Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENYAKIT HEPATITIS B

Tugas Bahasa Indonesia Pengganti Ujian Akhir Semester Ganjil (UAS)

Disusun oleh :

Silvia Farhanidiah

131611133072

Semester I

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2016

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat limpahan rahmat, hidayah, dan karuniaNya skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik dan tepat waktu. Salam serta salawat semoga selalu tercurah pada

baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul "Penyakit Hapatitis B" ini disusun untuk memenuhi

tugas mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai ganti Ujian Akhir Semester Ganjil

(UAS) tahun ajaran 2016.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala

bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama

penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus penulis menyampaikan

rasa terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya;

2. Kedua orang tua, Drs.Zaini dan Juwairiyah yang selalu memberikan

semangat, motivasi, dukungan moril dan materil, serta doa yang tak pernah

henti kepada penulis;

3. Bapak I. B. Putera Manuaba yang turut membimbing dan memberikan

pengarahan kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan;

4. Seluruh Civitas Akademik Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga

yang telah banyak memberi bantuan dan dukungan selama penulis

menyelesaikan makalah ini;

ii
5. Semua pihak yang telah membantu dan berbagi ilmu dalam penyelesaian

makalah, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna. Untuk itu saran dan

kritik sangat diperlukan dalam membangun penyempurnaan tugas akhir ini.

Terakhir penulis berharap, semoga tugas akhir ini dapat memberikan hal yang

bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis

juga.

Surabaya, 15 Desember 2016

Penulis

iii
ABSTRAK

Hepatitis B adalah infeksi hati yang berpotensi mengancam jiwa yang

disebabkan oleh virus Hepatitis B. Penyakit hapatitis B adalah masalah kesehatan

global utama dan jenis yang paling serius dari virus hepatitis. Di seluruh dunia, dua

miliar orang diperkirakan telah terinfeksi dengan virus Hepatitis B (HBV), dan

lebih dari 350 juta memiliki infeksi hati kronis (jangka panjang).

Hepatitis B adalah merupakan pernyakit hati yang disebabkan oleh infeksi

virus hepatitis B (HBV). Infeksi dari HBV dapat menyebabkan peradangan hati

akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hapatitis

B telah menyebabkan 600.000 orang mengalami kecacatan dan sekitar 31.000

kematian setiap tahun di Asia Tenggara. Hepatitis B tersebar melalui sumber

penularan secara vertikal maupun horizontal. Penularan Vertikal terjadi dari ibu

yang mengidap Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan

atau segera setalah persalinan. Secara horizontal, dapat terjadi akibat penggunaan

alat suntik yang terkontaminasi, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah,

perkongsian pisau cukur dan sikat gigi serta melakukan hubungan seksual dengan

penderita Hepatitis B.

Kata kunci : Hepatitis B, Penularan Hepatitis B, Faktor risiko

iv
ABSTRACT

Hepatitis B is a potentially life -threatening liver infection caused

by the Hepatitis B virus. It is a major global health problem and the

most serious type of viral hepatitis. Worldwide, an estimated two billion

people have been infected with the hepatitis B virus (HBV). And more

than 350 million have chronic (long -term) liver infections.

Hapatitis B is a liver disease caused by infection with Hepatitis

B Virus (HBV). Infection from HBV can cause acute or chronic liver

inflammation that can progress to cirrhosis or liver cancer. Hepatitis B

has caused nearly 600.000 people experiencing disability and around

31.000 deaths each year in Southeast Asia. Hepatitis B is spread through

the transmission source vertically or horizontally. Vertica l transmission

occurs from mothers who suffered from Hepatitis B to babies who born

during delivery or shortly afer childbirth. Horizontally, can occur due

to the use of contaminated syringes, ear piercing, blood transfusion,

sharing razors and toothbrushes as well as having sexual relations with

people with Hepatitis B.

Keywords : Hepatitis B, Hepatitis B Transmission, risk factors

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

ABSTRAK .......................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................................................

1.2 Tujuan ........................................................................................................

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

2.1 Pengertian Penyakit Hepatitis B ..................................................................

2.2 Diagnosis Klinis Penyakit Hepatitis B .........................................................

2.3 Transmisi Penularan Penyakit Hepatitis B ..................................................

2.3.1 Penularan Horizontal...........................................................................

2.3.2 Penularan Vertikal ..............................................................................

2.4 Pencegahan Pada Penyakit Hepatitis B ........................................................

BAB 3. PENUTUP .............................................................................................

3.1 Kesimpulan .................................................................................................

3.2 Saran ...........................................................................................................

3.2.1 Saran Bagi Pihak Pelayanan Kesehatan ..............................................

3.2.2 Saran Bagi Masyarakat .......................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hepatitis kini menjadi masalah besar di Indonesia mengingat jumlah

penduduk Indonesia yang juga besar, jumlah penduduk yang besar ini membawa

konsekuensi yang besar pula. Penduduk dengan golongan sosial, ekonomi dan

pendidikan rendah dihadapkan pada masalah kesehatan terkait gizi, penyakit

menular serta kebersihan sanitasi yang buruk. Sedangkan penduduk dengan

golongan sosial, ekonomi dan pendidikan tinggi memiliki masalah kesehatan terkait

gaya hidup dan pola makan. Tak mengherankan jika saat ini penyakit hepatitis

menjadi salah satu penyakit yang mendapat perhatian serius di Indonesia.

Kasus hepatitis di Indonesia cukup banyak dan menjadi perhatian khusus

pemerintah. Sekitar 11 juta penduduk Indonesia diperkirakan mengidap penyakit

hepatitis B, ada sebuah asumsi bahwa 1 dari 20 orang di Jakarta menderita hepatitis

B. Demikian pula dengan hepatitis C yang merupakan satu dari 10 besar penyebab

kematian di Dunia. Angka kasus hepatitis C berkisar 0,5% hingga 4% dari jumlah

penduduk. Jika jumlah pendudik Indonesia saat ini adalah 220 juta maka angka

asumsi penderita hepatitis C menjadi 1,1 hingga 8,8 juta penderita. Jumlah ini dapat

bertambah setiap tahunnya mereka yang terinfeksi biasanya tidak mengalami

gejala-gejala spesifik sehingga tidak diketahui oleh masyarakat dan tidak

terdiagnosis oleh dokter. Carrier atau pembawa virus hepatitis B dan C berpotensi

sebagai sumber penyebaran penyakit hepatitis B dan C.

1
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hepatitis B

2. Untuk mengetahui diagnosis klinis penyakit hepatitis B

3. Untuk mengetahui transmisi penularan penyakit hepatitis B

4. Untuk mengetahui pencegahan pada penyakit hepatitis B

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus

Hepatitis B” (HBV), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan

peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut

menjadi sirosi hati atau kanker hati.

Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan

memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan

tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pasca

periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka

akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan

tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ke tiga, jika

tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus

berkembang menjadi hepatitis B kronis.

Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat

terhadap virus hepatitis B (HBV), akan terjadi 4 stadium siklus HBV, yaitu fase

replikasi (stadium 1 dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi,

kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), HBV DNA, HBeAg (hepatitis B

antigen), AST (aspartate aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase)

serum akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada

fase integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV

3
DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap

antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi positif (serokonversi). Keadaan

demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia

dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena

imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat

Sebaliknya 3-5% penderita dewasa dan 95% neonatus dengan sistem

imunitas imatur serta 30% anak usia kurang dari 6 tahun masuk ke kemungkinan

ke dua dan ke tiga; akan gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga

terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier inaktif atau menjadi

hepatitis B kronis

Menurut JB Suharjo(2006) tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat


mengakibatkan terjadinya proses inflamasi jejas (injury), fibrotik akibat
peningkatan turnover sel dan stres oksidatf. Efek virus secara langsung, seperti
mutagenesis dan insersi suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan
hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas,
sehingga berakhir sebagai karsinoma hepa-toseluler (Suharjo J.B., 2006).

2.2 Diagnosis Klinis Hepatitis B

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemui dan didukung

oleh pemeriksaan laboratorium. Riwayat ikterus pada para kontak keluarga,

kawankawan sekolah, pusat perawatan bayi, teman-teman atau perjalanan ke daerah

endemi dapat memberikan petunjuk tentang diagnosis. Hepatitis B kronis

merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus

hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan)

di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses

nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV

4
persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi

adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali

batas atas nilai normal (BANN).

Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi,

petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang

dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg,

HBeAg, anti HBe dan HBV DNA.

Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis infeksi hepatitis

B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis

kronis. Munculnya antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas dan

atau penyembuhan proses infeksi. Adanya HBeAg dalam serum mengindikasikan

adanya replikasi aktif virus di dalam hepatosit. Titer HBeAg berkorelasi dengan

kadar HBV DNA. Namun tidak adanya HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya

replikasi virus, keadaan ini dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV yang

mengalami mutasi (precore atau core mutant). Penelitian menunjukkan bahwa pada

seseorang HBeAg negatif ternyata memiliki HBV DNA >105 copies/ml. Pasien

hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang banyak terjadi di Asia dan

Mediteranea umumnya mempunyai kadar HBV DNA lebih rendah (berkisar 104-

108copies/ml) dibandingkan dengan tipe HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun

HBeAg negatif, remisi dan prognosis relatif jelek, sehingga perlu diterapi.

Secara serologi infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B kronis

dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer HBV

DNA, derajat nekroinflamasi dan adanya serokonversi HBeAg. Sedangkan

5
hepatitis kronis B sendiri dibedakan berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis

dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif.

Pemeriksaan virologi untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat

penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Ada beberapa

persoalan berkaitan dengan pemeriksaan kadar HBV DNA. Pertama, metode yang

digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini ada beberapa jenis

pemeriksaan HBV DNA, yaitu: branched DNA, hybrid capture, liquid

hybridization dan PCR. Dalam penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur

menggunakan amplifikasi, seperti misalnya PCR, karena dapat mengukur sampai

100-1000 copies/ml. Ke dua, beberapa pasien dengan hepatitis B kronis memiliki

kadar HBV DNA fluktuatif. Ke tiga, penentuan ambang batas kadar HBV DNA

yang mencerminkan tingkat progresifitas penyakit hati. Salah satu kepentingan lain

penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier hepatitis

inaktif dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif : kadar<105copies/ml

lebih menunjukkan carrier hepatitis inaktif. Saat ini telah disepakati bahwa kadar

HBV DNA>105copies/ml merupakan batas penentuan untuk hepatitis B kronis.

Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan

keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan

adanya aktifitas nekroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan

sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang meningkat

menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat dibandingkan pada ALT yang

normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang

baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal

6
dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi

menunjukkan proses nekroinflamasi aktif.

Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati,

menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen

anti viral. Ukuran spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran

panjang) dan 1,2-2 mm (ukuran diameter) baik menggunakan jarum Menghini atau

Tru-cut. Salah satu metode penilaian biopsi yang sering digunakan adalah dengan

Histologic Activity Index score.

Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan evaluasi awal. Pada
pasien dengan HBeAg positif dan HBV DNA > 105copies/ml dan kadar ALT
normal yang belum mendapatkan terapi antiviral perlu dilakukan pemeriksaan ALT
berkala dan skrining terhadap risiko KHS, jika perlu dilakukan biopsi hati.
Sedangkan bagi pasien dengan keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan
pemantauan kadar ALT dan HBV DNA (Suharjo J.B., 2006).

2.3 Transmisi penularan penyakit Hepatitis B

2.3.1 Penularan Horizontal

Cara penularan horizontal yang dikenal ialah: tranfusi darah yang

terkontaminasi oleh HBV, mereka yang sering mendapat hemodialisa. Selain

itu HBV dapat masuk kedalam tubuh kita melalui luka atau lecet pada kulit

dan selaput lendir misalnya tertusuk jarum (penularan parenteral) atau luka

benda tajam, menindik telinga, pembuatan tato, pengobatan tusuk jarum

(akupuntur), penggunaan alat cukur bersama, kebiasaan menyuntik diri

sendiri, menggunakan jarum suntik yang kotor atau kurang steril. Penggunaan

alat-alat kedokteran dan perawatan gigi yang sterilisasinya kurang sempurna

atau kurang memenuhi syarat akan dapat menularkan HBV.

7
Di daerah endemis berat diduga nyamuk, kutu busuk, parasit, dan lain-

lain dapat juga menularkan HBV, walaupun belum ada laporan. Cara

penularan tersebut disebut penularan perkutan. Sedangkan cara penularan

non-kutan diantaranya ialah melalui semen, cairan vagina, yaitu kontak

seksual (baik homoseks maupun heteroseks) dengan pengidap atau penderita

HVB, atau melalui saliva yang bercium ciuman dengan penderita atay

pengidap, dapat juga dengan jalan tukar pakai sikat gigi, dan lainnya. Hal ini

dimungkinkan disebabkan karena selaput lendir tubuh yang melapisinya

terjadi diskontinuitas, sehingga virus hepatitis B mudah menembusnya.

2.3.2 Penularan Vertikal

Penularan infeksi HBV dari ibu hamil kepada bayi yang dilahirkannya.

Dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal, selama persalinan

atau perinatal dan setelah persalinan atau postnatal. Penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar bayi yang tertular VHB secara vertikal mendapat

penularan pada masa perinatal yaitu pada saat terjadi proses persalinan.

Karena itu bayi yang mendapat penularan vertikal sebagian besar mulai

terdeteksi HBsAg pada usia 3-6 bulan yang sesuai dengan masa tunas infeksi

VHB yang paling sering didapatkan. Penularan yang terjadi pada masa

perinatal dapat terjadi melalui cara maternofetal micro infusion yang terjadi

pada waktu terjadi kontraksi uterus.

2.4 Pencegahan Penyakit Hepatitis B

Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan


dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan
meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion dan

8
Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif
(Hadi, 2000).
Ada 3 (tiga) kegiatan utama yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
penyakit Hepatitis, yakni melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer yakni dengan cara promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), imunisasi pada bayi, imunisasi pada remaja dan dewasa (catch up
immunization). Pencegahan sekunder melalui, deteksi dini dengan skrining
(penapisan), penegakan diagnosa dan pengobatan. Sedangkan pencegahan tersier
lebih kepada untuk mencegah keparahan dan rehabilitasi, monitoring pengobatan
untuk mengetahui efektifitas dan resistensi terhadap obat pilihan (Depkes RI,
2009).
Timbulnya Hepatitis B dalam barak-barak atau panti perawatan sering

merupakan petunjuk sanitasi dan higiene perorangan yang buruk. Pengendaliannya

langsung ditunjukkan pada pencegahan terkontaminasinya makanan, air, atau

sumber-sumber lainnya oleh tinja. Kebersihan seperti mencuci tangan setelah

buang air besar atau sebelum makan, penggunaan piring dan alat makan sekali

pakai, dan menjaga kebersihan perorangan. Pemakaian disinfektan natrium

hipoklorit 0,5%- sangat penting dalam mencegah penyebaran (Jawetz, 1995).

Orang yang dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi imunoglobulin.

Imunisasi Hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix) atau bentuk

kombinasi dengan vaksin Hepatitis B (Twinrix). imunisasi Hepatitis B dilakukan

tiga kali, yaitu dasar, satu bulan dan 6 bulan kemudian.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Penyakit Hepatitis B adalah merupakan salah satu penyakit menular yang

tergolong berbahaya didunia, Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B

(VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau

menahun

2. Tanda dan gejala dari penyakit Hepatitis B ini sangat bervariasi terkadang mirip

dengan Hepatitis A dan mirip flu. Namun pada stadium prodromal sering

ditemukan kemerahan kulit dan nyeri sendi, hilangnya nafsu makan, mual

kadang disertai dengan muntah, lemah, pusing, dan lain-lain.

3. Transmisi penularan dapat melalui, vertikal dan horizontal.

4. Ada 3 (tiga) kegiatan utama yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan

penyakit Hepatitis, yakni melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier.

3.2 Saran

3.2.1 Saran Bagi Pihak Pelayanan Kesehatan

Adapun yang menjadi saran penulis kepada teman-teman mahasiswa

terutama mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga agar

kiranya dapat memahami substansi dalam penulisan makalah ini serta

mengimplementasikan dalam kehidupan seharí-hari, karena mengingat

betapa pentingnya mempelajari penyakit hepatitis.

10
3.2.2 Saran Bagi Masyarakat

Kepada penderita hepatitis sebaiknya memperhatikan pola makan yang

sehat, menghindari mengkonsumsi minuman keras, serta menjaga sanitasi

lingkungan sekitar.

11
DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai