1. Kepadatan populasai
Kota-kota dengan populasi yang lebih dari 1 juta orang memiliki angka
skizofren tinggi. Korelasi tersebut lebih lemah pada kota-kota dengan populasi
100.000 sampai 500.000 orang dan tidak ditemukan pada kota dengan populasi
kurang dari 100.000 orang. Efek kepadatan populasi adalah konsisten dengan
pengamatan bahwa insidensi skizofrenia pada anak-anak dari salah satu atau kedua
orangtua skizofrenik adalah dua kali lebih tinggi di kota-kota daripada pedesaan.
Pengamatan tersebut menyatakan bahwa stresor sosial di lingkungan perkotaan
mungkin mempengaruhi perkembangan skizofrenia pada orang yang berada dalam
risiko.
ETIOLOGI
1. Hipotesis Dopamin
Skizofrenia di sebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Entah karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor
dopamin, atau kombinasi mekanisme tersebut. Teori dasar juga tidak menyebutkan
apakah jalur dopamin di otak mungkin terlibat, walaupun jalur mesokortikal dan
mesolimbik paling sering terlibat. Neuron dopaminergik di dalam jalur tersebut
berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik
dan korteks serebral.
2. Gangguan Neurotransmitter lain
- Serotonin
Aktivitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan impulsif
yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenik.
- Norepinefrin
Sistem noradrenergik memodulasi sistem dopaminergik dalam cara tertentu
sehingga kelainan sistem noradrenergik mempredisposisikan pasien untuk sering
relaps.
- Asam amino GABA
Beberapa pasien dengan skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABA-
ergik di dalam hipokampus. Hilangnya neuron inhibitor GABAergik secara teoretis
dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergik.
3. Model Diatesis-Stres
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan
spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stres.
4. Faktor Biologis
Penyebab skizofrenia tidak diketahui. Artinya, terdapat interaksi yang tidak
dimengerti antara lingkungan dan perkembangan skizofrenia. Yang jelas, pd
penelitian thd pasien skizofren kembar, hipokampus penderita lebih kecil.
5. Neuropatologi
- Sistem Limbik
Banyak pasien skizofrenia yang mengalami gangguan emosi. Telah ditemukan
suatu penurunan ukuran daerah termasuk amigdala, hipokampus, dan girus
parahipokampus pada pasien skizofrenia. Fisiologi dari sistem limbik ini adalah
mengendalikan emosi.
- Ganglia Basalis
Banyak pasien skizofrenik mempunyai pergerakan yang aneh. Gerakan yang
aneh dapat termasuk gaya berjalan yang kaku, menyeringaikan wajah (facial
grimacing), dan stereotipik. Karena ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan
pergerakan.
MANIFESTASI KLINIS
V. Halusinasi kenestetik.
Halusinasi kinestetik (cenesthetic hallucination) adalah sensasi
perubahan keadaan organ tubuh yang tidak mempunyai dasar. Contoh dari
halusinasi kenestetik adalah perasaan terbakar di otak, sensasi mendorong di
pembuluh darah, dan sensasi memotong di sumsum tulang.
b. Bunuh diri
Kira-kira 50 persen dari semua pasien skizofrenik melakukan usaha
bunuh diri, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal akibat
bunuh diri. Kemungkinan faktor yang mendorong pasien skizofren untuk
bunuh diri adalah depresi, perasaan kekosongan yang mutlak, kebutuhan
untuk melepaskan diri dan halusinasi dengar.
c. Pembunuhan
Seorang pasien skizofrenik tidak lebih mungkin melakukan
pembunuhan dibandingkan seorang populasi umum. Prediktor yang
mungkin untuk aktivitas membunuh adalah riwayat kekerasan sebelumnya
dan perilaku berbahaya saat di rawat di rumah sakit.
VII. Sensorium dan kognisi
a. Orientasi
Pasien skizofrenik biasanya terorientas terhadap orang, waktu, dan
tempat. Tidak terdapatnya orientasi tersebut harus langsung mengarahkan
klinisi untuk memeriksa kemungkinan gangguan otak medis atau
neurologis.
b. Daya ingat
Seperti yang diujikan pada pemeriksaan status mental, daya ingat
pasien skizofrenia biasanya intak.
c. Pertimbangan dan tilikan
Biasanya, pasien skizofrenik digambarkan memiliki tilikan yang
buruk terhadap sifat dan keparahan penyakitnya.
d. Reliabititas
Seorang pasien skizofrenik tidak kurang dapat dipercaya daripada
pasien psikiatrik atau nonpsikiatrik lainnya. Akan tetapi, sifat gangguan
mengharuskan pemeriksa untuk memperjelas informasi penting melalui
sumber tambahan.
KLASIFIKASI
Berdasarkan DSM-IV
1. Paranoid
DSM-IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi)
pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering. mentalnya. Secara klasik,
skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham persekutorik (waham
kejar) atau waham kebesaran.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal memiliki ciri tegang, pencuriga, berhati-
hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Kecerdasan
mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Tipe terdisorganisasi
Tipe terdisorganisasi (sebelumnya dinamakan hebefrenik) ditandai oleh regresi yang
nyata ke perilaku primitif, terdisinhibisi, dan tidak teratur dan oleh tidak adanya gejala
yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.
Onset biasanya awal, sebelum usia 25 tahun. Gangguan pikiran mereka menonjol dan
kontaknya dengan kenyataan buruk. Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak.
Respons emosionalnya tidak sesuai, dan mereka sering kali meledak tertawanya tanpa
alasan. Meringis dan seringai waiah sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku
tersebut paling baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.
3. Katatonik
Tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik, yang mungkin berupa
stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan, atau posturing. Kadang-kadang pasien
menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta adalah
stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin (waxy flexibility). Mutisme sering
ditemukan pada pasien ini.
4. Tipe Residural
Tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus adanya gangguan
skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejalayang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofreni. Penumpulan emosional, penarikan sosial, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan sering ditemukan
pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.
2. Oneiroid
Keadaan ini oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi di mana
pasien mungkin sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi
terhadap waktu dan tempat. Istilah "skizofrenik oneiroid" telah digunakan
bagi pasien skizofrenik yang khususnya terlibat di dalam pengalaman
halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan di dalam dunia nyata. Jika
terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa
pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologis dari gejala
tersebut.
3. Parafrenia
Istilah ini sering kali digunakan sebagai sinonim untuk "skizofrenia
paranoid." Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan
penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya sistem waham yang
tersusun baik.
4. Pseudoneurotik
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala teftentu
seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan
gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala
panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas
yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan,
mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (freefloating) dan
yang dengan sulit pernah menghilang. Di dalam penjelasan klinis pasien,
mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
5. Skizofrenia simpleks
Ditandai oleh hilangnya dorongan dan ambisi yang bertahap dan
tidak kentara. Pasien dengan gangguan biasanya tidak secara jelas psikotik
dan tidak mengalami halusinasi atau waham yang menetap. Gejala utama
adalah penarikan diri dari situasi sosial dan yang berhubungan dengan
pekerjaan. Sindrom mungkin mencerminkan depresi, fobia, demensia, atau
suatu eksaserbasi sifat kepribadian.
TERAPI
1. Farmakologi
a. Obat Antipsikotik
Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama: antagonis reseptor
dopamin, risperidone (Risperdal), dan clozapine (Clozaril).
Antagonis reseptor dopamin
Antagonis reseptor dopamin adalah obat antipsikotik yang
klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat tipe ini memiliki
dua kekurangan utama. Pertama, hanya sejumlah kecil pasien
(kemungkinan 25 persen) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali
jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua, antagonis reseptor
dopamin disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius.
Efek mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip
parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Remoxipride adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas
yang berbeda dari pada antagonis reseptor dopamin yang sekarang ini
tersedia. Di Eropa, remoxipride telah dibuktikan merupakan
antipsikotik yang efektif, dan data awal menyatakan bahwa obat ini
disertai dengan efek samping neurologis yang kurang bermakna
dibandingkan antagonis reseptor dopamin lainnya.
Risperidon
Risperidone adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas
antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan
pada reseptor dopamin tipe 2 (D2). Data penelitian menyatakan bahwa
obat ini mungkin lebih efektif dalam mengobati gejala positif maupun
gejala negatif dari skizofrenia. Data penelitian yang tersedia juga
menyatakan bahwa risperidon disertai dengan efek samping neurologis
yang kurang bermakna dan kurang parah dibandingkan obat antagonis
dopamin yang tipikal. Risperidon menjadi obat lini pertama dalam
pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini adalah lebih
efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang
tipikal.
Clozapine
Clozapine adalah suatu obat antipsikotik yang efektif.
Mekanisme kerjanya belum dimengerti secara baik, walaupun
diketahui bahwa clozapine adalah suatu antagonis lemah terhadap
reseptor D2 tetapi tampaknya merupakan antagonis yang kuat terhadap
reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistik pada reseptor
serotonergik. Sayangnya, clozapine kurang terjangkau dan disertai
dengan insidensi 1 sampai 2 persen terjadinya agranulositosis, Namun
demikian, clozapine merupakan obat lini kedua yang jelas bagi pasien
yang tidak berespons terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia atau
dengan tardive dyskinesia yang parah.
b. Obat lain
Litium
Litium mungkin efektif dalam menurunkan gejala psikotik
lebih lanjut sampai 50 persen pasien dengan skizofrenia. Litium juga
merupakan obat yang beralasan untuk dicoba pada pasien yang tidak
mampu menggunakan medikasi antipsikotik.
Antikonvulsan
Carbamazepine dan valproate dapat digunakan sendiri-sendiri
atau dalam kombinasi dengan litium atau suatu antipsikotik. Walaupun
kedua antikonvulsan tersebut tidak terbukti efektif dalam menurunkan
gejala psikotik pada skizofrenia jika digunakan sendiri-sendiri, data
menyatakan bahwa antikonvulsan mungkin efektif dalam menurunkan
episode kekerasan pada beberapa pasien skizofrenia.
Benzodiazepin
Data mendukung pemakaian bersama-sama alprazolam
(Xanax) dan antipsikotik bagi pasien yang tidak berespons terhadap
pemberian antipsikotik saja. Terdapat juga laporan pasien skizofrenia
yang berespons terhadap dosis tinggi diazepam (Valium) saja. Tetapi,
keparahan psikosis dapat dieksaserbasi setelah putus dari
benzodiazepin.
2. Non Farmakologi
a. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh
diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai,
termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti
makanan, pakaian, dan tempat berlindung.
c. Terapi Psikososial
Latihan perilaku
Latihan keterampilan perilaku (behavioral skills training) sering
kali dinamakan terapi keterampilan sosial (social skills therapy),
Terapi ini menyangkut hubungan pasien dengan orang lain, termasuk
kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim,
ekspresi wajah yang aneh.
Latihan keterampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset
video orang lain dan pasien, permainan simulasi (role playing) dalam
terapi. Dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah
dilakukan.
Terapi Keluarga
Berbagai terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam
pengobatan skizofrenia. Terapi keluarga selanjutnya dapat diarahkan
kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stres dan
mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.
DIAGNOSIS
PROGNOSIS
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skizofrenia ;