Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH :
Grace Fidia
1620221200

PEMBIMBING :
dr. Tundjungsari RU, Msc, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUD AMBARAWA
2018
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmat dalam penulisan tugas laporan kasus ini.
Tugas laporan kasus yang berjudul Pnuemonia dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Tundjungsari RU, MSc, Sp,A selaku pembimbing kepaniteraan klinik
anak RSUD Ambarawa.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, oleh karena itu peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Semoga makalah yang disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan
negara serta masyarakat luas pada umumnya di masa yang akan datang.

Ambarawa, April 2018

Penulis
PENGESAHAN

Laporan Kasus diajukan oleh


Nama : Grace Fidia
NRP : 1620221200
Program studi : Kedokteran umum
Judul : Pneumonia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai syarat
yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik anak Program Studi Profesi
Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta.

Pembimbing

dr. Tundjungsari RU, MSc, Sp.A

Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal : April 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi


bakteri, virus maupun jamur. Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006
dalam “Pneumonia: The Forgotten Killer of Children”, Indonesia
menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita
dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar
separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di
dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri
pneumokokus yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal.
Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5 kematian pada anak balita.
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang bayi
dan anak-anak di bawah usia 2 tahun sedangkan Respiratory Synsitial
Virus (RSV) merupakan virus yang paling sering menyebabkan
pneumonia. Sejauh ini, pneumonia merupakan penyebab utama kematian
pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
BAB II
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


 Nama : An. D
 Umur : 2 Bulan 7 hari
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Ngampon 2/8 Panjang Ambarawa
 Nama Ayah : Tn. R
 Pendidikan Ayah : SMP
 Pekerjaan Ayah : Pegawai swasta
 Nama Ibu : Ny. S
 Pendidikan Ibu : SMP
 Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
 Tanggal Perawatan di RS : 7-11 April 2018

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien di Bangsal
Anak Anggrek RSUD Ambarawa tanggal 7 April 2018.
Keluhan Utama
Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengalami batuk. Batuk terdengar grok-grok dan mengganggun tidur
pasien. Orang tua pasien mengatakan seperti ada dahak yang tertahan
namun tidak bisa dikeluarkan. Saat batuk, terkadang pasien sempat
memuntahkan susu yang diminum. Batuk yang dialami tidak dipengaruhi
oleh perubahan cuaca. Batuk tidak disertai pilek. Riwayat batuk lama
sebelumnya, keringat malam, penurunan berat badan disangkal. Terdapat
sedikit suara mendengkur saat pasien tidur.
Selain batuk pasien juga mengalami demam yang muncul bersamaan
dengan batuk. Demam juga dalami sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Demam berlangsung terus menerus sepanjang hari. Pada
pagi hari sampai malam hari selalu tinggi. Demam turun setelah diberikan
obat penurun panas. Selama demam, nafsu makan pasien berkurang dan
tampak lemah. Demam tidak disertai menggigil, ruam kemerahan,
perdarahan gusi, mimisan, nyeri maupun cairan yang keluar dari telinga,
kejang maupun penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat berpergian
sebelum pasien demam.
Dua hari SMRS, pasien mulai terlihat lemah, kurang aktif, dan
rewel. Ibu pasien memberikan obat penurun panas yg didapat dari bidan,
demam pasien pun turun, namun beberapa jam kemudian pasien kembali
demam. BAB dan BAK normal
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, batuk pasien semakin
memberat. Napas pasien tampak cepat, dan terengah-engah, cuping hidung
pasien bergerak kembang kempis saat bernapas. Keluarga pasien
kemudian membawa pasien ke RSUD Ambarawa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak ada riwayat
penyakit asma, tidak ada riwayat alergi

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien saat ini tidak sedang batuk pilek, namun kakak pasien yang ke-2
sedang mengalami batuk dan pilek sudah 1 minggu. Keluhan serupa (-), riwayat
HT (-), DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi makanan ataupun obat (-).

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat apapun dan tidak pernah memiliki
riwayat meminum obat secara rutin.
Riwayat Kehamilan Ibu :
 Morbiditas kehamilan : selama masa kehamilan, ibu pasien menyatakan
bahwa dalam keadaan sehat, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak
mengkonsumsi obat-obatan dan tidak merokok
 Perawatan antenatal : rutin dilakukan satu kali pada Trimester I, satu kali
pada Trimester II dan dua kali pada Trimester III ke bidan. Dan di USG
pada usia 8 bulan.
 P4A0
Kesan : Tidak ditemukan adanya riwayat kelainan pada kehamilan
Riwayat Kelahiran :
 Tempat Bersalin : Tempat bersalin bidan
 Penolong : Bidan
 Cara persalinan : Spontan
 Berat Badan Lahir : 4200 gram
 Masa Gestasi : 39 minggu (aterm)
 Keadaan Setelah Lahir : Langsung menangis, tidak pucat dan tidak kuning.
 Kelainan Bawaan : Tidak Ada
Kesan : Pasien lahir secara spontan pervaginam di bidan, neonatus cukup
bulan, dan berat badan lahir normal.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
 Riwayat Pertumbuhan
o BB lahir : 4200 gram
o BB sekarang : 6 kg
o PB lahir : 50 cm
o TB sekarang : 55 cm
 Riwayat Perkembangan
Pasien sudah bisa melakukan kontak mata dengan orang sekitar dan
tersenyum
Riwayat Makanan
Dari lahir sampai sekarang, pasien hanya mengkonsumsi ASI
Riwayat Imunisasi
 BCG : 1x, pada umur 1 bulan
 Hepatitis B : 1x, pada umur 0 bulan
 Polio : 1x, pada umur 1 bulan

Silsilah Keluarga

Keterangan :
Pasien tinggal di rumah ayah, ibu dan ketiga kakaknya. Kakak pasien yang
pertama berusia 14 tahun, yang kedua berumur 10 tahun, dan yang ketiga berumur
3.5 tahun.

Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan


 Keadaan Sosial
Pasien merupakan anak keempat yang tinggal bersama ayah dan ibunya.
 Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan yang
tidak tetap setiap harinya dan ibu pasien hanya seorang ibu rumah tangga.
 Keadaan Lingkungan
Rumah orangtua pasien memiliki ventilasi yang cukup dan sinar matahari
dapat masuk melalui jendela. Sumber air berasal dari sumur terbuka.
Pasien memelihara kambing dan angsa dihalaman depan rumahnya
 Kebiasaan
Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok didalam rumah
Kesan: keadaan sosial dan lingkungan kurang, keadaan ekonomi pasien
tergolong menengah kebawah.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status Pasien tanggal 08 April 2018
- Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : Compos Mentis
- Nadi : 140 x/menit, regular, equal, isi cukup
- Respirasi : 80 x/menit,
- SpO2 : 98%
- Status mental : cengeng
- Suhu : 38.4 ºC
- Berat Badan : 6 kg
- panjang Badan : 55 cm
- Lingkar kepala : 35 cm
- Lingkar lengan atas : 14 cm

Data Antropometri
- BB/U = 0 < Z score < 1 (kurva WHO)
- PB/U = -2 < Z score < 0 (Kurva WHO)
- BB/PB = 0 < Z score < 1 (kurva WHO)
Kesan : status gizi normal dan perawakan cukup

Status gizi
- BB/U = normal
- PB/U = normal
- BB/TB = cukup
Kesan = status gizi normal, perawakan sesuai usia

Status Generalis
 Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh:
Pucat (-), Sianosis (-), Ikterus (-), Perdarahan (-), Oedem (-),
Turgor cukup, Lemak bawah kulit cukup
 Kepala :
Normocephal, ubun-ubun besar rata, rambut hitam, terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada eritema dan skuama
 Mata :
Palpebra tidak edema, tidak cekung, konjungtiva tidak anemis dan
sclera tidak ikterik, kornea jernih (+/+), lensa jernih (+/+), refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
 Telinga
- Daun telinga : Bentuk, besar dan posisinya normal
- Lubang telinga : Tidak ada sekret, serumen (-)
- Gendang telinga : Sedikit cekung dan mengkilat
 Hidung :
bentuk normal, secret (-), napas cuping hidung (+)
 Tenggorokan :
Sulit dinilai
 Mulut :
Bibir tidak sianosis, mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor
 Leher :
Trachea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Thorax :
Bentuk simetris, tidak ada deformitas
 Paru
ANTERIOR POSTERIOR

KIRI KANAN KIRI KANAN

Inspeksi Pergerakan dada Pergerakan dada Pergerakan dada Pergerakan dada


simetris, terdapat simetris, retraksi simetris simetris
retraksi subcostal subcostal
Palpasi Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

Perkusi Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai


Auskultasi Bronkovesikuler Bronkovesikuler Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Ronkhi (+) Ronkhi (+) Ronkhi (+) Ronkhi (+)
Wheezing (-) Wheezing (-) Wheezing (-) Wheezing (-)

o Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : Sulit dinilai
 Auskultasi : SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
bentuk datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar
 Ekstremitas :
Akral hangat, CRT <2 detik, tidak edem
 Genital : Tidak ada kelainan

1.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Darah Lengkap (21 Maret 2018)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.0 g/dl (L) 10,8-15.6 g/dl
Leukosit 8.98 ribu 4.5-11 ribu
Eritrosit 3.22 jt 3,8-5,8 juta
Hematokrit 29.9 % (L) 35-47 %
Trombosit 400 ribu 150-400 ribu
MCV 30.0 fL (L) 82-98 fL
MCH 33.3 pg (L) 27-32 pg
MCHC 33.1 g/dl 32-37 g/dl
RDW 12.2 % 10-16
MPV 6.82 mm³ 7-11 mm³
Limfosit 4.89 1.5-6.5
Monosit 0.858 0-0,8
Eosinofil 0.0 (L) 0,05-0,7
Basofil 0,160 0-0,2
Neutrofil 3.07 1,5-8,5
Limfosit % 54 (H) 25-40 %
Monosit% 9.56 (H) 2-8%
Eosinofil% 0.00 (L) 2-4
Basofil% 1.78 0-1
Neutrofil% 34.2 (L) 60-70%
PCT 0.273 0.2 – 0.5
PDW 17.3 (H) 10-18

b. Rontgen Thorax AP ( 9 April 2018)

Cor : bentuk dan letak jantung normal


Pulmo : corakan meningkat, tampak bercak paru kanan
Penebalan hilus kanan
Kedua sinus lancip
Kesan :
Bentuk dan letak jantung normal
Gambaran pneumonia
Limfadenopati hilus kanan

1.5 Resume
Anak perempuan berusia 2 bulan datang dengan keluhan sesak napas.
Sesak napas dialami sejak 1 hari SMRS. Sesak juga disertai dengan batuk dan
suara napas grok-grok. Pasien juga mengalami muntah apabila sedang
menyusui dan ada serangan batuk. Selain sesak dan batuk, pasien juga
mengalami demam terus menerut tinggi yang hanya turun bila diberi obat
penurun demam dan kembali demam lagi beberapa jam kemudia. Keluarga
pasien tidak ada yang memiliki riwayat dengan keluhan serupa, namun kakak
pasien sedang batuk dan pilek
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu yang tinggi, napas cuping
hidung, retraksi dinding dada, dan napas cepat pada pemeriksaan penunjang
ditemukan gambaran pneumonia pada hasil rontgen.

1.6 Diagnosis Akhir


 Pneumonia Berat
 Gizi Lebih

1.7 Penatalaksanaan
 Inf. KAEN 3B 12 tpm mikro drip
 O2 NK 1 lpm
 Inj. Ampisilin 3 x 200 mg
 Inj. Paracetamol 50 mg/6 jam
 Salbutamol 3 x 1.5
 Nebule ventoline + fulmicord / 8 jam
 Pasang NGT  intake ASI 8 x 50-60 cc

1.8 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

1.11 Catatan Perkembangan Perjalanan Penyakit


Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Terapi
7/4/18 Sesak napas masih Keadaan Umum : sadar, tampak Pneumonia - Inf. KAEN 3B 12
sangat terlihat, sulit lemas tpm mikrodrip
tidur (+), batuk (+)
Tanda Vital : - 02 NK 1 lpm
- Nadi : 120 x / menit, isi dan - Inj. Ampisilin 3 x
tegkanan cukup. 200 mg
- Pernafasan : 78 x / menit - Inj paracetamol 50
mg/6 jam
- Suhu : 38.3 0 C (aksila)
- Salbutamol 3 x 1.5
- Nebule ventolin +
Pemeriksaan fisik
fulmicord/8jam
Hidung : napas cuping hidung (+)
- NGT untuk ASI 8 x
Thorax : retraksi (+) 50-60 cc
Paru : Ronkhi +/+
Plan :
Cek DR
Rontgen thirax AP
8/4/18 Batuk (+), sesak (+), Keadaan Umum : sadar, tampak Pneumonia - Inf. KAEN 3B 12
demam saat malam lemas tpm mikrodrip
hari
Tanda Vital : - 02 NK 1 lpm
- Nadi : 132 x / menit, isi dan - Inj. Ampisilin 3 x
tegkanan cukup. 200 mg
- Pernafasan : 80 x / menit - Inj paracetamol 50
0 mg/6 jam
- Suhu : 37.6 C (aksila)
- Salbutamol 3 x 1.5
- Nebule ventolin +
Pemeriksaan fisik
fulmicord/8jam
Hidung : napas cuping hidung (+)
NGT untuk ASI 8 x 50-60
Thorax : retraksi (+) cc
Paru : Ronkhi +/+
Hasil Lab darah
Leu : 8.98 (N)
Limfosit % : 54 (H)
9-4- Demam (+), batuk Keadaan Umum : baik Pneumonia - Inf. KAEN 3B 12
2018 (+), sesak berkurang tpm mikrodrip
Tanda Vital :
- 02 aff
- Nadi : 117 x / menit, isi dan
tegkanan cukup. - Inj. Ampisilin 3 x
200 mg
- Pernafasan : 60 x / menit
- Inj paracetamol 50
- Suhu : 37.2 0 C (aksila)
mg/6 jam
- Salbutamol 3 x 1.5
Pemeriksaan fisik
- Nebule ventolin +
Hidung : napas cuping hidung (-) fulmicord/8jam
Thorax : retraksi (-) - NGT aff
Paru : Ronkhi -/-
10– 4 – Demam (-), batuk Keadaan Umum : baik Pneumonia - Inf. KAEN 3B 12
2018 berkurang, tidak tpm mikrodrip
Tanda Vital :
terlihat sesak
- Inj. Ampisilin 3 x
- Nadi : 120 x / menit, isi dan
200 mg
tegkanan cukup.
- Inj paracetamol 50
- Pernafasan : 58 x / menit
mg/6 jam
- Suhu : 37.1 0 C (aksila)
- Salbutamol 3 x 1.5
- Nebule ventolin +
Pemeriksaan fisik fulmicord/8jam
Hidung : napas cuping hidung (-)
Thorax : retraksi (-)
Paru : Ronkhi -/-

11/4/18 Sudah tidak demam, KU : baik Pneumonia - BLPL


batuk sangat
Kesadaran : compos mentis - Terapi pulang :
berkurang
amoksilin syru 3 x 1
Tanda Vital :
cth
- Nadi : 122 x / menit, isi dan
- Salbutamol syr 3 x ½
tegkanan cukup.
cth
- Pernafasan : 56 x / menit
- Suhu : 37.2 0 C (aksila)

Pemeriksaan fisik
Hidung : napas cuping hidung (-)
Thorax : retraksi (-)
Paru : Ronkhi -/-
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstisial. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi).1World Health
Organization (WHO) mendefenisikan pneumonia didiagnosis hanya
berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan
frekuensi pernafasan.2
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi
ruang alveolar. Sedangkan Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi
paru yang terfokus pada area bronkiolus dan memicu poduksi eksudat
mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi saluran respiratori
berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobulus
yang berdekatan

III.1.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai
negara terutama dinegara berkembang termasuk Indonesia. Insidens
pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak
balita di negara berkembang.1,2

III.1.3 Etiologi
Pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Synctyal
Viirus, Rhinovirus, virus parainfluenza. Bakteri terbanyak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B dan
2.
Mycoplasma pneumoniae Etiologi spesifik penyebab pneumonia
didasarkan sesuai kelompok umur (bayi baru lahir, bayi muda/young
infants, anak-anak, anak usia 5 tahun, anak usia sekolah dan remaja muda,
serta dewasa).1,2

Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang


Lahir – 20 hari Bakteri : E.colli, Streptococcus Bakteri : Bkateri anaerob,
grup B, Listeria monocytogenes Streptococcus grup D, Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumoniae
Virus : CMV, HMV
3 minggu – 3 bulan Bakteri : Clamydia Bakteri : Bordetella pertusis,
trachomatis, Streptococcus Haemophilus influenza tipe B,
pneumoniae Moraxella catharalis, Staphylococcus
Virus : Adenovirus, Influenza, aureus
Parainfluenza 1, 2, 3 Virus : CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus influenza tipe
pneumoniae, Mycoplasma B, Moraxella catharalis,
pneumoniae, Streptococcus Staphylococcus aureus, Neisseria
pneumoniae meningitidis
Virus : Adenovirus, Rinovirus, Virus : Varicela zoster
Influenza, Parainfluenza
5 tahun - remaja Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus influenza,
pneumoniae, Mycoplasma Legionella sp.
pneumoniae

III.1.4 Patogenesis
Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap
steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi
imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang
membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat
di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobunlin lain.3
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium
ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Berikutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, dimana sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan
tetap normal.3
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah
menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia intersitial.
Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa
trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan
sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini
dapatmeluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika.
Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan
cepat menjadi jelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan
mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus
menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau
lebih mencolok pada sati sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan
yang luas dan kaverna tidak teratur.2

III.1.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis pneumonia secara umum:2
 Gejala Infeksi Umum
 Demam
 sakit kepala
 gelisah
 malaise
 nafsu makan berkurang
 keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare
 Gejala Respiratori
 Batuk
 sesak napas
 retraksi dada
 takipnea
 napas cuping hidung
 air hunger
 merintih
 sianosis

III.1.6 Diagnosis
a. Anamnesis1
- Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif dengan dahak,
bahkan bisa berdarah, Sesak nafas, Demam, Tampak lemah, Serangan
pertama atau berulang/ untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromaise, kelainan anatomi bronkus, dan asma.
b. Pemeriksaan Fisik1
- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan
pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang sebabkan
anak gelisah dan rewel.
- Penilaian keadaan umum : kesadaran dan kemampuan makan/minum
- Pemeriksaan auskultasi : adanya takipneu, batuk, ronkhi
- Gejala distres pernapasan : nafas cuping hidung takipnea, retraksi
subkostal, merintih, dan penurunan suara paru
- Demam dan sianois
- Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia
yang klasik, pada anak yang demam dan sakit akut terdapat gejala yakni
nyeri yang diproyeksikan ke abdomen, sedangkan pada bayi muda gejala
pernafasan tak teratur dan hipopnea.

c. Pemeriksaan Penunjang1
Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan rontgen dada tidak direkomendasikan secara rutin pada
anak dengan infeksi saluran nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada pasien yang dirawat inap
atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
- Pada pneumonia terdapat gambaran radiologis yang khas, walaupun
terdapat tumpang tindih yang dapat menghalangi diagnostik definitif
melalui pemeriksaan radiologi saja.
- Pneumonia bakterial ditandai oleh adanya konsolidasi lobaris atau
pneumonia berbentuk bundar dengan disertai adanya efusi pleural 10-
30% kasus.
- Gambaran radiologi pada pneumonia viral adalah infiltrat
bronkopneumonia yang berbentuk seperti garis yang tumpang tindih
(streaky) dan menyebar difus4.
- Berbagai tipe pneumonia-pneumonia lobaris, bronkopneumonia,
pneumonia interstisial dan alveolar harus dibedakan berdasarkan
pemeriksaan radiologi dan patologi4.

Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk menentukan jenis antibiotik yang diberikan
- Pemeriksaan kultur darah dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas
yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia
berat. Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien
rawat jalan, tapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan
kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia
bakterial
- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas
tersedia.
- Pemeriksaan yang secara akurat dapat membantu penegakan diagnosis
pneumonia virus adalah pemeriksaan biakan atau pemeriksaan antigen
viral secara cepat pada sediaan sekret respiratori atas, tetapi ini tidak
dapat menyingkirkan pneumonia bakterial
- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura untuk mendeteksi
adanya bakteri, jamur dan virus untuk penegakkan diagnosis dan
memulai pemberian.
- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut
lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin

III.1.7 Klasifikasi Pneumonia


Klasifikasi pneumonia WHO merekomendasikan penggunaan
peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta untuk
mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian,
kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria. Klasifikasi pneumonia
(berdasarkan WHO):1,2
Bayi kurang dari 2 bulan
- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat
- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang,
letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler
Anak umur 2 bulan-5 tahun
- Pneumonia ringan: napas cepat
- Pneumonia berat: retraksi
- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang,
letargis, malnutrisi

III.1.8 Diagnosis Banding


Bronkopneumonia Bronkiolitis
 Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru  Bronkiolitis adalah inflamasi bronkoli pada bayi <2
meliputi alveolus dan interstisial. tahun.
 Insidens pneumonia pada anak <5 tahun  Bronkiolitis merupakan penyakit seasonal virus yang
banyak terjadi di Negara maju dan Negara ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk, dan
berkembang mengi
 Streptococcus pneumonia, Staphylococcus  Gejala klinis:
epidermidis, RSV, parainfluenza, adenovirus  Demam atau riwayat demam, namun jarang terjadi
paling sering menjadi penyebab pneumonia demam tinggi
 Gejala Klinis:  Rinorrhea, nasal discharge (pilek) sering timbul
- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi sebelum gejala seperti batuk, takipne, sesak napas
produktif dengan dahak purulent dan kesulitan makan
- Sesak napas  Batuk kering dan mengi khas untuk bronchiolitis
- Demam  Pemeriksaan fisis
- Tampak lesu  Napas cepat merupakan gejala utama dari lower
- Pernapasan cuping hidung respiratory tract infection (LRTI)
- Merintih (grunting)  Retraksi dinding dada (subkosta, interkosta, dan
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam supraklavikula)
 Pemeriksaan Fisis  Hiperinflasi dinding dada (hal ini yang dapat
- Frekuensi napas meningkat membedakan bronchiolitis dari pneumonia)
- Ronkhi di seluruh lapang paru  Wheezing di seluruh lapang paru
- Retraksi subcostal, interkosta, epigastrium  Pemberian antiviral, antibiotik, inhalasi beta 2
- Berespons terhadap pemberian bronkodilator, agonis, inhalasi antikolinergik dan inhalasi
antibiotik, inhalasi kortikosteroid kortikosteroid tidak direkomendasikan

III.1.9 Tatalaksana
Tata laksana Kriteria Rawat Inap:1
Bayi: - saturasi oksigen ≤92%,sianosis
- frekuensi nafas > 60 x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak: - saturasi oksigen ≤92%,sianosis
- Frekuensi napas >50 x/menit
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

III.1.9.1 Tata Laksana Umum


Terapi pneumonia adalah terapi suportif dan terapi spesifik yang tergantung
pada berat ringannya penyakit, komplikasi dan kuman penyebab pneumonia. Usia,
tingkat keparahan penyakit, komplikasi yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
rontgen toraks, derajat distres respiratori dan kemampuan keluarga untuk merawat
anak yang sakit, serta progresivitas penyakit harus dipertimbangkan untuk
menentukan pilihan cara rawat baik rawat jalan ataupun rawat inap. Walaupun
sebagian besar kasus pneumonia komunitas pada anak kecil disebabkan oleh
virus, pada sebagian besar situasi para ahli menyarankan pemberian terapi
antibiotik empiris untuk berbagai kasus yang dapat diterapi4. Pneumonia viral
dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar pasien diberi
antibiotikkarena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan2.

Etiologi Dan Terapi Antimikrob Empiris Untuk Pneumonia Pada Pasien Tanpa
Riwayat Terapi Antibiotik
Kategori Patogen yang Pasien rawat Pasien yang Pasienyang
usia umum terjadi jalan (total membutuhkan membutuhkan
perawatan 7- rawat inap (10- perawatan
10 hari) 14 hari) intensif
Neonatus (< Streptokokus Grup Sebaiknya tidak Ampisilin + Ampisilin +
1 bulan) B, Eschereria coli, dilakukan sefotaxim atau sefotaxim atau
bakteri Gram perawatan, aminoglikosid aminoglikosid
negatif lainnya, sebagai pasien ditambah preparat ditambah preparat
Streptococcus rawat jalan anti stafilokokus anti stafilokokus
pneumoniae apabila dicurigai apabila dicurigai
adanya infeksi adanya infeksi
staphylococcus staphylococcus
aureus aureus
1-3 Bulan
Pneumonia Respiratory Tidak Sefuroksim atau sefotaxim atau
dengan syncytial virus, disarankan sefotaxim atau seftriaxon
demam virus respiratorik untuk seftriaxon ditambah dengan
lainnya melakukan ditambah dengan nafsilin atau
(parainfluenza rawat jalan nafsilin atau oksasilin
virus, adenovirus), pada perawatan oksasilin
S. Pneumoniae, H. awal
influenzae
Pneumonia Chlamydia Eritromisin, Eritromisin, Eritromisin,
afebril trachomatis, azitromisin, azitromisin, atau azitromisin, atau
Mycoplasma atau klaritromisin klaritromisin plus
hominis, klaritromisin, sefotaxim atau
Ureaplasma dengan seftriakson plus
urealyticum, pemantauan nafsilin atau
Sitomegalovirus ketat oksasilin
3-12 Bulan Respiratory Amoksilin, Ampisilin atau Sefuroksim atau
syncytial virus, eritromisin, sefuroksim seftriakson
virus respiratorik azitromisin, ditambah
lainnya atau eritromisin atau
(parainfluenza klaritromisin klaritromisin
virus, adenovirus),
S. Pneumoniae, H.
influenzae
12-60 Bulan Virus saluran Amoksilin, Ampisilin atau Sefuroksim atau
respiratori (virus eritromisin, sefuroksim seftriakson
parainfluenza, azitromisin, ditambah
influenza virus, atau eritromisin,
adenovirus), S. klaritromisin azitromisin atau
Pneumoniae, H. klaritromisin
Influenzae, M.
Pneumoniae, S,
aureus, Group A
Steptococcus
5-18 tahun M. pneumoniae, S. Eritromisin, Eritromisin, Sefuroksim atau
Pneumoniae, C. azitromisin, azitromisin, atau seftriakson
Pneumoniae, H. atau klaritromisin ditambah
Influenzae, klaritromisin dengan ataupun eritromisin atau
influenza virus, tanpa klaritromisin
adenovirus, virus ditambahkan
saluran respiratorik preparat
lainnya sefuroksim atau
ampisilin
≥ 18 tahun M. pneumoniae, S. Eritromisin, Moxifloxasin, Sefotaksim,
Pneumoniae, C. azitromisin, gatifloxacin, seftriakson atau
Pneumoniae, H. klaritromisin, levofloxacin atau ampisilin-
Influenzae, doksisiklin, azitromisin atau sulbaktam
influenza virus, moxifloxacin, klaritromisin ditambah
adenovirus, levofloxacin ditambah azitromisin atau
legionella sefotaxim, klaritromisin atau
pneumophila seftriaxon, atau levofloxacin
ampisilin-
sulbaktam

 Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat +bernapas dengan udara
kamarharus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untukmempertahankan saturasi oksigen >92%
 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk
anak dengan pneumonia
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
 Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen1.
II.1.9.2 Pemberian antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak
<5tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang
menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah.
Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor,eritromisin, claritromisin,
dan azitromisin
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak >5 tahun
- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai
sebagai penyebab
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam
derajat pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol,
co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik intravena

III.1.10 Nutrisi
Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per
oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube
(NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang
hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran
yang terkecil. Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak
tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi
peningkatan sekresi hormon antidiuretik.1
III.1.11 Kriteria Pulang 1
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

III.1.12 Prognosis
Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi
terkumpul di ruang pleura, kondisi ini mengakibatkan efusi
parapneumonik atau apabila cairan tersebut purulen disebut empiema.
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepatdan
sembuh sempurna. Walaupun kelainan radiologi dapat bertahan 6-8
minggu. ADengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat,
mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan
mortalitas yang lebih tinggi4.

II.1.13 Komplikasi4
Jika anak tidak mengalami perbaikan selama dua hari, atau kondisi
anak semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosa
lain. Jika mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi,
beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah pada Pneumonia bakterial
seringkali menyebabkan cairan inflamasi terkumpul di ruang pleura,
kondisi ini mengakibatkan efusi parapneumonik atau apabila cairan
tersebut purulen disebut empiema.efusi dalam jumlah keciltidak
memerlukan terapi. Efusi dalam jumlah besar akan membatasi pernafasan
dan harus dilakukan tindakan drainase. Jaringan parut pada saluran
respiratori dan parenkim paru akan menyebabkan terjadinya dilatasi
bronkus dan mengakibatkan bronkiektasis.
Pneumonia adenovirus berat dapat menyebabkan bronkiolitis
obliterans, yaitu proses inflamasi sub akut dimana saluran respiratori
berkaliber kecil digantikan oleh jaringan parut, sehingga terjadi penurunan
volume paru dan komplians paru.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Diagnosis Pneumonia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan :


 Adanya demam sejak 3 hari yang terus menerus, demam disertai dengan batuk
berdahak yang sulit dikeluarkan, 1 hari SMRS diketahui bahwa pasien
mengalami sesak nafas.
 Dari pemeriksaan tanda vital diketahui bahwa frekuensi nafas pasien adalah 80
kali permenit. Berdasarkan Buku Ajar Respirologi Anak IDAI tahun 2010 laju
nafas normal :
- <2 bln = < 60x/menit
- 2-12 bulan = < 50x/menit
- 1-5 tahun = < 40 x/menit
- 6-8 tahun = <30 x/menit
 Dari pemeriksaan fisik lokalis didapatkan bahwa adanya retraksi pada subcostal
pasien. Adanya retraksi menandakan pasien alami dispneu atau kesulitan bernafas.
Pada auskultasi ditemukan adanya ronkhi pada kedua paru. Berdasarkan Buku
Ajar Respirologi Anak IDAI tahun 2010 bahwa gejala klinis dari pneumonia
adanya retraksi yang menandakan kesulitan bernafasdan adanya ronkhi pada
kedua paru
 Menurut pedoman pelayanaan medis 2009, Ditemukannya demam, batuk, sesak
nafas (RR>40 x permenit) dan ronhki merupakan kriteria diangosis pneumonia,
pada pemeriksaan rontgen ditemukan adanya infiltrat di kedua lapang paru

Diagnosis Banding
Diagnosis Gejala yang ditemukan

bronkopneumonia Demam
Batuk dengan nafas cepat
Crackles (ronkhi) pada auskultasi
Pernafasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Merintih (grunting)
Sianosis

Bronkiolitis Episode pertama wheezing pada anak umur <2


tahun,
Demam atau riwayat demam, namun jarang
demam tinggi,
Hiperinflasi dinding dada,
Ekspirasi memanjang,
Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai,
Kurang atau tidak ada respon terhadap
bronkodilator.
Asma Timbul secara episodik cenderung pada malam
hari atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah
aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau
atopi,
Mengi berulang dan sesak napas,
Batuk kronik itu berhubungan dengan infeksi
saluran napas atas,
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003
7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ.
Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in
adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of
community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,
007;132:1348
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205

Anda mungkin juga menyukai