Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

Proses pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pencucian bahan tempe,
perendaman, pengupasan kulit bahan tempe, pengeringan, inokulasi dengan ragi tempe,
pembungkusan, dan fermentasi atau pemeraman selama 26-30 jam kemudian di uji organoleptic
(warna, rasa, tekstur dan aroma).
Percobaan pembuatan tempe mengunakan dua bahan yaitu kedelai dan kacang merah.
Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk
selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses
fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga
betujuan untuk memberikan kesempatan kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga
menjamin pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi
pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan.
Perendaman ini dapat menggunakan air biasa atau air yang ditambah asam asetat sehingga pH
larutan mencapai 4-5. Perendaman dilakukan selama 12-16 jam pada suhu kamar (25-30˚C)
(Agosin, 1989).
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam pengupasan kulit
serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu
perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan
membunuh bakteri yang yang kemungkinan tumbuh selama perendaman.Perebusan dilakukan
selama 30 menit atau ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari
tangan (Agosin, 1989).
Pada prosesnya kedelai dan kacang merah direbus, ditiriskan dan didinginkan setelah diberi
ragi pada suhu ruangan. Proses pendinginan bertujuan agar ragi tempe (Rhyzopus oryzae) dapat
berkembang biak karena pada suhu yang panas, ragi tempe akan mati. Selain itu, untuk
mengurangi kandungan air dalam biji kedelai, mengeringkan permukaan biji dan menurunkan
suhu biji kedelai sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur. Air yang berlebihan dalam
biji dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan
bakteri-bakteri kontaminan sehingga menyebabkan pembusukan.
Pembuatan tempe dengan kacang kedelai dan kacang merah menggunakan 3 perlakuan yaitu
pembungkusan dengan lubang plastik 1 cm, 2 cm dan 3 cm, kemudian diperam selama 26-30
jam. Dalam pertumbuhannya Rhizopus akan menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 yang
akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan menghambat
pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan antibiotika yang dapat
menghambat pertumbuhan banyak mikroba.
Hasil pengukuran suhu sebelum diperam adalah 30˚C, sesudah diperam pada tempe kedelai
dengan lubang plastik 1 cm suhu 45˚C, lubang plastik 2 cm suhu 42˚C dan lubang plastik 3 cm
suhu 41˚C. begitu juga pada tempe kacang merah suhu awal sebelum diperam adalah 30˚C,
sesudah diperam tempe dengan lubang plastik 1 cm suhu 41˚C, lubang plastik 2 cm suhu 40˚C
dan lubang plastik 3 cm suhu 39˚C. kenaikan suhu setelah di peram pada tempe kedelai maupun
tempe kacang merah dikarenakan adanya aktifitas kapang Rhizopus dalam melakukan
fermentasi, selain itu terjadinya aktifitas kelarutan protein dalam air dipengaruhi oleh pH,
kekuatan ion (ionic strenght), suhu dan solvent organic dalam fermentasi tempe. Pada pH > pI
(bermuatan positif) ataupun pH < pI (protein bermuatan negatif), protein akan dapat berinteraksi
dengan air sehingga dapat larut. Pada pH = pI, dimana muatan protein total = 0, maka protein
tidak dapat berinteraksi dengan air dan akhirnya mengendap. Suhu juga mempengaruhi kelarutan
protein. Pada suhu 0-40 ˚C kelarutan protein akan naik tapi pada suhu > 40 ˚C protein akan tidak
larut karena terjadi gerakan-gerakan air yang meningkat sehingga memutuskan ikatan-ikatan
yang tadinya menstabilkan protein (struktur sekunder, tertier dan kuartener) .(Marseno, 1998).
Kenaikan suhu setelah tempe diperam adalah menurut (Sudarmadji, dkk. 1989) Persyaratan yang
harus dipenuhi Rhizopus agar dapat digunakan sebagai inokulum tempe (Sudarmadji, dkk. 1989)
pertumbuhan cepat pada suhu 37 - 45°C karena kapang Rhizopus menghasilkan panas dan uap
air yang diubah dari oksigen menjadi uap air. Perbedaan suhu pada tempe kedelah dan tempe
kacang merah dengan lubang 1 cm lebih tinggi dibandingkan dengan lubang 2 cm atau 3 cm,
karena jumlah oksigen yang digunakan Rhizopus untuk membantu fermentasi atau metabolisme
kapang Rhizopus, karena metabolisme juga menghasilkan energi berupa panas maka suhu pada
tempe kedelai dan tempe kacang merah meningkat setelah diperam, semakin banyak lubang pada
plastik tempe maka kenaikan suhu lebih cepet terjadi. Terjadi penurunan berat pada tempe
kedelai yang semula 100 g, menjadi 80 g setelah diperam karena kadar air yang tersisa pada
kedelai semua digunakan kapang Rhizopus untuk melakukan fermentasi dan diubah menjadi uap
air. Sedangkan pada kacang merah terjadi kenaikan berat dari 100 g menjadi 105 g hal tersebut
dapat disebabkan oleh proses fermentasi kapang Rhizopus yang tidak dapat mengurai sempurna
karena menurut Ali (2008) kadar penyerapan air kacang merah lebih tinggi dibandingan dengan
kacang lainnya sehingga ketika dibiakan dengan kapang Rhizopus akan terjadi pembusukan
karena kapang Rhizopus tidak dapat mengurai sempurna makromolekul yang terkandung dalam
kacang merah.

Pada uji organoleptik pada kacang kedelai dengan perlakuan lubang 1 cm menghasilkan
warna putih kekuningan, tekstur sangat padat, aroma sangat enak dan menimbulkan selera makan
dan rasa yang sangat enak, gurih dan menimbulkan selera makan, sedangkan pada tempe kedelai
dengan perlakuan 2 cm menghasilkan warna putih kekuningan, tekstur padat, aroma enak tetapi
masih terdapat bau kedelai dan rasa yang sangat enak, gurih dan menimbulkan selera makan,
hasil uji organoleptik tersebut baik untuk tempe tersebut disebabkan hasil fermentasi kapang
Rhizopus terjadi secara baik karena hasil organoleptic yang sesuai menurut (Sudarmadji, dkk.
1989) adalah Mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sifat-sifat khas tempe seperti flavor,
aroma, tekstur dan mempunyai aktivitas lipolitik yang tinggi dan memproduksi antioksidan.
Sedangkan pada perlakuan lubang 3 cm tidak memiliki aroma dan rasa enak terdapat rasa kedelai
karena kapang Rhizopus belum sempurna untuk menfermentasi karena jumlah lubang yang
jarang sehingga kebutuhan oksigen untuk fermentasi kurang hal lainmungkin disebabkan oleh
Rhizopus yang menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein
menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan
salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang
memiliki nilai cerna amat tinggi. Perombakan tersebut membutuhakn oksigen yang cukup agar
semua protein terfermentasi (Sutikno Arthur, 2009). Sedangkan pada kacang merah uji
organoleptik pada perlakuan pelubangan 2 cm dan 3 cm yaitu tekstur padat, aoma sangat enak
tetapi masih ada aroma kacang merah, warna kucing dan rasa sangat enak sehingga
menimbulkan selera makan. Pada uji organoleptik seharusnya disimpulkan bahwa uji
organoleptik dengan nilai yang baik adalah dengan perlakuan pelubangan 1 cm karena kacang
merah terfermentasi dengan baik oleh kapang Rhizopus dan kebutuhan oksigen yang cukup.
Ketidak sesuai tersebut dikarenakan uji organoleptik mengunakan indra sehingga setiap penilaian
orang berbeda hal tersebut dikemukan oleh uji organoleptik penilaian berdasarkan rasa, aroma,
warna dan tekstur (indra) dan mengacu pada panel yang digunaka untuk uji organoleptik
tergantung pada selera dan standar penilai terhadap bahan uji (Suharyono, 2006).
Dafruj

Agosin E., D. Diaz, R. Aravena, and E. Yanez, 1989. Chemical and Nutritional Characterization
of Lupine Tempeh. Journal of Food Science, Volume S4, No.1, University of Food Science.
Chile.

Djagal Wiseso Marseno. 1998. Hand Out Kimia Hasil Pertanian Materi Air, Protein dan Enzim.
Jurusan TPHP FTP UGM.

Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono, & Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Suharyono, A. S. dan Susilowati. 2006. Pengaruh Jenis Tempe dan Bahan Pengikat Terhadap
Sifat Kimia dan Organoleptik Produk Nugget Tempe. Prosiding Seminar Hasil-hasil
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Lampung, hal 280-290.
http://lemlit.unila.ac.id/file/Prosiding/ProsidingI2006.pdf (Diakses tanggal 16 April 2018).

Sutikno, Arthur. 2009. Fermentasi Tempe. http://sutikno.staff.uns.ac.id/about/. Diakses tanggal


16 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai