Anda di halaman 1dari 32

5.

1 VARIABEL KINERJA KOPERASI DAN PRINSIP PENGUKURAN KINERJA


KOPERASI
5.1.1 Variabel Kinerja

Secara umum, variable kinerja koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan atau
pertumbuhan (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per
provinsi, jumlah koperasi per jenis/kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan nonaktif),
keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil usaha. Variabel-variable
tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat
peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Demikian
pula dampak dari koperasi (cooperative effect) terhadap peningkatan kesejahteraan anggota
atau masyarakat belum tercermin dari variabel-variabel yang disajikan. Dengan demikian,
variabel kinerja koperasi pada bab ini cenderung hanya dijadikan sebagai salah satu alat
untuk melihat perkembangan koperasi sebagai badan usaha.

5.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998:16-17)
adalah sebagai berikut:
a. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian,
motivasi, komitmen, dan sebagainya.
b. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan
kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua
kelompok kerja.
c. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan
dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
d. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja
yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
e. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan
dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius
dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
optimal.
Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam
penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan

1
kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu
tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang
dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja
yang dihasilkan.

5.1.3 Pengertian Pengukuran Kinerja


Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk
dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja
seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan
suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran
adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Pengukuran kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar
untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga
digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Sedangkan menurut Junaedi
(2002:380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan
berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur
dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang
yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian
digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-
penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

5.1.4 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja

2
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara periodik
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok
dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
menghasilkan tindakan yang diinginkan. Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja
adalah untuk:
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi,
transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria
yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan.
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai
dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi
perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang
efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan
proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya. Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah:
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.

5.1.5 Prinsip Pengukuran Kinerja


Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
a. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.

3
b. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
c. Kerja yang tak diukur sebaiknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
d. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
e. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
f. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan adalah
cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja operasional.
g. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara periodik.
h. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat
waktu.
i. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang
efektif.

5.2 KELEMBAGAAN, KEANGGOTAAN, VOLUME USAHA, PERMODALAN,


ASET DAN SISA HASIL USAHA
5.2.1 Kelembagaan Koperasi
Sebelum membahas tujuan dan fungsi sebuah lembaga koperasi, secara garis besarnya
lembaga koperasi merupakan sebuah lembaga keuangan yang berazaskan kekeluargaan dan
bergotong-royong. Dan tujuannya pun tak lain untuk meningkatkan taraf ekonomi
anggotanya dan masyarakat sekitar. Ada 3 hal penting tujuan sebuah lembaga didirikan :
a. Memaksimumkan keuntungan, sebuah lembaga harus mampu memaksimalkan
keuntungan yang didapat untuk meningkatkan kualitasnya, anggota maupun
sekitarnya.
b. Memaksimumkan nilai perusahaan, setelah sebuah lembaga mendapatkan keuntungan
maksimal, lembaga itupun harus melaksanakan nilai-nilai yang diemban sejak
didirikan.
c. Meminimumkan biaya, untuk melaksanakan kedua poin tersebut sebuah lembaga
harus mampu memanfaatkan resource yang ada ataupun yang terbatas untuk
mengefisiensikan pelaksanaannya.

5.2.2 Keanggotaan Koperasi


Anggota koperasi merupakan pemilik dan juga pengguna jasa koperasi. Dalam koperasi
ada pula anggota luar biasa. Dikatakan luar biasa bila persyaratan untuk menjadi anggota
tidak sepenuhnya dapat dipenuhi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasar.
1) Syarat Keanggotaan Koperasi:
a) Setiap warga negara Indonesia (WNI) yang mampu melakukan tindakan hukum
atau badan hukum koperasi yang memenuhi persyaratan.
4
b) Menerima landasan dan asas koperasi.

c) Bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak-haknya sebagai anggota.


2) Sifat Keanggotaan Koperasi:
a) Terbuka dan sukarela.
b) Dapat diperoleh dan diakhiri setelah syarat-syarat dalam anggaran dasar terpenuhi.

c) Tidak dapat dipindahtangankan.

3) Berakhirnya Keanggotaan Koperasi:


a) Meninggal dunia.
b) Meminta berhenti karena kehendak sendiri.

c) Diberhentikan pengurus karena tidak memenuhi syarat keanggotaan.

4) Kewajiban Anggota Koperasi tercantum dalam Pasal 20 UU No. 25 Tahun 1992.


a) Mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah
disepakati rapat anggota.
b) Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi.
c) Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan atas asas
kekeluargaan.

5) Hak Anggota Koperasi Menurut Pasal 20 UU No. 25 Tahun 1992.


a) Menghadiri dan menyatakan pendapat serta memberikan suara dalam
rapat anggota.

b) Memilih dan atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas.

c) Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran


dasar.

d) Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat


anggota baik diminta maupun tidak diminta.

e) Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antar


anggota.

f) Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut


ketentuan dalam anggaran dasar.

5
5.2.3 Permintaan Menjadi Anggota Koperasi

Setiap orang yang ingin menjadi anggota koperasi perlu mempelajari lebih dahulu
maksud dan tujuan koperasi tersebut, terutama mengenai syarat-syarat keanggotaan dan hak
serta kewajibannya sebagai anggota.
1) Jika persyaratan sudah diterima, selanjutnya calon mengisi formulir pendaftaran di
koperasi tersebut.
2) Jika pengurus menyetujui permintaan calon anggota, maka selanjutnya harus
diberitahukan kepada yang bersangkutan mulai saat tersebut dapat diterima menjadi
anggota koperasi.
3) Bila permohonan seseorang menjadi anggota koperasi ditolak, maka pencalonannya
sebagai anggota dapat diajukan kembali dalam RA yang akan datang, dan
keputusannya akan mengikat pengurus untuk memenuhinya.

5.2.4 Bukti Keanggotaan Koperasi


Buku daftar anggota merupakan salah satu yang ditetapkan oleh UU Koperasi, karena
buku daftar anggota memuat tentang nama lengkap, umur, mata pencaharian, tempat tinggal,
tanggal masuk menjadi anggota, cap ibu jari kiri atau tanda tangan anggota, sebab
diberhentikannya seorang anggota, tanda tangan ketua dan tanggal dibubuhinya tanda tangan
tersebut.

5.2.5 Volume Usaha


Volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dan barang dan/atau jasa pada
suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan. Dengan demikian, volume usaha koperasi
adalah akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa sejak awal tahun buku (Januari) sampai
dengan akhir tahun buku (Desember). Pada hakekatnya, aktivitas ekonomi koperasi dapat
dilihat dari besaran volume usaha koperasi itu sendiri.
Menurut Suwandi (1988:38), bahwa “Volume usaha merupakan totalitas kegiatan yang
tercermin dalam bentuk nilai uang dan merupakan titik sentral dari interaksi dari berbagai
peubah dalam koperasi sehingga volume usaha merupakan ukuran jumlah seluruh kegiatan
yang diukur dalam satuan uang sekaligus dapat memberikan apa saja yang dilakukan koperasi
selama kurun waktu tertentu”. Aktivitas ekonomi koperasi pada hakekatnya dapat dilihat dari
besarnya volume usaha koperasi tersebut. Kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh koperasi
bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terutama bagi anggota koperasi dan
masyarakat pada umumnya. Usaha atau kegiatan yang dilakukan tersebut dapat dilihat dari

6
besarnya volume usaha yang nantinya akan berpengaruh terhadap perolehan laba atau sisa
hasil usaha koperasi.

5.2.6 Permodalan Koperasi


1) Sumber – Sumber Modal Koperasi
a. Modal Dasar
Tujuan utama mendirikan sebuah organisasi koperasi adalah untuk
mengakumulasikan potensi keuangan para pendiri dan anggotanya yang meskipun pada
awalnya berjumlah kecil tetapi tetap ada.
b. Modal Sendiri
a) Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke dalam kas
koperasi oleh para pendiri atau anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota.
Simpanan pokok tidak dapat ditarik kembali oleh anggota koperasi tersebut selama
yang bersangkutan masih tercatat menjadi anggota koperasi.
b) Simpanan Wajib
Konsekuensi dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh semua anggota
koperasi yang dapat disesuaikan besar kecilnya dengan tujuan usaha koperasi dan
kebutuhan dana yang hendak dikumpulkan, arena itu akumulasi simpanan wajib para
anggota harus diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang kebutuhan
dana yang akan digunakan menjalankan usaha koperasi.
c) Dana Cadangan
Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang
tidak dibagikan kepada anggota; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri
yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara
mendadak atau menutup kerugian dalam usaha.

d) Hibah
Hibah adalah bantuan, sumbangan atau pemberian cuma-cuma yang tida
mengharapkan pengembalian atau pembalasan dalam bentuk apapun. Siapa pun dapat
memberikan hibah kepada koperasi dalam bentuk apapun sepanjang memiliki
pengertian seperti itu; untuk menghindarkan koperasi menjadi tergantung dengan
pemberi hibah sehingga dapat mengganggu prinsip-prisnsip dan asas koperasi.

c. Modal Pinjaman

7
a) Pinjaman dari Anggota
Pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi dapat disamakan dengan simpanan
sukarela anggota. Kalau dalam simpanan sukarela, maka besar kecil dari nilai yang
disimpan tergantung dari kerelaan anggota. Sebaliknya dalam pinjaman, koperasi
meminjam senilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari
anggota.
b) Pinjaman dari Koperasi Lain
Pada dasarnya diawali dengan adanya kerja sama yang dibuat oleh sesama badan
usaha koperasi untuk saling membantu dalam bidang kebutuhan modal. Bentuk dan
lingkup kerja sama yang dibuat bisa dalam lingkup yang luas atau dalam lingkup yang
sempit, tergantung dari kebutuhan modal yang diperlukan.
c) Pinjaman dari Lembaga Keuangan
Pinjaman komersial dari lembaga keuangan untuk badan usaha koperasi mendapat
prioritas dalam persyaratan. Prioritas tersebut diberikan kepada koperasi sebetulnya
merupakan komitmen pemerintah dari negara-negara yang bersangkutan untuk
mengangkat kemampuan ekonomi rakyat khususnya usaha koperasi.
d) Obligasi dan Surat Utang
Untuk menambah modal koperasi juga dapat menjual obligasi atau surat utang
kepada masyarakat investor untuk mencari dana segar dari masyarakat umum diluar
anggota koperasi. Mengenai persyaratan untuk menjual obligasi dan surat utang
tersebut diatur dalam ketentuan otoritas pasar modal yang ada.
e) Sumber Keuangan Lain
Semua sumber keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang
tidak sah dapat dijadikan tempat untuk meminjam modal.

2) Distribusi Cadangan Koperasi


Cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari
penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan
untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Sesuai Anggaran Dasar yang
menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25% dari SHU yang diperoleh
dari usaha anggota disisihkan untuk cadangan, sedangkan SHU yang berasal bukan
dari usaha anggota sebesar 60% disisihkan untuk cadangan. Banyak sekali manfaat
distribusi cadangan, seperti contoh di bawah ini:
8
1. Memenuhi kewajiban tertentu
2. Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
3. Sebagai jaminan untuk kemungkinan kemungkinan rugi di kemudian hari
4. Perluasan usaha

5.2.7 Aset dalam Koperasi


Aset adalah kekayaan yang dimiliki dan dikelola koperasi untuk menjalankan
operasional usaha. Aset merupakan sumber daya yang dikuasai koperasi sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh koperasi. Aset yang diperoleh dari sumbangan, yang tidak terikat penggunaannya,
diakui sebagai aset tetap.
Komponen Aset
1) Aset lancar yaitu aset yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun.
Pengklasifikasian aset lancar antara lain:
a. Diperkirakan akan dapat direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan,
dalam jangka waktu siklus operasi normal entitas;
b. Dimiliki untuk diperdagangkan (diperjualbelikan);
c. Diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode
pelaporan.
Aset lancar meliputi komponen perkiraan:
a. Kas adalah nilai mata uang kertas dan logam, baik dalam rupiah maupun mata uang
asing sebagai alat pembayaran sah.
b. Bank adalah simpanan koperasi pada bank tertentu yang likuid, seperti: tabungan, giro
dan deposito serta simpanan lainnya.
c. Surat berharga adalah investasi dalam berbagai bentuk surat berharga, yang dapat
dicairkan dan diperjualbelikan dalam bentuk tunai setiap saat;
d. Piutang Usaha adalah tagihan koperasi sebagai akibat penyerahan barang/jasa kepada
pihak lain yang tidak dibayar secara tunai.
e. Piutang Pinjaman Anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi
pemberian pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada anggota.
f. Piutang Pinjaman Non anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi
pemberian pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada non anggota.

9
g. Penyisihan Piutang Tak Tertagih adalah penyisihan nilai tertentu, sebagai "pengurang
nilai nominal" piutang pinjaman atas terjadinya kemungkinan risiko piutang tak
tertagih, yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian akibat pemberian
piutang pinjaman.
h. Persediaan adalah nilai kekayaan koperasi yang diinvestasikan dalam bentuk
persediaan, baik persediaan dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi, maupun
barang jadi untuk diperdagangkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada
anggota dan penyelenggaraan transaksi dengan non anggota;
i. Biaya dibayar di muka adalah sejumlah dana yang telah dibayarkan kepada pihak lain
untuk memperoleh manfaat barang/jasa tertentu.
j. Pendapatan Yang Masih Harus Diterima adalah berbagai jenis pendapatan koperasi
yang sudah dapat diakui sebagai pendapatan tetapi belum dapat diterima oleh
koperasi;
k. Aset Lancar Lain-lain.

2) Aset Tidak Lancar


Aset tidak lancar adalah aset yang terdiri dari beberapa macam aset, masa manfaat lebih
dari satu periode akuntansi, dimiliki serta digunakan dalam kegiatan operasional dengan
kompensasi penggunaan berupa biaya depresiasi (penyusutan). Aset tidak lancar meliputi
komponen perkiraan:
a. Investasi Jangka Panjang, adalah aset atau kekayaan yang diinvestasikan pada
koperasi sekunder, koperasi lain atau perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu
tahun tidak dapat dicairkan, berupa simpanan atau penyertaan modal.
b. Properti Investasi, adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu
bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik/koperasi atau lessee
melalui sewa pembiayaan) dan dapat menghasilkan sewa atau kenaikan nilai atau
kedua-duanya. Properti investasi tidak digunakan untuk kegiatan produksi atau
penyediaan barang/jasa, tujuan administratif, atau dijual dalam kegiatan usaha sehari-
hari.
c. Akumulasi Penyusutan Properti Investasi, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu
properti investasi, sebagai akibat penggunaan dan berlalunya waktu. Akumulasi
penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai dengan umur
manfaatnya.

10
d. Aset Tetap, adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan
produksi, atau penyediaan barang/jasa untuk disewakan ke pihak lain, atau untuk
tujuan administratif dan digunakan lebih dari satu periode. Aset tetap mencakup
perkiraan: Tanah/Hak Atas Tanah, Bangunan, Mesin dan Kendaraan, Inventaris dan
Peralatan Kantor.
e. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset
tetap yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya waktu.
Akumulasi penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai
dengan umur manfaatnya.
f. Aset Tidak Berwujud, adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasi namun tidak
mempunyai wujud fisik. Dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi atau
disewakan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif. Contoh aset tidak
berwujud antara lain: hak paten, hak cipta, hak pengusaha hutan, kuota impor/ekspor,
waralaba.
g. Akumulasi Amortisasi Aset Tidak Berwujud, adalah "pengurang nilai perolehan"
suatu aset tidak berwujud yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan
berlalunya waktu.
h. Aset Tidak Lancar Lain, adalah aset yang tidak termasuk sebagaimana pada butir 1
sampai dengan 7 seperti bangunan yang belum selesai dibangun.

5.2.8 Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi


SHU Koperasi adalah sebagai selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total
(total revenue) atau biasa dilambangkan (TR) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost)
dengan lambang (TC) dalam satu tahun waktu.
a. SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa
usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan
untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan
keputusan Rapat Anggota.
b. Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
c. Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya
ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi.
d. Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya
partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.

11
e. Semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka
semakin besar SHU yang akan diterima.

Dalam proses penghitungannya, nilai SHU anggota dapat dilakukan apabila beberapa
informasi dasar diketahui sebagai berikut:
a. SHU total kopersi pada satu tahun buku
b. bagian (persentase) SHU anggota
c. total simpanan seluruh anggota
d. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
e. jumlah simpanan per anggota
f. omzet atau volume usaha per anggota
g. bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
h. bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.

Rumus Pembagian SHU


Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat 1, yaitu:
a. Mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata
berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan
perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan
perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
b. Di dalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut:
Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%,
dana pendidikan 5%, dan asosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%.
c. Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini
tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.

Rumus Pembagian SHU : SHU Koperasi = Y + X

Keterangan :

SHU Koperasi : Sisa Hasil Usaha per Anggota

Y : SHU Koperasi yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi

X : SHU Koperasi yang dibagi atas Modal Usaha

Dengan model matematika, SHU Koperasi per anggota dapat dihitung sebagai berikut:

SHU Koperasi AE : Ta/Tk (Y) | SHU Koperasi MU : Sa/Sk (X)


12
Keterangan :

Y : Jasa usaha anggota koperasi

X : Jasa modal anggota koperasi

Ta : Total transaksi anggota koperasi

Tk : Total transaksi koperasi

Sa : Jumlah simpanan anggota koperasi

Sk :Total simpanan anggota koperasi

Berikut prinsip-prinsip pembagian SHU koperasi:


1) SHU yang dibagi berasal dari anggota
Pada umumnya SHU yang dibagikan kepada anggota koperasi, bersumber dari
anggota itu sendiri. Sedangkan SHU yang sifatnya bukan berasal dari transaksi dengan
anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, tetapi dijadikan sebagai cadangan
koperasi.
2) SHU anggota dibayar secara tunai
SHU yang dibagikan per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan
demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada
anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.

3) SHU anggota merupakan jasa modal dan transaksi usaha


SHU yang diterima oleh setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari
modal yang diinvestasikannya dan dari hasil transaksi yang dilakukan anggota koperasi.
Oleh karena itu, dibutuhkan penentuan proporsi SHU untuk jasa modal dan jasa
transaksi usaha yang akan dibagikan kepada para anggota koperasi.
4) SHU anggota dilakukan transparan
Proses perhitungan SHU per-anggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota
harus diumumkan secara transparan dan terbuka, sehingga setiap anggota dapat dengan
mudah menghitung secara kuantitatif berapa besaran partisipasinya kepada koperasi.

5.3 EFISIEN KOPERASI


13
Pada dasarnya koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda dengan bentuk badan usaha
lainnya, artinya tidak boleh dikatakan koperasi boleh bekerja secara tidak efisien untuk
mencapai tujuan organisasi sebagai kumpulan orang. Koperasi tidak boleh terlepas dari
ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuannya adalah untuk melayani anggota. Pada
koperasi, tingkat efisiensi juga harus dilihat secara berimbang dengan tingkat efektifitasnya,
sebab biaya pelayanan yang tinggi bagi anggota diimbangi dengan keuntungan untuk
memperoleh pelayanan setempat yang lebih baik, misalnya biaya pelayanan dari pintu ke
pintu yang diberikan oleh koperasi kepada anggotanya.
Kunci utama efisiensi koperasi adalah pelayanan usaha kepada anggotanya. Koperasi
yang dapat menekan biaya serendah mungkin tetapi anggota tidak memperoleh pelayanan
yang baik dapat dikatakan usahanya tidak efisian di samping tidak memiliki tingkat
efektifitas yang tinggi, sebab dampak kooperatifnya tidak dirasakan anggota.
Untuk mengukur efisiensi organisasi dan usaha ada bebrapa rasio yang
dapatdipergunakanyang didasarkan pada kergaan koperasi yang bersangkutan. Sarana yang
dapat digunakan adalah neraca dqn catatan keragaan lain yang dimiliki koperasi. Hal itu lah
yang dapat memberikan gambaran kuantitatif tentang keragaan koperasi.
Menurut Hanel (1988) efisiensi ekonomi usaha koperasi dapat diukur dengan
mempergunakan ukuran:
1. Efisiensi dalam operasional usaha yang terlihat dari validitas keuangan (financial
viability) dan keragaan kewirakoperasian (entrepreneurship performance).
2. Efisiensi yang dihubungkan dengan pengembangan.
3. Efisiensi yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan anggota.

Pembahasan mengenai efisiensi, Thoby Mutis (1992) menunjukkan 5 lingkup efisiensi


koperasi, yaitu efisiensi intern masyarakat, efisiensi alokatif efisiensi ekstern, efisiensi
dinamis dan efisiensi sosial. Pengertian efisiensi tersebut adalah:
1. Efisiensi intern masyarakat merupakan perbandingan terbaik dari akses biaya dengan
biaya yang sebenarnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan perbandingan nilai bersih
pemasukan dan nilai bersih pengeluaran
2. Efisiensi alokatif adalah efisiensi yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya
dan dana dari semua komponen koperasi tersebut. Misalnya, penyaluran tabungan
anggota untuk pinjaman anggota, penyaluran simpanan sukarela untuk investasi
jangka pan.lang dan pendek. Hal ini biasanya dilihat pada perbandingan pertumbuhan
simpanan sukarela dan modal sendiri dengan pertumbuhan pinjaman, silang pinjam

14
atau investasi tahunan. Sebagai dasar tingkat pengukuran efisiensi digunakan laporan
keuangan koperasi sampel (neraca, laporan rugi laba, dan laporan perubahaan modal)
di samping tentu saja data-data lain vang diperlukan seperti yang tercantum dalam
laporan pertanggungjawaban pengurus.
3. Efisiensi ekstern menunjukkan bagaimana efisiensi pada lembaga-lembaga dan
perseorangan di luar koperasi yang ikut memacu secara tidak langsung efisiensi di
dalam koperasi.
4. Efisiensi dinamis adalah efisiensi yang biasa dikaitkan dengan tingkat optiniasi karena
adanya perubahan teknologi yang dipakai. Setiap perubahan teknologi akan membawa
dampak terhadap output yang dihasilkan. Tentu saja teknologi baru akan dipakai jika
menghasilkan produktivitas yang lebih baik dari semula.
5. Efisiensi sosial sering dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya dan dana secara
tepat, karena tidak menimbulkan biaya-biaya atau beban.

5.4 KLASIFIKASI KOPERASI


Klasifikasi jenis koperasi dapat dibedakan berdasarkan berbagai hal:
1) Pertama, penggolongan koperasi berdasarkan pada ketentuan pemerintah yang
diberlakukan pada koperasi. Pada penggolongan ini koperasi dibedakan sebagai
berikut:
a. Koperasi Unit Desa (KUD).
Koperasi ini diarahkan khusus untuk masyarakat pedesaan.

b. Koperasi Umum.
Koperasi umum dapat didirikan oleh siapa saja dan dimana saja.
2) Kedua, berdasarkan banyaknya jenis usaha:
a. Koperasi Single Purpose.
Koperasi yang hanya mempunyai satu jenis usaha.
b. Koperasi Multi Purpose.
Koperasi yang mempunyai lebih dari satu macam jenis usaha yang dikelola secara
bersamaan.
3) Ketiga, koperasi dibedakan menurut jenis lapangan usaha :
Secara umum, berdasarkan jenis lapangan usahanya koperasi dapat dibedakan menjadi
empat, yakni terdiri atas Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Serba Usaha (KSU),
Koperasi Konsumsi, dan Koperasi Produksi.
a. Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang memiliki usaha tunggal yaitu
menampung simpanan anggota dan melayani peminjaman. Anggota yang menabung
(menyimpan) akan mendapatkan imbalan jasa dan bagi peminjam dikenakan
jasa. Pengembalian pinjaman dilakukan dengan mengangsur. Besarnya jasa bagi

15
penabung dan peminjam ditentukan melalui rapat anggota. Dari sinilah, kegiatan
usaha koperasi dapat dikatakan “dari, oleh, dan untuk anggota.”
b. Koperasi Serba Usaha (KSU)
Koperasi Serba Usaha adalah koperasi yang terdiri atas berbagai jenis usaha.
Misalnya, melayani simpan pinjam dan pelayanan jasa, menjual barang-barang hasil
produksi anggota, unit pertokoan untuk melayani kebutuhan sehari-hari anggota juga
masyarakat, unit wartel.
c. Koperasi Konsumsi
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang bidang usahanya menyediakan
kebutuhan sehari-hari anggota. Kebutuhan yang dimaksud misalnya kebutuhan bahan
makanan, pakaian, perabot rumah tangga. Barang-barang yang disediakan harganya
lebih murah dibandingkan dengan toko-toko lainnya.
d. Koperasi Produksi
Koperasi produksi adalah koperasi yang bidang usahanya membuat barang
(memproduksi) dan menjual secara bersama-sama yang merupakan hasil produksi
anggota koperasi. Bagi para anggota yang memiliki usaha, dapat memasok hasil
produksinya ke koperasi, dan melalui koperasi para anggota mendapatkan bantuan
modal dan pemasaran.
Ada bermacam-macam koperasi produksi. Misalnya koperasi produksi para
petani, koperasi produksi peternak sapi, koperasi produksi pengrajin, dan sebagainya.
Koperasi produksi membantu anggota menghadapi kesulitan-kesulitan dalam
berusaha. Misalnya koperasi membantu menyediakan bahan baku untuk kerajinan,
menyediakan bibit dan pupuk untuk petani, dan lain-lain. Selain itu, anggota koperasi
mencari jalan keluar dari permasalah secara bersama-sama. Koperasi produksi juga
menampung hasil usaha para anggotanya. Dengan demikian, anggota tidak
mengalami kesulitan menjual hasil usahanya. Anggota koperasi produksi dalam
bidang pertanian dapat menjual hasil bumi padi, jagung, kacang, kedelai, dan lai-
lainnya ke koperasi. Demikian juga para peternak dan pengrajin.
4) Keempat, didasarkan pada jenis anggota:
a. Koperasi Primer.
Koperasi yang anggotanya orang-perorang, jumlah minimal anggota koperasi ini
dua puluh orang.
b. Koperasi Sekunder.
Koperasi yang beranggotakan beberapa koperasi. Koperasi sekunder meliputi:
a) Pusat Koperasi

16
Pusat koperasi merupakan koperasi yang anggotanya oaling sedikit lima
buah koperasi primer dan berada di satu kabupaten/kota.
b) Gabungan Koperasi
Gabungan koperasi merupakan koperasi yang anggotanya paling sedikit
tiga buah pusat koperasi. Wilayahnya meliputi satu provinsi atau lebih.
c) Induk Koperasi
Induk koperasi merupakan koperasi yang anggotanya paling sedikit tiga
buah gabungan koperasi.
5) Kelima, koperasi didasarkan pada status anggota :
Dilihat dari status keanggotaannya dikenal beberapa bentuk koperasi, antara lain
koperasi petani, koperasi pensiunan, Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI),
Koperasi Sekolah dan Koperasi Mahasiswa (Kopma), Koperasi Unit Desa (KUD),
Koperasi Pasar (Koppas) antara lain sebagai berikut:
a. Koperasi Petani
Koperasi ini beranggotakan para petani, buruh tani, dan orang orang yang terlibat
dalam usaha pertanian. Koperasi pertanian melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan pertanian, misalnya penyuluhan pertanian, pengadaan bibit unggul,
penyediaan pupuk, obat-obatan dan lain-lainnya.
b. Koperasi Pensiunan
Berbeda dengan Koperasi pertanian yang beranggotakan para petani, anggota
Koperasi pensiunan berisikan para pensiunan pegawai negeri. Koperasi ini bertujuan
meningkatkan kesejahteraan para pensiunan dan menyediakan kebutuhan para
pensiunan.
c. Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI)
Koperasi ini beranggotakan para pegawai negeri baik pegawai pusat maupun
daerah. Sebelum KPRI, koperasi ini lebih dikenal dengan nama Koperasi Pegawai
Negeri (KPN). KPRI bertujuan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan para
pegawai negeri (anggota). KPRI dapat didirikan di lingkup department atau instansi.
d. Koperasi Sekolah dan Koperasi Mahasiswa (Kopma)
Koperasi Sekolah memiliki anggota dari warga sekolah, yaitu guru, karyawan, dan
siswa. Koperasi sekolah memiliki kegiatan usaha menyediakan kebutuhan warga
sekolah, seperti buku pelajaran, alat tulis, makanan, dan lain-lain. Keberadaan
koperasi sekolah bukan semata-mata sebagai kegiatan ekonomi, melainkan sebagai
media pendidikan bagi siswa antara lain latihan kepemimpinan, latihan tanggung
17
jawab, latihan kejujuran, latihan mengenal lingkungan, serta latihan belajar
berorganisasi dalam bentuk usaha bersama. Koperasi sekolah diusahakan diurus oleh
siswa, hal ini dimaksudkan agar tujuan koperasi sebagai media pendidikan dapat
tercapai.
Sama seperti koperasi sekolah, di tingkat universitas terdapat koperasi mahasiswa
atau KOPMA, koperasi ini beranggotakan para mahasiswa. Koperasi ini bertujuan
untuk menyediakan kebutuhan mahasiswa terhadap sarana dan prasarana penunjang
perkuliahan di kampus. Selain itu, koperasi mahasiswa ini juga menyediakan simpan
pinjam, bagi para mahasiswa yang mempunyai kesulitan keuangan, usaha simpan
pinjam ini akan sangat membantu. Dengan adanya koperasi mahasiswa ini juga akan
melatih serta meningkatkan tanggung jawab, dan melatih kepemimpinan mahasiswa
di dalam berorganisasi.
e. Koperasi Unit Desa (KUD)
Koperasi Unit Desa adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat pedesaan.
Koperasi ini melakukan kegiatan usaha bidang ekonomi terutama yang berkaitan
dengan pertanian atau perikanan (nelayan). Beberapa usaha KUD, antara lain:
a) Menyalurkan sarana produksi pertanian seperti menyediakan pupuk, obat
pemberantas hama, benih, alat pertanian, dan memberi penyuluhan teknis
pertanian.
b) Memberikan penyuluhan teknis bersama dengan petugas penyuluh lapangan
kepada para petani. Di tingkat kabupaten dan provinsi terdapat Pusat Koperasi
Unit Desa (PUSKUD) yang bertugas memberikan bimbingan kepada KUD-KUD.
Di tingkat pusat terdapat Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) yang bertugas
memberikan bimibingan kepada PUSKUD di seluruh Indonesia.
f. Koperasi Pasar (Koppas)
Koperasi ini beranggotakan para pedagang pasar. Pada umumnya pedagang di
setiap pasar mendirikan koperasi untuk melayani kebutuhan yang berkaitan dengan
kegiatan para pedagang. Misalnya modal dan penyediaan barang dagangan. Di tingkat
kabupaten atau provinsi terdapat Pusat Koperasi Pasar (Puskoppas) yang
bertujuan memberikan bimbingan kepada koperasi pasar yang ada di
wilayah binaannya.

Penilaian kinerja Koperasi yang merupakan salah satu program prioritas Kementerian
Koperasi dan UKM Tahun 2005-2009 terkait dengan upaya pemberdayaan koperasi adalah
18
Pengembangan Kelembagaan dalam rangka mewujudkan 70.000 unit koperasi berkualitas.
Sampai dengan awal April 2007 pelaksanaan penilaian kinerja koperasi adalah melalui
Klasifikasi Koperasi, mengacu pada Permen KUKM No. 129/KEP/M.KUKM/XI/2002
tanggal 29 Nopember 2002).
Mulai April 2009 sampai saat ini pelaksanaan penilaian kinerja koperasi dilakukan
melalui Pemeringkatan Koperasi, mengacu pada Permen KUKM No.
22/KEP/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16 April 2007, dan Permen Nomor:
06/Per/M.KUKM/III/2008 tanggal 12 Maret 2008 tentang Perubahan atas Permen No.
22/KEP/M.KUKM/IV/2007 tanggal 16 April 2007 tentang Pemeringkatan Koperasi.
Memasuki tahun anggaran 2010 s/d 2014, Program Pemeringkatan Koperasi masih terus
dilakukan baik melalui anggaran APBN maupun APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Tujuan klasifikasi koperasi adalah:
1. Mengetahui kinerja koperasi dalam satu periode tertentu
2. Menetapkan peringkat kualifikasi koperasi
3. Mendorong koperasi agar menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan kaidah bisinis
yang sehat.
Dengan kata lain, melalui upaya klasifikasi ini diharapkan secara internal koperasi
mampu mempertegas jatidirinya sebagai sokoguru perekonomian rakyat sebagaimana
diamanatkan oleh International Cooperative Alliance (ICA) dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2002, namun juga secara eksternal mampu tetap menunjukkan kinerjanya sebagai
pelaku bisnis yang kompetitif. Secara internal sudah jelas arti dan fungsi Koperasi namun
secara eksternal inilah yang menimbulkan terjadinya sedikit pergeseran sistem, dimana
dinamisasi kondisi perekonomian terkadang berbanding terbalik ataupun berbanding lurus
dengan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk mencari jalan keluar dari sebuah
permasalahan ekonomi.
Untuk itu, diperlukan penyesuaian/penyempurnaan terhadap sistem dan instrumen
klasifikasi yang selama ini telah digunakan agar mampu mengakomodasikan berbagai
kepentingan, khususnya kepentingan setiap koperasi yang bersangkutan dalam mengakses
sumber pembiayaan dan sebagai alat pembinaan. Sistem pemeringkatan yang akan dihasilkan
ini diharapkan mampu memetakan kinerja koperasi dan menjadi prasyarat untuk mengakses
sumberdaya produktif serta dapat dimanfaatkan sebagai strategi pengelolaan.
Pedoman klasifikasi koperasi tersebut disempurnakan menjadi sistem pemeringkatan
koperasi yang dilandasi dasar hukum dari Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM

19
Nomor 22/PER/M.KUKM/IV/2007 tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi danPeraturan
Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 06/PER/M.KUKM/III/2008 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 22/PER/M.KUKM/IV/2007
tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi.

6.1 Perkembangan Pembangunan Koperasi dan Perundang-Undangan yang Berlaku di


Indonesia

Pembangunan koperasi dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I) telah


menunjukkan berbagai keberhasilan yang sangat berarti, baik ditinjau dari jumlah koperasi,
jumlah anggota koperasi, maupun nilai usaha koperasi. Koperasi juga telah terlihat berperan
aktif dalam kegiatan ekonomi rakyat dan sekaligus mulai dapat meningkatkan kesejahteraan
para anggotanya. Keadaan tersebut tercermin, antara lain dari peningkatan jumlah dan ragam
koperasi, jumlah simpanan anggota, jumlah modal usaha, serta jumlah nilai usaha koperasi.
Kemajuan pembangunan koperasi ini cukup menggembirakan karena telah menunjukkan
bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin berperan aktif dan
terlibat lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus telah meningkatkan
kesejahteraan para anggotanya yang pada umumnya masih terbatas kemampuan ekonominya.
Keadaan ini, antara lain merupakan hasil dari berbagai kebijaksanaan perkoperasian,
kebijaksanaan makro dan sekaligus peran tersebut ditempuh melalui program pembinaan
kelembagaan koperasi dan pelatihan magang, penyuluhan dan penerangan, pembinaan dan
konsultasi, serta ditunjang pula dengan berbagai kegiatan penelitian perkoperasian serta
kebijaksanaan makro, baik di bidang fiskal moneter maupun sektor riil, berupa perkreditan,
substitusi, atau proteksi. Sesuai dengan tahapan pembangunan nasional dalam PJP I,
peranan pemerintah dalam pembangunan koperasi pada masa itu masih besar, terutama ada
kegiatan yang bersifat perintis dan kegiatan perekonomian lainnya yang belum sepenuhnya
mampu dilaksanakan sendiri oleh gerakan koperasi. Kebijaksanaan pembinaan usaha
koperasi sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, yang diprioritaskan untuk
mendukung keberhasilan program pengadaan pangan nasional melalui Koperasi Unit Desa,
20
didukung dengan pemberian kredit pengadaan pangan beserta penyediaan jaminan kreditnya
yang kemudian telah memberikan sumbangan besar bagi tercapainya swasembada beras sejak
tahun 1984.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional yang ditandai oleh kemajuan
yang pesat di berbagai sektor di luar sektor pertanian, bidang usaha koperasi juga turut
berkembang. Dewasa ini, lingkup bidang usaha koperasi mencakup baik usaha pertanian
maupun usaha non-pertanian, seperti industri pangan, penyaluran pupuk, pemasaran kopra,
pemasaran cengkeh, pemasaran susu, pemasaran hasil perikanan, petemakan, pertambangan
rakyat, kerajinan rakyat, penyaluran BBM, penyaluran semen, usaha pakaian jadi, usaha
industri logam dan tambang rakyat, pemasaran jasa telekomunikasi, pemasaran jasa
kelistrikan pedesaan, penyaluran kredit candak kulak (KCK), penyaluran kredit tebu rakyat
intensifikasi (TRI) dan lain sebagainya. Sumbangan koperasi secara nasional dalam
pengadaan maupun penyaluran beberapa komoditas penting cukup besar.
Kemudian, gerakan koperasi Indonesia telah memiliki organisasi tunggal, yaitu
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang berfungsi sebagai wadah perjuangan dan
pembawaan aspirasi bagi kepentingan gerakan koperasi. Selain itu, selama PJP I juga telah
terbentuk prasarana penunjang bagi PJP II. Prasarana penunjang tersebut di antaranya adalah
Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan Akademi Koperasi (Akop) sebagai
lembaga pendidikan pencetak sarjana dan kader pembangunan koperasi yang ahli di bidang
manajemen koperasi. Pada saat itu, telah berdiri pula Koperasi Jasa Audit (KJA) yang
tersebar di dua puluh provinsi dan berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa audit, jasa
bimbingan dan manajemen, serta jasa pelatihan. Di bidang asuransi, gerakan Koperasi juga
telah memiliki Koperasi Asuransi Indonesia (KAI).
Di bidang keuangan, telah dibentuk Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan
Koperasi (Perum PKK) yang merupakan penyempurnaan dari Lembaga Jaminan Kredit
Koperasi (LJKK) dan berfungsi memberikan jaminan atas kredit kepada koperasi yang
diberikan oleh bank. Selain itu, telah pula dibentuk Bank Umum Koperasi Indonesia (Bank
Bukopin) dan lembaga keuangan lainnya, seperti Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI),
Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR), dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Modal penting lainnya dalam pengembangan koperasi pada Pembangunan Jangka
Panjang Kedua (PJP II) adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi pembangunan koperasi yang selaras
dengan pembangunan di sektor-sektor lainnya dalam upaya membangun koperasi yang maju

21
dan mandiri. Pada prinsipnya, Undang-Undang perkoperasian yang baru memberikan
keleluasaan yang lebih besar kepada gerakan koperasi untuk menentukan arah
pengembangan usaha agar makin sesuai dengan kcbutuhan dan kepentingan para anggota.
Di samping itu, pemerintah tetap memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan
dalam rangka memandirikan koperasi.

22
6.2 Tantangan, Kendala, dan Peluang yang Dihadapi dalam Pembangunan Koperasi di
Indonesia
6.2.1 Tantangan dalam Pembangunan Koperasi

Meskipun banyak hasil yang telah dicapai dalam pembangunan koperasi selama
PJP I, masih banyak pula masalah yang belum terselesaikan, yang harus dilanjutkan dan
ditingkatkan penanganannya dalam PJP II, sebagai tantangan untuk mewujudkan cita-cita
perkoperasian seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hingga saat ini,
karena berbagai alasan ekonomi dan non-ekonomi, koperasi pada umumnya belum dapat
melaksanakan sepenuhnya prinsip koperasi sebagaimana yang telah dicita-citakan, sehingga
koperasi sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat belum dapat mengembangkan
sepenuhnya potensi dan kemampuannya dalam memajukan perekonomian nasional dan
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Di samping itu, berbagai kondisi struktural dan
sistem yang ada masih menghambat koperasi untuk sepenuhnya dapat menerapkan kaidah
ekonomi guna meraih dan memanfaatkan berbagai kesempatan ekonomi secara optimal.
Sementara itu, terbukanya perekonomian nasional terhadap perkembangan
perekonomian dunia diperkirakan akan menghadirkan perubahan-perubahan besar dalam
tatanan kehidupan ekonomi nasional. Persaingan usaha akan makin ketat, peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi meningkat, tuntutan akan sumber daya manusia yang berkualitas
untuk mengantisipasi dan merencanakan masa depan meningkat pula. Kedudukan dan
keberadaan koperasi makin terintegrasi dan berperan menentukan ke dalam perekonomian
nasional. Oleh karena itu, tantangan dalam pembangunan koperasi adalah mengembangkan
koperasi menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju, mandiri, dan memiliki daya saing
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya yang berujung pada
meningkatnya perekonomian nasional. Dengan memperhatikan kedudukan koperasi, baik
sebagai soko guru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral dari tatanan
perekonomian nasional, peran koperasi sangat penting dalam menumbuhkan dan
mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Dalam hal ini, koperasi sebenarnya memiliki ruang
gerak dan kesempatan usaha yang luas, terutama dalam hal yang menyangkut kepentingan
kehidupan ekonomi rakyat. Namun dalam kenyataannya, koperasi masih menghadapi
beberapa hambatan struktural dan sistem untuk dapat berfungsi dan berperan sebagaimana
yang diharapkan, antara lain dalam memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional. Dengan demikian, yang menjadi tantangan
23
adalah mewujudkan koperasi, baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi
rakyat agar mampu berperan secara nyata dalam kegiatan ekonomi rakyat. Inti kekuatan
koperasi terletak pada anggota yang berpartisipasi aktif dalam organisasi koperasi dan
kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam wadah koperasi. Sebenarnya, kepercayaan
masyarakat terhadap koperasi sudah semakin meningkat, tetapi belum cukup memadai,
antara lain disebabkan oleh adanya berbagai hambatan untuk meningkatkan manfaat
koperasi bagi anggotanya. Hal ini telah menyebabkan lambatnya koperasi mengakar dalam
masyarakat. Sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi masih harus meningkatkan
kemampuannya dalam menggerakkan dan menampung peran serta masyarakat secara luas.
Oleh karena itu, mewujudkan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berakar dalam
masyarakat juga merupakan tantangan dalam pembangunan koperasi di Indonesia.

6.2.2 Kendala dalam Pembangunan Koperasi

Pengalaman pembangunan koperasi dalam PJP I telah memberikan petunjuk bahwa


untuk menjawab berbagai tantangan dalam PJP II, masih terdapat beberapa kendala yang
membutuhkan perhatian dalam rangka menggariskan kebijaksanaan dan menyusun program
untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Adapun kendala-kendala yang dimaksud,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia koperasi yang pada
umumnya belum memadai. Kendala ini menjadi faktor yang mempengaruhi
kemampuan koperasi dalam menjalankan fungsi dan peranannya yang berakibat pada
kurang efektif dan efisiennya organisasi dan manajemen koperasi. Hal ini tercermin
pada pengelolaan koperasi dan tingkat partisipasi anggota yang belum optimal.
2) Lemahnya struktur permodalan koperasi dan terbatasnya akses koperasi ke sumber
permodalan dari luar.
3) Terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi secara nasional bagi koperasi,
yang berpengaruh pada rendahnya kemampuan koperasi untuk meningkatkan efisiensi
dan produktivitas usahanya sehingga menyebabkan pula terbatasnya daya saing
koperasi.
4) Mekanisme kelembagaan dan sistem koperasi yang belum berjalan dengan baik. Hal
ini disebabkan oleb kurangnya kesadaran anggota akan hak dan kewajibannya serta
belum berfungsinya mekanisme kerja antar pengurus dan antar pengurus dengan
pengelola koperasi secara menyeluruh.
5) Masih kurangnya kepercayaan dalam bekerja sama bagi terwujudnya jaringan usaha
antara koperasi dengan pelaku ekonomi lainnya.
24
6) Kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tertentu, terutama
kelembagaan keuangan baik bank maupun bukan bank, produksi dan pemasaran,
khususnya di daerah tertinggal.
7) Kurang efektifnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan program
pembinaan koperasi antar sektor dan antar daerah.
8) Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi, serta
kurangnya kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, yang tercermin
pada masih rendahnya peran serta dan dukungan masyarakat dalam pembangunan
koperasi.

6.2.3 Peluang dalam Pembangunan Koperasi

Selaras dengan perkembangan pembangunan yang dinamis dan pertumbuhan


ekonomi dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam, terbuka berbagai peluang
usaha yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan koperasi. Pembangunan nasional
dalam PJP II khususnya Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam yang mendahulukan
aspek pemerataan akan membuka peluang yang lebih besar bagi pembangunan koperasi.
Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai landasan hukum, juga
memberikan peluang yang diharapkan akan mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh
dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri. Koperasi primer yang berskala kecil
diharapkan berhimpun dalam koperasi sekunder secara lebih matang, sehingga lebih
terkonsolidasi menjadi kekuatan ekonomi yang besar dan tangguh serta mampu
memanfaatkan peluang keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian dunia.
Selain itu, terdapat juga berbagai peluang lainnya dalam pembangunan koperasi dalam
Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam, di antaranya adalah kemajuan politik yang
kuat dari pemerintah dan berkembangnyaa tuntutan masyarakat untuk lebih banyak
membangun koperasi dalam rangka mewujudkan perekonomian yang sehat yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai hasil pembangunan yang


berkelanjutan akan menciptakan peluang bagi berkembangnya usaha koperasi di masa depan.
Sementara itu, semakin terbukanya perekonomian dunia turut pula menciptakan berbagai
peluang baru bagi koperasi, diantaranya adalah semakin terbukanya pasar internasional bagi
hasil produksi koperasi Indonesia serta semakin terbukanya kesempatan kerja sama
internasional antar gerakan koperasi di berbagai bidang. Perubahan struktur perekonomian
nasional menciptakan peluang untuk lebih berkembangnya koperasi pedesaan atau Koperasi
25
Unit Desa (KUD) yang berusaha di bidang agrobisnis, agroindustri, dan industri pedesaan
lainnya. Sementara Undang-Undang tentang sistem budidaya tanaman akan mendorong
diversifikasi usaha koperasi sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat. Dalam PJP
II, tuntutan terhadap perlindungan dan jaminan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi
tenaga kerja, yang telah mulai dirasakan saat ini, diperkirakan akan semakin meningkat. Di
samping itu, akan diperkirakan pula terjadi pertumbuhan yang pesat di sektor industri yang
akan meningkatkan jumlah dan jenis perusahaan. Keadaan ini menciptakan peluang bagi
tumbuhnya peluang kerja bagi calon karyawan baru.

6.3 Bentuk Arahan, Sasaran, dan Implikasi Kebijaksanaan yang Dilakukan dalam
Pembangunan Koperasi
6.3.1 Arahan dalam Pembangunan Koperasi

Pembangunan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat diarahkan agar


semakin memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang efisien serta menjadi gerakan
rakyat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat agar mampu memajukan kesejahteraan
ekonomi anggotanya. Pembangunan koperasi juga diarahkan menjadi gerakan ekonomi
rakyat yang didukung oleh jiwa dan semangat yang tinggi dalam mewujudkan demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hal
tersebut, koperasi di pedesaan, khususnya, perlu dikembangkan mutu dan kemampuannya
serta ditingkatkan peranannya dalam kehidupan ekonomi di pedesaan. Pelaksanaan fungsi dan
peranan koperasi ditingkatkan melalui upaya peningkatan semangat kebersamaan dan
manajemen yang lebih profesional. Selain itu, peran aktif masyarakat dalam menumbuh
kembangkan koperasi juga perlu terus ditingkatkan dengan meningkatkan kesadaran,
kegairahan, dan kemampuan berkoperasi di seluruh lapisan masyarakat melalui upaya
penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan dalam masyarakat.
Fungsi dan peran koperasi juga menjadi tanggung jawab lembaga gerakan koperasi
sebagai wadah perjuangan kepentingan dan pembawa aspirasi gerakan koperasi yang bekerja
sama dengan pemerintah sebagai pembina dan pelindungnya. Pengembangan koperasi
didukung melalui pemberian kesempatan berusaha yang seluas-luasnya di segala sektor
kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan menciptakan iklim
usaha yang mendukung kemudahan memperoleh permodalan. Untuk mengembangkan dan
melindungi usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentingan
rakyat, dapat ditetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh
koperasi. Kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan koperasi
26
diupayakan agar tidak dimasuki oleh badan usaha lainnya dengan memperhatikan
kesadaran dan kepentingan ekonomi nasional dalam rangka pemerataan kesempatan usaha
dan kesempatan kerja. Kerja sama antar koperasi, baik itu antara koperasi dengan usaha
negara dan usaha swasta sebagai mitra usaha dikembangkan secara lebih nyata untuk
mewujudkan semangat dan berlandasakan asas kekeluargaan, kebersamaan, kemitraan usaha
dan kesetiakawanan, serta saling mendukung dan saling menguntungkan. Potensi koperasi
untuk tumbuh menjadi usaha skala besar terus ditingkatkan, antara lain melalui perluasan
jaringan usaha koperasi, kepemilikan saham, serta keterkaitan usaha dengan usaha hulu
dan usaha hilir, baik dalam usaha negara maupun usaha swasta.

6.3.2 Sasaran dalam Pembangunan Koperasi


a. Sasaran PJP II

GBHN 1993 menetapkan bahwa sasaran pembangunan koperasi dalam PJP II adalah
terwujudnya koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri serta sebagai soko guru perekonomian nasional
yang merupakan wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat di semua
kegiatan perekonomian nasional sehingga mampu berperan utama dalam meningkatkan
kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

b. Sasaran Repelita VI

Sasaran pembangunan bidang ekonomi dalam Repelita VI di antaranya adalah


menata dan meningkatkan kelembagaan dan sistem koperasi agar koperasi makin efisien
serta berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar dalam masyarakat.
Adapun sasaran pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah koperasi yang semakin
maju, semakin mandiri dan makin berakar dalam masyarakat, serta menjadi badan usaha
yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha, terutama dalam kehidupan
ekonomi rakyat.

Sesuai dengan sasaran di atas, ditetapkan sasaran operasional pembangunan koperasi


dalam Repelita VI, yaitu semakin meningkatnya kualitas sumber daya manusia dalam
koperasi yang berdampak pada meningkatnya kemampuan organisasi dan manajemen
koperasi, meningkatnya partisipasi aktif anggota, serta meningkatnya pemanfaatan,
pengembangan, dan penguasaan teknologi tepat, kukuhnya struktur permodalan koperasi,
kukuhnya jaringan usaha koperasi secara horizontal dan vertical, serta semakin berfungsi

27
dan berperannya lembaga gerakan koperasi. Dengan demikian, diharapkan daya saing
koperasi dan kesejahteraan anggota koperasi semakin meningkat pula.

Selain sasaran operasional yang bersifat umum tersebut, ditetapkan sasaran


pengembangan koperasi di pedesaan dan di perkotaan. Sasaran pengembangan koperasi
di pedesaan adalah mendorong berkembangnya koperasi di pedesaan/KUD yang mampu
memberikan kesempatan dan menumbuhkan prakarsa masyarakat pedesaan untuk
meningkatkan usaha sesuai dengan kebutuhan mereka serta sekaligus mampu
memberikan pelayanan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan mereka; makin
menyebarnya KUD mandiri di seluruh pelosok tanah air; makin meningkatnya kualitas
KUD mandiri yang telah ada sehingga kemandiriannya semakin meningkat, semakin
meningkatnya kemampuan usaha dan peran koperasi di pedesaan/KUD untuk mendorong
berkembangnya agrobisnis, agroindustri, industri pedesaan, jasa keuangan, dan jasa
lainnya termasuk penyediaan kebutuhan pokok; makin berkembangnya koperasi sekunder
yang secara khusus menangani komoditas tertentu, terutama yang mempunyai nilai
komersial tinggi untuk pasar dalam dan luar negeri sesuai dengan potensi masyarakat
setempat; makin meningkatnya kualitas pelayanan usaha koperasi di pedesaan/KUD
kepada para anggotanya dan masyarakat di daerah tertinggal, terisolasi, terpencil,
perbatasan, dan pemukiman transmigrasi, serta makin luas dan kukuhnya jaringan kerja
sama antar koperasi, dan kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya.

Sasaran pengembangan koperasi di perkotaan adalah mendorong berkembangnya


koperasi yang berbasis konsumen yang mampu melayani kebutuhan pokok anggota dan
masyarakat di daerah permukiman rakyat, berkembangnya koperasi karyawan, koperasi
pegawai negeri, dan koperasi di lingkungan ABRI, semakin berkembangnya koperasi
simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan lainnya, berkembangnya koperasi jasa di
berbagai bidang, meningkatnya kualitas pelayanan koperasi kepada anggota dan
masyarakat di daerah perkotaan yang tertinggal, serta dapat memperluas dan
memperkukuh jaringan kerja sama antar koperasi, dan kemitra usahaan dengan badan usaha
lainnya.

6.3.3 Kebijaksanaan yang Dilakukan dalam Pembangunan Koperasi

Secara umum, kebijaksanaan pembangunan perkoperasian dalam Repelita VI adalah


meningkatkan prakarsa, kemampuan, dan peran serta gerakan koperasi melalui peningkatan

28
kualitas sumber daya manusia, serta pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kelembagaan,
usaha, dan sistem koperasi untuk mewujudkan peran utamanya di segala bidang kehidupan
ekonomi rakyat.

Secara khusus, kebijaksanaan pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah


sebagai berikut:

1) Meningkatkan akses dan pangsa pasar, antara lain dengan meningkatkan keterkaitan
usaha, kesempatan usaha dan kepastian usaha, memperluas akses terhadap informasi
usaha, mengadakan pencadangan usaha, membantu penyediaan sarana dan prasarana
usaha yang memadai, serta menyederhanakan perizinan. Upaya ini ditunjang dengan
menyusun berbagai peraturan perundang-undangan yang mendukung pengembangan
koperasi, dan menghapuskan peraturan perundang-undangan yang menghambat
perkembangan koperasi, serta mengembangkan sistem pelayanan informasi pasar,
harga, produksi, dan distribusi yang memadai.
2) Memperluas akses terhadap sumber permodalan, memperkukuh struktur permodalan
dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal koperasi, antara lain dengan
meningkatkan jumlah pagu dan jenis pinjaman untuk koperasi; mendorong
pemupukan dana internal koperasi; menciptakan berbagai kemudahan untuk
memperoleh pembiayaan dan jaminan pembiayaan; mengembangkan sistem
perkreditan yang mendukung dan sesuai dengan kepentingan koperasi pada
khususnya dan perekonomian rakyat pada umumnya; mengembangkan sistem
pembiayaan termasuk lembaga pengelola yang sesuai untuk itu, dalam rangka
menyebarkan dan mendayagunakan sumber dana yang tersedia bagi koperasi dan
gerakan koperasi, yaitu antara lain yang berasal dari penyisihan laba bersih BUMN,
penyertaan modal Pemerintah, imbalan jasa (fee) yang diterima KUD dari
pelaksanaan program Pemerintah, serta dana lainnya yang berasal dari gerakan
koperasi; serta mengembangkan berbagai lembaga keuangan yang mendukung
gerakan koperasi, antara lain Perum PKK, lembaga asuransi usaha koperasi, lembaga
pembiayaan koperasi, dan lembaga modal ventura, agar makin mampu melayani
kebutuhan keuangan untuk pengembangan usaha anggota koperasi. Kebijaksanaan ini
mencakup upaya pendayagunaan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang sudah ada.

3) Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen, antara lain dengan

29
meningkatkan kemampuan kewirausahaan dan profesionalisme anggota, pengurus,
pengawas, dan karyawan koperasi; mendorong koperasi agar benar-benar
menerapkan prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi, mendorong proses pe-
ngembangan karier karyawan koperasi; mendorong terwujudnya tertib organisasi dan
tata hubungan kerja yang efektif; mendorong berfungsinya perangkat organisasi
koperasi; meningkatkan partisipasi anggota; mendorong terwujudnya keterkaitan
antarkoperasi, baik secara vertikal maupun horizontal dalam bidang informasi, usaha
dan manajemen; meningkatkan kemampuan lembaga gerakan koperasi agar mampu
berfungsi dan berperan dalam memperjuangkan kepentingan dan membawa aspirasi
koperasi; dan meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai dan semangat koperasi
melalui peningkatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perkoperasian, baik bagi
anggota koperasi, pengelola koperasi maupun masyarakat.

4) Meningkatkan akses terhadap teknologi dan meningkatkan kemampuan


memanfaatkannya, antara lain dengan meningkatkan kegiatan penelitian dan
pengembangan, memanfaatkan hasil penelitian/pengkajian lembaga lain,
meningkatkan kegiatan alih teknologi, memberikan kemudahan untuk melakukan
inovasi dan mendapatkan hak cipta, memberikan kemudahan untuk modernisasi
peralatan, serta mengembangkan dan melindungi teknologi yang telah dikuasai oleh
anggota koperasi secara turun-temurun.
5) Mengembangkan kemitraan, antara lain dengan mengembangkan kerja sama
antarkoperasi, baik secara horizontal, vertikal maupun kerja sama internasional;
mendorong koperasi sekunder agar lebih mampu mengkonsolidasi dan
memperkukuh jaringan keterkaitan dengan koperasi primer serta mendorong
kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya, baik dalam bentuk kontrak dagang,
subkontrak, usaha patungan maupun bentuk kemitraan lainnya, yang dilandasi oleh
prinsip saling membutuhkan, saling menunjang dan saling menguntungkan.
Kemitraan usaha ini juga dilakukan dengan meningkatkan penjualan saham
perusahaan swasta yang sehat kepada koperasi melalui pemberian berbagai insentif
dan kemudahan kepada kedua pihak, serta didukung oleh peraturan perundang-
undangan yang memadai.
Mengingat lingkup pembangunan koperasi sangat luas dan terkait dengan berbagai
sektor pembangunan lainnya seperti sektor industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan,
transportasi, pertambangan, kehutanan, pembangunan daerah, keuangan, transmigrasi,

30
energi, serta perumahan dan permukiman, pelaksanaan kebijaksanaan di atas dilakukan
secara terpadu dan selaras dengan pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan
perkoperasian di sektor tersebut. Kebijaksanaan tersebut juga dilaksanakan di daerah
tertinggal dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan kelompok
masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Andini. 2010. Klasifikasi Jenis Koperasi. http://jatoeandini.blogspot.com/2010/11/klasifikasi-


jenis-koperasi.html. Diakses pada tanggal 10 Maret 2018.

Baswir, Revrisond. 2000. Koperasi Indonesia (Edisi Pertama). Yogyakarta: BPFE-


Yogyakarta
Hatta, Mohamad. 1977. Cita-Cita Koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945, dalam Sri Edi
Swasono (ed) 1987. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. UI Press Jakarta

Hendar, Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

Mutis, Thoby. 1992. Pengembangan Koperasi, Kumpulan Karangan. Jakarta: PT Gramedia


Widia Sarana Indonesia.

Sam’un Jaja Raharja, 2014. Prospek dan Tantangan Pengembangan Koperasi di Indonesia.
(https://media.neliti.com/media/publications/73630-ID-prospek-dan-tantangan-
pengembangan-koper.pdf, diakses pada tanggal 10 Maret 2018)

Sitip, Arifin dan Halomoan Tamba. 2001. Koperasi, Teori dan Praktek. Jakarta: Erlangga.

Pedoman Klasifikasi Koperasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Republik
Indonesia.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

http://www.e-jurnal.com/2016/03/pengaruh-modal-sendiri-total-aset-dan.html/ Diakses pada


tanggal 10 Maret 2018.

https://www.coursehero.com/file/12692448/Kinerja-Koperasidoc/ Diakses pada tanggal 10


Maret 2018.

http://kementeriankoperasi.com/pembagian-sisa-hasil-usaha-koperasi/ Diakses pada tanggal


10 Maret 2018.

http://documents.tips/documents/kinerja-koperasi.html/ Diakses pada tanggal 10 Maret 2018

32

Anda mungkin juga menyukai