minggu
Ikan 3 hari/minggu
Tahu 3x/hari
Tempe 3x/hari
Susu 2x/hari

Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi Usia


Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 2 bulan
DTP 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
HiB (-)
PCV (-)
Rotavirus (-)
Influenza (-)
MMR (-)
Tifoid (-)
Hepatitis A (-)
Varisela (-)

4
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, tidak ada imunisasi ulangan, tidak ada imunisasi
pilihan

Riwayat Keluarga
Anak kedua dari tiga bersaudara
Lahir Mati Keterangan
No Usia Jenis Kelamin Hidup Abortus
Mati (sebab) kesehatan
1. 23 tahun L  Sehat
2. Pasien
3. 10 tahun L  Sehat

Anggota Keluarga Lain yang Serumah


Tidak ada. Rumah ditempati Ibu dan ketiga anak

Masalah Dalam Keluarga


Tidak ada.

Riwayat Sosial Ekonomi


Tinggal di perumahan, milik sendiri. Kondisi rumah bukan padat penduduk
dengan terdapat halaman hijau didepan dan matahari yang cukup. Ketersediaan air
cukup baik, sumber air dari PDAM. Ventilasi udara baik.

I.3 Pemeriksaan Fisis


Dilakukan di Ruang Perawatan IKA lantai 2, 5 Januari 2018 pukul 11.25 WIB.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 93x/menit, reguler, isi cukup, equal 4 ekstremitas
Pernafasan : 20x/menit, tipe pernafasan thorakal, kedalaman cukup
Suhu : 36.9oC per axilla

Data Antopometri
Berat badan sebelum sakit : 85kg (Februari 2017)
Berat badan : 60 kg

5
Tinggi badan : 172 cm

Status Gizi
Menurut kurva NCHS - CDC untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun :
Berdasarkan BB/U = (60/61) x 100% = 98.3%
Berdasarkan TB/U = (172/173) x 100 % = 99.4%
Berdasarkan BB/TB= 60/59 x 100% = 101.6%
Kesan : Status Gizi Normal, Perawakan Sesuai

Status Generalis
Kelainan mukosa/kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Edem : (-)
- Turgor : Cukup
- Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)

Kepala
- Bentuk : Bulat, simetris, normocephal
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Mata : Kelopak mata tidak edem, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+) secret (-)
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)canalis aurikular
externus tidak hiperemis, nyeri tekan tragus tidak ada
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi(-), napas cuping hidung(-), secret (-)
tidak ada epistaksis
- Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (-), lidah tidak kotor, gusi tidak hipertrofi,
tidak hiperemis dan tidak terdapat perdarahan gusi, faring tidak
hiperemis, T2-T2 tenang.

6
Leher
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak membesar

Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga V garis midklavikula
Sinistra, tidak ada thrill.
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra.
Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, tidak ada retraksi
- Palpasi : Taktil vokal fremitus menurun pada paru kanan
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler lapang paru kanan menurun, tidak ada
wheezing maupun ronki

Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris, tidak ada distensi
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : supel, turgor baik, tidak ada nyeri tekan, hepar tidak
teraba membesar, limpa tidak teraba pembesaran.
- Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada acites

Genitalia Eksterna
Kelamin : laki-laki, tidak dilakukan pemeriksaan

7
Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada sianosis, tidak ada edema, CRT <3 detik.

I.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang


Hasil Lab

Jenis Pemeriksaan 02/01/17 Nilai Rujukan

Hemoglobin 11.1 13-16 g/dl


Hematokrit 35 32-33 %
Eritrosit 4.9 4,3–5,3 Juta/µL
Leukosit 16.980 4.500-13.500/µL
Trombosit 501.000 150.000-400.000/µL
MCV 70 78-98 fL
MCH 23 25-35 pq
MCHC 32 31-37 g/dl
RDW 14.6 11.5-14.5%
WDAL
S. Typhi O 1/160 Negatif
S. Paratyphi BH 1/160 Negatif

Foto Thorax
- Jantung tidak membesar (CTR <50%)
- Aorta dan Mediatinum superior tidak melebar
- Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal
- Tampak infiltrat di lapangan paru kanan hingga menutup hemidiafragma
kanan dan sinus kostofrenikus kanan
- Hemidiafragma kiri licin. Sinus kostofrenikus kiri lancip
- Tulang-tulang kesan intak
Kesan : Pleuropneumonia kanan

I.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam naik turun
yang meningkat pada malam hari dan tidak disertai perdarahan di kulit, perdarahan
gusi, mimisan, nyeri pada sendi, ruam kemerahan, menggigil, nyeri kepala, kesadaran
menurun. Suhu turun setelah pasien konsumsi obat penurun demam namun kembali
meningkat. Selain demam pasien mengeluh batuk berdahak yang disertai darah yang
8
disertai keringat malam. Batuk tidak disertai pilek, sesak napas, nyeri tenggorok dan
sulit menelan. Keluhan lain berupa mual dan muntah terutama setelah makan. Pasien
juga mengeluh nyeri yang dirasakan saat istirahat dan bertambah saat pasien
berpindah posisi dan batuk. Tidak dirasakan nyeri dan pembengkakan pada sendi-
sendi.
Tahun 2016 pasien pernah satu kali batuk darah yang disertai batuk berdahak.
Pada Februari 2017 pasien diperiksa sputum dengan hasil BTA negative. Pasien
didiagnosis TB paru atas hasil rontgen thorax. Pasien mengaku tidak pernah
melakukan uji tuberkulin. Kemudian pasien diberikan obat tablet yang diberi tiga kali
sehari yang dilajutkan isoniazid dan rifampisin. Pasien mengaku selama pengobatan
tidak pernah putus obat. Berat badan pasien mengalami penurunan 25kg dari bulan
Februari hingga Desember 2017.
Pasien juga mengaku tidak ada kontak dengan orang lain baik di keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan rumah dengan keluhan batuk berdahak lama,
batuk darah atau dengan diagnosis TB paru. Ayah pasien meninggal setelah pecah
pembuluh darah otak menurut dokter dan tidak memiliki riwayat TB paru
sebelumnya. Keadaan rumah pasien tidak padat penduduk dengan ventilasi yang baik
dan sinar matahari yang dapat masuk ke rumah.
Hasil pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada status gizi pasien
didapatkan gizi cukup dengan BB/U 95.2%, TB/U 98.5% dan BB/TB102.5%. Pada
leher tidak didapatkan pembesaran KGB. Pada pemeriksaan paru didapatkan
penurunan suara vesikuler pada lapang paru kanan.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dengan hb 11.g/dL dan
leukositosis dengan jumlah leukosit 16.980/µL. Pada pemeriksaan foto thorax
didapatkan kesan pleurapneumonia kanan.

I.6 Diagnosis Banding


1. A. Tubekulosis Paru
B. Tumor Paru
2. A. Anemia Defisiensi Besi
B. Anemia Penyakit Kronik

I.7 Diagnosis Kerja


1. Tuberkulosis Paru

9
2. Anemia Defisiensi Besi

I.8 Tatalaksana
 Tirah baring
 IVFD Dextrose 5% + NaCl 0,225% 1.500ml/24 jam
 Ceftriaxone 1x2gr i.v
 Paracetamol 3 x 500 mg i.v bila suhu diatas 380
 Ranitidine 2x50mg i.v
 Asam Traneksamat 2x500mg i.v
 Ambroxol 4 x 30mg
 Isoniazid 1x300mg
 Rifampisin 1x450mg

I.9 Saran Pemeriksaan Penunjang


- Tes Sputum BTA
- CT scan Thorax
- Bronkoskopi

I.10 Follow Up
Tanggal Follow UP
05-01-2018 S: pasien tidak demam, batuk darah, nyeri punggung terutama saat batuk, tidak ada mual
16.00 muntah, nafsu makan menurun, BAK dan BAB normal
O: KU/Kes : Tampak lemah /Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit.
Suhu : 36.80C
Kepala : normochepal
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
THT : napas cuping hidung (-), sekret (-).
Mulut: mukosa bibir kering, tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks: simetris, tidak ada retraksi
Cor : BJI-BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara Napas Vesikuler menurun pada lapang paru kanan, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT < 3detik
A : Infeksi TB paru on OAT
- Suspek anemia defisiensi besi
P: IVFD Dextrose 5% + NaCl 0,225% 1.500ml/24 jam

10
 Ceftriaxone 1x2gr i.v
 Paracetamol tab 3 x 500 mg i.v bila suhu diatas 380
 Ranitidine 2x50mg i.v
 Asam Traneksamat 3x500mg i.v
 Ambroxol 4 x 30mg
 Isoniazid 1x300mg
 Rifampisin 1x450mg
08-01-2018 S: pasien tidak demam, batuk darah, nyeri punggung terutama saat batuk. Pasien rencana
07.00 bronkoskopi jam 8.00 WIB
O: KU/Kes : tampak lemah /Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit.
Suhu : 36,7 0C
Kepala : normochepal
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
THT : napas cuping hidung (-), sekret (-).
Mulut: mukosa bibir lembab, tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks: simetris, tidak ada retraksi
Cor : BJI-BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara Napas Vesikuler menurun pada lapang paru kanan, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik
A: Infeksi TB paru on OAT
- Suspek anemia defisiensi besi
P: IVFD Dextrose 5% + NaCl 0,225% 1.500ml/24 jam
 Ceftriaxone 1x2gr i.v
 Paracetamol 3 x 500 mg i.v bila suhu diatas 380
 Ranitidine 2x50mg i.v
 Asam Traneksamat 3x500mg i.v
 Ambroxol 4 x 30mg
 Isoniazid 1x300mg
- Rifampisin 1x450mg
08-01-2018 Hasil bronkoskopi :
12.00 Kesimpulan Massa tumor dan stenosis infiltratif menutup total LBKa.
09-01-2018 S: pasien tidak demam, batuk darah, nyeri dada dan punggung terutama saat batuk. BAB dan
13.30 BAK tidak ada masalah
O: KU/Kes : tampak lemah /Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit.
Suhu : 36,8 0C
Kepala : normochepal
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
THT : napas cuping hidung (-), sekret (-)

11
Mulut: mukosa bibir lembab, tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks: simetris, tidak ada retraksi
Cor : BJI-BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara Napas Vesikuler menurun pada lapang paru kanan, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik
A: Tumor Paru
- Infeksi TB paru on OAT
- Suspek anemia defisiensi besi
P: IVFD Dextrose 5% + NaCl 0,225% 1.500ml/24 jam
 Ceftriaxone 1x2gr i.v
 Paracetamol 3 x 500 mg i.v bila suhu diatas 380
 Ranitidine 2x50mg i.v
 Asam Traneksamat 3x500mg i.v
 Ambroxol 4 x 30mg
 Isoniazid 1x300mg
- Rifampisin 1x450mg
10-01-2018 S: pasien tidak demam, batuk darah, nyeri dada saat batuk, nyeri punggung tidak ada. Tidak
07.30 mual dan muntah, BAB dan BAK tidak ada masalah
O: KU/Kes : tampak lemah /Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit.
Suhu : 36,7 0C
Kepala : normochepal
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
THT : napas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks: simetris, tidak ada retraksi
Cor : BJI-BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara Napas Vesikuler menurun pada lapang paru kanan, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik
A: Tumor Paru
- Infeksi TB paru on OAT
- Suspek anemia defisiensi besi
P: IVFD Dextrose 5% + NaCl 0,225% 1.500ml/24 jam
 Paracetamol 3 x 500 mg i.v bila suhu diatas 380
 Asam Traneksamat 3x500mg i.v
 Ambroxol 4 x 30mg

I.11 Prognosis

12
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tuberkulosis Paru


II.1.1Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis
yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.1 TB dapat
menyerang siapa saja, terutama usia produktif/masih aktif bekerja (15-50tahun) dan
anak-anak.2 TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.3
TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahu sebelum Masehi,
namunkemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abad terakhir.4 Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia. Diperkirakan
terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002 didunia. Jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau sebesar 39
orang per 100.000 penduduk.5 Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat
pesat. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di
negara berkembang jumlah anak berusia dibawah 15 tahundengan TB adalah 40-50%
jumlah populasi umum.3
TB anak yang tidak mendapat pengobatan yang tepat akan menjadi sumber
infeksi TB pada saat dewasa nanti.2

II.1.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab tuberkulosis pada manusia adalah Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini merupakan bakteri pleomorfik, batang gram positif lemah
dengan panjang 2 sampai 4 μm. Mikrobakteria bersifat tahan asam, yaitu mampu
membentuk kompleks mikolat yang stabil dengan pewarna arylmethane.6

II.1.3 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan

14
terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan
seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan
akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang
diperlukan sejak kuman masuk hingga terbentuknya komplek primer disebut massa
inkubasi yang bervariasi 2-12 minggu dan biasanya selama 4-8 minggu. Pada saat
terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Imunitas seluler
tubuh terbentuk yang diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.2
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut 3:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
15
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
- Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya.
- Penyebaran secara hematogen dan limfogen
Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal dan genitalia

Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :


- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal

Sumber : Buku Petunjuk Managemen dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak

16
II.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala sistemik/umum TB anak adalah tidak khas: 1,2
- Nafsu makan kurang
- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
- Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
- Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal atau
tempat lain.
- Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan atau terdapat nyeri dada
- Gejala gastrointestinal seperti diare persisten/menetap (>2 minggu) yang
tidak sembuh dengan pengobatan baku diare atau perut membesar karena
cairan atau teraba mssa dalam perut.
- Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
Gejala klinis dan temuan pada pemeriksaan fisik :1, 8
1. Antropometri : gizi kurang
2. Suhu subfebris ditemukan pada sebagian pasien
3. Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.
4. Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.

II.1.5 Diagnosis
Pemeriksaan penunjang1
a Uji Tuberkulin
Penyuntikan 0.1ml tuberkulin PPD secara intrakutan di bagian volar
lengan bawah 5-10 c dibawah lipat siku dengan arah suntikan memanjang
lengan. Hasil dapat dibaca setelah 48-72 jam. Dengan interpretasi ≥10 mm

17
positif, 5-9 mm meragukan dan ≤5 mm negatif. Untuk hasil meragukan
perlu dilakukan pengulangan setelah dua minggu.
b Foto Thoraks AP dan Lateral Kanan
Gambaran radiologis sugestif TB diantaranya : pembesaran kelenjar hilus
atau paratrakeal, konsolidasi lobus paru, milier, kavitas dan kalsifikasi.
c Pemeriksaan Mikrobiologik
Dari bahan bilasan lambung tiga hari berturut-turut setiap pagi atau
sputum
d Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsi kelenjar, kulit atau jaringan
lain yang dicurigai TB
e Pemeriksaan serologi PAP TB, Mycodot, nilainya tidak lebih unggul dari
uji tuberkulin sehingga tidak dianjurkan.

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat


dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia,
dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.

Parameter Sistem Skoring:


- Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)

18
- Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak
tersebut.Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
- Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan
selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi
OAT dilanjutkan sampai selesai.
- Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai
telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
- Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB

II.1.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari tuberkulosis mencakup berbagai diagnosis oleh


karenatuberkulosis dapat mengenai berbagai organ dan gejala dan tanda yang tidak
spesifik pada awal penyakit. Pada TB paru, tuberkulosis dapat mirip dengan
pneumonia, keganasan dan berbagai penyakit sistemi yang terjadi limfadenopati
generalisata. Tuberkulosis harus dicurigai jika uji tuberkulin positif atau terdapat
riwayat kontak tuberkulosis.6

II.1.7Tatalaksana

- Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan


- Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal
3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya
penyakit.
Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

19
- Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:
Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
TB kelenjar superfisial diterapi sama dengan TB Paru

Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus


dievaluasi. Respons pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu
makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang.
Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6
bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik maka
pengobatan TB tetap dilanjutkan sambil mencari penyebabnya. Sistem skoring hanya
digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.8

20
II.1.8 Pencegahan Tuberkulosis Pada Anak
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari
Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program
Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG pada
bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin.

Bila anak balita sehat, yang tinggal serumah dengan pasien TB paru BTA
positif, mendapatkan skor < 5 pada evaluasi dengan sistem skoring, maka kepada
anak balita tersebut diberikan isoniazid dengan dosis 5–10 mg/kg BB/hari selama 6
bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.2

II.2 Anemia Defisiensi Besi


II.2.1 Pendahuluan1
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk
sintesis hemoglobin, dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak
dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama
Indonesia.
Prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah
dan masa remaja karena adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut disertai
asupan besi yang rendah, penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang kurang
sehingga dapat menyebabkan exudative entteropathy dan kehilangan darah akibat
menstruasi.

II.2.2 Diagnosis1
Gejala klinis pada anemia :
- Pucat lama tanpa manifetsasi perdarahan
- Mudah lelah, lemas, marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh menurun,
gangguan perilaku dan prestasi belajar.
- Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica)
- Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi
- Infeksi malaria, infestasi parasit

Pemeriksaan fisik pada anemia :


21
- Bila kadar Hb<5 g/dL ditemuka gejala iritabel dan anoreksia
- Bila kadar Hb<7 g/dL ditemukan pucat
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal jantung
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktivitas kerja

Pemeriksaan penunjang pada anemia :


- Darah lengkap yang terdiri dari : Hb rendah, MCV, MCH dan MCHC rendah. RDW
lebar dan MCV rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi.
- Kadar besi serum rendah, TIBC, serum ferritin <12ng/mL dipertimbangkan
diagnostik defisiensi besi
- Nilai retikulosit normal atau menurun
- Serum transferrin receptor (STR) tinggi pada ADB, menjadi pembeda anemia akibat
penyakit kronik
- Zinc protoporphyrin (ZPP) meningkat
- Terapi besi dengan respon pemberian preparat besi 3mg/kgBB/hari ditandai kenaikan
retikulosit 5-10 hari diikuti Hb 1g/dL atau Ht 3% setelah 1 bulan. 6 bulan setelah
terapi, Hb dan Ht dinilai untuk menilai keberhasilan terapi.

II.2.3 Tatalaksana1
- Preparat besi
Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous
suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kg/hari. Respon kenaikan Hb/Ht setelah 1
bulan, 2 g/dL, lanjutkan sampai 2-3 bulan.
Komposisi besi elemental,ferous fumarat 33%, ferous glukonas 11.6%, ferous sulfat
20%.
- Transfusi darah
Tranfusi PRC hanya diberikan pada kadar Hb<4 g/dL

BAB III
ANALISIS KASUS

22
Keluhan awal pasien demam dan batuk dapat merupakan gejala dari penyakit
pneumonia, tuberkulosis atau tumor paru. Pada pasien tidak didapatkan gejala pneumonia
berupa sesak napas yang disertai pernapasan cuping hidung, retraksi dada dan suara
tambahan napas rhonki pada pemeriksaan fisik.
Diagnosis TB paru dapat menggunakan skoring TB yang terdiri dari beberapa
komponen, diantaranya kontak TB, uji tuberkulin, berat badan, demam yang tidak diketahui
penyebabnya, batuk kronik, pembesaran kelenjar limfe, pembengkakan tulang atau sendi
dan foto thorax. Anak didiagnosis TB bila jumlah skor minimal 6. 3 Pada pasien tidak
didapatkan kontak TB pada lingkungan sekitar, tidak dilakukan uji tuberculin, pada hasil
status gizi didapatkan gizi cukup dengan BB/TB 102.5% dan BB/U 95.2%, demam lebih
dari 2 minggu, batuk berdahak lebih dari 3 minggu, tidak didapatkan pembesaran kelenjar
limfe, tidak didapatkan pembengkakan tulang atau sendi dan foto thorax yang sugestif.
Hasil skoring pasien 3.
Pasien didiagnosis setelah melakukan pemeriksaan foto thorax dan diberikan OAT
dalam bentuk FDC sebanyak 5 tablet dalam sehari. Pada pasien anak dengan berat badan
lebih dari 30kg yang telah didiagnosis TB paru pemberian OAT sesuai dengan dosis
dewasa. FDC dalam fase intensif berisi 3 obat, rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Yang
dilanjuti dengan fase lanjutan yang berisi 2 obat, rifampisin dan isoniazid. Selama
pemberian obat dilakukan evaluasi respon pengobatan berupa penurunan gejala. Berat
badan meningkat, demam menghilanng, batuk berkurang dan nafsu makan meningkat. Bila
respon kurang, pada pasien dalam bulan ke 10 OAT gejala demam, batuk darah dan
penurunan berat badan masih ada, maka OAT dilanjutkan sambal mencari penyebab lain.
Pada pemeriksaan fisik didapat napas vesikuler yang menurun pada lapang paru kanan
yang menunjukkan terdapat masalah konduksi suara di paru yang dapat diakibatkan tumor
paru. Maka dilakukan CT scan thorax dan bronkoskopi untuk menilai lebih lanjut keadaan
paru pasien. Hasil CT scan didapat perpadatan dengan gambaran air bronchogram di
dalamnya di segmen 2,6,8,9,10 dan infiltrate noduler di segmen 2 paru kanan dan segmen 1-
2 paru kiri. Selanjutnya dilakukan bronkoskopi pada pasien dengan hasil massa tumor dan
stenosis infiltratif menutup total LBKa.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 11.1 g/dL dengan MCV 70 dan MCHC
23 yang menunjukkan anemia mikrositik hipokrom. Anemia jenis ini dapat disebabkan
defisiensi zat besi atau penyakit akibat penyakit kronik. Pasien jarang konsumsi daging
mendukung dugaan anemia defisiensi besi.

23
24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi A, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.


2. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Jakarta : World Health
Organization; 2009
3. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB
Anak, Jakarta
4. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian RI
Tuberkulosis
5. Buku Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Indonesia Tahun 2009
6. Behrman, R dkk. 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. EGC. Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai